SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  31
Télécharger pour lire hors ligne
1
Disarikan dari
Chapter 6 Stewarding Sustainability Transformations in Multi-stakeholder Collaboration.
Stewarding Sustainability Transformations. An Emerging Theori and Practice of SDG Implementation.
Petra Kuenkel. Springer, Scham, Swiss, 2019.
Memudahkan Upaya Kolaborasi Beragam Pemangku Kepentingan
Disarikan oleh Oswar Mungkasa
Kolaborasi beragam pemangku kepentingan (multi-stakeholder collaboration) adalah
upaya menyelesaikan masalah secara kolaboratif, atau mendorong perubahan secara bersama,
lintas masyarakat dan lembaga.
Tujuan dibalik inisiatif kolaborasi beragam pemangku kepentingan dapat mencakup topik
seperti pengembangan standar bagi produk dan konsumsi berkelanjutan, penyediaan barang
publik (seperti air), perbaikan pengelolaan sumberdaya alam, atau penyedian layanan sosial.
Selain itu, dapat berupa inisiatif jangka panjang maupun kemitraan jangka pendek dan berlokasi
dalam negeri atau antarnegara.
Proses bermitra antara beragam pemangku kepentingan umumnya berjalan lambat,
dengan beragam pemahaman tentang kolaborasi, biaya besar, dan kecenderungan mencontoh
solusi yang ada tanpa usaha atau upaya yang tidak efisien. Sebagai hasilnya, banyak kolaborasi
beragam pemangku kepentingan yang dipandang tidak efisien atau tidak efektif.
Namun, meskipun diragukan terkait keefektifannya, kolaborasi beragam pemangku
kepentingan telah menjadi hal umum. Tujuan bekerja kolaboratif lintas lembaga dan masyarakat
menuju dunia yang lebih berkelanjutan telah berubah perlahan menjadi agenda setiap negara
dari berbagai lembaga dan masyarakat. Khususnya terkait Agenda Global Tahun 2030, menjadi
penting untuk berhubungan dengan megatrends seperti perubahan iklim, kehilangan keragaman
hayati, atau lainya. Kolaborasi beragam pemangku kepentingan telah menjadi sebuah upaya
menanggapi tantangan rumit di masa depan.
Beragam pelaku mempunyai kepedulian yang berbeda, tidak terbiasa bekerjasama, tetapi
membutuhkan kesamaan sikap dalam menanggapi isu bersama. Pelaku yang terlibat dalam
kolaborasi bergantung satu sama lain. Pada waktu yang bersamaan, tidak hanya pelaku berbeda
kekuatan dan akses terhadap sumberdaya tetapi juga tingkat saling percaya yang rendah. Sistem
kolaborasi perlu dibangun dalam menanggapi keinginan individu membuat perubahan, konteks
dan budaya yang berkesesuaian, dan hubungannya dengan tujuan. Kepercayaan adalah mesin
perubahan transformatif.
Lingkungan yang bergejolak dan tantangan ragam dimensi membutuhkan solusi yang
tidak sederhana. Kolaborasi pemangku kepentingan, berdasar definisi, mencakup saling
bergantung satu sama lain, berbeda kekuatan dan konflik kepentingan. Biasanya bukan
menyangkut kompromi tetapi menyangkut upaya memperoleh solusi yang baik buat semua.
2
Dipahami bersama bahwa upaya berkolaborasi tidak mudah untuk dijalankan sehingga
dibutuhkan katalis yang berfungsi memudahkan terwujudnya kolaborasi dari beragam pemangku
kepentingan tersebut. Setidaknya dikenali terdapat 6 (enam) katalis kolaborasi sebagai berikut.
 Katalis Pertama. Strategi Bersama (Co-designed Strategy)
Inisiatif dimulai oleh sekelompok kecil orang atau organisasi yang visioner, kemudian
berkembang bertahap melibatkan lebih banyak organisasi. Tidak terdapat hirarki dalam
kemitraan beragam organisasi, namun kelompok awal perlu memimpin proses selanjutnya.
Pengembangan visi dan strategi merupakan proses bertahap dimulai oleh kelompok awal
yang selanjutnya berkembang melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait. Tugas
kelompok inti/awal adalah menciptakan momentum, menguji resonansi seluruh tujuan terkait
dan mengembangkan strategi yang bergantung pada musyawarah dengan melibatkan banyak
pihak untuk menghasilkan kesepakatan rencana aksi.
Pemangku kepentingan berkeinginan terlibat ketika melihat gambaran besar, situasi
menguntungkan semua pihak, berbagi nilai, mempunyai alasan penting untuk bertindak, dan
ketika memahami kontribusinya terhadap perubahan. Rasa memiliki berkembang ketika tujuan
bermitra sesuai dan jelas bagi seluruh pemangku kepentingan dan memahami bahwa
kontribusinya bernilai dan merasa bertanggungjawab terhadap kemajuannya. Dukungan para
petinggi menjadi penting, dan mitra yang lebih mapan dapat memegang peran kunci pada upaya
peluncuran kemitraan dengan menyediakan dana kerjasama pada tahap awal.
Strategi bersama (Co-design strategy) memastikan bahwa dalam perjalanan waktu, seluruh
pemangku kepentingan menjalankan strategidan pelaksanaannya. Kejelasan tujuan, keterlibatan
manajemen pemangku kepentingan, dan bertanggungjawab terhadap hasil berkontribusi
terhadap keberhasilan strategi bersama.
 Kejelasan Tujuan (Goal Clarity)
Kejelasan tujuan dihasilkan dari pengelolaan proses berkualitas tinggi. Dimulai dari
penelitian bersama terkait kondisi terkini oleh seluruh pemangku kepentingan, kemudian
berkembang menjadi visi bersama. Selanjutnya visi diterjemahkan menjadi tujuan.
Kejelasan tujuan adalah hasil dari sebuah proses (emerging process). Tujuan awal
mungkin disesuaikan berdasar pengalaman dan keahlian pemangku kepentingan lain.
Ketika tujuan sudah jelas, pemangku kepentingan membutuhkan kesepakatan bersama
terhadap dampak dan tonggak keberhasilan (milestones). Dukungan dari petinggi
organisasi, pimpinan lembaga kolaborasi atau politisi, dapat memperkuat pembentukan
tujuan dan pelaksanaannya.
 Inklusifitas Luas (Broad Inclusivity)
Kolaborasi sewajarnya dibangun perlahan, dimulai dari kelompok inti dan kemudian
perlahan melibatkan lebih banyak pelaku, baik pemangku kepentingan yang lemah
maupun kuat sejak awal. Khususnya pihak yang kuat perlu dibuat tertarik, sementara
3
yang lemah diperkuat agar suaranya dapat terdengar. Menjadi penting menetapkan
proses pembuatan keputusan termasuk juga organisasi tata kelola yang inklusif dan
mewakili beragam pemangku kepentingan.
 Pertanggungjawaban yang disetujui (agreed accountability)
Ketika kolaborasi telah terbangun kemudian bergerak menuju pelaksanaan,
kesepakatan tentang kejelasan peran dan tanggungjawab menjadi penting sekali.
Bergerak dari visi kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaannya yang membuahkan hasil
membutuhkan kesepakatan terhadap tonggak keberhasilan dan hasil pemantauan. Hal ini
mencakup kesepakatan terhadap alokasi sumberdaya dan keterbukaan aliran dana. Pada
beberapa kejadian, inisiatif beragam pemangku kepentingan membutuhkan
pembentukan organisasi legal dalam upaya pelaksanaannya.
 Katalis Kedua. Penyelenggaraan Bersama (Cooperative Delivery)
Inisiatif beragam pemangku kepentingan memerlukan sistem kolaborasi kohesif di seputar
isu bersama. Dibutuhkan keterlibatan lebih banyak pihak untuk tujuan dan perubahan yang lebih
besar, tetapi juga dibutuhkan tujuan dan batasan kolaborasi yang jelas. Hal ini mendorong
pemangku kepentingan merasa menjadi bagian dari sesuatu yang besar.
Kemitraan membutuhkan pendampingan, khususnya jika kreatifitas tingkat tinggi perlu
dipertahankan. Protokol, batasan, dan wilayah perlu diperhatikan, dan pendekatan terkait
konflik perlu disepakati. Para pelaku, khususnya dalam kelompok inti pemangku kepentingan,
yang menjalankan proses perubahan, membutuhkan keahlian dalam mendesain dan mengelola
proses.
Pemangku kepentingan ingin mengetahui apa yang diharapkan dan waktunya. Proses yang
handal berujung pada terbangunnya kepercayaan. Tantangan berupa korupsi atau lingkungan
yang bergejolak, perlu dikenali. Menjaga tujuan tetap terjaga agar pemangku kepentingan tetap
terhubung dengan aspirasi mereka, yang pada akhirnya memunculkan tekad, komitmen dan
ketekunan.
Kejelasan terhadap proses perencanaan, penyamaan strategi semua mitra, dan pengelolaan
proses secara profesional memperlihatkan kehandalan yang menjadikan mitra tetap terlibat.
Pada inisiatif yang lebih kompleks, sekretariat independen dengan staf profesional membantu
mengelola proses dan harapan.
Keterlibatan yang sungguh-sungguh memastikan terjaganya rasa memiliki terhadap proses
dan hasilnya. Hal ini perlu ditunjukkan dalam cara menangani kontribusi, pelaksanaan lokakarya,
dan berkomunikasi.
Kolaborasi memungkinkan penyelenggaraan bersama yang mengarahkan timbulnya
tanggungjawab bersama terhadap hasil dan kerja keras. Pengelolaan keterlibatan pemangku
kepentingan, pengembangan jejaring, dan memastikan orientasi hasil berkontribusi terhadap
keberhasilan kerjasama dan pelaksanaannya.
4
 Keterlibatan berkualitas (Quality Engagement)
Pengelolaan keterlibatan secara bertahap dipandang penting baik mitra utama
maupun pemangku kepentingan terkait. Kehandalan perencanaan dan proses
pelaksanaan berkontribusi terhadap peningkatan kepercayaan, yang merupakan
persyaratan pelaksanaan efektif. Pada inisiatif yang lebih rumit, proses ini perlu didukung
sekretariat.
 Pengembangan Jejaring (Network Building)
Kolaborasi beragam pemangku kepentingan terjadi antara beragam lembaga.
Dibutuhkan lebih banyak perhatian dalam mengembangkan kohesi diantara mitra dan
pemangku kepentingan terkait. Pengembangan jejaring dipandang penting, antara
masyarakat dan pelaku sebagai perwakilan organisasinya. Dukungan lembaga dan politik
tingkat tinggi memudahkan terwujudnya dampak bersama, tetapi lebih penting
berjejaring diantara pemangku kepentingan utama.
 Orientasi Hasil (Result Orientation)
Konsultasi dan dialog menjadi penting bagi kolaborasi beragam pemangku
kepentingan. Tetapi jika tetap “talking circles” (hanya bicara), para pelaku kehilangan
minat dan daya tahan. Orientasi berkelanjutan menuju hasil nyata dan hasil segera
menjaga keterlibatan dan inisiatif. Hal ini membutuhkan alokasi sumberdaya memadai
bagi pemangku kepentingan lintasorganisasi yang mendorong inisiatif kolaborasi,
termasuk sumberdaya keuangan bagi sekretariat.
 Katalis Ketiga. Inovasi Mudah Diadaptasi (Adaptive innovation)
Pengetahuan, keahlian, sumberdaya pelengkap, dan informasi dibutuhkan, yang membantu
pemangku kepentingan dan mitra melihat keseluruhan isu dan konteks sosial politiknya.
Peningkatan kapasitas membantu memperkuat suara kelompok pemangku kepentingan
yang lemah dan memperbaiki kualitas kontribusinya. Mekanisme belajar bersama menjamin
akuntabilitas mitra dan memungkinkan evaluasi hasilnya untuk digabungkan segera ke langkah
selanjutnya.
Pada awalnya, sebagian besar upaya pemangku kepentingan terfokus pada penyelesaian
masalah daripada inovasi. Tetapi desain proses yang baik dan keterpaduan beragam keahlian,
akhirnya kadang mendorong peralihan ke pendekatan inovatif. Pendekatan inovatif,
keberagaman sumber dana, pendanaan berbasis hasil, insentif inovasi dapat mendukung
penemuan solusi inovatif.
Seringkali inisiatif kolaborasi beragam pemangku kepentingan mengembangkan prototipe
solusi. Kolaborasi memungkinkan inovasi yang mudah diadaptasi yang menjamin pendekatan
baru sebagai bagian dari penemuan solusi. Mendorong desain kreatif sebagaimana juga
pengelolaan pengetahuan yang memadai dan perencanaan yang mumpuni berkontribusi
terhadap cara baru yang dihasilkan secara bersama.
5
 Prototipe kreatif (Creative Prototyping)
Inisiatif beragam pemangku kepentingan perlu membuka kesempatan bagi penemuan
solusi kreatif bersama, berikut cara, metodologi, atau pendekatan baru lainnya. Ketika
sistem kolaborasi telah tercipta, dimungkinkan untuk menjelajah keluar dari zona
nyaman. Konflik, sebagian besar dipicu oleh pemangku kepentingan kritis, sebaiknya
diperbolehkan sebab mendorong penyelesaian di luar kebiasaan.
 Pengelolaan Pengetahuan (Knowledge Management)
Inisiatif kolaborasi membutuhkan pengetahuan pemangku kepentingan bahkan
pengetahuan baru mendorong timbulnya ide baru. Pengalaman dan keahlian dari
berbagai pihak, wilayah, atau isu seringkali memberi pandangan baru bagi penyelesaian
masalah
 Kelenturan Perencanaan (Planning Flexibility)
Inisiatif kolaborasi sebaiknya menghasilkan rencana yang fleksibel untuk menangkap
perubahan dan pandangan baru. Dibutuhkan mekanisme menggabungkan strategi baru
dan menghadirkan kesempatan atau berhadapan dengan krisis. Inisiatif pemangku
kepentingan yang lebih rumit membutuhkan mekanisme penanganan keluhan atau
menyetujui cara mengelola ketidaksepakatan.
Tabel
Enam Katalis Kolaborasi dan Usulan Langkah
Katalis Kolaborasi Usulan Langkah
1. Strategi Bersama
(Co-designed Strategy)
Memastikan dalam perjalanan waktu
seluruh pemangku kepentingan
menjalankan strategi dan
pelaksanaannya.
1.1 Kejelasan Tujuan (Goal Clarity)
- pengelolaan proses kejelasan tujuan
yang muncul
- pembedahan kondisi saat ini secara
bersama
- pengembangan visi secara bersama
- pengembangan teori perubahan
secara bersama
- pengembangan kesepakatan
terhadap dampak dan
tonggak/milestones secara bersama
- pengembangan dukungan tingkat
tinggi
1.2 Inklusifitas (Inclusivity)
- Pengembangan cara memperkuat
mitra yang lebih lemah
- pengambilan keputusan inklusif
6
Katalis Kolaborasi Usulan Langkah
- pengembangan organisasi tata kelola
dan pengendali yang inklusif dan
mewakili semua
- pengembangan organisasi pengelola
yang sesuai
1.3 Pertanggungjawaban (Accountability)
- penetapan tanggungjawab dan peran
yang jelas
- penetapan prosedur
pertanggungjawaban
- penyepakatan bersama tentang
tonggak keberhasilan
- penyepakatan bersama tentang hasil
pemantauan dan struktur laporan
- pelaksanaan evaluasi bersama
- pengembangan keterbukaan
keuangan dan aturan memadai
- penyiapan aturan hukum memadai
2. Penyelenggaraan Bersama
(Cooperative Delivery)
Memastikan kerjasama antara pemangku
kepentingan dikelola baik dan saling
memperkuat
2.1 Pengelolaan Berkualitas
(Quality Engagement)
- pelibatan bertahap dari mitra utama
dan pemangku kepentingan terkait
- pengambilan keputusan terbuka
- proses perencanaan dan pelaksanaan
yang handal
- pemanfaatan dukungan
- pembentukan sekretariat
2.2 Pengembangan Jejaring
(Network Building)
- perhatian terhadap pengembangan
keterikatan yang memadai diantara
mitra dan pemangku kepentingan
yang terlibat
- pengembangan dukungan
kelembagaan dan politis tingkat tinggi
- pengembangan jejaring aksi antara
pemangku kepentingan kunci
- pembentukan struktur jejaring antara
organisasi mitra
- pengelolaan hubungan dengan
pengelola lembaga kolaborasi
2.3 Orientasi Hasil (Result Orientation)
7
Katalis Kolaborasi Usulan Langkah
- pembentukan sekretariat atau
kelompok inti antarmitra yang
mapan, berfungsi baik dan
mempunyai mandat
- perhatian pada pelaksanaan bersama
- orientasi pada hasil awal dan nyata
- penyediaan alokasi sumberdaya
memadai
3. Inovasi Mudah Diadaptasi
(Adaptive innovation)
Memastikan pengembangan bersama
prototipe transformasi dan perhatian
pada kesempatan yang timbul
3.1 Prototipe Kreatif
(Creative Prototyping)
- pengelolaan proses kreasi bersama
- pencarian solusi bersama yang kreatif
- pembelajaran pengalaman dan cara
pandang dunia yang berbeda
- penciptaan mekanisme pembelajaran
bersama yang kreatif
- perencanaan yang fleksibel dan dapat
beradaptasi
- penyiapan menantang zona nyaman
3.2 Pengelolaan Pengetahuan
(Knowledge Management)
- penetapan keahlian dan pengalaman
yang menjadi tolok ukur
- pemaduan teknik dan keahlian
berkualitas tinggi
- pengkinian pengetahuan terus
menerus
- pengembangan dan perluasan
kapasitas kolaborasi
- pemaparan terhadap solusi dan
kecenderungan terkini
- pembangunan laboratorium inovasi
3.3 Kelenturan Perencanaan
(Planning Flexibility)
- pengembangan mekanisme adaptasi
strategi kegiatan secara bersama
- pengembangan mekanisme
pengaduan
- pengelolaan ketidaksepakatan dan
perkembangan tak terduga
- pemberian perhatian pada krisis
kesempatan yang timbul
8
Katalis Kolaborasi Usulan Langkah
4. Komunikasi Dialogis
(Dialogic Communication)
Memastikan sistem komunikasi yang
menerima keberagaman dan keberadaan
jejaring
4.1 Dialog Terstruktur
(Structured Dialogue)
- pengelolaan pengembangan
kesepakatan dan pembentukan
tujuan bersama
- pengembangan komunikasi dan
dialog terstruktur berkualitas tinggi
- pengembangan aturan terbuka dari
komunikasi dalm dan di luar sistem
kolaborasi
- pengembangan partisipasi pemangku
kepentingan yang sahih
4.2 Tata Kelola (Governance)
- pemantapan sistem transformasi
kolaborasi beragam pelaku
- penyiapan susunan tata kelola yang
mencakup beragam pihak dan
kolaboratif
- pemanfaatan sumberdaya dan
pengetahuan yang saling melengkapi
- pengembangan rancangan
komunikasi yang memadukan
beragam pandangan
- pengakuan beragam kompetensi dan
sumberdaya pemangku kepentingan
- penyertaan beragam tingkatan
pemangku kepentingan
(lokal/nasional/internasional)
4.3 Mekanisme Pembelajaran
(Learning Mechanism)
- peninjauan bersama terhadap peran,
tujuan dan prosedur
- peninjauan proses dan strategi
bersama secara berkala
- pengembangan proses, hasil dan
pemantauan dampak secara bersama
- evaluasi dampak internal dan
eksternal
5. Dampak Kontekstual
(Contextual Impact)
Memastikan kesesuaian dan menyatunya
inisiatif
5.1 Pengelolaan Kontekstual
(Context Management)
- pengkinian berkala pengetahuan
terkait
- mempertimbangkan inisiatif sejenis
9
Katalis Kolaborasi Usulan Langkah
- pemaduan terencana kegiatan lokal
dan global
- pengelolaan komunikasi antara mitra
lokal dan global
- pengembangan Meta-collaboration
dalam jejaring transformasi
5.2 Peningkatan Kapasitas
(Capacity Development)
- pengembangan kapasitas tertentu
- penguatan proses kompetensi dan
transformasi literasi seluruh pihak
terlibat
- pemberian dukungan bagi
pendekatan kolaboratif yang
menjangkau lembaga masing-masing
- penguatan pelaksanaan yang saling
melengkapi
- pemanfatan kekuatan dan keahlian
dari lembaga pemangku kepentingan
5.3 Perhatian pada Dampak
(Impact Focus)
- pemokusan pada manfaat bersama
- peninjauan strategi bersama secara
berkala
- pengembangan ukuran dampak
- penegasan kontribusi terhadap
sistem yang lebih besar
- pengembangan strategi perluasan
yang disepakati,
- perhatian pada strategi jangka
panjang
6. Nilai Bersama (Collective Value)
Memastikan pengaruh dan keterpaduan
kelompok pemangku kepentingan lebih
lemah yang berimbang
6.1 Pendekatan Penghargaan
(Appreciative Approach)
- pengakuan terhadap tujuan individu
- perhatian pada integritas dan harga
diri semua mitra
- perhatian dan penghargaan pada
kendala organisasi
- penghargaan terhadap kontribusi
mitra yang lebih lemah
6.2 Keseimbangan Kekuatan dan Pengaruh
(Balance of Power and Influence)
10
Katalis Kolaborasi Usulan Langkah
- perhatian pada perbedaaan
kemampuan
- penguatan mitra yang lebih lemah
- penyusunan mekanisme melibatkan
kelompok pemangku kepentingan
yang lebih lemah
- pemokusan pada solusi menang-
menang
- pemberian advokasi pada kelompok
pemangku kepentingan yang lebih
lemah
6.3 Pemahaman Bersama
(Mutual Understanding)
- pemahaman memadai tentang misi,
pilihan cara bekerja, dan kendala
organisasi mitra
- pengembangan struktur organisasi
untuk mendengarkan suara
pemangku kepentingan yang
beragam
- pemaparan terhadap cara pandang
dunia, kondisi kehidupan dan kendala
kelompok berbeda
- peyusunan mekanisme rekonsiliasi
Sumber: Kuenkel, 2019.
 Katalis Keempat. Komunikasi Dialogis (Dialogic Communication)
Inisiatif beragam pemangku kepentingan mengembangkan sistem interaksi manusia yang
baru lintas sektor dan lembaga. Hal ini menciptakan hubungan antara masyarakat yang tidak
saling kenal dan biasanya tidak bekerjasama. Karenanya, pengelolaan proses komunikatif adalah
kunci dalam kolaborasi.
Kemajuan tidak dibangun dari meyakinkan orang lain untuk mengikuti tujuan, strategi, atau
rencana aksi yang telah ditetapkan, tetapi lebih pada keinginan merundingkan jalan menuju masa
depan. Proses ini membutuhkan standar minimum bagi keterlibatan mitra dalam proses dan
menetapkan bentuk tata kelola yang memungkinkan suara berbeda terwakili.
Perbedaan kekuatan tak terhindarkan. Namun jika kolaborasi bersifat inklusif, perimbangan
kekuatan seringkali bergeser. Komunikasi berkualitas dan dialog terstruktur baik membuat
inisiatif beragam pemangku kepentingan lebih dihargai. Hal ini tergantung pada seberapa baik
pemangku kepentingan mendengarkan dan keterbukaan komunikasi diantara pemangku
kepentingan dan masyarakat luas.
11
Kepercayaan terbangun sejalan dengan dapat diterimanya rekomendasi, input,
pembelajaran dari para pemangku kepentingan. Kolaborasi memungkinkan komunikasi dialogis
yang memastikan bahwa para pelaku bergerak keluar dari kepentingan masing-masing dan
menuju dialog membangun yang menghasilkan solusi bersama.
Mendorong dialog terstruktur, menetapkan mekanisme tata kelola dan memastikan
pembelajaran bersama berkontribusi pada keberhasilan transformasi perbedaan menjadi solusi
bersama.
 Dialog Terstruktur (Structured Dialogue).
Pengelolaan proses penetapan kesepakatan dan tujuan bersama merupakan bagian penting
dalam kolaborasi beragam pemangku kepentingan. Biasanya dalam bentuk lokakarya
evaluasi dan perencanaan atau pertemuan lebih besar.
Fasilitasi profesional dan masukan bagi strategi komunikasi bersama menjadi suatu
keniscayaan. Seluruh pendapat perlu didengar, kesepakatan didokumentasikan secara
terbuka, dan pemangku kepentingan perlu tetap dijaga keterlibatannya dalam seluruh
kegiatan.
Selanjutnya, ekosistem kolaborasi memerlukan pengaturan komunikasi terbuka dan
disetujui baik diantara pemangku kepentingan maupun dengan pihak luar.
 Mekanisme Tata Kelola (Governance Mechanism).
Pengambilan keputusan, evaluasi proses, dan mekanisme penyelesaian konflik
membutuhkan semacam pengaturan tata kelola. Pada kolaborasi pemangku kepentingan
yang sederhana hanya dibutuhkan kesepakatan pengambilan keputusan. Tetapi pada
proses yang lebih rumit, dibutuhkan struktur formal seperti komite pengarah, lembaga
penasehat, dan prosedur penyelesaian konflik. Semua harus terwakili.
Mekanisme tata kelola memastikan bahwa keseluruhan pengetahuan dan sumberdaya
termanfaatkan dengan baik. Perbedaan pandangan dan keahlian dapat dimaklumi.
Inisiatif beragam pemangku kepentingan pada berbagai tingkatan baik lokal, nasional
maupun internasional membutuhkan mekanisme tata kelolanya masing-masing
dilengkapi prosedur pengelolaan keseluruhannya.
 Pembelajaran Bersama (Collective Learning)
Pentingnya pembelajaran bersama kadang disepelekan dalam inisiatif beragam
pemangku kepentingan, ketika sebagian besar pelaku sedang sibuk dalam pelaksanaan.
Bentuknya dapat berupa evaluasi proses dan strategi bersama secara berkala dan dapat
