SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  23
Télécharger pour lire hors ligne
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR P.37/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2019
TENTANG
PERHUTANAN SOSIAL PADA EKOSISTEM GAMBUT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71
Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Ekosistem Gambut sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun
2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem
Gambut, diatur pemanfaatan ekosistem gambut dapat
dilakukan pada ekosistem gambut dengan fungsi lindung
dan fungsi budidaya yang dilakukan dengan menjaga
fungsi hidrologis gambut;
b. bahwa untuk mengurangi kemiskinan, pengangguran
dan ketimpangan pengelolaan/pemanfaatan kawasan
hutan, masyarakat diberi akses legal untuk dapat
mengelola/memanfaatkan hutan dalam bentuk
perhutanan sosial sebagaimana telah diatur dalam
- 2 -
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016
tentang Perhutanan Sosial, perlu diatur secara khusus
mengenai perhutanan sosial pada ekosistem gambut;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
tentang Perhutanan Sosial pada Ekosistem Gambut;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3419);
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
- 3 -
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan,
serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4696) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3
Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan
dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta
Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4818);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 209, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5580) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2016
tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 71
Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Ekosistem Gambut (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 260, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5957);
7. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 17);
8. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor P.18/MENLHK-II/2015 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 713);
- 4 -
9. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang
Perhutanan Sosial (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 1663);
10. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor P.16/MENLHK/SETJEN/ KUM.1/2/2017 tentang
Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi Ekosistem Gambut
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 338);
11. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor P.10/MENLHK/SETJEN/ KUM.1/3/2019 tentang
Penentuan, Penetapan dan Pengelolaan Puncak Kubah
Gambut Berbasis Kesatuan Hidrologis Gambut (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 359);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN
KEHUTANAN TENTANG PERHUTANAN SOSIAL PADA
EKOSISTEM GAMBUT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan
lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara,
hutan hak atau hutan adat yang dilaksanakan oleh
masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat
sebagai pelaku utama untuk meningkatkan
kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan
dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa,
Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan
Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan Kehutanan.
- 5 -
2. Gambut adalah material organik yang terbentuk secara
alami dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak
sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter
atau lebih dan terakumulasi pada rawa.
3. Ekosistem Gambut adalah tatanan unsur Gambut yang
