KESIMPULAN
Narasi dari pemerintah masih fokus pada tujuan dari sisi pemerintah (misal dukungan thd BPIP), belum dari sisi publik khususnya gen Y&Z.
Akibatnya aspek “What is it for me” bagi publik belum terasa.
Agar wawasan kebangsaan sampai dan diterima oleh publik (khususnya gen Y&Z), perlu narasi yang fokus pada perhatian mereka; misal: bagaimana sebagai anak bangsa bersama pemerintah menciptakan kehidupan yang harmonis, keadilan, kesetaraan, kesejahteraan, dan isu universal (misal climate change).
Hindari jargon seperti “Saya Pancasila”, “Bela Negara”, dll yang disukai oleh “Boomers”, tetapi ini tidak cocok bagi Gen Y,Z.
Upayakan agar gen Y&Z itu sendiri yang aktif membicarakan wawasan kebangsaan mereka melalui isu-isu aktual di media sosial (Twitter, Facebook, Instagram, YouTube, TikTok).
Contoh isu aktual:
Teknologi untuk petani dan nelayan
Climate change dan lingkungan hidup
dll
Mereka bisa ditrigger untuk terlibat melalui kegiatan yang direncanakan oleh institusi, misal melalui lomba pembuatan film pendek:
”Masalah di daerahku, dan bagaimana aku berkarya menyelesaikannya.”
dll.
ANALISIS TRENDING TOPIC HARIAN INDONESIA DAN CAPRES 02
Optimalisasi Pemanfaatan Media Sosial di Ruang Publik
1. OPTIMALISASI PEMANFAATAN
MEDIA SOSIAL
DI RUANG PUBLIK
Ismail Fahmi, Ph.D.
Direktur Media Kernels Indonesia (Drone Emprit)
Dosen Universitas Islam Indonesia
Wakil Ketua Komisi Infokom MUI Pusat
Ismail.fahmi@gmail.com
FGD BPIP RI
24 MEI 2021
BADAN PEMBINAAN IDEOLOGI
PANCASILA
REPUBLIK INDONESIA
2. 2
1992 – 1997 Undergraduate, Electrical Engineering, ITB, Indonesia
2003 – 2004 Master, Information Science, University of Groningen, NL
2004 – 2009 Doctor, Information Science, University of Groningen, NL
2009 – Now Engineer at Weborama (Paris/Amsterdam)
2014 – Now Founder PT. Media Kernels Indonesia, a Drone Emprit Company
2015 – Now Consultant at Perpustakaan Nasional, Inisiator Indonesia OneSearch
2017 – Now Lecturer at the IT Magister Program of the Universitas Islam Indonesia
2021 – Now Wakil Ketua Komisi Infokom, Majelis Ulama Indonesia Pusat
Ismail Fahmi, S.T., M.A., Ph.D.
Ismail.fahmi@gmail.com
3. AGENDA
• Media sosial dan big data
• Case study: peta diskursus ”Pancasila” di media sosial.
• Analisis: Permasalahan dan tantangan.
• Strategi optimalisasi peran media sosial.
3
12. VOLUME “PANCASILA”: SANGAT TINGGI
27 SEP 2020 – 27 APR 2021
12
Keyword: Pancasila
Periode data: 27 September 2020 – 27 April 2021
13. TREN ISU “PANCASILA”: SANGAT POLITIS
13
1 Oktober 2020 (Hari
Kesaktian Pancasila)
31 Desember 2020
(FPI dibubarkan) 17 April 2021
(Isu Pelajaran Pancasila
dihapus)
24 Jan 2021 (Isu siswa non
muslim wajib berjilbab)
Kampanye BPIP
40. NARASI TENTANG PANCASILA
• Percakapan tentang Pancasila didominasi oleh nuansa politis,
antara yang pro dan kontra pemerintah.
• Kritik dari kalangan kontra pemerintah menyangkut Pancasila
biasanya dihubungkan dengan ketidakadilan yang muncul
dalam isu-isu besar yang sedang hangat.
• Kampanye menggunakan tagar terkait BPIP sangat masif
dilakukan oleh pemerintah.
40
41. AKTOR DAN PETA JEJARING SOSIAL
• Aktor:
• Narasi terpopuler didominasi oleh aktor yang cenderung kontra atau kritis
kepada pemerintah, dan lebih natural (tidak banyak mengangkat tagar).
• Narasi dari pemerintah, cenderung dilakukan oleh aktor dari kalangan buzzer,
terlihat dari masif dan terorganisasikannya tagar terkait Pancasila, khususnya
saat ada kampanye atau sosialisasi narasi tertentu.
• Secara demografi, generasi X (tua) cukup aktif membahas topik Pancasila,
demikian juga dengan gen Y&Z. Akibatnya, kritik gen X terkait Pancasila bisa
terdifusi ke kalangan gen Y&Z.
• Peta polarisasi:
• Terdapat dua cluster netizen pro-kontra di Twitter yang kadang sama besar, dan
sering cluster kontra lebih besar untuk narasi berupa kritik.
• Kondisi ini tidak menguntungkan bagi bangsa Indonesia, karena percakapan
tentang Pancasila bukannya menyatukan bangsa, tapi memangun dan
memperlebar polarisasi.
41
43. FOKUS NARASI
• Narasi dari pemerintah masih fokus pada tujuan dari sisi
pemerintah (misal dukungan thd BPIP), belum dari sisi publik
khususnya gen Y&Z.
• Akibatnya aspek “What is it for me” bagi publik belum terasa.
• Agar wawasan kebangsaan sampai dan diterima oleh publik
(khususnya gen Y&Z), perlu narasi yang fokus pada perhatian
mereka; misal: bagaimana sebagai anak bangsa bersama
pemerintah menciptakan kehidupan yang harmonis, keadilan,
kesetaraan, kesejahteraan, dan isu universal (misal climate change).
• Hindari jargon seperti “Saya Pancasila”, “Bela Negara”, dll yang
disukai oleh “Boomers”, tetapi ini tidak cocok bagi Gen Y,Z.
43
44. HINDARI BUZZER DAN BOT
• Penggunaan buzzer dan bot untuk mengangkat narasi dengan rangkaian
tagar-tagar agar trending di media sosial terbukti hanya bergema di dalam
sub-cluster mereka saja; narasi tidak terdifusi ke target publik.
• Cara ini tidak akan efektif untuk membangun wawasan kebangsaan, malah
sebaliknya sering menimbulkan polarisasi.
• Hindari penggunaan buzzer dan bot, dan buat program yang langsung
melibatkan gen Y&Z yang mengajak mereka untuk berpikir, mengusulkan,
dan bersama pemerintah mewujudkan gagasan dalam Pancasila secara
aktual.
44
45. KREATIF & PARTISIPATIF
• Upayakan agar gen Y&Z itu sendiri yang aktif membicarakan
wawasan kebangsaan mereka melalui isu-isu aktual di media sosial
(Twitter, Facebook, Instagram, YouTube, TikTok).
• Contoh isu aktual:
• Teknologi untuk petani dan nelayan
• Climate change dan lingkungan hidup
• dll
• Mereka bisa ditrigger untuk terlibat melalui kegiatan yang
direncanakan oleh institusi, misal melalui lomba pembuatan film
pendek:
• ”Masalah di daerahku, dan bagaimana aku berkarya menyelesaikannya.”
• dll.
45