menghasilkan kesepakatan bersama terhadap keluaran dan pemantauan dampak.
Di luar sistem pemantauan yang mencakup evaluasi dampak internal dan eksternal,
menjadi penting untuk menciptakan budaya belajar diantara pemangku kepentingan yang
terlibat.
12
 Katalis Kelima. Dampak Kontekstual (Contextual Impact)
Inisiatif beragam pemangku kepentingan tidak hanya terfokus pada hasil nyata tetapi juga
sewajarnya pada keluasan dampak. Inisiatif kolaboratif memerlukan hasil yang jelas untuk
menjamin pemangku kepentingan tetap terlibat. Terdapat kemungkinan pemangku kepentingan
hanya terfokus pada hal tertentu saja.
Rencana sebaiknya mempertimbangkan keberadaan inisiatif sejenis lainnya sebagai
pelengkap. Dimungkinkan kolaborasi antara inisiatif pemangku kepentingan yang berbeda baik
yang relatif sama maupun yang saling bergantung satu sama lain. Dampak kontekstual menjamin
bahwa para pelaku berkesadaran pentingnya konteks yang lebih luas dan setiap inisiatif saling
melengkapi satu sama lain.
 Pengelolaan Kontekstual (Context Management)
Inisiatif kolaborasi, khususnya pada tahap awal, penting mempunyai pengetahuan
tentang pendekatan pihak lain pada kegiatan yang sama maupun kegiatan pelengkap. Hal
ini membutuhkan pengetahuan terkini terkait insiatif lainnya melalui riset atau
pertukaran informasi. Pada inisiatif yang lebih rumit, pengelolaan kontekstual juga
mengacu pada keterpaduan kegiatan lokal dan global.
 Peningkatan Kapasitas (Capacity Development)
Peluang keberhasilan inisiatif kolaborasi meningkat ketika seluruh pemangku
kepentingan terlibat dalam berbagi pengetahuan dan keahlian terkait beragam isu
sekaligus juga tetap terlibat dalam proses kolaborasi. Saling mendukung satu sama lain
terkait penguatan pengetahuan, dan peningkatan kapasitas pelaku kolaborasi, seringkali
diabaikan sebagai faktor pendukung keberhasilan.
 Perhatian pada Dampak (Impact Focus)
Inisiatif kolaborasi beragam pemangku kepentingan dipandang rumit dan seringkali
membutuhkan upaya yang sangat keras, oleh karena itu upaya yag dilakukan hanya
sepadan jika hasilnya memang berdampak nyata. Namun, dalam pengelolaan
pelaksanaan sehari-hari yang sering membutuhkan pencapaian konsensus yang
membutuhkan waktu lama, dampaknya seringkali kurang menjadi perhatian. Para
pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses tersebut perlu mengembalikan
perhatian terhadap dampak ke dalam agenda secara berkala. Hal ini dilakukan pada saat
evaluasi strategi atau kegiatan pembelajaran dan dibutuhkan lebih dari sekedar
pengukuran dampak tetapi juga kejelasan kontribusi terhadap sistem yang lebih besar.
Hal ini membantu pelaku untuk memahami dan menyetujui strategi jangka panjang.
 Katalis Keenam. Nilai Bersama (Collective Value)
Inisiatif kolaborasi beragam pemangku kepentingan dibangun berdasarkan meningkatnya
kesadaran akan tanggungjawab masa depan dan nilai bersama. Kesadaran ini berdasar pada
13
pemikiran tentang keseimbangan pemanfaatan alam, kerusakan lingkungan, atau ketimpangan
sosial.
Inisiatif ini tidak akan berhasil tanpa empati yang memadai terhadap pemangku kepentingan
lainnya. Pertentangan karena perhatian yang berbeda membayangi kolaborasi beragam
pemangku kepetingan.
Mempertahankan keterlibatan pelaku dilakukan melalui desain proses yang mengakui
perbedaan dan memungkinkan para pelaku mengungkapkan perbedaan keinginan dan
kemampuan. Hal ini memudahkan timbulnya saling percaya yang merupakan pendorong
keberhasilan kolaborasi. Selain juga berkontribusi terhadap meningkatnya kesadaran adanya
saling ketergantungan antara kegiatan.
 Pendekatan Penghargaan (Appreciative Approach)
Perhatian terhadap integritas dan harga diri seluruh mitra merupakan isu penting,
sebagai cara baru dalam bekerja bersama. Konflik dengan mudah dapat diselesaikan jika
terdapat saling menghargai satu sama lain. Termasuk kepedulian terhadap kendala yang
dihadapi oleh lembaga pemangku kepentingan yang terlibat.
 Keseimbangan Kekuatan dan Pengaruh (Balancing Power and Influence)
Inisiatif kolaborasi beragam pemangku kepentingan berkaitan dengan perbedaan
kekuatan. Mengabaikan atau memandang remeh perbedaan ini merusak hubungan
antara para pemangku kepentingan. Penguatan mitra yang lebih lemah, memastikan
suaranya dapat terdengar, sehingga dapat terwakili, dan berkontribusi terhadap hasil
kolaborasi, merupakan keniscayaan.
 Pemahaman Bersama (Mutual Understanding)
Pemangku kepentingan dalam inisiatif kolaborasi memerlukan upaya keras untuk
memahami pandangan mitra terhadap isu tertentu. Hal ini tidak mudah, terutama
terdapat kemungkinan beberapa mitra terkungkung oleh pandangannya selama ini,
bahkan mempunyai pengalaman buruk dengan mitra lainnya, atau dimanfaatkan untuk
menyerang pemangku kepentingan lain. Sementara tidak terdapat kemungkinan
menghindari dilemma ini, keterbukaan dalam memahami pandangan pemangku
kepentingan lain menjadi suatu kebutuhan pembelajaran bagi semua. Ini membuat upaya
kolaborasi bersyarat. Keterpaparan pada situasi, cara pandang, dan kondisi tertentu dari
pemangku kepentingan lain membantu mempercepat terwujudnya pemahaman
bersama.
 Tahapan Pengembangan Kolaborasi Beragam Pemangku Kepentingan
Secara umum terdapat 4 (empat) tahapan pengembangan kolaborasi yaitu (i) Tahap
Pertama berupa Penjelajahan dan Pelibatan Ekosistem Kolaborasi (Exploring and Engaging); (ii)
Tahap Kedua berupa Pengembangan dan Peresmian Ekosistem Kolaborasi (Building and
Formalizing); (iii) Tahap Ketiga berupa Pelaksanaan dan Evaluasi Kolaborasi (Implementing and
14
Evaluating); (iv) Tahap Keempat berupa Pengembangan Lanjutan, Replikasi, atau Pelembagaan
Kolaborasi (Developing further Replicating or Institutionalizing).
Sumber: Kuenkel, 2011.
 Tahap Pertama. Penjelajahan dan Pelibatan Ekosistem Kolaborasi
Tahapan pertama mempersiapkan sebuah sistem kelembagaan kolaborasi para pelaku
yang luwes, termasuk mencakup peningkatan kapasitas para pencetus terkait kandungan
isu. Hal ini menyangkut dukungan petinggi dalam proses perubahan, kepekaan kelompok
pemangku kepentingan terhadap perubahan, dan membantu pelaku kunci dengan dialog
dan peningkatan kompetensi sehingga mempunyai kemampuan mengatur kolaborasi secara
sistematis.
Pengelolaan hubungan, termasuk saling percaya, saling memahami, dan keterkaitan
dengan tujuan lebih besar adalah kunci utama pada tahap pertama. Diupayakan agar
kesulitan yang dihadapi nantinya tidak akan banyak seperti ketidaksepakatan tentang
mekanisme tata kelola, rencana pelaksanaan, atau prosedur pemantauan.
15
Pembentukan organisasi atau strktur perwakilan tidak memperoleh banyak perhatian.
Fokusnya pada membangun laboratorium lapangan diantara berbagai pemangku
kepentingan.
Tahap ini merupakan awal pergeseran pola interaksi yang kurang berfungsi menjadi
pengaturan kembali hubungan yang menjadi dasar timbulnya fungsi ekosistem kolaborasi.
Perhatian utama pada pelibatan masyarakat dalam upaya perubahan seputar isu bersama
atau masalah yang ingin dipecahkan. Bahkan lebih penting bahwa pemangku kepentingan
dapat saling memahami termasuk cara pandang.
Pola interaksi yang timbul pada tahapan ini adalah
(i) Kelompok inti dengan keinginan kuat menyelesaikan masalah secara bersama-sama
(ii) Menguatnya resonansi perubahan diantara pemangku kepentingan
(iii) Meningkatnya pemahaman terhadap kendala situasi sekarang.
(iv) Pandangan terhadap masa depan yang akan berbeda diantara pemangku kepentingan
(v) Benih perubahan dalam bentuk kelompok inti yang merasa bertanggungjawab
terhadap inisiatif kolaborasi dan memahami konteks sepenuhnya
 Tahap Kedua. Membangun dan Meresmikan Ekosistem Kolaborasi
Tahap kedua termasuk meresmikan bentuk konsultasi dan kerjasama diantara
pemangku kepentingan dan memastikan peran dan tanggungjawab pelaksanaan. Visi yang
ditetapkan pada tahap 1 diuji, disaring, dan disepakati oleh seluruh pelaku.
Tahap 2 seringkali memerlukan penelaahan bersama terhadap kenyataan terkini dan
visi, perubahan maksud atau kondisi masa depan. Kesepakatan, rencana dan struktur
sumberdaya manusia yang diperlukan ditetapkan. Jika struktur kurang ditekankan pada
tahap ini, misal melalui kepastian tujuan, perjanjian, peran, dan tanggungjawab, maka
peluang munculnya ekosistem kolaborasi menjadi hilang.
Pola hubungan yang muncul pada tahap ini sebagai berikut.
(i) Ekosistem kolaborasi pemangku kepentingan terkonsolidasi secara bertahap
(ii) Tujuan dan proses jelas termasuk mekanisme pembelajaran dan prosedur
pertanggungjawaban.
 Tahap Ketiga. Pelaksanaan dan Evaluasi Kolaborasi.
Tahap ini terfokus pada penyelesaian. Kemajuan atau hasil dievaluasi. Pemangku
kepentingan melaksanakan kegiatan bersama atau berkoordinasi. Sebagian besar inisiatif
kolaborasi mencanangkan pertemuan pemangku kepentingan secara berkala dengan
agenda evaluasi kemajuan dan penyesuaian strategi pelaksanaan.
Pemantauan dan evaluasi serta mekanisme pembelajaran terus menerus perlu
dibiasakan sehingga penyesuaian strategi bersama-sama dapat dilakukan. Jika keduanya
baik struktur (misal rencana pelaksanaan, pemantauan dan struktur tata kelola, mekanisme
pembelajaran dan lainnya) dan proses (misal berbagi hasil, merayakan keberhasilan dan
16
lainnya) tidak memperoleh perhatian pada tahap ini, pelaku cenderung berhenti, kehilangan
rasa memiliki, berhenti melaksanakan, mulai berkonflik, atau mulai bekerja sendiri-sendiri.
Keahlian pelaku kunci dalam mengelola keseimbangan dinamis antara komunikasi dan
penyampaian hasil bersama menjadikan proses kolaborasi yang rumit menjadi efektif
pelaksanaannya.
Pola hubungan yang muncul pada tahap ini sebagai berikut.
(i) Sebuah sistem kolaborasi pemangku kepentingan yang operasional berfungsi baik
(ii) Pembentukan identitas yang menghasilkan kembali keinginan bersama yang
menjadikan seluruh pemangku kepentingan merasa bagian dari gerakan perubahan
yang lebih besar
(iii) Rancangan proses yang membentuk ruang inovasi dan pembelajaran
(iv) Struktur dialog terpadu yang melayani tujuan berbeda seperti pembelajaran,
peninjauan kembali, inovasi dan evaluasi.
 Tahap Empat. Pengembangan Lanjutan, Replikasi dan Pelembagaan Kolaborasi
Tahap 4 terkait upaya membawa inisiatif kolaborasi ke tahap selanjutnya, memperluas
atau mereplikasi kegiatannya, dan menghasilkan struktur tahan lama bagi perubahan yang
diharapkan. Termasuk faktor keberhasilan dan pembentukan masyarakat pembuat
perubahan.
Hal ini juga dapat mencakup kerjasama antara inisiatif kolaborasi beragam pemangku
kepentingan yang berbeda. Pada beberapa kejadian, dibutuhkan pengembangan struktur
keterlibatan pemangku kepentingan tahan lama dan struktur pengelolaan pengetahuan
yang memungkinkan pelaku kunci memindahkan pengalamannya ke inisiatif lainnya.
Keberhasilan perlu dirayakan, partisipasi dan kontribusi pemangku kepentingan
sewajarnya dihargai. Ketika inisiatif kolaborasi dikembangkan lebih jauh, pemangku
kepentingan baru perlu dimasukkan ke dalam proses, khususnya ketika pelaksanaan
perubahan diserahkan pada pihak ketiga.
Sebelumnya pihak yang tidak terlibat seharusnya dengan cepat memahami pentingnya
sebuah inisiatif dan dapat terhubung dengan tujuan lebih besar. Proses dari inisiatif yang
masih longgarke bentuk yang lebih resmi tidaklah mudah. Replikasi atau pelembagaan
sering membutuhkan strutur pengelolaan profesional. Perubahan peran dan struktur
pengambilan keputusan seharusnya menjadi lebih efisien. Struktur pengelola saat ini
membutuhkan legitimasi dan kredibilitas tambahan.
Pola interaksi yang muncul pada tahap ini sebagai berikut.
(i) Sebuah sistem kolaborasi pemangku kepentingan terpadu dengan struktur dan tata
kelola pemangku kepentingan tahan lama
(ii) Mekanisme pembaharuan dan inovasi
(iii) Sebuah sistem pelibatan pelaku di luar sistem kolaborasi yang awal
(iv) Sebuah catatan keberhasilan dan dampak
17
Terkait proses kolaborasi,terdapat setidaknya 3 (tiga) model yaitu (i) ModelPerubahan
Dialogis/Dialogic Change Model (Kuenkel dkk, 2011); (ii) Siklus Kemitraan/Partnering Cycle
(Tennyson, 2011); (iii) Dampak Bersama/Collective Impact (Kania dan Kramer. 2011).
Selengkapnya pada Tabel berikut.
Tabel Model Proses Kolaborasi Beragam Pemangku Kepentingan
Model Perubahan Dialogis/
Dialogic Change Model
(Kuenkel dkk, 2011)
Siklus Kemitraan/
Partnering Cycle
(Tennyson, 2011)
Dampak Bersama/
Collective Impact
(Kania dan Kramer. 2011)
Tahap
I
Pengamatan dan pelibatan
(Exploring and Engaging)
Pelingkupan dan pengembangan
(Scoping and building)
Pengembangan ide dan dialog
(Generate ideas and dialogue)
- Memahami keadaan
- Memahami perbedaan
pandangan pemangku
kepentingan
- melibatkan dalam diskusi
persiapan
- meningkatkan kesiapan aksi
- mengembangkan kasus
- identifikasi tujuan dan visi
- penetapan lingkup
- perencanaan kegiatan
- melibatkan masyarakat
dalam diskusi
- identifikasi kesamaan nilai
- menyiapkan kelompok inti
yang akan mengawal
- membangun hubungan dan
saling percaya
Tahap
II
Pengembangan dan Peresmian
(building and formalizing)
Pengelolaan dan Pemeliharaan
(managing and maintaining)
Permulaan aksi
(initiate action)
- menetapkan tujuan dan
komitmen
- menyediakan sumberdaya
- menyepakati perjanjian
formal
- proses perencanaan
- pelaksanaan bersama
- tahapan pelaksanaan
- ditandai dengan upaya
mobilisasi, pelembagaan dan
penyediaan
- mengenali kampiun
- membentuk kelompok
lintas sektor
- memetakan lansekap
- memanfaatkan data bagi
pengembangan kasus
- memasilitasi masyarakat
yang tidak terjangkau
- analisis basis data
pengembangan isu
Tahap
III
Pelaksanaan dan Evaluasi
(implementing and evaluating)
Peninjauan kembali dan
Perbaikan
(reviewing and revising)
Pengaturan Dampak
(organize for impact)
- pelaksanaan kegiatan yang
disepakati
- mengembangkan contoh
kasus
- evaluasi kemajuan dan hasil
- kegiatan dinilai, ditinjau
kembali, dan jika
memungkinkan di perbaiki
- menbangun infrastruktur
(pendukung dan proses)
- mengembangkan agenda
umum (tujuan umum dan
strategi)
- melibarkan masyarakat dan
mengembangkan keinginan
masyarakat
- menetapkan ukuran
bersama (indikator, ukuran
dan pendekatan)
Tahap
IV
Pengembangan lebih jauh,
replikasi atau pelembagaan
(developing further, replicating
or institutionalizing)
Mempertahankan hasil
(sustaining outcomes)
Aksi dan Dampak
Berkelanjutan
(sustain action and impact)
18
Model Perubahan Dialogis/
Dialogic Change Model
(Kuenkel dkk, 2011)
Siklus Kemitraan/
Partnering Cycle
(Tennyson, 2011)
Dampak Bersama/
Collective Impact
(Kania dan Kramer. 2011)
- meningkatkan dialog ke
tahap berikutnya
- memperbesar atau replikasi
kegiatan dialog
- menciptakan lembaga
bertahan lama untuk
perubahan
- mitra tetap bertahan
- kegiatan diperbesar
- menetapkan dan refine,
mendukung pelaksanaan
(penjajaran tujuan dan
strategi)
- mempertahankan
keterlibatan dan melakukan
advokasi
- mengumpulkan,
menelusuri, dan
menyampaikan laporan
(mempelajari dan
memperbaiki proses)
Sumber : Kuenkel, 2011.
 Peran Pendukung Utama (Backbone Support) dalam Kolaborasi Beragam Pemangku
Kepentingan
Kolaborasi beragam pemangku kepentingan membutuhkan upaya yang tidak mudah.
Dibutuhkan dukungan dari pihak eksternal dalam melaksanakan tahapan kolaborasi. Saat ini
dikenal istilah backbone support,yaitu ketersediaan dan pemanfaatan sumberdaya manusia yang
independen untuk memberikan dukungan pengelolaan proses kolaborasi. Dukungan ini dapat
berupa pengembangan panduan penyusunan visi dan strategi, koordinasi pelaksanaan, atau
pengembangan mekanisme pembelajaran dan refleksi.
Tugas terpenting pendukung utama adalah merancang proses keterlibatan pemangku
kepentingan dan pelaksanaan kolaborasi. Sebuah organisasi yang berfungsi sebagai pendukung
utama kolaborasi setidaknya memahami prinsip kepemimpinan adaptif; mempunyai
kemampuan menarik perhatian mitra dan menciptakan perasaan mendesak; keahlian
menerapkan tekanan kepada pemangku kepentingan yang tidak berlebihan, mempunyai
kemampuan membingkai isu secara obyektif, dan kekuatan menengahi konflik diantara
pemangku kepentingan.
Seringkali, dukungan ini menjadi penengah bagi beragam keinginan pemangku kepentingan
yang kadangkala saling bertentangan. Dibutuhkan sikap netral, dan idealnya dibiayai pihak luar
yang independen atau dibiayai bersama dengan kesepakatan menghasilkan tujuan tertentu.
Bantuan terfokus pada proses pengelolaan berkualitas tinggi, pengembangan pembelajaran dan
evaluasi bersama, dan mobilisasi sumberdaya tambahan. Oleh karena itu, dukungan utama ini
mempunyai peran penting memperkuat kapasitas pelaku lintas organisasi untuk secara bersama-
sama mengawal proses transformasi.
Terdapat setidaknya 3 (tiga) bentuk dukungan utama yang dibutuhkan, yaitu (i) peran
percepatan (catalyst role), (ii) peran pengawalan (caretaker); dan (iii) peran peningkatan
kapasitas.
19
 Peran Percepatan (Catalyst Role)
Dukungan utama dapat berperan sebagai pemercepat kolaborasi beragam pemangku
kepentingan di seputar isu bersama. Inisiatif perubahan yang rumit, sebagai contoh,
pelaku SDGs yang beragam sering dipercepat oleh organisasi pendukung utama yang
melihat kemungkinan perubahan hanya dapat dilakukan oleh beragam pelaku.
Percepatan dapat difasilitasi oleh LSM, lembaga pembangunan, kantor pemerintah,
perusahaan atau koalisi. Organisasi ini tidak perlu bersikap netral terhadap tujuan atau
isu tertentu, namun seharusnya bersikap netral terhadap beragam pemangku
kepentingan dalam kolaborasi. Organisasi tersebut hanya akan memenuhi perannya
sebagai pendukung jika memperoleh dan mempertahankan kepercayaan dari seuruh
pemangku kepentingan yang terlibat.
 Peran Pengawalan (Caretaker Role)
Dukungan utama sering berfungsi sebagai pengawal dan fasilitator proses. Upaya
kolaborasi dengan beragam pemangku kepentingan membutuhkan dukungan
profesional, dapat berbentuk sekretariat, untuk mengatur, mengelola, dan mendorong
pencapaian. Pendukung ini berperan dalam proses, komunikasi serta penyelenggaraan
lokakarya, kegiatan dan pertemuan. Perannya melampaui fasiiitasi, bahkan dalam kondisi
tertentu menjadi penyusun strategi proses perubahan. Hal ini penting tidak hanya pada
tahap permulaan namun bahkan sepanjang siklus ekosistem kolaborasi. Sering terjadi,
bentuk dukungan ini telah dimandatkan sejak awal.
 Peran Peningkatan Kapasitas (Capacity-Building Role)
Dukungan utama dapat berfungsi sebagai pembangun kapasitas substansi dan
kompetensi proses. Upaya kolaborasi beragam pemangku kepentingan dapat diperkuat
jika para pelaku terkait mengembangkan pemahaman bersama terkait kerangka kerja
kolaborasi efektif dan prinsip pengelolaan proses kolaborasi yang rumit. Perlu dihindari
ketergantungan kepada organisasi pendukung utama dengan meningkatkan kemampuan
para pemangku kepentingan. Peningkatan kapasitas terpadu khususnya dalam tahap
persiapan dan pengembangan, dapat memperkuat kefektifan upaya pengawalan.
Terkadang penyandang dana memandang enteng keberadaan dukungan utama bagi
kefektifan inisiatif kolaborasi. Jika waktu yang disediakan tidak memadai bagi refleksi
bersama terhadap proses, dampak dan kualitas kolaborasi, dikhawatirkan proses
kolaborasi yang rumit dapat gagal.
 Contoh Kasus : Pergeseran Pola Dysfunctional
Pada contoh kasus pertama berupa proses kolaborasi beragam pemangku kepentingan
jangka panjang pada tingkat internasional menargetkan keberlanjutan produksi kopi hijau.
Sementara contoh kasus kedua berupa proses kolaborasi jangka pendek untuk memperbaiki
struktur tata kelola pengelolaan sumberdaya air di kawasan kekeringan Tunisia.
20
 Contoh Global : Platform Kopi Global (the Global Coffee Platform)
The Global Coffee Platform (GCP) diresmikan Oktober 2016 yang merupakan
kerjasama inklusif beragam pemangku kepentingan dengan tujuan menghasilkan
kesatuan langkah kegiatan berkelanjutan dari beragam pemangku kepentingan baik
masyarakat, swasta, dan pemerintah dan pencapaian berkelanjutan kopi global
Kerjasama ini mendorong pendekatan bawah-atas yang melibatkan pemerintah dan
swasta pada negara produsen kopi untuk membangun kesamaan visi menghadapi
tantangan keberlanjutan dan membawa isu nasional ke agenda global bagi produksi kopi
berkelanjutan.
Tujuan akhir adalah memperbaiki kehidupan komunitas petani kopi seluruh dunia
dan menjaga kualitas lingkungan kawasan perkebunan kopi. Ini merupakan contoh yang
baik tentang tantangan global menjangkau beragam pelaku dan penyebab, dan gabungan
lokal dan global. Kerjasama ini menunjukkan proses mendunia dan sistem transformasi
kolaboratif, memanfaatkan satu produk dan melaksanakan SDG 12 tentang konsumsi dan
produksi berkelanjutan.
Sejarah kerjasama menunjukkan bahwa proses kolaborasi beragam pemangku
kepentingan yang dibangun secara bertahap dapat meningkatkan jangkauan, dampak dan
pertumbuhan kesadaran para pelaku terhadap kerumitan tantangan seperti produksi dan
pola konsumsi tidak berkelanjutan dari sistem kopi global. The Global Coffee Platform
merupakan penggabungan antara Program Kopi Berkelanjutan, didirikan tahun 2011, dan
the Common Code for Coffee Association (4C Association), didirikan tahun 2007.
Keanggotaan asosiasi terdiri dari industri kopi, petani kopi, dan LSM. Jumlah anggota
melampaui 300 tahun 2014 dari 21 negara mewakili 360.000 produsen kopi. Para anggota
menerapkan standar berkelanjutan yang dikembangkan melalui proses kolaborasi
beragam pemangku kepentingan. Bagian selanjutnya akan fokus pada pengembangan
Asosiasi 4C antara 2003 dan 2007.
Sejarah kerjasama menunjukkan bahwa proses kolaborasi beragam pemangku
kepentingan yang terbangun baik dapat meningkatkan jangkauan, dampak dan
menumbuhkan kesadaran seluruh pelaku tentang kerumitan tantangan sistem perkopian
global.
Pemangku kepentingan bergabung berdasar beragam alasan. Keinginan
meningkatkan kualitas dan keamanan suplai maupun memelihara reputasi mendorong
perusahaan besar untuk berpartisipasi. Beberapa perusahaan besar juga menyadari mulai
membesarnya tekanan konsumen terhadap keberlanjutan lingkungan dan sosial.
Masyarakat mempertanyakan solusi jangka panjang terhadap sumberdaya
berkelanjutan dari suplai kopi. Produsen memperlihatkan perhatiannya pada keamanan
dan perbaikan pasar, terutama terkait dengan harga yang lebih baik.
21
LSM bergabung dalam kolaborasi berdasar beragam alasan tergantung
anggotanya, terutama menyangkut kondisi kerja, penghidupan pekerja dan petani kopi
skala kecil. LSM berharap dapat berdialog dengan pemangku kepentingan lain khususnya
pebisnis untuk menjamin kelangsungan produksi.