merupakan satu kesatuan utuh menyeluruh yang saling
mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan,
stabilitas dan produktivitasnya.
4. Hutan Desa yang selanjutnya disingkat HD adalah
hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan
untuk kesejahteraan desa.
5. Hutan Kemasyarakatan yang selanjutnya disingkat
dengan HKm adalah hutan negara yang pemanfaatan
utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat.
6. Hak Pengelolaan Hutan Desa yang selanjutnya disingkat
HPHD adalah hak pengelolaan pada kawasan hutan
lindung atau hutan produksi yang diberikan kepada
lembaga desa.
7. Izin Usaha Pemanfaatan HKm yang selanjutnya disingkat
IUPHKm adalah izin usaha yang diberikan kepada
kelompok atau gabungan kelompok masyarakat
setempat untuk memanfaatkan hutan pada kawasan
hutan lindung dan atau kawasan hutan produksi.
8. Kemitraan Kehutanan adalah kerja sama antara
masyarakat setempat dengan pengelola hutan, pemegang
izin usaha pemanfaatan hutan/jasa hutan, izin pinjam
pakai kawasan hutan atau pemegang izin usaha industri
primer hasil hutan.
9. Hutan Adat adalah hutan yang berada di dalam wilayah
masyarakat hukum adat.
10. Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem
Gambut yang selanjutnya disingkat RPPEG adalah
dokumen tertulis dalam perode tertentu yang memuat
upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk
melestarikan fungsi ekosistem gambut dan mencegah
terjadinya kerusakan ekosistem gambut yang meliputi
- 6 -
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan dan penegakan hukum.
11. Kesatuan Hidrologis Gambut yang selanjutnya disingkat
KHG adalah Ekosistem Gambut yang letaknya di antara
2 (dua) sungai, di antara sungai dan laut dan/atau pada
rawa.
12. Fungsi Lindung Ekosistem Gambut adalah tatanan
unsur Gambut yang memiliki karakteristik tertentu yang
mempunyai fungsi utama dalam perlindungan dan
keseimbangan tata air, penyimpan cadangan karbon,
dan pelestarian keanekaragaman hayati untuk dapat
melestarikan fungsi Ekosistem Gambut.
13. Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut adalah tatanan
unsur gambut yang memiliki karakteristik tertentu yang
mempunyai fungsi dalam menunjang produktivitas
Ekosistem Gambut melalui kegiatan budidaya sesuai
dengan daya dukungnya untuk dapat melestarikan
fungsi Ekosistem Gambut.
14. Kubah Gambut adalah areal KHG yang mempunyai
topografi yang lebih tinggi dari wilayah sekitarnya,
sehingga secara alami mempunyai kemampuan
menyerap dan menyimpan air lebih banyak, serta
menyuplai air pada wilayah sekitarnya.
15. Puncak Kubah Gambut adalah areal pada kubah
Gambut yang mempunyai topografi paling tinggi dari
wilayah sekitarnya yang penentuannya berbasis neraca
air dengan memperhatikan prinsip keseimbangan air
(water balance).
16. Kesatuan Pengelolaan Hutan selanjutnya disingkat KPH
adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok
dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien
dan lestari.
17. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang lingkungan hidup dan
kehutanan.
- 7 -
18. Direktur Jenderal adalah Pejabat Eselon I yang
membidangi Perhutanan Sosial dan Kemitraan
Lingkungan.
Pasal 2
(1) Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai pedoman
bagi masyarakat dalam melakukan Perhutanan Sosial
pada Ekosistem Gambut.
(2) Peraturan Menteri ini bertujuan untuk meningkatkan
kelestarian Ekosistem Gambut dan kesejahteraan
masyarakat di sekitar Ekosistem Gambut.
Pasal 3
(1) Perhutanan Sosial pada Ekosistem Gambut
dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip:
a. keadilan;
b. keberlanjutan;
c. kepastian hukum;
d. kehati-hatian;
e. partisipatif; dan
f. bertanggung gugat.
(2) Untuk menjalankan prinsip sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Perhutanan Sosial pada Ekosistem Gambut
dilaksanakan sesuai dengan fungsi Ekosistem Gambut