Upaya menjadikan kolaborasi ini berhasil dan memungkinkan beragam pelaku
bekerja bersama, dibutuhkan keterampilan profesional baru. Hal ini mencakup rancangan
proses komunikasi berkualitas tinggi, dukungan efektif bagi kolaborasi diantara beragam
kelompok berbeda, pengembangan konsensus terhadap tujuan yang disepakati, dan
mediasi konflik yang baik.
Dukungan utama berupa petunjuk strategis, rancangan proses, fasilitasidialog dan
struktur kolaborasi disiapkan oleh sekretariat, yang beranggotakan staf permerintah dan
swasta. Didukung oleh pelaku industri kopi dan the German Development Cooperation.
Berikut tahapan kolaborasi mengikuti Model Perubahan Dialogis, yang terdiri dari
4 (empat) tahapan sebagai berikut.
 Tahap Pertama : Pelibatan dan Pengamatan Kolaborasi the Global Coffee
Community
Tujuannya adalah merangkum ide kolaborasi bagi keberlanjutan produksi kopi
hijau melalui dialog, pemahaman konteks, dan memulai inisiatif keragaman
pemangku kepentingan dengan membentuk kelompok inti para pelaku yang terlibat.
Penekanannya pada pengembangan hubungan saling percaya, pengujian
peluang bekerja bersama, dan pembelajaran dari masa lalu. Hal ini mencakup analisis
kondisi, dan pelaku (termasuk pemetaan konflik) melalui dialog informal, dalam
rangka melibatkan pemangku kepentingan terkait yang dapat mendukung inisiatif.
Konsultasi dengan pemangku kepentingan terkait membantu upaya identifikasi
isu utama dan memantapkan pemahaman yang lebih baik terhadap tantangan yang
dihadapi. Peluncuran inisiatif didahului oleh proses dialog lintas pelaku selama
setahun. Inisiatif berhasil mengumpulkan pendapat penting terutama terkait
kepemilikan, dan inklusifitas pemangku kepentingan. Hal ini membentuk pendekatan
komunitas dan struktur rancangan proses.
Strategi utama tahap pertama adalah menciptakan rasa memiliki baik terhadap
proses maupun substansi bagi sebanyak mungkin pelaku. Tim kecil lintas pelaku
bertemu, bertukar ide, dan menerima masukan dari masyarakat yang tertarik.
Pembicaraan informal menjadi sebuah forum penyaringan peluang memungsikan
kembali hubungan dalam rantai produk kopi. Sebagai hasilnya, sebuah jejaring pelaku
muncul bahkan sebelum peluncuran resmi inisiatif dan ide visioner juga mulai
bermunculan.
Rasa memiliki inisiatif muncul dari tiga pihak yaitu industri dan pedagang kopi,
asosiasi produsen, dan perwakilan LSM. Hal ini dapat terwujud dengan dukungan
utama dari sekretariat berupa fasilitasi komunikasi, pengembangan konsensus, dan
pengambilan keputusan efektif. Pendanaan pertemuan berasal dari swasta dan
pemerintah. Keseimbangan pendanaan merupakan hal penting bagi proses
pengembangan konsensus.
22
Tabel Perbaikan Keefektifan Kolaborasi pada Tahap Pertama
Dimensi Aspek Percepatan Kolaborasi
Kemanusiaan
(humanity)
Empati
Pengembangan kemitraan
antara beragam pemangku
kepentingan kunci
Pemahaman Bersama
Para pencetus memahami
masalah, dan kendala dari
pemangku kepentingan
kunci, memudahkan saling
memahami
Kecerdasan
Bersama
(Collective
Intelligence)
Dialog berkualitas
Membangun resonansi
bagi inisiatif melalui
percakapan informal
dalam beberapa
konperensi terkait kopi.
Dialog Terstruktur
Pencetus memicu kelompok
informal kecil berdiskusi
tentang tujuan inisiatif
Keterlibatan
(engagement)
Proses Berkualitas
Membentuk kelompok inti
pelaku visioner dan
merancang keterlibatan
bertahap dari lebih banyak
pemangku kepentingan.
Membentuk dukungan
utama (backbone support)
Pengelolaan Keterlibatan
Pertemuan kelompok kecil
pencetus dan pemangku
kepentingan kunci
berorientasi masa depan
untuk membentuk
kelompok inti inisiatif.
Kemungkinan
masa depan
(Future
Possibilities)
Orientasi Masa Depan
Mencermati beragam
kemungkinan dan
persyaratan
pengembangannya
Kejelasan Tujuan
Iterasi pertama dari
skenario masa depan oleh
kelompok inti dan
pemangku kepentingan
lebih luas.
Inovasi
(innovation)
Ketangkasan
Menjadi lentur dalam
rancangan proses dan
pemanfaatan kesempatan
yang timbul.
Ketangkasan Perencanaan
Kelompokinti dan
pemangku kepentingan
kuncimengembangkan
strategi awal proyek yang
mengacu target, jangka
pendek, dan tidak kaku.
Keutuhan
(wholeness)
Kontekstual
Meneliti standar ceruk
pasar sekarang dalam
kaitan standar yang
diusulkan.
Kesesuaian Konteks
Sekretariat menganalisis
format dan keefektifan
standar ceruk pasar. Diskusi
pemikiran gabungan
Kontribusi Fokus Dampak
23
Menjaga peluang dampak
visioner tetap tinggi dari
inisiatif terhadap
keberlanjutan agenda,
bahkan jika tidak terdapat
peta jalan menuju tujuan
yang tersedia saat ini.
Kelompok inti memperkuat
keterlibatan emosional dari
pemangku kepentingan
kunci dalam pembicaraan
informal, dengan selalu
mengacu pada peluang
insiatif berdampak lebih
besar
Sumber: Kuenkel, 2011.
 Tahap 2 : Pemantapan Inisiatif 4C sebagai Ekosistem Kolaborasi
Tahap kedua dari inisiatif 4C diperuntukkan bagi perbaikan tujuan, memastikan
sumberdaya, menciptakan struktur inisiatif, dan menyetujui rencana aksi. Setelah
peluncuran resmi inisiatif, sebagian besar pemangku kepentingan telah merasa
sebagai bagian dari inisiatif. Kelompok pemegang mandat dipilih untuk menjaga
keseimbangan antara pelibatan kelompok kepentingan dan perwakilan resmi.
Kelompok kepentingan dibutuhkan untuk mendorong proses dan kelompok
perwakilan untuk kepentingan legitimasi.
Layanan dan keahlian substansi dari sekretariat tidak hanya memastikan
berlangsungnya pertemuan pengembangan konsensus, penyerasian pandangan, dan
kehandalan proses tetapi juga membantu memunculkan visi dan termasuk keahlian
yang diperlukan untuk menjelajahi seluruh kemungkinan solusi untuk
mengarusutamakan tantangan pasar kopi.
Hasilnya adalah kesepakatan rencana pelaksanaan, rencana alokasi dana
kontribusi industri kopi, dan pembagian peran dari pemangku kepentingan.
Kelompok Kerja Ahli memulai fokus pada aspek teknis dari standar. Tabel berikut
menggambarkan keterkaitan rencana kegiatan dengan katalis kolaborasi dan dimensi
the Collective Leadership Compass.
Tabel
Peningkatan Keefektifan Kolaborasi dalam Tahap 2
Dimensi Aspek Katalis Kolaborasi
Keterlibatan
(Engagement)
Proses Berkualitas
Pengembangan dan
penyepakatan peta jalan
pelaksanaan
Pengelolaan Keterlibatan
Sekretriat dan kelompok
inti menyelenggarakan
pertemuan besar
melibatkan pemangku
kepentingan kunci dan
pemangku kepentingan
lainnya untuk
24
Dimensi Aspek Katalis Kolaborasi
menganalisis tantangan
saat ini dan bersepakat
tentang peta jalan tahun
pertama.
Keterhubungan
Menciptakan struktur
(perjanjian, membentuk
organisasi dan kelompok
kerja) yang memadai
untuk memastikan
kekompakan pemangku
kepentingan kolaborasi
Pengembangan Jejaring
Sekretariat
mengembangkan struktur
seperti prosedur
partisipasi dan kelompok
kerja bertema isu terkait
Aksi Bersama
Memastikan semua
pertemuan difokuskan
pada hasil kesepaktan
bersama
Orientasi Hasil
Sekretariat menyiapkan
rencana aksi terbuka; hasil
dari kelompok kerja
dievaluasi oleh seluruh
pemangku kepentingan
kunci.
Kecerdasan Bersama
(Collective Intelligence)
Dialog Berkualitas
Merancang bentuk
komunikasi yang
menjamin pertemuan
berkala pemangku
kepentingan
Dialog Terstruktur
Kesepakatan peta jalan
menunjukkan
perkembangan inisiatif
bertahap sesuai rangkaian
pertemuan pemangku
kepentingan.
Keragaman
Menjamin beragam
pandangan terdengar,
penghargaan terhadap
keragaman kontribusi
Inklusifitas
Sekretariat menjamin
memasilitasi dialog
terstruktur yang
mengumpulkan beragam
pandangan yang berbeda.
Kemanusiaan
(humanity)
Keseimbangan
Menciptakan
kesempatan bagi
interaksi informal dan
peserta saling mengenal
satu sama lain sebagai
masyarakat sepanjang
pertemuan
Keseimbangan Kekuatan
Sekretariat merencanakan
pertemuan informal pada
saat pertemuan
pemangku kepentingan
yang membantu pelaku
memahami perbedaan
pandangan, kendala dan
lainnya (misal kunjungan
25
Dimensi Aspek Katalis Kolaborasi
lapangan ke kelompok
sasaran atau perusahaan)
Peluang Masa Depan
(Future Possibilities)
Orientasi Masa Depan
Menggambarkan masa
depan berbeda bersama
seluruh pemangku
kepentingan
Kejelasan Tujuan
Iterasi kedua dari skenario
masa depan bersama
seluruh pemangku
kepentingan kunci
Pemberdayaan
Membentuk komite
pengarah terdiri dari
seluruh kelompok
pemangku kepentingan
yang berfungsi sebagai
pengambil keputusan
dalam proses
pelaksanaan
Mekanisme Tata Kelola
Sekretariat mengatur
prosedur untuk
membentuk sebuah
komite pengarah.
Inovasi (Innovation) Kesempurnaan
Mengundang ahli
tentang isu standar
keberlanjutan, sertifikasi,
dan meningkatkan
kapasitas petani
Pengelolaan Pengetahuan
Sekretariat dan kelompok
inti mengundang ahli
memberi masukan dalam
pertemuan pemangku
kepentingan. Seluruh
pemangku kepentingan
berdiskusi tentang
pandangan dan urusan
terkait.
Keutuhan (Wholeness) Kontekstual
Secara berkala menilai
kembali analisis
pemangku kepentingan
dan keragaman pelaku
Kesesuaian Konteks
Kelompok inti dan
sekretariat menyelengga-
rakan analisis pemangku
kepentingan dan
konfliknya.
Kontribusi
Menjaga peluang
dampak visioner tetap
tinggi dari inisiatif
terhadap keberlanjutan
agenda, bahkan jika tidak
terdapat peta jalan
menuju tujuan yang
tersedia saat ini.
Fokus Dampak
Kelompok inti
memperkuat keterlibatan
emosional dari pemangku
kepentingan kunci dalam
pembicaraan informal,
dengan selalu mengacu
pada peluang insiatif
berdampak lebih besar
Sumber: Kuenkel, 2011.
26
 Tahap Ketiga : Pelaksanaan dan Evaluasi Tujuan Inisiatif 4C
Tahap ketiga menekankan pengembangan standar dan penyepakatan aturan
partisipasi bagi anggota baru. Pertemuan pemangku kepentingan tidak bebas konflik.
Saling tidak percaya tidak pernah benar-benar hilang, namun pemangku kepentingan
bertahan dalam kolaborasi dan bergerak menuju hasil nyata.
Diskusi dalam forum beragam pemangku kepentingan seringkali berkelindan
antara proses perundingan politis dan komunikasi pragmatis tentang kelayakan
kandungan isu tertentu. Tetapi setiap kali aspek politis mengemuka, para pelaku
memokuskan kembali pada aspek praktis. Peluang mempengaruhi pasar kopi global
membantu forum untuk mencapai hasil meskipun demikian besarnya rasa tidak
saling percaya satu sama lain. Cara pandang yang kaku berubah berkat terpapar cara
pandang lainnya, melalui pertemuan pribadi. Peserta bergerak dari sekedar
perwakilan organisasi, dan kualitas kerjasama menjadi lebih baik. Hal ini terwujud
dalam hasil nyata.
Terkadang konflik disebabkan oleh dominasi segelintir orang, kadang disebabkan
kekuatan sekelompok pemangku kepentingan yang membahayakan proses
pengembangan konsensus. Kadang juga sekelompok besar pemangku kepentingan
mengancam keluar dari proses kolaborasi. Namun setelah 2 (dua) tahun proses
kolaborasi berjalan, ekosistem kolaborasi telah menyatu. Keinginan bersama telah
menguat untuk mencegah perpecahan.
Untuk mencegah timbulnya konflik, sekretariat menyiapkan informasi selengkap
mungkin, mengundang ahli terkait isu tertentu dan memasilitasi proses pengambilan
keputusan. Pada tahap awal, setiap peluang konflik memperdalam perbedaan antara
pemangku kepentingan yang berbeda, tetapi dengan berjalannya waktu seluruh
pelaku memperoleh kemampuan berhadapan dengan konflik secara rasional dan
terhormat. Membangun saling percaya antara peserta yang tidak yakin dan pesimis
menjadi kunci keberhasilan.
Setelah 2 (dua) tahun, tata cara (code of conduct) produksi kopi hijau telah
disepakati, dan inisiatif kolaborasi mulai berfokus pada diseminasi standar dan
melibatkan komunitas lebih luas. Hal ini menjadi titik kritis, sementara pemangku
kepentingan baru perlu dilibatkan, rasa memiliki terhadap visi jangka panjang
diperlukan agar berakar diantara lebih banyak pemangku kepentingan dan
diperlukan cara inovatif agar produsen melaksanakan proses produksi ramah
lingkungan. Jejaring pelaku yang terlibat memasilitasi pelaksanaannya. Dikarenakan
strategi jejaring yang terbuka dan terpercaya, hasil kolaborasi dapat dilaksanakan
oleh banyak pelaku yang terlibat.
27
 Tahap Keempat : Pelembagaan Ekosistem Kolaborasi
Tahap keempat dimulai ketika pemangku kepentingan menyepakati untuk
membentuk sebuah LSM untuk menyiapkan struktur formal inisiatif masa depan.
Keanggotaan organisasi global ini – Asosiasi 4C – diperuntukkan bagi keberlanjutan
pelaksanaan bidang perkopian, terdiri dari pengusaha besar sampai petani kopi skala
kecil termasuk pendukungnya. Rancangan proses transformasi dan dialog menarik
banyak pihak mengikuti standar ekonomi, sosial dan lingkungan.
Pembentukan keanggotaan organisasi menjadi langkah berikutnya. Pada awal
inisiatif 4C, tidak seorang pun berpikir kemungkinan membentuk organisasi seperti
ini. Idenya berkembang sejalan dengan perenungan terus menerus. Inisiatif mulai
berfokus pada hasil yang terukur, seperti jumlah perdagangan kopi yang mengikuti
aturan. Hal ini menarik anggota baru yang secara bertahap mempertimbangkan
konsep berkelanjutan lebih sesuai dengan bisnisnya.
Tidak semua langkah berjalan mulus. Meskipun inisiatif tetap menarik minat
anggota baru, tetapi selalu terdapat peserta yang merasa tidak memperoleh
manfaat. Menyampaikan pesan asosiasi 4C ke sebanyak mungkin pelaku dalam
komunitas kopi, sampai petani kopi, ternyata menghabiskan sumberdaya yang jauh
lebih banyak dari perkiraan. Ternyata sulit mengetahui perbedaan kritik dari pihak
yang ingin belajar maupun pesaing. Tetapi konsultasi dan dialog intensif memperoleh
hasil semakin banyak organisasi dan perorangan seluruh dunia bergabung dalam
inisiatif.
Beberapa tahun kemudian, menjadi makin jelas bahwa terdapat kegiatan sejenis
secara bersamaan pada skala global, sebagian melengkapi sebagian lagi
berseberangan dengan kegiatan asosiasi 4C. Asosiasi 4C dan the Global Coffee
Program ternyata mempunyai banyak anggota yang sama. Untuk mencegah
ketidakefektifan dan pengulangan upaya, disarankan berkolaborasi. Hal ini memberi
jalan penggabungan kedua tujuan organisasi kedalam sistem transformasi lebih besar
yang akan mempercepat dampak global.
 Contoh Lokal : Forum Air Nebhana (the Nebhana Water Forum)
Tunisia menghadapi masalah kelangkaan air yang cukup parah. Sementara
pertumbuhan penduduk disertai dampak perubahan iklim telah menambah kebutuhan
air yang nyata.
Pemerintah Tunisia sedang menyusun strategi nasional Integrated Water Resource
Managemet (IWRM)/Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu yang bertujuan memperbaiki
pengelolaan air tanpa mengabaikan keberlanjutan ekosistem. Pelaksanaan strategi ini
membutuhkan gabungan inovasi dan kemampuan teknis melalui pendekatan partisipasi
pemangku kepentingan dan peningkatan kapasitas.
28
Sampai tahun 2015, beragam pelaku tidak memberi perhatian terhadap kelangkaan
air di Provinsi Kairouan. Pelanggaran seperti sumur ilegal, atau pencurian air menjadi
kebiasaan tanpa tindakan hukum. Asosiasi Petani pun mengajukan keluhan tentang
keterbatasan air. The Collective Leadership Institute memperoleh tugas sebagai
pendukung utama bagi pelaku lokal mengembangkan strategi pengelolaan air dan
meningkatkan kesejahteraan penduduk. Bentuknya adalah memasilitasi proses
kolaborasi antara beragam pemangku kepentingan untuk mengembangkan skema dialog
bertema pengelolaan air terpadu di kawasan uji coba. Upaya ini menjadi prototipe yang
dapat diperluas pada tingkat nasional.
Pada tahun 2016, setelah 1,5 tahun proses pelibatan beragam pemangku
kepentingan, forum air pertama kali berfungsi. Sekitar 300 pemangku kepentingan,
termasuk petani, asosiasi petani, instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, dan
LSM, turut berpartisipasi. Proses pelibatan yang intensif juga mencakup serangkaian
pertemuan kecil dengan beragam kelompok dan bertujuan merubah pola interaksi yang
tidak optimal antara petani, pemerintah, masyarakat dan LSM. Setelah proses ini,
diharapkan krisis air tertangani dan para pemangku kepentingan bekerja bersama.
Kebuntuan antara pemerintah dan petani dapat dicairkan dan bergeser menuju
pengelolaan sumberdaya air berorientasi masa depan.
Walaupun secara resmi pemerintah telah mendorong proses tata kelola partisipatif,
namun masih dibutuhkan waktu untuk penyesuaian. Para pegawai pemerintah masih
takut kehilangan kekuasaan, sementara petani dan masyarakat belum sepenuhnya
mempercayai pemerintah. Pada kondisi serumit ini, ide mengumpulkan pemangku
kepentingan yang berkonflik untuk menemukan solusi masalah kelangkaan air dipenuhi
kerumitan, tantangan, dan karakteristik paradox dari ketidakstabilan sistem sosial.
Setelah 1.5 tahun, dengan dukungan utama, ketidakberfungsian pola interaksi dapat
diselesaikan. Petani mulai berkeinginan bergabung dalam upaya penyelesaian masalah
dengan menyarankan penandatanganan kesepakatan pengelolaan sumberdaya air.
Secara bertahap kolaborasi berkembang dengan pemerintah, kelompok kerja mulai
membahas isu seperti irigasi, air minum, dan distribusi air. Proses bukan mengenai
menggerakkan petani melawan pemerintah, tetapi pendekatan bertahap untuk
membangun rasa percaya petani dan kemampuan pemerintah untuk berbagi peran
merancang masa depan. Akhirnya forum dialog terbentuk, semua pihak terlibat bahkan
dalam proses persiapannya. Ini merupakan proses bawah-atas yang rumit yang terhubung
dengan dukungan dan ijin dari pelaku proses atas-bawah.
Pendekatan utama adalah menciptakan pola terpisah terlebih dahulu berupa
interaksi diantara sesame petani dan diantara sesama pemerintah secara terpisah. Tahap
berikutnya baruah kedua kelompok bergabung membentuk pola interaksi yang baru.
Tujuannya adalah membentuk forum air sebagai tata kelola beragam pemangku
29
kepentingan yang bertahan lama dalam memperkuat pemangku kepentingan untuk
melaksanakan bersama pengelolaan air terpadu, dan lebih berkelanjutan.
Sebelum forum terbentuk, kolaborasi beragam pemangku kepentingan melalui dua
tahap yaitu tahap pelibatan dan tahap pengembangan. Bagian berikut menjelaskan
tahapan dimaksud dengan mengungkapkan elemen kritis kolaborasi yang memungkinkan
pemangku kepentingan mengawal pola interaksi, mengurangi ketidakpercayaan, dan
menuju kolaborasi dan konsultasi terstruktur. The Collective Leadership Compass
dimanfaatkan sebagai perangkat diagnosa, perencanaan, dan refleksi oleh tim pendukung
utama.
 Tahap Pertama : Pelibatan Pemangku Kepentingan dalam Kolaborasi Air
Tahap Pertama berfokus pada pemahaman kebutuhan, pandangan, dan
kepedulian beragam pemangku kepentingan. Di lain pihak, keempatan ini dapat
dimanfaatkn oleh pendukung utama untuk memahami kerumitan situasi dan
perbedaan pandangan pemangku kepentingan selin juga memungkinkan pemangku
kepentingan mengungkapkan pandangan tentang gambaran krisis. Pemangku
kepentingan utama adalah pemerintah daerh dan pengguna air.
Kepentingan petani beragam didasari oleh perbedaan luasan lahan, ketersediaan
air, jenis produk, dan lainnya. Pendukung utama membutuhkan waktu khusus untuk
sekedar mendengarkan tanpa menawarkan solusi. Dibutuhkan penyadaran awal
tentang keberagaman kondisi dan pandangan diantara para petani.
Secara bertahap, mulai dilakukan pergeseran dari sekedar mendengarkan menjadi
dialog paralel antara para petani dan antara pegawai pemerintah. Peningkatan
kapasitas pendekatan kolaborasi beragam pemangku kepentingan dilakukan terhadap
pegawai pemerintah untuk menjamin keberlanjutan pendekatan ini. Pemerintah dan
petani tidak bisa langsung menghadiri pertemuan bersama karena belum timbulnya
rasa saling percaya. Petani melihat dirinya sebagai korban, sementara pemerintah
menuduh petani sebagai pelanggar aturan.
Setelah 6 (enam) bulan pengguna air mulai menyadari pentingnya berubah sikap
dan bergabung dalam inisiatif, serta mengakui pentingnya kolaborasi dan dialog.
Pegawai pemerintah mulai menyadari bahwa sekedar menerapkan aturan, dan
prosedur baku tidak menghasilkan solusi. Seluruh pemangku kepentingan mulai
menyadari kegagalan interaksi. Upaya memberi perhatian penuh pada pemahaman
urusan, akhirnya berujung pada situasi para pihak mulai melihat situasi yang sama
dengan cara baru dan berbeda. Di sini titik awal mulainya pembahasan bersama.
Dukungan utama yang terus berlanjut, akhirnya pengguna air membentuk jejaring
100 orang, mewakili 400 petani. Selanjutnya 40 petani ditunjuk mewakili kelompoknya
berdiskusi dengan pegawai pemerintah. Keberadaan jejaring pengguna air yang baru
ini menjadi salah satu faktor kunci keberhasilan. Untuk pertma kali, pengguna air
30
menghadiri diskusi dengan pegawai pemerintah sebagai satu kelompok bersatu. Hal
ini mendorong pihak yang meragukan dari pihak pemerintah untuk segera bertindak.
Walaupun pada awalnya memicu ketakutan kehilangan kendali di pihak pemerintah.
Hal ini dapat terhindarkan melalui rancangan peningkatan kapasitas terkait pendektan
dialogis bagi perwakilan petani dan pemerintah. Lingkaran setan terpecahkan melalui
penciptaan peluang pertukaran informal yang merintis jalan pertemuan formal.
 Tahap Kedua : Penetapan Sebuah Ekosistem Kolaborasi Air
Tahap kedua berfokus pada pengambilan keputusan bersama. Forum diskusi
kecil lintas pemangku kepentingan dibentuk. Secara bertahap, tingkat kepercayaan
meningkat, pelaku mulai saling mendengarkan dan tahap kolaborasi dimulai. Petani
menyarankan pengembangan piagam kesepakatan yang berisikan panduan bagi
seluruh pemangku kepentingan dan akan menjadi kesepakatan kerangka acuan bagi
pengelolaan sumberdaya air terpadu. Pemerintah mendorong pembentukan
kelompok kerja tematik. Pertemuan resmi mulai berkembang dan menghasilkan
rancangan piagam kesepakatan dan rekomendasi dari kelompok Kerja tematik.
Pada tahun 2016, Forum Air diluncurkan dan hasil Kelompok Kerja disampaikan
kepada masyarakat. Termasuk kesepakatan pengelolaan air terpadu, baik jangka
pendek maupun jangka menengah. Termasuk isu pengurangan kawasan irigasi,
31
komitmen penanaman produk berkonsumsi rendah air, dan insentif keuangan bagi
petani yang menggunakan teknik irigasi hemat air.
Piagam kesepakatan yang dirancang bersama diresmikan melalui
penandatanganan kesepakatan didepan masyarakat. Sebuah Komite Koordinasi terdiri
dari perwakilan pemangku kepentingan ditetapkan, dan menerima mandat untuk
meneruskan kolaborasi dan memantau hasilnya.
Pembelajaran utama dari proses ini bahwa meningkatkan kapasitas kelompok
marjinal seperti petani pengguna air kemudian berbuah munculnya usulan yang
berkualitas. Bahkan ketika seharusnya urusan air banyak menyangkut aspek teknis.
Akhirnya, tanggapan pegawai pemerintah menjadi sangat baik ketika usulan petani
berkualitas.

Contenu connexe

Tendances

Manajemen strategis pada pemerintah daerah
Manajemen strategis pada pemerintah daerahManajemen strategis pada pemerintah daerah
Manajemen strategis pada pemerintah daerahArief H
 
Proses pengawasan dalam manajemen
Proses pengawasan dalam manajemenProses pengawasan dalam manajemen
Proses pengawasan dalam manajemenUni Azza Aunillah
 
Contoh Penerapan Agenda Setting & Perumusan Kebijakan
Contoh Penerapan Agenda Setting & Perumusan KebijakanContoh Penerapan Agenda Setting & Perumusan Kebijakan
Contoh Penerapan Agenda Setting & Perumusan KebijakanTri Widodo W. UTOMO
 
Perencanaan Pembangunan Daerah Indikator Kinerja
Perencanaan Pembangunan Daerah Indikator KinerjaPerencanaan Pembangunan Daerah Indikator Kinerja
Perencanaan Pembangunan Daerah Indikator Kinerja93220872
 
Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Publik
Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Publik Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Publik
Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Publik Dadang Solihin
 
Organisasi dan Kepemimpinan
Organisasi dan KepemimpinanOrganisasi dan Kepemimpinan
Organisasi dan Kepemimpinanhattaalwi
 
Peran Kader Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Masyarakat
Peran Kader Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan MasyarakatPeran Kader Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Masyarakat
Peran Kader Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Masyarakatnugisptrainig
 
ADMINISTRASI NEGARA SEBAGAI SUATU SISTEM
ADMINISTRASI NEGARA SEBAGAI SUATU SISTEMADMINISTRASI NEGARA SEBAGAI SUATU SISTEM
ADMINISTRASI NEGARA SEBAGAI SUATU SISTEMSiti Sahati
 
Hambatan Dalam Komunikasi Organisasi
Hambatan Dalam Komunikasi OrganisasiHambatan Dalam Komunikasi Organisasi
Hambatan Dalam Komunikasi OrganisasiLisa Ramadhanty
 
Model Formulasi Kebijakan
Model Formulasi KebijakanModel Formulasi Kebijakan
Model Formulasi KebijakanZakiah dr
 
BIROKRASI [Sebuah Perbandingan]
BIROKRASI [Sebuah Perbandingan]BIROKRASI [Sebuah Perbandingan]
BIROKRASI [Sebuah Perbandingan]Siti Sahati
 
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku KepentinganTata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku KepentinganOswar Mungkasa
 

Tendances (20)

Manajemen strategis pada pemerintah daerah
Manajemen strategis pada pemerintah daerahManajemen strategis pada pemerintah daerah
Manajemen strategis pada pemerintah daerah
 
Budaya Organisasi
Budaya OrganisasiBudaya Organisasi
Budaya Organisasi
 
Model implementasi
Model implementasi Model implementasi
Model implementasi
 
Inovasi pelayanan publik
Inovasi pelayanan publikInovasi pelayanan publik
Inovasi pelayanan publik
 
Proses pengawasan dalam manajemen
Proses pengawasan dalam manajemenProses pengawasan dalam manajemen
Proses pengawasan dalam manajemen
 
Contoh Penerapan Agenda Setting & Perumusan Kebijakan
Contoh Penerapan Agenda Setting & Perumusan KebijakanContoh Penerapan Agenda Setting & Perumusan Kebijakan
Contoh Penerapan Agenda Setting & Perumusan Kebijakan
 
Perencanaan Pembangunan Daerah Indikator Kinerja
Perencanaan Pembangunan Daerah Indikator KinerjaPerencanaan Pembangunan Daerah Indikator Kinerja
Perencanaan Pembangunan Daerah Indikator Kinerja
 
Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Publik
Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Publik Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Publik
Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Publik
 
Public choice
Public choicePublic choice
Public choice
 
Pengukuran dampak inovasi
Pengukuran dampak inovasiPengukuran dampak inovasi
Pengukuran dampak inovasi
 
Organisasi dan Kepemimpinan
Organisasi dan KepemimpinanOrganisasi dan Kepemimpinan
Organisasi dan Kepemimpinan
 
Peran Kader Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Masyarakat
Peran Kader Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan MasyarakatPeran Kader Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Masyarakat
Peran Kader Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Masyarakat
 
Manajemen Organisasi
Manajemen Organisasi Manajemen Organisasi
Manajemen Organisasi
 
ADMINISTRASI NEGARA SEBAGAI SUATU SISTEM
ADMINISTRASI NEGARA SEBAGAI SUATU SISTEMADMINISTRASI NEGARA SEBAGAI SUATU SISTEM
ADMINISTRASI NEGARA SEBAGAI SUATU SISTEM
 
Hambatan Dalam Komunikasi Organisasi
Hambatan Dalam Komunikasi OrganisasiHambatan Dalam Komunikasi Organisasi
Hambatan Dalam Komunikasi Organisasi
 
Manajemen Konflik
Manajemen KonflikManajemen Konflik
Manajemen Konflik
 
Model Formulasi Kebijakan
Model Formulasi KebijakanModel Formulasi Kebijakan
Model Formulasi Kebijakan
 
BIROKRASI [Sebuah Perbandingan]
BIROKRASI [Sebuah Perbandingan]BIROKRASI [Sebuah Perbandingan]
BIROKRASI [Sebuah Perbandingan]
 
Analisis Kebijakan Publik
Analisis Kebijakan PublikAnalisis Kebijakan Publik
Analisis Kebijakan Publik
 
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku KepentinganTata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
Tata kelola kolaboratif. Menata Kolaborasi Pemangku Kepentingan
 

Similaire à Kolaborasi

Presentasi koordinasi dan kolaborasi pim4
Presentasi koordinasi dan kolaborasi pim4Presentasi koordinasi dan kolaborasi pim4
Presentasi koordinasi dan kolaborasi pim4umi Umi
 
10-1108_JSMA-09-2020-0253.af.id.pdf
10-1108_JSMA-09-2020-0253.af.id.pdf10-1108_JSMA-09-2020-0253.af.id.pdf
10-1108_JSMA-09-2020-0253.af.id.pdfikhsanilham
 
10-1108_JSMA-09-2020-0253.af.id.pdf
10-1108_JSMA-09-2020-0253.af.id.pdf10-1108_JSMA-09-2020-0253.af.id.pdf
10-1108_JSMA-09-2020-0253.af.id.pdfikhsanilham
 
Pedoman kepemimpinan bersama
Pedoman kepemimpinan bersama Pedoman kepemimpinan bersama
Pedoman kepemimpinan bersama Oswar Mungkasa
 
7. Kolaboratif.pdf
7. Kolaboratif.pdf7. Kolaboratif.pdf
7. Kolaboratif.pdfMarethaDewi2
 
Learning, change and process improvement
Learning, change and process improvementLearning, change and process improvement
Learning, change and process improvementssuser279f9f
 
Komunikasi efektif dalam pengambilan keputusan
Komunikasi efektif dalam pengambilan keputusanKomunikasi efektif dalam pengambilan keputusan
Komunikasi efektif dalam pengambilan keputusanendahmustika
 
Stakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization PracticesStakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization Practicesbramantiyo marjuki
 
Tugas manajemen strategik afrizon saputra
Tugas manajemen strategik afrizon saputraTugas manajemen strategik afrizon saputra
Tugas manajemen strategik afrizon saputraAfrizon Saputra
 
Rencana Aksi Kolaboratif
Rencana Aksi KolaboratifRencana Aksi Kolaboratif
Rencana Aksi Kolaboratifoswarmungkasa1
 
Agen pembaharuan (agent of change)
Agen pembaharuan (agent of change)Agen pembaharuan (agent of change)
Agen pembaharuan (agent of change)Adzani Nur Syamsina
 
PPT TRANSISI KELOMPOK (4).pptx
PPT TRANSISI KELOMPOK (4).pptxPPT TRANSISI KELOMPOK (4).pptx
PPT TRANSISI KELOMPOK (4).pptxrayitri1
 
Manajemen strategik Makalah 1
Manajemen strategik Makalah 1Manajemen strategik Makalah 1
Manajemen strategik Makalah 1kurnia95
 
Makalah pr kelompok 4
Makalah pr kelompok 4Makalah pr kelompok 4
Makalah pr kelompok 4Arjuna Ahmadi
 
Makalah Penyusunan Strategis dan Prioritas Anggaran
Makalah Penyusunan Strategis dan Prioritas AnggaranMakalah Penyusunan Strategis dan Prioritas Anggaran
Makalah Penyusunan Strategis dan Prioritas Anggaranainunmarifah1
 