dan dengan tetap menjaga fungsi hidrologis gambut
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
BAB II
PEMANFAATAN EKOSISTEM GAMBUT
UNTUK PERHUTANAN SOSIAL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
(1) Perhutanan Sosial pada Ekosistem Gambut dilakukan
melalui kegiatan pemanfaatan Ekosistem Gambut.
- 8 -
(2) Pemanfaatan Ekosistem Gambut untuk Perhutanan
Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
pada:
a. Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung; dan
b. Ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya.
Pasal 5
(1) Pemanfaatan Ekosistem Gambut untuk Perhutanan
Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 didasarkan
pada:
a. peta fungsi Ekosistem Gambut Nasional, peta
hidro-topografi kawasan hidrologis gambut
skala 1:50.000, peta indikatif penghentian
pemberian izin baru; dan
b. RPPEG.
(2) Dalam hal RPPEG sebagimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b belum tersedia Perhutanan Sosial dilaksanakan
berdasarkan:
a. Peta Fungsi Ekosistem Gambut dengan skala paling
kecil 1:250.000 yang terkoreksi;
b. Peta Penetapan Puncak Kubah Gambut;
c. Peta hidro-topografi dengan skala paling kecil
1: 250.000; dan
d. Peta indikatif penghentian pemberian izin baru.
(3) Tata cara penyusunan RPPEG sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 6
(1) Pemanfaatan Ekosistem Gambut untuk Perhutanan
Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi:
a. HPHD;
b. IUPHKm;
c. Kemitraan Kehutanan; dan
d. Hutan Adat.
- 9 -
(2) Pemanfaatan Ekosistem Gambut untuk Perhutanan
Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan kewajiban menjaga fungsi hidrologis gambut.
(3) Pemanfaatan Ekosistem Gambut untuk Perhutanan
Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan izin Perhutanan Sosial Pada Ekosistem
Gambut yang diberikan oleh Menteri.
(4) Tata cara permohonan izin Perhutanan Sosial Pada
Ekosistem Gambut dilakukan sesuai Peraturan Menteri
yang mengatur mengenai Perhutanan Sosial.
Bagian Kedua
Hak Pengelolaan Hutan Desa
Pada Ekosistem Gambut
Pasal 7
(1) Pemanfaatan Ekosistem Gambut untuk HPHD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a
dapat dilakukan pada:
a. Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut; dan
b. Fungsi Lindung Ekosistem Gambut.
(2) HPHD pada Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut dan
Fungsi Lindung Ekosistem Gambut sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada hutan
produksi dan/atau hutan lindung.
Pasal 8
(1) HPHD pada hutan produksi dengan Fungsi Budidaya
Ekosistem Gambut dapat dimanfaatkan untuk kegiatan:
a. pemanfaatan kawasan;
b. pemanfaatan jasa lingkungan; dan/atau
c. pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan
bukan kayu.
- 10 -
(2) Kegiatan pemanfaatan HPHD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan lebih dari 1 (satu)
pemanfaatan.
Pasal 9
(1) HPHD pada hutan produksi dan/atau hutan lindung
dengan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan:
a. pemanfaatan kawasan;
b. pemanfataan jasa lingkungan;
c. pemanfaatan tanaman kehidupan untuk kebutuhan
pangan dengan varietas yang adaptif dengan Fungsi
Lindung Ekosistem Gambut; dan/atau
d. pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan
bukan kayu.
(2) Kegiatan pemanfaatan HPHD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan lebih dari 1 (satu)
pemanfaatan.
Pasal 10
(1) HPHD untuk kegiatan pemanfaatan kawasan dengan
Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a dapat berupa:
a. budidaya tanaman obat;
b. budidaya tanaman hias;
c. budidaya jamur;
d. budidaya lebah;
e. budidaya hijauan makanan ternak;
f. budidaya sarang burung wallet; dan/atau
g. budidaya ikan dalam beje, kolam, karamba,
dan/atau pemanfaatan sekat kanal.
(2) Pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:
a. sesuai RPPEG;
b. tidak mengurangi, mengubah atau menghilangkan
fungsi utamanya;
- 11 -
c. pengolahan tanah terbatas;
d. tidak menimbulkan dampak negatif terhadap biofisik
dan sosial ekonomi;
e. tidak menggunakan peralatan mekanis dan alat
berat;
f. tidak membangun sarana dan prasarana yang
mengubah bentang alam; dan
g. menerapkan pola tanam campur wanatani
(agroforestry) dan/atau wana-mina-tani
(agrosilvofishery).
Pasal 11
(1) HPHD untuk kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan
dengan Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b
dapat berupa:
a. pemanfaatan jasa aliran air;
b. pemanfaatan air;
c. penjagaan dan pemeliharaan ketersediaan air di
lahan Ekosistem Gambut;
d. wisata alam;
e. perlindungan keanekaragaman hayati;
f. penyelamatan dan perlindungan lingkungan;
dan/atau
g. penyerapan dan/atau penyimpanan karbon.
(2) Pemanfaatan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:
a. dalam rangka restorasi dan perlindungan
Ekosistem Gambut;
b. tidak mengurangi, mengubah, atau menghilangkan
fungsi utamanya;
c. tidak mengubah bentang alam;
d. tidak merusak keseimbangan unsur-unsur
lingkungan; dan
e. tidak menggunakan peralatan mekanis dan
alat berat.
- 12 -
Pasal 12
(1) HPHD untuk kegiatan pemanfaatan atau pemungutan
hasil hutan bukan kayu dengan Fungsi Budidaya
Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (1) huruf d dapat berupa:
a. rotan, sagu, nipah, bambu; dan
b. getah, kulit kayu, daun, buah atau biji, gaharu.
(2) Pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
kegiatan penanaman, pemeliharaan, pemanenan,
pengamanan, dan pemasaran hasil.
(3) Pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
dengan memperhatikan kepentingan restorasi dan
perlindungan Ekosistem Gambut.
Pasal 13
(1) HPHD untuk kegiatan pemungutan hasil hutan bukan
kayu dengan Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf d
dapat berupa pemungutan rotan, madu, getah, buah
atau biji, daun, gaharu, kulit kayu, tanaman obat, dan
umbi-umbian.
(2) Pemungutan hasil hutan bukan kayu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan daya
dukung Ekosistem Gambut dan daya tampung untuk
setiap kepala keluarga serta memperhatikan kepentingan
restorasi Ekosistem Gambut.
Pasal 14
(1) HPHD untuk kegiatan pemanfaatan kawasan pada hutan
produksi dan/atau hutan lindung dengan Fungsi
Lindung Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a berupa:
- 13 -
a. budidaya tanaman obat;
b. budidaya tanaman hias;
c. budidaya jamur;
d. budidaya lebah;
e. budidaya hijauan makanan ternak;
f. budidaya sarang burung wallet; dan/atau
g. budidaya ikan dalam beje, kolam, karamba,
dan/atau pemanfaatan sekat kanal.
(2) HPHD untuk kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan
pada hutan produksi dan/atau hutan lindung dengan
Fungsi Lindung Ekosistem Gambut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b, berupa
kegiatan wisata terbatas, perdagangan karbon,
penelitian, pendidikan dan kegiatan ilmu pengetahuan.
(3) HPHD untuk kegiatan pemanfaatan tanaman kehidupan
pada hutan produksi dan/atau hutan lindung dengan
Fungsi Lindung Ekosistem Gambut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c berupa:
a. tanaman hutan berkayu yang adaptif dengan Fungsi
Lindung Ekosistem Gambut;
b. tanaman budidaya tahunan yang berkayu dan
adaptif dengan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut;
dan/atau
c. tanaman jenis lainnya untuk pangan yang adaptif
dengan fungsi lindung Ekosistem Gambut.
Bagian Ketiga
Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan
pada Ekosistem Gambut
Pasal 15
(1) Pemanfaatan Ekosistem Gambut untuk IUPHKm
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b
dapat dilakukan pada:
a. Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut; dan
b. Fungsi Lindung Ekosistem Gambut.
- 14 -
(2) IUPHKm pada Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut dan