Review amstrong bab v n viii
Review amstrong bab v n viiiReview amstrong bab v n viii
Review amstrong bab v n viiiIfat Yusuf
 
Perencanaan Pembangunan berbasis Partisipasi Masyarakat
Perencanaan Pembangunan berbasis Partisipasi MasyarakatPerencanaan Pembangunan berbasis Partisipasi Masyarakat
Perencanaan Pembangunan berbasis Partisipasi MasyarakatDadang Solihin
 

Similaire à Kolaborasi (20)

Kemitr~1
Kemitr~1Kemitr~1
Kemitr~1
 
PPT Collaborative Governace.pptx
PPT Collaborative Governace.pptxPPT Collaborative Governace.pptx
PPT Collaborative Governace.pptx
 
Presentasi koordinasi dan kolaborasi pim4
Presentasi koordinasi dan kolaborasi pim4Presentasi koordinasi dan kolaborasi pim4
Presentasi koordinasi dan kolaborasi pim4
 
10-1108_JSMA-09-2020-0253.af.id.pdf
10-1108_JSMA-09-2020-0253.af.id.pdf10-1108_JSMA-09-2020-0253.af.id.pdf
10-1108_JSMA-09-2020-0253.af.id.pdf
 
10-1108_JSMA-09-2020-0253.af.id.pdf
10-1108_JSMA-09-2020-0253.af.id.pdf10-1108_JSMA-09-2020-0253.af.id.pdf
10-1108_JSMA-09-2020-0253.af.id.pdf
 
Pedoman kepemimpinan bersama
Pedoman kepemimpinan bersama Pedoman kepemimpinan bersama
Pedoman kepemimpinan bersama
 
7. Kolaboratif.pdf
7. Kolaboratif.pdf7. Kolaboratif.pdf
7. Kolaboratif.pdf
 
7. Kolaboratif.pptx
7. Kolaboratif.pptx7. Kolaboratif.pptx
7. Kolaboratif.pptx
 
Learning, change and process improvement
Learning, change and process improvementLearning, change and process improvement
Learning, change and process improvement
 
Komunikasi efektif dalam pengambilan keputusan
Komunikasi efektif dalam pengambilan keputusanKomunikasi efektif dalam pengambilan keputusan
Komunikasi efektif dalam pengambilan keputusan
 
Stakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization PracticesStakeholder Approach benefits in Organization Practices
Stakeholder Approach benefits in Organization Practices
 
Tugas manajemen strategik afrizon saputra
Tugas manajemen strategik afrizon saputraTugas manajemen strategik afrizon saputra
Tugas manajemen strategik afrizon saputra
 
Rencana Aksi Kolaboratif
Rencana Aksi KolaboratifRencana Aksi Kolaboratif
Rencana Aksi Kolaboratif
 
Agen pembaharuan (agent of change)
Agen pembaharuan (agent of change)Agen pembaharuan (agent of change)
Agen pembaharuan (agent of change)
 
PPT TRANSISI KELOMPOK (4).pptx
PPT TRANSISI KELOMPOK (4).pptxPPT TRANSISI KELOMPOK (4).pptx
PPT TRANSISI KELOMPOK (4).pptx
 
Manajemen strategik Makalah 1
Manajemen strategik Makalah 1Manajemen strategik Makalah 1
Manajemen strategik Makalah 1
 
Makalah pr kelompok 4
Makalah pr kelompok 4Makalah pr kelompok 4
Makalah pr kelompok 4
 
Makalah Penyusunan Strategis dan Prioritas Anggaran
Makalah Penyusunan Strategis dan Prioritas AnggaranMakalah Penyusunan Strategis dan Prioritas Anggaran
Makalah Penyusunan Strategis dan Prioritas Anggaran
 
Review amstrong bab v n viii
Review amstrong bab v n viiiReview amstrong bab v n viii
Review amstrong bab v n viii
 
Perencanaan Pembangunan berbasis Partisipasi Masyarakat
Perencanaan Pembangunan berbasis Partisipasi MasyarakatPerencanaan Pembangunan berbasis Partisipasi Masyarakat
Perencanaan Pembangunan berbasis Partisipasi Masyarakat
 

Plus de Oswar Mungkasa

Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan PanganUrun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan PanganOswar Mungkasa
 
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...Oswar Mungkasa
 
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...Oswar Mungkasa
 
Sudah saatnya mempopulerkan upcycling
Sudah saatnya mempopulerkan upcyclingSudah saatnya mempopulerkan upcycling
Sudah saatnya mempopulerkan upcyclingOswar Mungkasa
 
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...Oswar Mungkasa
 
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...Oswar Mungkasa
 
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERA
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERAFakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERA
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERAOswar Mungkasa
 
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...Oswar Mungkasa
 
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...Oswar Mungkasa
 
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...Oswar Mungkasa
 
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaranBekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaranOswar Mungkasa
 
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...Oswar Mungkasa
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...Oswar Mungkasa
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...Oswar Mungkasa
 
Presentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
Presentation. Collaboration Towards A Resilient JakartaPresentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
Presentation. Collaboration Towards A Resilient JakartaOswar Mungkasa
 
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasiPengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasiOswar Mungkasa
 
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015Oswar Mungkasa
 
Pembangunan Air Minum dan Sanitasi di Indonesia
Pembangunan Air Minum dan Sanitasi di IndonesiaPembangunan Air Minum dan Sanitasi di Indonesia
Pembangunan Air Minum dan Sanitasi di IndonesiaOswar Mungkasa
 
Pembelajaran dari Dukungan UN Habitat dalam Pelaksanaan PPSP Tahun 2013 di Ka...
Pembelajaran dari Dukungan UN Habitat dalam Pelaksanaan PPSP Tahun 2013 di Ka...Pembelajaran dari Dukungan UN Habitat dalam Pelaksanaan PPSP Tahun 2013 di Ka...
Pembelajaran dari Dukungan UN Habitat dalam Pelaksanaan PPSP Tahun 2013 di Ka...Oswar Mungkasa
 
Peran Pemerintah dalam Pasar Real Estate
Peran Pemerintah dalam Pasar Real EstatePeran Pemerintah dalam Pasar Real Estate
Peran Pemerintah dalam Pasar Real EstateOswar Mungkasa
 

Plus de Oswar Mungkasa (20)

Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan PanganUrun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
Urun Rembuk. Permukiman dan Ketahanan Pangan
 
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...
Merengkuh kota ramah pejalan kaki dan Pesepeda. Pembelajaran Mancanegara dan ...
 
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Pengembangan Wilayah Berkelanjutan. Konsep, Pra...
 
Sudah saatnya mempopulerkan upcycling
Sudah saatnya mempopulerkan upcyclingSudah saatnya mempopulerkan upcycling
Sudah saatnya mempopulerkan upcycling
 
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...
Green infrastructure in jakarta basic understanding and implementation effort...
 
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...
Tata Kelola Kolaboratif dalam Desain Kebijakan Publik. Studi Kasus Pelaksanaa...
 
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERA
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERAFakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERA
Fakta, Isu dan SAran Penyempurnaan BP TAPERA
 
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
MAKALAH. Bekerja dari Rumah (working from home). Menuju Tatanan Baru Era Covi...
 
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
Bekerja jarak jauh (telecommuting/Working from home/WFH). Konsep-Penerapan-Pe...
 
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
PRESENTATION. Public Lecture "Jakarta's Response to COVID 19: Strategy-Lesson...
 
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaranBekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
Bekerja jarak jauh (telecommuting). Konsep, penerapan dan pembelajaran
 
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
LAPORAN. Memori Akhir Jabatan Koordinator Pelaksanaan Program Strategi Ketaha...
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Pelaksana Tugas Deputi Gubernur DKI Jakarta bid...
 
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
Laporan. Pelaksanaan Kegiatan Kedeputian Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Rua...
 
Presentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
Presentation. Collaboration Towards A Resilient JakartaPresentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
Presentation. Collaboration Towards A Resilient Jakarta
 
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasiPengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
Pengenalan konsep saleh sosial dalam pembangunan sanitasi
 
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
Suplemen HUD Magz Edisi 5 /2015. Kota BATAM Menyongsong MEA 2015
 
Pembangunan Air Minum dan Sanitasi di Indonesia
Pembangunan Air Minum dan Sanitasi di IndonesiaPembangunan Air Minum dan Sanitasi di Indonesia
Pembangunan Air Minum dan Sanitasi di Indonesia
 
Pembelajaran dari Dukungan UN Habitat dalam Pelaksanaan PPSP Tahun 2013 di Ka...
Pembelajaran dari Dukungan UN Habitat dalam Pelaksanaan PPSP Tahun 2013 di Ka...Pembelajaran dari Dukungan UN Habitat dalam Pelaksanaan PPSP Tahun 2013 di Ka...
Pembelajaran dari Dukungan UN Habitat dalam Pelaksanaan PPSP Tahun 2013 di Ka...
 
Peran Pemerintah dalam Pasar Real Estate
Peran Pemerintah dalam Pasar Real EstatePeran Pemerintah dalam Pasar Real Estate
Peran Pemerintah dalam Pasar Real Estate
 

Dernier

mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptxmars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptxSusatyoTriwilopo
 
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxPB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxBudyHermawan3
 
OPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.ppt
OPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.pptOPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.ppt
OPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.pptRyanWinter25
 
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxLAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxBudyHermawan3
 
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxInovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxBudyHermawan3
 
Kewenangan Pejabat Sementara Selaku Pelaksana Tugas (PLT) dan Pelaksana Haria...
Kewenangan Pejabat Sementara Selaku Pelaksana Tugas (PLT) dan Pelaksana Haria...Kewenangan Pejabat Sementara Selaku Pelaksana Tugas (PLT) dan Pelaksana Haria...
Kewenangan Pejabat Sementara Selaku Pelaksana Tugas (PLT) dan Pelaksana Haria...iswantosapoetra
 
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxAparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxBudyHermawan3
 
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke IntegrasiPenyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasiasaliaraudhatii
 
PENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptx
PENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptxPENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptx
PENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptxRyanWinter25
 
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxTata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxBudyHermawan3
 
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxPB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxBudyHermawan3
 
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxPengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxBudyHermawan3
 
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxMembangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxBudyHermawan3
 
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxKonsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxBudyHermawan3
 

Dernier (14)

mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptxmars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
 
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxPB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
 
OPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.ppt
OPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.pptOPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.ppt
OPERASI DAN PEMELIHARAAN SPAM DALAM PROGRAM PAMSIMAS.ppt
 
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxLAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
 
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxInovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
 
Kewenangan Pejabat Sementara Selaku Pelaksana Tugas (PLT) dan Pelaksana Haria...
Kewenangan Pejabat Sementara Selaku Pelaksana Tugas (PLT) dan Pelaksana Haria...Kewenangan Pejabat Sementara Selaku Pelaksana Tugas (PLT) dan Pelaksana Haria...
Kewenangan Pejabat Sementara Selaku Pelaksana Tugas (PLT) dan Pelaksana Haria...
 
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxAparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
 
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke IntegrasiPenyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
 
PENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptx
PENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptxPENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptx
PENERAPAN IURAN DALAM PROGRAM PAMSIMAS 2023.pptx
 
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxTata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
 
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxPB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
 
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxPengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
 
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxMembangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
 
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxKonsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
 