Fungsi Lindung Ekosistem Gambut sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada hutan
produksi dan/atau hutan lindung.
Pasal 16
(1) IUPHKm pada hutan produksi dengan Fungsi Budidaya
Ekosistem Gambut dapat dimanfaatkan untuk kegiatan:
a. pemanfaatan kawasan;
b. pemanfaatan jasa lingkungan; dan/atau
c. pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan
bukan kayu.
(2) Kegiatan pemanfaatan IUPHKm sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan lebih dari 1 (satu)
pemanfaatan.
Pasal 17
(1) IUPHKm pada hutan produksi dan/atau hutan lindung
dengan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan:
a. pemanfaatan kawasan;
b. pemanfaatan jasa lingkungan;
c. pemanfaatan tanaman kehidupan untuk kebutuhan
pangan dengan varietas yang adaptif dengan Fungsi
Lindung Ekosistem Gambut; dan/atau
d. pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan
bukan kayu.
(2) Kegiatan pemanfaatan IUPHKm sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan lebih dari 1
(satu) pemanfaatan.
Pasal 18
Jenis pemanfaatan pada HPHD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 sampai dengan Pasal 15 berlaku secara mutatis
mutandis terhadap jenis pada pemanfaatan IUPHKm.
- 15 -
Bagian Keempat
Kemitraan Kehutanan pada Ekosistem Gambut
Pasal 19
(1) Pemanfaatan Ekosistem Gambut untuk Kemitraan
Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1) huruf c dapat dilakukan pada:
a. Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut; dan
b. Fungsi Lindung Ekosistem Gambut.
(2) Kemitraan Kehutanan pada Fungsi Budidaya Ekosistem
Gambut dan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
pada hutan produksi, hutan lindung dan/atau
hutan konservasi.
Pasal 20
(1) Kemitraan Kehutanan pada hutan produksi dengan
Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut dimanfaatkan
untuk kegiatan:
a. pemanfaatan kawasan;
b. pemanfaatan jasa lingkungan; dan/atau
c. pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan
bukan kayu.
(2) Kemitraan Kehutanan pada hutan produksi, hutan
lindung dan/atau hutan konservasi dengan Fungsi
Lindung Ekosistem Gambut dapat dimanfaatkan untuk
kegiatan:
a. pemanfaatan kawasan;
b. pemanfaatan jasa lingkungan;
c. tanaman kehidupan untuk kebutuhan pangan
dengan varietas yang adaptif dengan Fungsi Lindung
Ekosistem Gambut; dan/atau
d. pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan
bukan kayu.
- 16 -
(3) Kegiatan pemanfaatan Kemitraan Kehutanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat
dilakukan lebih dari 1 (satu) pemanfaatan.
Pasal 21
Jenis pemanfaatan pada HPHD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 sampai dengan Pasal 15 berlaku secara mutatis
mutandis terhadap jenis pada pemanfaatan Kemitraan
Kehutanan.
Pasal 22
(1) Kemitraan Kehutanan pada Ekosistem Gambut
dilaksanakan berdasarkan Naskah Kesepakatan
Kerjasama antara Pengelola Hutan atau Pemegang Izin
Kehutanan dengan masyarakat calon mitra.
(2) Naskah Kesepakatan Kerjasama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditandatangani setelah mendapat
persetujuan Menteri.
(3) Dalam hal areal Kemitraan Kehutanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berupa areal bekas terbakar,
pemberian persetujuan Naskah Kesepakatan Kerjasama
oleh Menteri hanya dapat diberikan apabila Pengelola
Hutan atau Pemegang Izin Kehutanan telah
mendapatkan persetujuan Rencana Pemulihan
Ekosistem Gambut.
(4) Pemanfaatan areal Kemitraan Kehutanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) antara Pemegang Izin Kehutanan
dengan masyarakat calon mitra hanya dapat
dilaksanakan apabila Pemegang Izin Kehutanan telah
mendapatkan persetujuan revisi Rencana Kerja Usaha
(RKU) yang menyesuaikan kebijakan perlindungan
Ekosistem Gambut.
- 17 -
Pasal 23
(1) Naskah Kesepakatan Kerjasama Kemitraan Kehutanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) paling
sedikit memuat:
a. latar belakang;
b. identitas para pihak yang bermitra;
c. lokasi kegiatan dan petanya;
d. rencana kegiatan kemitraan;
e. obyek kegiatan;
f. biaya kegiatan;
g. hak dan kewajiban para pihak;
h. jangka waktu kemitraan;
i. bagi hasil dari keuntungan bersih atas penjualan
hasil budidaya;
j. penyelesaian perselisihan; dan
k. sanksi pelanggaran.
(2) Bagi hasil dari keuntungan bersih atas penjualan hasil
budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i
dilakukan dengan ketentuan untuk:
a. tanaman pokok hutan 30% (tiga puluh perseratus)
untuk KPH dan 70% (tujuh puluh perseratus) untuk
pemegang Kemitraan Kehutanan;
b. budidaya tanaman multi guna/Multi Purpose Trees
Species (MPTS) 20% (dua puluh perseratus) untuk
KPH dan 80% (delapan puluh perseratus) untuk
pemegang Kemitraan Kehutanan;
c. budidaya tanaman semusim dan ternak 10%
(sepuluh perseratus) untuk KPH dan 90% (sembilan
puluh perseratus) untuk pemegang Kemitraan
Kehutanan;
d. budidaya ikan/silvofishery/tambak 30% (tiga puluh
perseratus) untuk KPH dan 70% (tujuh puluh
perseratus) untuk pemegang Kemitraan Kehutanan;
dan
e. usaha jasa lingkungan 10% (sepuluh perseratus)
untuk KPH dan 90% (sembilan puluh perseratus)
untuk pemegang Kemitraan Kehutanan.
- 18 -
Bagian Kelima
Pemanfaatan Hutan Adat Pada Ekosistem Gambut
Pasal 24
(1) Pemanfaatan Ekosistem Gambut untuk Hutan Adat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf d
dapat dilakukan pada Ekosistem Gambut dengan:
a. Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut; dan
b. Fungsi Lindung Ekosistem Gambut.
(2) Pemanfaatan Hutan Adat pada Fungsi Budidaya
Ekosistem Gambut dan Fungsi Lindung Ekosistem
Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan pada hutan produksi, hutan lindung dan/atau
hutan konservasi.
Pasal 25
(1) Pemanfaatan Hutan Adat pada hutan produksi dengan
Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut dapat dimanfaatkan
untuk kegiatan:
a. pemanfaatan kawasan;
b. pemanfaatan jasa lingkungan;
c. pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan
kayu; dan/atau
d. pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan
bukan kayu.
(2) Pemanfaatan Hutan Adat pada hutan produksi, hutan
lindung, dan/atau hutan konservasi dengan Fungsi
Lindung Ekosistem Gambut dapat dimanfaatkan untuk
kegiatan:
a. pemanfaatan kawasan;
b. pemanfaatan jasa lingkungan;
c. tanaman kehidupan untuk kebutuhan pangan
dengan varietas yang adaptif dengan Fungsi
Lindung Ekosistem Gambut; dan/atau
d. pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan
bukan kayu.
- 19 -
(3) Kegiatan pemanfaatan Hutan Adat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan
lebih dari 1 (satu) pemanfaatan dan sesuai kearifan
lokal.
Pasal 26
Jenis pemanfaatan pada HPHD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 sampai dengan Pasal 15 berlaku secara mutatis
mutandis terhadap jenis pada pemanfaatan Hutan Adat.
Pasal 27
Dalam pemanfaatan Ekosistem Gambut untuk Perhutanan
Sosial setiap orang dilarang:
a. membuka lahan baru dengan cara land clearing atau
clear cutting (tebang habis);
b. membuat kanal pada bentang lahan ekosistem gambut;
c. membuat saluran drainase yang mengakibatkan Gambut
menjadi kering;
d. membakar lahan Gambut dan/atau melakukan
pembiaran terjadinya pembakaran; dan/atau
e. melakukan kegiatan lain yang mengakibatkan
terlampauinya kriteria baku kerusakan
Ekosistem Gambut.
Pasal 28
(1) Dalam hal izin pemanfaatan atau hak pengelolaan
Perhutanan Sosial pada Ekosistem Gambut terdapat
Puncak Kubah Gambut, pemegang izin pemanfaatan
atau hak pengelolaan Perhutanan Sosial wajib
menetapkan Puncak Kubah Gambut sebagai areal
Fungsi Lindung Ekosistem Gambut dalam
rencana pengelolaan.
(2) Dalam hal Puncak Kubah Gambut sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) rusak, wajib dilakukan