Kolaborasi

  • 1. 1 Disarikan dari Chapter 6 Stewarding Sustainability Transformations in Multi-stakeholder Collaboration. Stewarding Sustainability Transformations. An Emerging Theori and Practice of SDG Implementation. Petra Kuenkel. Springer, Scham, Swiss, 2019. Memudahkan Upaya Kolaborasi Beragam Pemangku Kepentingan Disarikan oleh Oswar Mungkasa Kolaborasi beragam pemangku kepentingan (multi-stakeholder collaboration) adalah upaya menyelesaikan masalah secara kolaboratif, atau mendorong perubahan secara bersama, lintas masyarakat dan lembaga. Tujuan dibalik inisiatif kolaborasi beragam pemangku kepentingan dapat mencakup topik seperti pengembangan standar bagi produk dan konsumsi berkelanjutan, penyediaan barang publik (seperti air), perbaikan pengelolaan sumberdaya alam, atau penyedian layanan sosial. Selain itu, dapat berupa inisiatif jangka panjang maupun kemitraan jangka pendek dan berlokasi dalam negeri atau antarnegara. Proses bermitra antara beragam pemangku kepentingan umumnya berjalan lambat, dengan beragam pemahaman tentang kolaborasi, biaya besar, dan kecenderungan mencontoh solusi yang ada tanpa usaha atau upaya yang tidak efisien. Sebagai hasilnya, banyak kolaborasi beragam pemangku kepentingan yang dipandang tidak efisien atau tidak efektif. Namun, meskipun diragukan terkait keefektifannya, kolaborasi beragam pemangku kepentingan telah menjadi hal umum. Tujuan bekerja kolaboratif lintas lembaga dan masyarakat menuju dunia yang lebih berkelanjutan telah berubah perlahan menjadi agenda setiap negara dari berbagai lembaga dan masyarakat. Khususnya terkait Agenda Global Tahun 2030, menjadi penting untuk berhubungan dengan megatrends seperti perubahan iklim, kehilangan keragaman hayati, atau lainya. Kolaborasi beragam pemangku kepentingan telah menjadi sebuah upaya menanggapi tantangan rumit di masa depan. Beragam pelaku mempunyai kepedulian yang berbeda, tidak terbiasa bekerjasama, tetapi membutuhkan kesamaan sikap dalam menanggapi isu bersama. Pelaku yang terlibat dalam kolaborasi bergantung satu sama lain. Pada waktu yang bersamaan, tidak hanya pelaku berbeda kekuatan dan akses terhadap sumberdaya tetapi juga tingkat saling percaya yang rendah. Sistem kolaborasi perlu dibangun dalam menanggapi keinginan individu membuat perubahan, konteks dan budaya yang berkesesuaian, dan hubungannya dengan tujuan. Kepercayaan adalah mesin perubahan transformatif. Lingkungan yang bergejolak dan tantangan ragam dimensi membutuhkan solusi yang tidak sederhana. Kolaborasi pemangku kepentingan, berdasar definisi, mencakup saling bergantung satu sama lain, berbeda kekuatan dan konflik kepentingan. Biasanya bukan menyangkut kompromi tetapi menyangkut upaya memperoleh solusi yang baik buat semua.
  • 2. 2 Dipahami bersama bahwa upaya berkolaborasi tidak mudah untuk dijalankan sehingga dibutuhkan katalis yang berfungsi memudahkan terwujudnya kolaborasi dari beragam pemangku kepentingan tersebut. Setidaknya dikenali terdapat 6 (enam) katalis kolaborasi sebagai berikut.  Katalis Pertama. Strategi Bersama (Co-designed Strategy) Inisiatif dimulai oleh sekelompok kecil orang atau organisasi yang visioner, kemudian berkembang bertahap melibatkan lebih banyak organisasi. Tidak terdapat hirarki dalam kemitraan beragam organisasi, namun kelompok awal perlu memimpin proses selanjutnya. Pengembangan visi dan strategi merupakan proses bertahap dimulai oleh kelompok awal yang selanjutnya berkembang melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait. Tugas kelompok inti/awal adalah menciptakan momentum, menguji resonansi seluruh tujuan terkait dan mengembangkan strategi yang bergantung pada musyawarah dengan melibatkan banyak pihak untuk menghasilkan kesepakatan rencana aksi. Pemangku kepentingan berkeinginan terlibat ketika melihat gambaran besar, situasi menguntungkan semua pihak, berbagi nilai, mempunyai alasan penting untuk bertindak, dan ketika memahami kontribusinya terhadap perubahan. Rasa memiliki berkembang ketika tujuan bermitra sesuai dan jelas bagi seluruh pemangku kepentingan dan memahami bahwa kontribusinya bernilai dan merasa bertanggungjawab terhadap kemajuannya. Dukungan para petinggi menjadi penting, dan mitra yang lebih mapan dapat memegang peran kunci pada upaya peluncuran kemitraan dengan menyediakan dana kerjasama pada tahap awal. Strategi bersama (Co-design strategy) memastikan bahwa dalam perjalanan waktu, seluruh pemangku kepentingan menjalankan strategidan pelaksanaannya. Kejelasan tujuan, keterlibatan manajemen pemangku kepentingan, dan bertanggungjawab terhadap hasil berkontribusi terhadap keberhasilan strategi bersama.  Kejelasan Tujuan (Goal Clarity) Kejelasan tujuan dihasilkan dari pengelolaan proses berkualitas tinggi. Dimulai dari penelitian bersama terkait kondisi terkini oleh seluruh pemangku kepentingan, kemudian berkembang menjadi visi bersama. Selanjutnya visi diterjemahkan menjadi tujuan. Kejelasan tujuan adalah hasil dari sebuah proses (emerging process). Tujuan awal mungkin disesuaikan berdasar pengalaman dan keahlian pemangku kepentingan lain. Ketika tujuan sudah jelas, pemangku kepentingan membutuhkan kesepakatan bersama terhadap dampak dan tonggak keberhasilan (milestones). Dukungan dari petinggi organisasi, pimpinan lembaga kolaborasi atau politisi, dapat memperkuat pembentukan tujuan dan pelaksanaannya.  Inklusifitas Luas (Broad Inclusivity) Kolaborasi sewajarnya dibangun perlahan, dimulai dari kelompok inti dan kemudian perlahan melibatkan lebih banyak pelaku, baik pemangku kepentingan yang lemah maupun kuat sejak awal. Khususnya pihak yang kuat perlu dibuat tertarik, sementara
  • 3. 3 yang lemah diperkuat agar suaranya dapat terdengar. Menjadi penting menetapkan proses pembuatan keputusan termasuk juga organisasi tata kelola yang inklusif dan mewakili beragam pemangku kepentingan.  Pertanggungjawaban yang disetujui (agreed accountability) Ketika kolaborasi telah terbangun kemudian bergerak menuju pelaksanaan, kesepakatan tentang kejelasan peran dan tanggungjawab menjadi penting sekali. Bergerak dari visi kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaannya yang membuahkan hasil membutuhkan kesepakatan terhadap tonggak keberhasilan dan hasil pemantauan. Hal ini mencakup kesepakatan terhadap alokasi sumberdaya dan keterbukaan aliran dana. Pada beberapa kejadian, inisiatif beragam pemangku kepentingan membutuhkan pembentukan organisasi legal dalam upaya pelaksanaannya.  Katalis Kedua. Penyelenggaraan Bersama (Cooperative Delivery) Inisiatif beragam pemangku kepentingan memerlukan sistem kolaborasi kohesif di seputar isu bersama. Dibutuhkan keterlibatan lebih banyak pihak untuk tujuan dan perubahan yang lebih besar, tetapi juga dibutuhkan tujuan dan batasan kolaborasi yang jelas. Hal ini mendorong pemangku kepentingan merasa menjadi bagian dari sesuatu yang besar. Kemitraan membutuhkan pendampingan, khususnya jika kreatifitas tingkat tinggi perlu dipertahankan. Protokol, batasan, dan wilayah perlu diperhatikan, dan pendekatan terkait konflik perlu disepakati. Para pelaku, khususnya dalam kelompok inti pemangku kepentingan, yang menjalankan proses perubahan, membutuhkan keahlian dalam mendesain dan mengelola proses. Pemangku kepentingan ingin mengetahui apa yang diharapkan dan waktunya. Proses yang handal berujung pada terbangunnya kepercayaan. Tantangan berupa korupsi atau lingkungan yang bergejolak, perlu dikenali. Menjaga tujuan tetap terjaga agar pemangku kepentingan tetap terhubung dengan aspirasi mereka, yang pada akhirnya memunculkan tekad, komitmen dan ketekunan. Kejelasan terhadap proses perencanaan, penyamaan strategi semua mitra, dan pengelolaan proses secara profesional memperlihatkan kehandalan yang menjadikan mitra tetap terlibat. Pada inisiatif yang lebih kompleks, sekretariat independen dengan staf profesional membantu mengelola proses dan harapan. Keterlibatan yang sungguh-sungguh memastikan terjaganya rasa memiliki terhadap proses dan hasilnya. Hal ini perlu ditunjukkan dalam cara menangani kontribusi, pelaksanaan lokakarya, dan berkomunikasi. Kolaborasi memungkinkan penyelenggaraan bersama yang mengarahkan timbulnya tanggungjawab bersama terhadap hasil dan kerja keras. Pengelolaan keterlibatan pemangku kepentingan, pengembangan jejaring, dan memastikan orientasi hasil berkontribusi terhadap keberhasilan kerjasama dan pelaksanaannya.
  • 4. 4  Keterlibatan berkualitas (Quality Engagement) Pengelolaan keterlibatan secara bertahap dipandang penting baik mitra utama maupun pemangku kepentingan terkait. Kehandalan perencanaan dan proses pelaksanaan berkontribusi terhadap peningkatan kepercayaan, yang merupakan persyaratan pelaksanaan efektif. Pada inisiatif yang lebih rumit, proses ini perlu didukung sekretariat.  Pengembangan Jejaring (Network Building) Kolaborasi beragam pemangku kepentingan terjadi antara beragam lembaga. Dibutuhkan lebih banyak perhatian dalam mengembangkan kohesi diantara mitra dan pemangku kepentingan terkait. Pengembangan jejaring dipandang penting, antara masyarakat dan pelaku sebagai perwakilan organisasinya. Dukungan lembaga dan politik tingkat tinggi memudahkan terwujudnya dampak bersama, tetapi lebih penting berjejaring diantara pemangku kepentingan utama.  Orientasi Hasil (Result Orientation) Konsultasi dan dialog menjadi penting bagi kolaborasi beragam pemangku kepentingan. Tetapi jika tetap “talking circles” (hanya bicara), para pelaku kehilangan minat dan daya tahan. Orientasi berkelanjutan menuju hasil nyata dan hasil segera menjaga keterlibatan dan inisiatif. Hal ini membutuhkan alokasi sumberdaya memadai bagi pemangku kepentingan lintasorganisasi yang mendorong inisiatif kolaborasi, termasuk sumberdaya keuangan bagi sekretariat.  Katalis Ketiga. Inovasi Mudah Diadaptasi (Adaptive innovation) Pengetahuan, keahlian, sumberdaya pelengkap, dan informasi dibutuhkan, yang membantu pemangku kepentingan dan mitra melihat keseluruhan isu dan konteks sosial politiknya. Peningkatan kapasitas membantu memperkuat suara kelompok pemangku kepentingan yang lemah dan memperbaiki kualitas kontribusinya. Mekanisme belajar bersama menjamin akuntabilitas mitra dan memungkinkan evaluasi hasilnya untuk digabungkan segera ke langkah selanjutnya. Pada awalnya, sebagian besar upaya pemangku kepentingan terfokus pada penyelesaian masalah daripada inovasi. Tetapi desain proses yang baik dan keterpaduan beragam keahlian, akhirnya kadang mendorong peralihan ke pendekatan inovatif. Pendekatan inovatif, keberagaman sumber dana, pendanaan berbasis hasil, insentif inovasi dapat mendukung penemuan solusi inovatif. Seringkali inisiatif kolaborasi beragam pemangku kepentingan mengembangkan prototipe solusi. Kolaborasi memungkinkan inovasi yang mudah diadaptasi yang menjamin pendekatan baru sebagai bagian dari penemuan solusi. Mendorong desain kreatif sebagaimana juga pengelolaan pengetahuan yang memadai dan perencanaan yang mumpuni berkontribusi terhadap cara baru yang dihasilkan secara bersama.
  • 5. 5  Prototipe kreatif (Creative Prototyping) Inisiatif beragam pemangku kepentingan perlu membuka kesempatan bagi penemuan solusi kreatif bersama, berikut cara, metodologi, atau pendekatan baru lainnya. Ketika sistem kolaborasi telah tercipta, dimungkinkan untuk menjelajah keluar dari zona nyaman. Konflik, sebagian besar dipicu oleh pemangku kepentingan kritis, sebaiknya diperbolehkan sebab mendorong penyelesaian di luar kebiasaan.  Pengelolaan Pengetahuan (Knowledge Management) Inisiatif kolaborasi membutuhkan pengetahuan pemangku kepentingan bahkan pengetahuan baru mendorong timbulnya ide baru. Pengalaman dan keahlian dari berbagai pihak, wilayah, atau isu seringkali memberi pandangan baru bagi penyelesaian masalah  Kelenturan Perencanaan (Planning Flexibility) Inisiatif kolaborasi sebaiknya menghasilkan rencana yang fleksibel untuk menangkap perubahan dan pandangan baru. Dibutuhkan mekanisme menggabungkan strategi baru dan menghadirkan kesempatan atau berhadapan dengan krisis. Inisiatif pemangku kepentingan yang lebih rumit membutuhkan mekanisme penanganan keluhan atau menyetujui cara mengelola ketidaksepakatan. Tabel Enam Katalis Kolaborasi dan Usulan Langkah Katalis Kolaborasi Usulan Langkah 1. Strategi Bersama (Co-designed Strategy) Memastikan dalam perjalanan waktu seluruh pemangku kepentingan menjalankan strategi dan pelaksanaannya. 1.1 Kejelasan Tujuan (Goal Clarity) - pengelolaan proses kejelasan tujuan yang muncul - pembedahan kondisi saat ini secara bersama - pengembangan visi secara bersama - pengembangan teori perubahan secara bersama - pengembangan kesepakatan terhadap dampak dan tonggak/milestones secara bersama - pengembangan dukungan tingkat tinggi 1.2 Inklusifitas (Inclusivity) - Pengembangan cara memperkuat mitra yang lebih lemah - pengambilan keputusan inklusif
  • 6. 6 Katalis Kolaborasi Usulan Langkah - pengembangan organisasi tata kelola dan pengendali yang inklusif dan mewakili semua - pengembangan organisasi pengelola yang sesuai 1.3 Pertanggungjawaban (Accountability) - penetapan tanggungjawab dan peran yang jelas - penetapan prosedur pertanggungjawaban - penyepakatan bersama tentang tonggak keberhasilan - penyepakatan bersama tentang hasil pemantauan dan struktur laporan - pelaksanaan evaluasi bersama - pengembangan keterbukaan keuangan dan aturan memadai - penyiapan aturan hukum memadai 2. Penyelenggaraan Bersama (Cooperative Delivery) Memastikan kerjasama antara pemangku kepentingan dikelola baik dan saling memperkuat 2.1 Pengelolaan Berkualitas (Quality Engagement) - pelibatan bertahap dari mitra utama dan pemangku kepentingan terkait - pengambilan keputusan terbuka - proses perencanaan dan pelaksanaan yang handal - pemanfaatan dukungan - pembentukan sekretariat 2.2 Pengembangan Jejaring (Network Building) - perhatian terhadap pengembangan keterikatan yang memadai diantara mitra dan pemangku kepentingan yang terlibat - pengembangan dukungan kelembagaan dan politis tingkat tinggi - pengembangan jejaring aksi antara pemangku kepentingan kunci - pembentukan struktur jejaring antara organisasi mitra - pengelolaan hubungan dengan pengelola lembaga kolaborasi 2.3 Orientasi Hasil (Result Orientation)
  • 7. 7 Katalis Kolaborasi Usulan Langkah - pembentukan sekretariat atau kelompok inti antarmitra yang mapan, berfungsi baik dan mempunyai mandat - perhatian pada pelaksanaan bersama - orientasi pada hasil awal dan nyata - penyediaan alokasi sumberdaya memadai 3. Inovasi Mudah Diadaptasi (Adaptive innovation) Memastikan pengembangan bersama prototipe transformasi dan perhatian pada kesempatan yang timbul 3.1 Prototipe Kreatif (Creative Prototyping) - pengelolaan proses kreasi bersama - pencarian solusi bersama yang kreatif - pembelajaran pengalaman dan cara pandang dunia yang berbeda - penciptaan mekanisme pembelajaran bersama yang kreatif - perencanaan yang fleksibel dan dapat beradaptasi - penyiapan menantang zona nyaman 3.2 Pengelolaan Pengetahuan (Knowledge Management) - penetapan keahlian dan pengalaman yang menjadi tolok ukur - pemaduan teknik dan keahlian berkualitas tinggi - pengkinian pengetahuan terus menerus - pengembangan dan perluasan kapasitas kolaborasi - pemaparan terhadap solusi dan kecenderungan terkini - pembangunan laboratorium inovasi 3.3 Kelenturan Perencanaan (Planning Flexibility) - pengembangan mekanisme adaptasi strategi kegiatan secara bersama - pengembangan mekanisme pengaduan - pengelolaan ketidaksepakatan dan perkembangan tak terduga - pemberian perhatian pada krisis kesempatan yang timbul
  • 8. 8 Katalis Kolaborasi Usulan Langkah 4. Komunikasi Dialogis (Dialogic Communication) Memastikan sistem komunikasi yang menerima keberagaman dan keberadaan jejaring 4.1 Dialog Terstruktur (Structured Dialogue) - pengelolaan pengembangan kesepakatan dan pembentukan tujuan bersama - pengembangan komunikasi dan dialog terstruktur berkualitas tinggi - pengembangan aturan terbuka dari komunikasi dalm dan di luar sistem kolaborasi - pengembangan partisipasi pemangku kepentingan yang sahih 4.2 Tata Kelola (Governance) - pemantapan sistem transformasi kolaborasi beragam pelaku - penyiapan susunan tata kelola yang mencakup beragam pihak dan kolaboratif - pemanfaatan sumberdaya dan pengetahuan yang saling melengkapi - pengembangan rancangan komunikasi yang memadukan beragam pandangan - pengakuan beragam kompetensi dan sumberdaya pemangku kepentingan - penyertaan beragam tingkatan pemangku kepentingan (lokal/nasional/internasional) 4.3 Mekanisme Pembelajaran (Learning Mechanism) - peninjauan bersama terhadap peran, tujuan dan prosedur - peninjauan proses dan strategi bersama secara berkala - pengembangan proses, hasil dan pemantauan dampak secara bersama - evaluasi dampak internal dan eksternal 5. Dampak Kontekstual (Contextual Impact) Memastikan kesesuaian dan menyatunya inisiatif 5.1 Pengelolaan Kontekstual (Context Management) - pengkinian berkala pengetahuan terkait - mempertimbangkan inisiatif sejenis
  • 9. 9 Katalis Kolaborasi Usulan Langkah - pemaduan terencana kegiatan lokal dan global - pengelolaan komunikasi antara mitra lokal dan global - pengembangan Meta-collaboration dalam jejaring transformasi 5.2 Peningkatan Kapasitas (Capacity Development) - pengembangan kapasitas tertentu - penguatan proses kompetensi dan transformasi literasi seluruh pihak terlibat - pemberian dukungan bagi pendekatan kolaboratif yang menjangkau lembaga masing-masing - penguatan pelaksanaan yang saling melengkapi - pemanfatan kekuatan dan keahlian dari lembaga pemangku kepentingan 5.3 Perhatian pada Dampak (Impact Focus) - pemokusan pada manfaat bersama - peninjauan strategi bersama secara berkala - pengembangan ukuran dampak - penegasan kontribusi terhadap sistem yang lebih besar - pengembangan strategi perluasan yang disepakati, - perhatian pada strategi jangka panjang 6. Nilai Bersama (Collective Value) Memastikan pengaruh dan keterpaduan kelompok pemangku kepentingan lebih lemah yang berimbang 6.1 Pendekatan Penghargaan (Appreciative Approach) - pengakuan terhadap tujuan individu - perhatian pada integritas dan harga diri semua mitra - perhatian dan penghargaan pada kendala organisasi - penghargaan terhadap kontribusi mitra yang lebih lemah 6.2 Keseimbangan Kekuatan dan Pengaruh (Balance of Power and Influence)
  • 10. 10 Katalis Kolaborasi Usulan Langkah - perhatian pada perbedaaan kemampuan - penguatan mitra yang lebih lemah - penyusunan mekanisme melibatkan kelompok pemangku kepentingan yang lebih lemah - pemokusan pada solusi menang- menang - pemberian advokasi pada kelompok pemangku kepentingan yang lebih lemah 6.3 Pemahaman Bersama (Mutual Understanding) - pemahaman memadai tentang misi, pilihan cara bekerja, dan kendala organisasi mitra - pengembangan struktur organisasi untuk mendengarkan suara pemangku kepentingan yang beragam - pemaparan terhadap cara pandang dunia, kondisi kehidupan dan kendala kelompok berbeda - peyusunan mekanisme rekonsiliasi Sumber: Kuenkel, 2019.  Katalis Keempat. Komunikasi Dialogis (Dialogic Communication) Inisiatif beragam pemangku kepentingan mengembangkan sistem interaksi manusia yang baru lintas sektor dan lembaga. Hal ini menciptakan hubungan antara masyarakat yang tidak saling kenal dan biasanya tidak bekerjasama. Karenanya, pengelolaan proses komunikatif adalah kunci dalam kolaborasi. Kemajuan tidak dibangun dari meyakinkan orang lain untuk mengikuti tujuan, strategi, atau rencana aksi yang telah ditetapkan, tetapi lebih pada keinginan merundingkan jalan menuju masa depan. Proses ini membutuhkan standar minimum bagi keterlibatan mitra dalam proses dan menetapkan bentuk tata kelola yang memungkinkan suara berbeda terwakili. Perbedaan kekuatan tak terhindarkan. Namun jika kolaborasi bersifat inklusif, perimbangan kekuatan seringkali bergeser. Komunikasi berkualitas dan dialog terstruktur baik membuat inisiatif beragam pemangku kepentingan lebih dihargai. Hal ini tergantung pada seberapa baik pemangku kepentingan mendengarkan dan keterbukaan komunikasi diantara pemangku kepentingan dan masyarakat luas.
  • 11. 11 Kepercayaan terbangun sejalan dengan dapat diterimanya rekomendasi, input, pembelajaran dari para pemangku kepentingan. Kolaborasi memungkinkan komunikasi dialogis yang memastikan bahwa para pelaku bergerak keluar dari kepentingan masing-masing dan menuju dialog membangun yang menghasilkan solusi bersama. Mendorong dialog terstruktur, menetapkan mekanisme tata kelola dan memastikan pembelajaran bersama berkontribusi pada keberhasilan transformasi perbedaan menjadi solusi bersama.  Dialog Terstruktur (Structured Dialogue). Pengelolaan proses penetapan kesepakatan dan tujuan bersama merupakan bagian penting dalam kolaborasi beragam pemangku kepentingan. Biasanya dalam bentuk lokakarya evaluasi dan perencanaan atau pertemuan lebih besar. Fasilitasi profesional dan masukan bagi strategi komunikasi bersama menjadi suatu keniscayaan. Seluruh pendapat perlu didengar, kesepakatan didokumentasikan secara terbuka, dan pemangku kepentingan perlu tetap dijaga keterlibatannya dalam seluruh kegiatan. Selanjutnya, ekosistem kolaborasi memerlukan pengaturan komunikasi terbuka dan disetujui baik diantara pemangku kepentingan maupun dengan pihak luar.  Mekanisme Tata Kelola (Governance Mechanism). Pengambilan keputusan, evaluasi proses, dan mekanisme penyelesaian konflik membutuhkan semacam pengaturan tata kelola. Pada kolaborasi pemangku kepentingan yang sederhana hanya dibutuhkan kesepakatan pengambilan keputusan. Tetapi pada proses yang lebih rumit, dibutuhkan struktur formal seperti komite pengarah, lembaga penasehat, dan prosedur penyelesaian konflik. Semua harus terwakili. Mekanisme tata kelola memastikan bahwa keseluruhan pengetahuan dan sumberdaya termanfaatkan dengan baik. Perbedaan pandangan dan keahlian dapat dimaklumi. Inisiatif beragam pemangku kepentingan pada berbagai tingkatan baik lokal, nasional maupun internasional membutuhkan mekanisme tata kelolanya masing-masing dilengkapi prosedur pengelolaan keseluruhannya.  Pembelajaran Bersama (Collective Learning) Pentingnya pembelajaran bersama kadang disepelekan dalam inisiatif beragam pemangku kepentingan, ketika sebagian besar pelaku sedang sibuk dalam pelaksanaan. Bentuknya dapat berupa evaluasi proses dan strategi bersama secara berkala dan dapat menghasilkan kesepakatan bersama terhadap keluaran dan pemantauan dampak. Di luar sistem pemantauan yang mencakup evaluasi dampak internal dan eksternal, menjadi penting untuk menciptakan budaya belajar diantara pemangku kepentingan yang terlibat.