pemulihan.
- 20 -
(3) Pengelolaan dan pemulihan Puncak Kubah Gambut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB III
PEMULIHAN FUNGSI EKOSISTEM GAMBUT
Pasal 29
(1) Ekosistem Gambut dengan Fungsi Lindung dan Fungsi
Budidaya mengalami kerusakan wajib dilakukan
Pemulihan Ekosistem Gambut.
(2) Kerusakan Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), apabila memenuhi kriteria sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(3) Pemulihan Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), memenuhi kriteria sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 30
(1) Pemulihan fungsi Ekosistem Gambut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 dilaksanakan oleh:
a. Menteri untuk kawasan hutan konservasi yang tidak
dibebani izin usaha dan/atau kegiatan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Pemerintah Daerah Provinsi atau Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya untuk:
1. kawasan hutan lindung yang tidak dibebani izin
usaha dan/atau kegiatan;
2. kawasan hutan produksi yang tidak dibebani
izin usaha dan/atau kegiatan;
3. taman hutan raya yang tidak dibebani izin
usaha dan/atau kegiatan; dan
4. areal penggunaan lain, termasuk lahan yang
dikelola oleh masyarakat dan/atau masyarakat
hukum adat;
- 21 -
c. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dan
pemegang izin/hak pemanfaatan Perhutanan Sosial
untuk areal kerja Perhutanan Sosial.
(2) Terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
dan pemegang izin pemanfaatan/hak pengelolaan
Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c wajib melakukan pemulihan fungsi Ekosistem
Gambut dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari sejak diketahuinya kerusakan.
(3) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan usaha
dan/atau kegiatan dan pemegang izin pemanfaatan/hak
pengelolaan Perhutanan Sosial wajib melakukan
pemulihan fungsi Ekosistem Gambut sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 31
(1) Pemulihan fungsi Ekosistem Gambut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 dinyatakan berhasil, apabila
memenuhi kriteria sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dan
pemegang izin pemanfaatan/hak pengelolaan Perhutanan
Sosial bertanggung jawab atas keberhasilan pemulihan
fungsi Ekosistem Gambut.
BAB IV
JANGKA WAKTU, EVALUASI, FASILITASI, SERTA
PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 32
Jangka waktu, evaluasi, fasilitasi, serta pembinaan dan
pengendalian dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri
tentang Perhutanan Sosial.
- 22 -
BAB V
PEMBIAYAAN
Pasal 33
Pembiayaan Perhutanan Sosial pada Ekosistem Gambut
dapat bersumber dari:
a. anggaran pendapatan dan belanja negara;
b. anggaran pendapatan dan belanja daerah;
c. pinjaman pembiayaan pembangunan hutan;
d. dana desa;
e. dana rehabilitasi hutan dan lahan; dan/atau
f. sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 34
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, maka HPHD,
IUPHKm, Kemitraan Kehutanan dan Hutan Adat pada
kawasan ekosistem gambut dengan fungsi lindung dan fungsi
budidaya yang telah diterbitkan izin pemanfaatan atau hak
pengelolaannya sebelum Peraturan Menteri ini diundangkan
dinyatakan tetap berlaku sampai dengan izin berakhir dan
selanjutnya menyesuaikan ketentuan dalam Peraturan
Menteri ini.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
- 23 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Juli 2019
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN
KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SITI NURBAYA
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Oktober 2019
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 1341
Salinan sesuai dengan aslinya
Plt. KEPALA BIRO HUKUM,
ttd.
MAMAN KUSNANDAR