  • 12. 12  Katalis Kelima. Dampak Kontekstual (Contextual Impact) Inisiatif beragam pemangku kepentingan tidak hanya terfokus pada hasil nyata tetapi juga sewajarnya pada keluasan dampak. Inisiatif kolaboratif memerlukan hasil yang jelas untuk menjamin pemangku kepentingan tetap terlibat. Terdapat kemungkinan pemangku kepentingan hanya terfokus pada hal tertentu saja. Rencana sebaiknya mempertimbangkan keberadaan inisiatif sejenis lainnya sebagai pelengkap. Dimungkinkan kolaborasi antara inisiatif pemangku kepentingan yang berbeda baik yang relatif sama maupun yang saling bergantung satu sama lain. Dampak kontekstual menjamin bahwa para pelaku berkesadaran pentingnya konteks yang lebih luas dan setiap inisiatif saling melengkapi satu sama lain.  Pengelolaan Kontekstual (Context Management) Inisiatif kolaborasi, khususnya pada tahap awal, penting mempunyai pengetahuan tentang pendekatan pihak lain pada kegiatan yang sama maupun kegiatan pelengkap. Hal ini membutuhkan pengetahuan terkini terkait insiatif lainnya melalui riset atau pertukaran informasi. Pada inisiatif yang lebih rumit, pengelolaan kontekstual juga mengacu pada keterpaduan kegiatan lokal dan global.  Peningkatan Kapasitas (Capacity Development) Peluang keberhasilan inisiatif kolaborasi meningkat ketika seluruh pemangku kepentingan terlibat dalam berbagi pengetahuan dan keahlian terkait beragam isu sekaligus juga tetap terlibat dalam proses kolaborasi. Saling mendukung satu sama lain terkait penguatan pengetahuan, dan peningkatan kapasitas pelaku kolaborasi, seringkali diabaikan sebagai faktor pendukung keberhasilan.  Perhatian pada Dampak (Impact Focus) Inisiatif kolaborasi beragam pemangku kepentingan dipandang rumit dan seringkali membutuhkan upaya yang sangat keras, oleh karena itu upaya yag dilakukan hanya sepadan jika hasilnya memang berdampak nyata. Namun, dalam pengelolaan pelaksanaan sehari-hari yang sering membutuhkan pencapaian konsensus yang membutuhkan waktu lama, dampaknya seringkali kurang menjadi perhatian. Para pemangku kepentingan yang terlibat dalam proses tersebut perlu mengembalikan perhatian terhadap dampak ke dalam agenda secara berkala. Hal ini dilakukan pada saat evaluasi strategi atau kegiatan pembelajaran dan dibutuhkan lebih dari sekedar pengukuran dampak tetapi juga kejelasan kontribusi terhadap sistem yang lebih besar. Hal ini membantu pelaku untuk memahami dan menyetujui strategi jangka panjang.  Katalis Keenam. Nilai Bersama (Collective Value) Inisiatif kolaborasi beragam pemangku kepentingan dibangun berdasarkan meningkatnya kesadaran akan tanggungjawab masa depan dan nilai bersama. Kesadaran ini berdasar pada
  • 13. 13 pemikiran tentang keseimbangan pemanfaatan alam, kerusakan lingkungan, atau ketimpangan sosial. Inisiatif ini tidak akan berhasil tanpa empati yang memadai terhadap pemangku kepentingan lainnya. Pertentangan karena perhatian yang berbeda membayangi kolaborasi beragam pemangku kepetingan. Mempertahankan keterlibatan pelaku dilakukan melalui desain proses yang mengakui perbedaan dan memungkinkan para pelaku mengungkapkan perbedaan keinginan dan kemampuan. Hal ini memudahkan timbulnya saling percaya yang merupakan pendorong keberhasilan kolaborasi. Selain juga berkontribusi terhadap meningkatnya kesadaran adanya saling ketergantungan antara kegiatan.  Pendekatan Penghargaan (Appreciative Approach) Perhatian terhadap integritas dan harga diri seluruh mitra merupakan isu penting, sebagai cara baru dalam bekerja bersama. Konflik dengan mudah dapat diselesaikan jika terdapat saling menghargai satu sama lain. Termasuk kepedulian terhadap kendala yang dihadapi oleh lembaga pemangku kepentingan yang terlibat.  Keseimbangan Kekuatan dan Pengaruh (Balancing Power and Influence) Inisiatif kolaborasi beragam pemangku kepentingan berkaitan dengan perbedaan kekuatan. Mengabaikan atau memandang remeh perbedaan ini merusak hubungan antara para pemangku kepentingan. Penguatan mitra yang lebih lemah, memastikan suaranya dapat terdengar, sehingga dapat terwakili, dan berkontribusi terhadap hasil kolaborasi, merupakan keniscayaan.  Pemahaman Bersama (Mutual Understanding) Pemangku kepentingan dalam inisiatif kolaborasi memerlukan upaya keras untuk memahami pandangan mitra terhadap isu tertentu. Hal ini tidak mudah, terutama terdapat kemungkinan beberapa mitra terkungkung oleh pandangannya selama ini, bahkan mempunyai pengalaman buruk dengan mitra lainnya, atau dimanfaatkan untuk menyerang pemangku kepentingan lain. Sementara tidak terdapat kemungkinan menghindari dilemma ini, keterbukaan dalam memahami pandangan pemangku kepentingan lain menjadi suatu kebutuhan pembelajaran bagi semua. Ini membuat upaya kolaborasi bersyarat. Keterpaparan pada situasi, cara pandang, dan kondisi tertentu dari pemangku kepentingan lain membantu mempercepat terwujudnya pemahaman bersama.  Tahapan Pengembangan Kolaborasi Beragam Pemangku Kepentingan Secara umum terdapat 4 (empat) tahapan pengembangan kolaborasi yaitu (i) Tahap Pertama berupa Penjelajahan dan Pelibatan Ekosistem Kolaborasi (Exploring and Engaging); (ii) Tahap Kedua berupa Pengembangan dan Peresmian Ekosistem Kolaborasi (Building and Formalizing); (iii) Tahap Ketiga berupa Pelaksanaan dan Evaluasi Kolaborasi (Implementing and
  • 14. 14 Evaluating); (iv) Tahap Keempat berupa Pengembangan Lanjutan, Replikasi, atau Pelembagaan Kolaborasi (Developing further Replicating or Institutionalizing). Sumber: Kuenkel, 2011.  Tahap Pertama. Penjelajahan dan Pelibatan Ekosistem Kolaborasi Tahapan pertama mempersiapkan sebuah sistem kelembagaan kolaborasi para pelaku yang luwes, termasuk mencakup peningkatan kapasitas para pencetus terkait kandungan isu. Hal ini menyangkut dukungan petinggi dalam proses perubahan, kepekaan kelompok pemangku kepentingan terhadap perubahan, dan membantu pelaku kunci dengan dialog dan peningkatan kompetensi sehingga mempunyai kemampuan mengatur kolaborasi secara sistematis. Pengelolaan hubungan, termasuk saling percaya, saling memahami, dan keterkaitan dengan tujuan lebih besar adalah kunci utama pada tahap pertama. Diupayakan agar kesulitan yang dihadapi nantinya tidak akan banyak seperti ketidaksepakatan tentang mekanisme tata kelola, rencana pelaksanaan, atau prosedur pemantauan.
  • 15. 15 Pembentukan organisasi atau strktur perwakilan tidak memperoleh banyak perhatian. Fokusnya pada membangun laboratorium lapangan diantara berbagai pemangku kepentingan. Tahap ini merupakan awal pergeseran pola interaksi yang kurang berfungsi menjadi pengaturan kembali hubungan yang menjadi dasar timbulnya fungsi ekosistem kolaborasi. Perhatian utama pada pelibatan masyarakat dalam upaya perubahan seputar isu bersama atau masalah yang ingin dipecahkan. Bahkan lebih penting bahwa pemangku kepentingan dapat saling memahami termasuk cara pandang. Pola interaksi yang timbul pada tahapan ini adalah (i) Kelompok inti dengan keinginan kuat menyelesaikan masalah secara bersama-sama (ii) Menguatnya resonansi perubahan diantara pemangku kepentingan (iii) Meningkatnya pemahaman terhadap kendala situasi sekarang. (iv) Pandangan terhadap masa depan yang akan berbeda diantara pemangku kepentingan (v) Benih perubahan dalam bentuk kelompok inti yang merasa bertanggungjawab terhadap inisiatif kolaborasi dan memahami konteks sepenuhnya  Tahap Kedua. Membangun dan Meresmikan Ekosistem Kolaborasi Tahap kedua termasuk meresmikan bentuk konsultasi dan kerjasama diantara pemangku kepentingan dan memastikan peran dan tanggungjawab pelaksanaan. Visi yang ditetapkan pada tahap 1 diuji, disaring, dan disepakati oleh seluruh pelaku. Tahap 2 seringkali memerlukan penelaahan bersama terhadap kenyataan terkini dan visi, perubahan maksud atau kondisi masa depan. Kesepakatan, rencana dan struktur sumberdaya manusia yang diperlukan ditetapkan. Jika struktur kurang ditekankan pada tahap ini, misal melalui kepastian tujuan, perjanjian, peran, dan tanggungjawab, maka peluang munculnya ekosistem kolaborasi menjadi hilang. Pola hubungan yang muncul pada tahap ini sebagai berikut. (i) Ekosistem kolaborasi pemangku kepentingan terkonsolidasi secara bertahap (ii) Tujuan dan proses jelas termasuk mekanisme pembelajaran dan prosedur pertanggungjawaban.  Tahap Ketiga. Pelaksanaan dan Evaluasi Kolaborasi. Tahap ini terfokus pada penyelesaian. Kemajuan atau hasil dievaluasi. Pemangku kepentingan melaksanakan kegiatan bersama atau berkoordinasi. Sebagian besar inisiatif kolaborasi mencanangkan pertemuan pemangku kepentingan secara berkala dengan agenda evaluasi kemajuan dan penyesuaian strategi pelaksanaan. Pemantauan dan evaluasi serta mekanisme pembelajaran terus menerus perlu dibiasakan sehingga penyesuaian strategi bersama-sama dapat dilakukan. Jika keduanya baik struktur (misal rencana pelaksanaan, pemantauan dan struktur tata kelola, mekanisme pembelajaran dan lainnya) dan proses (misal berbagi hasil, merayakan keberhasilan dan
  • 16. 16 lainnya) tidak memperoleh perhatian pada tahap ini, pelaku cenderung berhenti, kehilangan rasa memiliki, berhenti melaksanakan, mulai berkonflik, atau mulai bekerja sendiri-sendiri. Keahlian pelaku kunci dalam mengelola keseimbangan dinamis antara komunikasi dan penyampaian hasil bersama menjadikan proses kolaborasi yang rumit menjadi efektif pelaksanaannya. Pola hubungan yang muncul pada tahap ini sebagai berikut. (i) Sebuah sistem kolaborasi pemangku kepentingan yang operasional berfungsi baik (ii) Pembentukan identitas yang menghasilkan kembali keinginan bersama yang menjadikan seluruh pemangku kepentingan merasa bagian dari gerakan perubahan yang lebih besar (iii) Rancangan proses yang membentuk ruang inovasi dan pembelajaran (iv) Struktur dialog terpadu yang melayani tujuan berbeda seperti pembelajaran, peninjauan kembali, inovasi dan evaluasi.  Tahap Empat. Pengembangan Lanjutan, Replikasi dan Pelembagaan Kolaborasi Tahap 4 terkait upaya membawa inisiatif kolaborasi ke tahap selanjutnya, memperluas atau mereplikasi kegiatannya, dan menghasilkan struktur tahan lama bagi perubahan yang diharapkan. Termasuk faktor keberhasilan dan pembentukan masyarakat pembuat perubahan. Hal ini juga dapat mencakup kerjasama antara inisiatif kolaborasi beragam pemangku kepentingan yang berbeda. Pada beberapa kejadian, dibutuhkan pengembangan struktur keterlibatan pemangku kepentingan tahan lama dan struktur pengelolaan pengetahuan yang memungkinkan pelaku kunci memindahkan pengalamannya ke inisiatif lainnya. Keberhasilan perlu dirayakan, partisipasi dan kontribusi pemangku kepentingan sewajarnya dihargai. Ketika inisiatif kolaborasi dikembangkan lebih jauh, pemangku kepentingan baru perlu dimasukkan ke dalam proses, khususnya ketika pelaksanaan perubahan diserahkan pada pihak ketiga. Sebelumnya pihak yang tidak terlibat seharusnya dengan cepat memahami pentingnya sebuah inisiatif dan dapat terhubung dengan tujuan lebih besar. Proses dari inisiatif yang masih longgarke bentuk yang lebih resmi tidaklah mudah. Replikasi atau pelembagaan sering membutuhkan strutur pengelolaan profesional. Perubahan peran dan struktur pengambilan keputusan seharusnya menjadi lebih efisien. Struktur pengelola saat ini membutuhkan legitimasi dan kredibilitas tambahan. Pola interaksi yang muncul pada tahap ini sebagai berikut. (i) Sebuah sistem kolaborasi pemangku kepentingan terpadu dengan struktur dan tata kelola pemangku kepentingan tahan lama (ii) Mekanisme pembaharuan dan inovasi (iii) Sebuah sistem pelibatan pelaku di luar sistem kolaborasi yang awal (iv) Sebuah catatan keberhasilan dan dampak
  • 17. 17 Terkait proses kolaborasi,terdapat setidaknya 3 (tiga) model yaitu (i) ModelPerubahan Dialogis/Dialogic Change Model (Kuenkel dkk, 2011); (ii) Siklus Kemitraan/Partnering Cycle (Tennyson, 2011); (iii) Dampak Bersama/Collective Impact (Kania dan Kramer. 2011). Selengkapnya pada Tabel berikut. Tabel Model Proses Kolaborasi Beragam Pemangku Kepentingan Model Perubahan Dialogis/ Dialogic Change Model (Kuenkel dkk, 2011) Siklus Kemitraan/ Partnering Cycle (Tennyson, 2011) Dampak Bersama/ Collective Impact (Kania dan Kramer. 2011) Tahap I Pengamatan dan pelibatan (Exploring and Engaging) Pelingkupan dan pengembangan (Scoping and building) Pengembangan ide dan dialog (Generate ideas and dialogue) - Memahami keadaan - Memahami perbedaan pandangan pemangku kepentingan - melibatkan dalam diskusi persiapan - meningkatkan kesiapan aksi - mengembangkan kasus - identifikasi tujuan dan visi - penetapan lingkup - perencanaan kegiatan - melibatkan masyarakat dalam diskusi - identifikasi kesamaan nilai - menyiapkan kelompok inti yang akan mengawal - membangun hubungan dan saling percaya Tahap II Pengembangan dan Peresmian (building and formalizing) Pengelolaan dan Pemeliharaan (managing and maintaining) Permulaan aksi (initiate action) - menetapkan tujuan dan komitmen - menyediakan sumberdaya - menyepakati perjanjian formal - proses perencanaan - pelaksanaan bersama - tahapan pelaksanaan - ditandai dengan upaya mobilisasi, pelembagaan dan penyediaan - mengenali kampiun - membentuk kelompok lintas sektor - memetakan lansekap - memanfaatkan data bagi pengembangan kasus - memasilitasi masyarakat yang tidak terjangkau - analisis basis data pengembangan isu Tahap III Pelaksanaan dan Evaluasi (implementing and evaluating) Peninjauan kembali dan Perbaikan (reviewing and revising) Pengaturan Dampak (organize for impact) - pelaksanaan kegiatan yang disepakati - mengembangkan contoh kasus - evaluasi kemajuan dan hasil - kegiatan dinilai, ditinjau kembali, dan jika memungkinkan di perbaiki - menbangun infrastruktur (pendukung dan proses) - mengembangkan agenda umum (tujuan umum dan strategi) - melibarkan masyarakat dan mengembangkan keinginan masyarakat - menetapkan ukuran bersama (indikator, ukuran dan pendekatan) Tahap IV Pengembangan lebih jauh, replikasi atau pelembagaan (developing further, replicating or institutionalizing) Mempertahankan hasil (sustaining outcomes) Aksi dan Dampak Berkelanjutan (sustain action and impact)
  • 18. 18 Model Perubahan Dialogis/ Dialogic Change Model (Kuenkel dkk, 2011) Siklus Kemitraan/ Partnering Cycle (Tennyson, 2011) Dampak Bersama/ Collective Impact (Kania dan Kramer. 2011) - meningkatkan dialog ke tahap berikutnya - memperbesar atau replikasi kegiatan dialog - menciptakan lembaga bertahan lama untuk perubahan - mitra tetap bertahan - kegiatan diperbesar - menetapkan dan refine, mendukung pelaksanaan (penjajaran tujuan dan strategi) - mempertahankan keterlibatan dan melakukan advokasi - mengumpulkan, menelusuri, dan menyampaikan laporan (mempelajari dan memperbaiki proses) Sumber : Kuenkel, 2011.  Peran Pendukung Utama (Backbone Support) dalam Kolaborasi Beragam Pemangku Kepentingan Kolaborasi beragam pemangku kepentingan membutuhkan upaya yang tidak mudah. Dibutuhkan dukungan dari pihak eksternal dalam melaksanakan tahapan kolaborasi. Saat ini dikenal istilah backbone support,yaitu ketersediaan dan pemanfaatan sumberdaya manusia yang independen untuk memberikan dukungan pengelolaan proses kolaborasi. Dukungan ini dapat berupa pengembangan panduan penyusunan visi dan strategi, koordinasi pelaksanaan, atau pengembangan mekanisme pembelajaran dan refleksi. Tugas terpenting pendukung utama adalah merancang proses keterlibatan pemangku kepentingan dan pelaksanaan kolaborasi. Sebuah organisasi yang berfungsi sebagai pendukung utama kolaborasi setidaknya memahami prinsip kepemimpinan adaptif; mempunyai kemampuan menarik perhatian mitra dan menciptakan perasaan mendesak; keahlian menerapkan tekanan kepada pemangku kepentingan yang tidak berlebihan, mempunyai kemampuan membingkai isu secara obyektif, dan kekuatan menengahi konflik diantara pemangku kepentingan. Seringkali, dukungan ini menjadi penengah bagi beragam keinginan pemangku kepentingan yang kadangkala saling bertentangan. Dibutuhkan sikap netral, dan idealnya dibiayai pihak luar yang independen atau dibiayai bersama dengan kesepakatan menghasilkan tujuan tertentu. Bantuan terfokus pada proses pengelolaan berkualitas tinggi, pengembangan pembelajaran dan evaluasi bersama, dan mobilisasi sumberdaya tambahan. Oleh karena itu, dukungan utama ini mempunyai peran penting memperkuat kapasitas pelaku lintas organisasi untuk secara bersama- sama mengawal proses transformasi. Terdapat setidaknya 3 (tiga) bentuk dukungan utama yang dibutuhkan, yaitu (i) peran percepatan (catalyst role), (ii) peran pengawalan (caretaker); dan (iii) peran peningkatan kapasitas.
  • 19. 19  Peran Percepatan (Catalyst Role) Dukungan utama dapat berperan sebagai pemercepat kolaborasi beragam pemangku kepentingan di seputar isu bersama. Inisiatif perubahan yang rumit, sebagai contoh, pelaku SDGs yang beragam sering dipercepat oleh organisasi pendukung utama yang melihat kemungkinan perubahan hanya dapat dilakukan oleh beragam pelaku. Percepatan dapat difasilitasi oleh LSM, lembaga pembangunan, kantor pemerintah, perusahaan atau koalisi. Organisasi ini tidak perlu bersikap netral terhadap tujuan atau isu tertentu, namun seharusnya bersikap netral terhadap beragam pemangku kepentingan dalam kolaborasi. Organisasi tersebut hanya akan memenuhi perannya sebagai pendukung jika memperoleh dan mempertahankan kepercayaan dari seuruh pemangku kepentingan yang terlibat.  Peran Pengawalan (Caretaker Role) Dukungan utama sering berfungsi sebagai pengawal dan fasilitator proses. Upaya kolaborasi dengan beragam pemangku kepentingan membutuhkan dukungan profesional, dapat berbentuk sekretariat, untuk mengatur, mengelola, dan mendorong pencapaian. Pendukung ini berperan dalam proses, komunikasi serta penyelenggaraan lokakarya, kegiatan dan pertemuan. Perannya melampaui fasiiitasi, bahkan dalam kondisi tertentu menjadi penyusun strategi proses perubahan. Hal ini penting tidak hanya pada tahap permulaan namun bahkan sepanjang siklus ekosistem kolaborasi. Sering terjadi, bentuk dukungan ini telah dimandatkan sejak awal.  Peran Peningkatan Kapasitas (Capacity-Building Role) Dukungan utama dapat berfungsi sebagai pembangun kapasitas substansi dan kompetensi proses. Upaya kolaborasi beragam pemangku kepentingan dapat diperkuat jika para pelaku terkait mengembangkan pemahaman bersama terkait kerangka kerja kolaborasi efektif dan prinsip pengelolaan proses kolaborasi yang rumit. Perlu dihindari ketergantungan kepada organisasi pendukung utama dengan meningkatkan kemampuan para pemangku kepentingan. Peningkatan kapasitas terpadu khususnya dalam tahap persiapan dan pengembangan, dapat memperkuat kefektifan upaya pengawalan. Terkadang penyandang dana memandang enteng keberadaan dukungan utama bagi kefektifan inisiatif kolaborasi. Jika waktu yang disediakan tidak memadai bagi refleksi bersama terhadap proses, dampak dan kualitas kolaborasi, dikhawatirkan proses kolaborasi yang rumit dapat gagal.  Contoh Kasus : Pergeseran Pola Dysfunctional Pada contoh kasus pertama berupa proses kolaborasi beragam pemangku kepentingan jangka panjang pada tingkat internasional menargetkan keberlanjutan produksi kopi hijau. Sementara contoh kasus kedua berupa proses kolaborasi jangka pendek untuk memperbaiki struktur tata kelola pengelolaan sumberdaya air di kawasan kekeringan Tunisia.
  • 20. 20  Contoh Global : Platform Kopi Global (the Global Coffee Platform) The Global Coffee Platform (GCP) diresmikan Oktober 2016 yang merupakan kerjasama inklusif beragam pemangku kepentingan dengan tujuan menghasilkan kesatuan langkah kegiatan berkelanjutan dari beragam pemangku kepentingan baik masyarakat, swasta, dan pemerintah dan pencapaian berkelanjutan kopi global Kerjasama ini mendorong pendekatan bawah-atas yang melibatkan pemerintah dan swasta pada negara produsen kopi untuk membangun kesamaan visi menghadapi tantangan keberlanjutan dan membawa isu nasional ke agenda global bagi produksi kopi berkelanjutan. Tujuan akhir adalah memperbaiki kehidupan komunitas petani kopi seluruh dunia dan menjaga kualitas lingkungan kawasan perkebunan kopi. Ini merupakan contoh yang baik tentang tantangan global menjangkau beragam pelaku dan penyebab, dan gabungan lokal dan global. Kerjasama ini menunjukkan proses mendunia dan sistem transformasi kolaboratif, memanfaatkan satu produk dan melaksanakan SDG 12 tentang konsumsi dan produksi berkelanjutan. Sejarah kerjasama menunjukkan bahwa proses kolaborasi beragam pemangku kepentingan yang dibangun secara bertahap dapat meningkatkan jangkauan, dampak dan pertumbuhan kesadaran para pelaku terhadap kerumitan tantangan seperti produksi dan pola konsumsi tidak berkelanjutan dari sistem kopi global. The Global Coffee Platform merupakan penggabungan antara Program Kopi Berkelanjutan, didirikan tahun 2011, dan the Common Code for Coffee Association (4C Association), didirikan tahun 2007. Keanggotaan asosiasi terdiri dari industri kopi, petani kopi, dan LSM. Jumlah anggota melampaui 300 tahun 2014 dari 21 negara mewakili 360.000 produsen kopi. Para anggota menerapkan standar berkelanjutan yang dikembangkan melalui proses kolaborasi beragam pemangku kepentingan. Bagian selanjutnya akan fokus pada pengembangan Asosiasi 4C antara 2003 dan 2007. Sejarah kerjasama menunjukkan bahwa proses kolaborasi beragam pemangku kepentingan yang terbangun baik dapat meningkatkan jangkauan, dampak dan menumbuhkan kesadaran seluruh pelaku tentang kerumitan tantangan sistem perkopian global. Pemangku kepentingan bergabung berdasar beragam alasan. Keinginan meningkatkan kualitas dan keamanan suplai maupun memelihara reputasi mendorong perusahaan besar untuk berpartisipasi. Beberapa perusahaan besar juga menyadari mulai membesarnya tekanan konsumen terhadap keberlanjutan lingkungan dan sosial. Masyarakat mempertanyakan solusi jangka panjang terhadap sumberdaya berkelanjutan dari suplai kopi. Produsen memperlihatkan perhatiannya pada keamanan dan perbaikan pasar, terutama terkait dengan harga yang lebih baik.
  • 21. 21 LSM bergabung dalam kolaborasi berdasar beragam alasan tergantung anggotanya, terutama menyangkut kondisi kerja, penghidupan pekerja dan petani kopi skala kecil. LSM berharap dapat berdialog dengan pemangku kepentingan lain khususnya pebisnis untuk menjamin kelangsungan produksi. Upaya menjadikan kolaborasi ini berhasil dan memungkinkan beragam pelaku bekerja bersama, dibutuhkan keterampilan profesional baru. Hal ini mencakup rancangan proses komunikasi berkualitas tinggi, dukungan efektif bagi kolaborasi diantara beragam kelompok berbeda, pengembangan konsensus terhadap tujuan yang disepakati, dan mediasi konflik yang baik. Dukungan utama berupa petunjuk strategis, rancangan proses, fasilitasidialog dan struktur kolaborasi disiapkan oleh sekretariat, yang beranggotakan staf permerintah dan swasta. Didukung oleh pelaku industri kopi dan the German Development Cooperation. Berikut tahapan kolaborasi mengikuti Model Perubahan Dialogis, yang terdiri dari 4 (empat) tahapan sebagai berikut.  Tahap Pertama : Pelibatan dan Pengamatan Kolaborasi the Global Coffee Community Tujuannya adalah merangkum ide kolaborasi bagi keberlanjutan produksi kopi hijau melalui dialog, pemahaman konteks, dan memulai inisiatif keragaman pemangku kepentingan dengan membentuk kelompok inti para pelaku yang terlibat. Penekanannya pada pengembangan hubungan saling percaya, pengujian peluang bekerja bersama, dan pembelajaran dari masa lalu. Hal ini mencakup analisis kondisi, dan pelaku (termasuk pemetaan konflik) melalui dialog informal, dalam rangka melibatkan pemangku kepentingan terkait yang dapat mendukung inisiatif. Konsultasi dengan pemangku kepentingan terkait membantu upaya identifikasi isu utama dan memantapkan pemahaman yang lebih baik terhadap tantangan yang dihadapi. Peluncuran inisiatif didahului oleh proses dialog lintas pelaku selama setahun. Inisiatif berhasil mengumpulkan pendapat penting terutama terkait kepemilikan, dan inklusifitas pemangku kepentingan. Hal ini membentuk pendekatan komunitas dan struktur rancangan proses. Strategi utama tahap pertama adalah menciptakan rasa memiliki baik terhadap proses maupun substansi bagi sebanyak mungkin pelaku. Tim kecil lintas pelaku bertemu, bertukar ide, dan menerima masukan dari masyarakat yang tertarik. Pembicaraan informal menjadi sebuah forum penyaringan peluang memungsikan kembali hubungan dalam rantai produk kopi. Sebagai hasilnya, sebuah jejaring pelaku muncul bahkan sebelum peluncuran resmi inisiatif dan ide visioner juga mulai bermunculan. Rasa memiliki inisiatif muncul dari tiga pihak yaitu industri dan pedagang kopi, asosiasi produsen, dan perwakilan LSM. Hal ini dapat terwujud dengan dukungan utama dari sekretariat berupa fasilitasi komunikasi, pengembangan konsensus, dan pengambilan keputusan efektif. Pendanaan pertemuan berasal dari swasta dan pemerintah. Keseimbangan pendanaan merupakan hal penting bagi proses pengembangan konsensus.
  • 22. 22 Tabel Perbaikan Keefektifan Kolaborasi pada Tahap Pertama Dimensi Aspek Percepatan Kolaborasi Kemanusiaan (humanity) Empati Pengembangan kemitraan antara beragam pemangku kepentingan kunci Pemahaman Bersama Para pencetus memahami masalah, dan kendala dari pemangku kepentingan kunci, memudahkan saling memahami Kecerdasan Bersama (Collective Intelligence) Dialog berkualitas Membangun resonansi bagi inisiatif melalui percakapan informal dalam beberapa konperensi terkait kopi. Dialog Terstruktur Pencetus memicu kelompok informal kecil berdiskusi tentang tujuan inisiatif Keterlibatan (engagement) Proses Berkualitas Membentuk kelompok inti pelaku visioner dan merancang keterlibatan bertahap dari lebih banyak pemangku kepentingan. Membentuk dukungan utama (backbone support) Pengelolaan Keterlibatan Pertemuan kelompok kecil pencetus dan pemangku kepentingan kunci berorientasi masa depan untuk membentuk kelompok inti inisiatif. Kemungkinan masa depan (Future Possibilities) Orientasi Masa Depan Mencermati beragam kemungkinan dan persyaratan pengembangannya Kejelasan Tujuan Iterasi pertama dari skenario masa depan oleh kelompok inti dan pemangku kepentingan lebih luas. Inovasi (innovation) Ketangkasan Menjadi lentur dalam rancangan proses dan pemanfaatan kesempatan yang timbul. Ketangkasan Perencanaan Kelompokinti dan pemangku kepentingan kuncimengembangkan strategi awal proyek yang mengacu target, jangka pendek, dan tidak kaku. Keutuhan (wholeness) Kontekstual Meneliti standar ceruk pasar sekarang dalam kaitan standar yang diusulkan. Kesesuaian Konteks Sekretariat menganalisis format dan keefektifan standar ceruk pasar. Diskusi pemikiran gabungan Kontribusi Fokus Dampak
  • 23. 23 Menjaga peluang dampak visioner tetap tinggi dari inisiatif terhadap keberlanjutan agenda, bahkan jika tidak terdapat peta jalan menuju tujuan yang tersedia saat ini. Kelompok inti memperkuat keterlibatan emosional dari pemangku kepentingan kunci dalam pembicaraan informal, dengan selalu mengacu pada peluang insiatif berdampak lebih besar Sumber: Kuenkel, 2011.  Tahap 2 : Pemantapan Inisiatif 4C sebagai Ekosistem Kolaborasi Tahap kedua dari inisiatif 4C diperuntukkan bagi perbaikan tujuan, memastikan sumberdaya, menciptakan struktur inisiatif, dan menyetujui rencana aksi. Setelah peluncuran resmi inisiatif, sebagian besar pemangku kepentingan telah merasa sebagai bagian dari inisiatif. Kelompok pemegang mandat dipilih untuk menjaga keseimbangan antara pelibatan kelompok kepentingan dan perwakilan resmi. Kelompok kepentingan dibutuhkan untuk mendorong proses dan kelompok perwakilan untuk kepentingan legitimasi. Layanan dan keahlian substansi dari sekretariat tidak hanya memastikan berlangsungnya pertemuan pengembangan konsensus, penyerasian pandangan, dan kehandalan proses tetapi juga membantu memunculkan visi dan termasuk keahlian yang diperlukan untuk menjelajahi seluruh kemungkinan solusi untuk mengarusutamakan tantangan pasar kopi. Hasilnya adalah kesepakatan rencana pelaksanaan, rencana alokasi dana kontribusi industri kopi, dan pembagian peran dari pemangku kepentingan. Kelompok Kerja Ahli memulai fokus pada aspek teknis dari standar. Tabel berikut menggambarkan keterkaitan rencana kegiatan dengan katalis kolaborasi dan dimensi the Collective Leadership Compass. Tabel Peningkatan Keefektifan Kolaborasi dalam Tahap 2 Dimensi Aspek Katalis Kolaborasi Keterlibatan (Engagement) Proses Berkualitas Pengembangan dan penyepakatan peta jalan pelaksanaan Pengelolaan Keterlibatan Sekretriat dan kelompok inti menyelenggarakan pertemuan besar melibatkan pemangku kepentingan kunci dan pemangku kepentingan lainnya untuk
  • 24. 24 Dimensi Aspek Katalis Kolaborasi menganalisis tantangan saat ini dan bersepakat tentang peta jalan tahun pertama. Keterhubungan Menciptakan struktur (perjanjian, membentuk organisasi dan kelompok kerja) yang memadai untuk memastikan kekompakan pemangku kepentingan kolaborasi Pengembangan Jejaring Sekretariat mengembangkan struktur seperti prosedur partisipasi dan kelompok kerja bertema isu terkait Aksi Bersama Memastikan semua pertemuan difokuskan pada hasil kesepaktan bersama Orientasi Hasil Sekretariat menyiapkan rencana aksi terbuka; hasil dari kelompok kerja dievaluasi oleh seluruh pemangku kepentingan kunci. Kecerdasan Bersama (Collective Intelligence) Dialog Berkualitas Merancang bentuk komunikasi yang menjamin pertemuan berkala pemangku kepentingan Dialog Terstruktur Kesepakatan peta jalan menunjukkan perkembangan inisiatif bertahap sesuai rangkaian pertemuan pemangku kepentingan. Keragaman Menjamin beragam pandangan terdengar, penghargaan terhadap keragaman kontribusi Inklusifitas Sekretariat menjamin memasilitasi dialog terstruktur yang mengumpulkan beragam pandangan yang berbeda. Kemanusiaan (humanity) Keseimbangan Menciptakan kesempatan bagi interaksi informal dan peserta saling mengenal satu sama lain sebagai masyarakat sepanjang pertemuan Keseimbangan Kekuatan Sekretariat merencanakan pertemuan informal pada saat pertemuan pemangku kepentingan yang membantu pelaku memahami perbedaan pandangan, kendala dan lainnya (misal kunjungan
  • 25. 25 Dimensi Aspek Katalis Kolaborasi lapangan ke kelompok sasaran atau perusahaan) Peluang Masa Depan (Future Possibilities) Orientasi Masa Depan Menggambarkan masa depan berbeda bersama seluruh pemangku kepentingan Kejelasan Tujuan Iterasi kedua dari skenario masa depan bersama seluruh pemangku kepentingan kunci Pemberdayaan Membentuk komite pengarah terdiri dari seluruh kelompok pemangku kepentingan yang berfungsi sebagai pengambil keputusan dalam proses pelaksanaan Mekanisme Tata Kelola Sekretariat mengatur prosedur untuk membentuk sebuah komite pengarah. Inovasi (Innovation) Kesempurnaan Mengundang ahli tentang isu standar keberlanjutan, sertifikasi, dan meningkatkan kapasitas petani Pengelolaan Pengetahuan Sekretariat dan kelompok inti mengundang ahli memberi masukan dalam pertemuan pemangku kepentingan. Seluruh pemangku kepentingan berdiskusi tentang pandangan dan urusan terkait. Keutuhan (Wholeness) Kontekstual Secara berkala menilai kembali analisis pemangku kepentingan dan keragaman pelaku Kesesuaian Konteks Kelompok inti dan sekretariat menyelengga- rakan analisis pemangku kepentingan dan konfliknya. Kontribusi Menjaga peluang dampak visioner tetap tinggi dari inisiatif terhadap keberlanjutan agenda, bahkan jika tidak terdapat peta jalan menuju tujuan yang tersedia saat ini. Fokus Dampak Kelompok inti memperkuat keterlibatan emosional dari pemangku kepentingan kunci dalam pembicaraan informal, dengan selalu mengacu pada peluang insiatif berdampak lebih besar Sumber: Kuenkel, 2011.
  • 26. 26  Tahap Ketiga : Pelaksanaan dan Evaluasi Tujuan Inisiatif 4C Tahap ketiga menekankan pengembangan standar dan penyepakatan aturan partisipasi bagi anggota baru. Pertemuan pemangku kepentingan tidak bebas konflik. Saling tidak percaya tidak pernah benar-benar hilang, namun pemangku kepentingan bertahan dalam kolaborasi dan bergerak menuju hasil nyata. Diskusi dalam forum beragam pemangku kepentingan seringkali berkelindan antara proses perundingan politis dan komunikasi pragmatis tentang kelayakan kandungan isu tertentu. Tetapi setiap kali aspek politis mengemuka, para pelaku memokuskan kembali pada aspek praktis. Peluang mempengaruhi pasar kopi global membantu forum untuk mencapai hasil meskipun demikian besarnya rasa tidak saling percaya satu sama lain. Cara pandang yang kaku berubah berkat terpapar cara pandang lainnya, melalui pertemuan pribadi. Peserta bergerak dari sekedar perwakilan organisasi, dan kualitas kerjasama menjadi lebih baik. Hal ini terwujud dalam hasil nyata. Terkadang konflik disebabkan oleh dominasi segelintir orang, kadang disebabkan kekuatan sekelompok pemangku kepentingan yang membahayakan proses pengembangan konsensus. Kadang juga sekelompok besar pemangku kepentingan mengancam keluar dari proses kolaborasi. Namun setelah 2 (dua) tahun proses kolaborasi berjalan, ekosistem kolaborasi telah menyatu. Keinginan bersama telah menguat untuk mencegah perpecahan. Untuk mencegah timbulnya konflik, sekretariat menyiapkan informasi selengkap mungkin, mengundang ahli terkait isu tertentu dan memasilitasi proses pengambilan keputusan. Pada tahap awal, setiap peluang konflik memperdalam perbedaan antara pemangku kepentingan yang berbeda, tetapi dengan berjalannya waktu seluruh pelaku memperoleh kemampuan berhadapan dengan konflik secara rasional dan terhormat. Membangun saling percaya antara peserta yang tidak yakin dan pesimis menjadi kunci keberhasilan. Setelah 2 (dua) tahun, tata cara (code of conduct) produksi kopi hijau telah disepakati, dan inisiatif kolaborasi mulai berfokus pada diseminasi standar dan melibatkan komunitas lebih luas. Hal ini menjadi titik kritis, sementara pemangku kepentingan baru perlu dilibatkan, rasa memiliki terhadap visi jangka panjang diperlukan agar berakar diantara lebih banyak pemangku kepentingan dan diperlukan cara inovatif agar produsen melaksanakan proses produksi ramah lingkungan. Jejaring pelaku yang terlibat memasilitasi pelaksanaannya. Dikarenakan strategi jejaring yang terbuka dan terpercaya, hasil kolaborasi dapat dilaksanakan oleh banyak pelaku yang terlibat.
  • 27. 27  Tahap Keempat : Pelembagaan Ekosistem Kolaborasi Tahap keempat dimulai ketika pemangku kepentingan menyepakati untuk membentuk sebuah LSM untuk menyiapkan struktur formal inisiatif masa depan. Keanggotaan organisasi global ini – Asosiasi 4C – diperuntukkan bagi keberlanjutan pelaksanaan bidang perkopian, terdiri dari pengusaha besar sampai petani kopi skala kecil termasuk pendukungnya. Rancangan proses transformasi dan dialog menarik banyak pihak mengikuti standar ekonomi, sosial dan lingkungan. Pembentukan keanggotaan organisasi menjadi langkah berikutnya. Pada awal inisiatif 4C, tidak seorang pun berpikir kemungkinan membentuk organisasi seperti ini. Idenya berkembang sejalan dengan perenungan terus menerus. Inisiatif mulai berfokus pada hasil yang terukur, seperti jumlah perdagangan kopi yang mengikuti aturan. Hal ini menarik anggota baru yang secara bertahap mempertimbangkan konsep berkelanjutan lebih sesuai dengan bisnisnya. Tidak semua langkah berjalan mulus. Meskipun inisiatif tetap menarik minat anggota baru, tetapi selalu terdapat peserta yang merasa tidak memperoleh manfaat. Menyampaikan pesan asosiasi 4C ke sebanyak mungkin pelaku dalam komunitas kopi, sampai petani kopi, ternyata menghabiskan sumberdaya yang jauh lebih banyak dari perkiraan. Ternyata sulit mengetahui perbedaan kritik dari pihak yang ingin belajar maupun pesaing. Tetapi konsultasi dan dialog intensif memperoleh hasil semakin banyak organisasi dan perorangan seluruh dunia bergabung dalam inisiatif. Beberapa tahun kemudian, menjadi makin jelas bahwa terdapat kegiatan sejenis secara bersamaan pada skala global, sebagian melengkapi sebagian lagi berseberangan dengan kegiatan asosiasi 4C. Asosiasi 4C dan the Global Coffee Program ternyata mempunyai banyak anggota yang sama. Untuk mencegah ketidakefektifan dan pengulangan upaya, disarankan berkolaborasi. Hal ini memberi jalan penggabungan kedua tujuan organisasi kedalam sistem transformasi lebih besar yang akan mempercepat dampak global.  Contoh Lokal : Forum Air Nebhana (the Nebhana Water Forum) Tunisia menghadapi masalah kelangkaan air yang cukup parah. Sementara pertumbuhan penduduk disertai dampak perubahan iklim telah menambah kebutuhan air yang nyata. Pemerintah Tunisia sedang menyusun strategi nasional Integrated Water Resource Managemet (IWRM)/Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu yang bertujuan memperbaiki pengelolaan air tanpa mengabaikan keberlanjutan ekosistem. Pelaksanaan strategi ini membutuhkan gabungan inovasi dan kemampuan teknis melalui pendekatan partisipasi pemangku kepentingan dan peningkatan kapasitas.
  • 28. 28 Sampai tahun 2015, beragam pelaku tidak memberi perhatian terhadap kelangkaan air di Provinsi Kairouan. Pelanggaran seperti sumur ilegal, atau pencurian air menjadi kebiasaan tanpa tindakan hukum. Asosiasi Petani pun mengajukan keluhan tentang keterbatasan air. The Collective Leadership Institute memperoleh tugas sebagai pendukung utama bagi pelaku lokal mengembangkan strategi pengelolaan air dan meningkatkan kesejahteraan penduduk. Bentuknya adalah memasilitasi proses kolaborasi antara beragam pemangku kepentingan untuk mengembangkan skema dialog bertema pengelolaan air terpadu di kawasan uji coba. Upaya ini menjadi prototipe yang dapat diperluas pada tingkat nasional. Pada tahun 2016, setelah 1,5 tahun proses pelibatan beragam pemangku kepentingan, forum air pertama kali berfungsi. Sekitar 300 pemangku kepentingan, termasuk petani, asosiasi petani, instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, dan LSM, turut berpartisipasi. Proses pelibatan yang intensif juga mencakup serangkaian pertemuan kecil dengan beragam kelompok dan bertujuan merubah pola interaksi yang tidak optimal antara petani, pemerintah, masyarakat dan LSM. Setelah proses ini, diharapkan krisis air tertangani dan para pemangku kepentingan bekerja bersama. Kebuntuan antara pemerintah dan petani dapat dicairkan dan bergeser menuju pengelolaan sumberdaya air berorientasi masa depan. Walaupun secara resmi pemerintah telah mendorong proses tata kelola partisipatif, namun masih dibutuhkan waktu untuk penyesuaian. Para pegawai pemerintah masih takut kehilangan kekuasaan, sementara petani dan masyarakat belum sepenuhnya mempercayai pemerintah. Pada kondisi serumit ini, ide mengumpulkan pemangku kepentingan yang berkonflik untuk menemukan solusi masalah kelangkaan air dipenuhi kerumitan, tantangan, dan karakteristik paradox dari ketidakstabilan sistem sosial. Setelah 1.5 tahun, dengan dukungan utama, ketidakberfungsian pola interaksi dapat diselesaikan. Petani mulai berkeinginan bergabung dalam upaya penyelesaian masalah dengan menyarankan penandatanganan kesepakatan pengelolaan sumberdaya air. Secara bertahap kolaborasi berkembang dengan pemerintah, kelompok kerja mulai membahas isu seperti irigasi, air minum, dan distribusi air. Proses bukan mengenai menggerakkan petani melawan pemerintah, tetapi pendekatan bertahap untuk membangun rasa percaya petani dan kemampuan pemerintah untuk berbagi peran merancang masa depan. Akhirnya forum dialog terbentuk, semua pihak terlibat bahkan dalam proses persiapannya. Ini merupakan proses bawah-atas yang rumit yang terhubung dengan dukungan dan ijin dari pelaku proses atas-bawah. Pendekatan utama adalah menciptakan pola terpisah terlebih dahulu berupa interaksi diantara sesame petani dan diantara sesama pemerintah secara terpisah. Tahap berikutnya baruah kedua kelompok bergabung membentuk pola interaksi yang baru. Tujuannya adalah membentuk forum air sebagai tata kelola beragam pemangku
  • 29. 29 kepentingan yang bertahan lama dalam memperkuat pemangku kepentingan untuk melaksanakan bersama pengelolaan air terpadu, dan lebih berkelanjutan. Sebelum forum terbentuk, kolaborasi beragam pemangku kepentingan melalui dua tahap yaitu tahap pelibatan dan tahap pengembangan. Bagian berikut menjelaskan tahapan dimaksud dengan mengungkapkan elemen kritis kolaborasi yang memungkinkan pemangku kepentingan mengawal pola interaksi, mengurangi ketidakpercayaan, dan menuju kolaborasi dan konsultasi terstruktur. The Collective Leadership Compass dimanfaatkan sebagai perangkat diagnosa, perencanaan, dan refleksi oleh tim pendukung utama.  Tahap Pertama : Pelibatan Pemangku Kepentingan dalam Kolaborasi Air Tahap Pertama berfokus pada pemahaman kebutuhan, pandangan, dan kepedulian beragam pemangku kepentingan. Di lain pihak, keempatan ini dapat dimanfaatkn oleh pendukung utama untuk memahami kerumitan situasi dan perbedaan pandangan pemangku kepentingan selin juga memungkinkan pemangku kepentingan mengungkapkan pandangan tentang gambaran krisis. Pemangku kepentingan utama adalah pemerintah daerh dan pengguna air. Kepentingan petani beragam didasari oleh perbedaan luasan lahan, ketersediaan air, jenis produk, dan lainnya. Pendukung utama membutuhkan waktu khusus untuk sekedar mendengarkan tanpa menawarkan solusi. Dibutuhkan penyadaran awal tentang keberagaman kondisi dan pandangan diantara para petani. Secara bertahap, mulai dilakukan pergeseran dari sekedar mendengarkan menjadi dialog paralel antara para petani dan antara pegawai pemerintah. Peningkatan kapasitas pendekatan kolaborasi beragam pemangku kepentingan dilakukan terhadap pegawai pemerintah untuk menjamin keberlanjutan pendekatan ini. Pemerintah dan petani tidak bisa langsung menghadiri pertemuan bersama karena belum timbulnya rasa saling percaya. Petani melihat dirinya sebagai korban, sementara pemerintah menuduh petani sebagai pelanggar aturan. Setelah 6 (enam) bulan pengguna air mulai menyadari pentingnya berubah sikap dan bergabung dalam inisiatif, serta mengakui pentingnya kolaborasi dan dialog. Pegawai pemerintah mulai menyadari bahwa sekedar menerapkan aturan, dan prosedur baku tidak menghasilkan solusi. Seluruh pemangku kepentingan mulai menyadari kegagalan interaksi. Upaya memberi perhatian penuh pada pemahaman urusan, akhirnya berujung pada situasi para pihak mulai melihat situasi yang sama dengan cara baru dan berbeda. Di sini titik awal mulainya pembahasan bersama. Dukungan utama yang terus berlanjut, akhirnya pengguna air membentuk jejaring 100 orang, mewakili 400 petani. Selanjutnya 40 petani ditunjuk mewakili kelompoknya berdiskusi dengan pegawai pemerintah. Keberadaan jejaring pengguna air yang baru ini menjadi salah satu faktor kunci keberhasilan. Untuk pertma kali, pengguna air
  • 30. 30 menghadiri diskusi dengan pegawai pemerintah sebagai satu kelompok bersatu. Hal ini mendorong pihak yang meragukan dari pihak pemerintah untuk segera bertindak. Walaupun pada awalnya memicu ketakutan kehilangan kendali di pihak pemerintah. Hal ini dapat terhindarkan melalui rancangan peningkatan kapasitas terkait pendektan dialogis bagi perwakilan petani dan pemerintah. Lingkaran setan terpecahkan melalui penciptaan peluang pertukaran informal yang merintis jalan pertemuan formal.  Tahap Kedua : Penetapan Sebuah Ekosistem Kolaborasi Air Tahap kedua berfokus pada pengambilan keputusan bersama. Forum diskusi kecil lintas pemangku kepentingan dibentuk. Secara bertahap, tingkat kepercayaan meningkat, pelaku mulai saling mendengarkan dan tahap kolaborasi dimulai. Petani menyarankan pengembangan piagam kesepakatan yang berisikan panduan bagi seluruh pemangku kepentingan dan akan menjadi kesepakatan kerangka acuan bagi pengelolaan sumberdaya air terpadu. Pemerintah mendorong pembentukan kelompok kerja tematik. Pertemuan resmi mulai berkembang dan menghasilkan rancangan piagam kesepakatan dan rekomendasi dari kelompok Kerja tematik. Pada tahun 2016, Forum Air diluncurkan dan hasil Kelompok Kerja disampaikan kepada masyarakat. Termasuk kesepakatan pengelolaan air terpadu, baik jangka pendek maupun jangka menengah. Termasuk isu pengurangan kawasan irigasi,
  • 31. 31 komitmen penanaman produk berkonsumsi rendah air, dan insentif keuangan bagi petani yang menggunakan teknik irigasi hemat air. Piagam kesepakatan yang dirancang bersama diresmikan melalui penandatanganan kesepakatan didepan masyarakat. Sebuah Komite Koordinasi terdiri dari perwakilan pemangku kepentingan ditetapkan, dan menerima mandat untuk meneruskan kolaborasi dan memantau hasilnya. Pembelajaran utama dari proses ini bahwa meningkatkan kapasitas kelompok marjinal seperti petani pengguna air kemudian berbuah munculnya usulan yang berkualitas. Bahkan ketika seharusnya urusan air banyak menyangkut aspek teknis. Akhirnya, tanggapan pegawai pemerintah menjadi sangat baik ketika usulan petani berkualitas.