Contenu connexe

Tendances

Bab 4 rencana pengelolaan rhl
Bab 4 rencana pengelolaan rhlBab 4 rencana pengelolaan rhl
Bab 4 rencana pengelolaan rhlEdy Junaidi
 
Pemahaman Fungsi Penataan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang dalam Pemb...
Pemahaman Fungsi Penataan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang dalam Pemb...Pemahaman Fungsi Penataan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang dalam Pemb...
Pemahaman Fungsi Penataan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang dalam Pemb...infosanitasi
 
UU No..41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
UU No..41 Tahun 1999 tentang KehutananUU No..41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
UU No..41 Tahun 1999 tentang KehutananPenataan Ruang
 
Perhutanan sosial dan desa
Perhutanan sosial dan desaPerhutanan sosial dan desa
Perhutanan sosial dan desaTV Desa
 
Sosialisasi Teknis Peminatan DAK Tematik Pengentasan Permukiman Kumuh Terpadu...
Sosialisasi Teknis Peminatan DAK Tematik Pengentasan Permukiman Kumuh Terpadu...Sosialisasi Teknis Peminatan DAK Tematik Pengentasan Permukiman Kumuh Terpadu...
Sosialisasi Teknis Peminatan DAK Tematik Pengentasan Permukiman Kumuh Terpadu...Gugum Gumilar
 
Perhutanan Sosial.pptx
 Perhutanan Sosial.pptx Perhutanan Sosial.pptx
Perhutanan Sosial.pptxMuhSuyutiHamsi
 
Struktur Ruang dan Pola Ruang Rencana Tata Ruang Kepulauan Maluku dan Pulau P...
Struktur Ruang dan Pola Ruang Rencana Tata Ruang Kepulauan Maluku dan Pulau P...Struktur Ruang dan Pola Ruang Rencana Tata Ruang Kepulauan Maluku dan Pulau P...
Struktur Ruang dan Pola Ruang Rencana Tata Ruang Kepulauan Maluku dan Pulau P...Oswar Mungkasa
 
TEMPLATE PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU_.doc
TEMPLATE PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU_.docTEMPLATE PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU_.doc
TEMPLATE PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU_.docMeneerGultom
 
Contoh surat-keputusan-kepala-desa-tentang-pembentukan-panitia-bpd-
Contoh surat-keputusan-kepala-desa-tentang-pembentukan-panitia-bpd-Contoh surat-keputusan-kepala-desa-tentang-pembentukan-panitia-bpd-
Contoh surat-keputusan-kepala-desa-tentang-pembentukan-panitia-bpd-Suwondo Chan
 
Resume konsultasi publik edit (upload blog)
Resume konsultasi publik edit (upload blog)Resume konsultasi publik edit (upload blog)
Resume konsultasi publik edit (upload blog)kphnganjuk
 
Rancangan Kep Menteri LHK tentang Wilayah Ekoregion Indonesia
Rancangan Kep Menteri LHK tentang Wilayah Ekoregion IndonesiaRancangan Kep Menteri LHK tentang Wilayah Ekoregion Indonesia
Rancangan Kep Menteri LHK tentang Wilayah Ekoregion IndonesiaLAKSMI WIJAYANTI
 
Kebijakan Umum BSPS.pptx
Kebijakan Umum BSPS.pptxKebijakan Umum BSPS.pptx
Kebijakan Umum BSPS.pptxSilohcrunAtoim
 
Pedoman kriteria teknis kawasan budidaya
Pedoman kriteria teknis kawasan budidayaPedoman kriteria teknis kawasan budidaya
Pedoman kriteria teknis kawasan budidayaPenataan Ruang
 
Bamboo and rattan resources and Its utilization in Nepal
Bamboo and rattan resources and Its utilization in NepalBamboo and rattan resources and Its utilization in Nepal
Bamboo and rattan resources and Its utilization in NepalDipesh sharma
 
Conservation of western ghats gadgil &kasthurirangan report-juliya saji
Conservation of western ghats  gadgil &kasthurirangan report-juliya sajiConservation of western ghats  gadgil &kasthurirangan report-juliya saji
Conservation of western ghats gadgil &kasthurirangan report-juliya sajiJuliya Yulin
 
Pengukuran-KB (SNI)
Pengukuran-KB (SNI)Pengukuran-KB (SNI)
Pengukuran-KB (SNI)OjiTingTing
 
KLHS RPJMD Kota Pekanbaru 2017-2022 [Ekpspose pendahuluan]
KLHS RPJMD Kota Pekanbaru 2017-2022 [Ekpspose pendahuluan]KLHS RPJMD Kota Pekanbaru 2017-2022 [Ekpspose pendahuluan]
KLHS RPJMD Kota Pekanbaru 2017-2022 [Ekpspose pendahuluan]Amdal Indonesia Online
 

Tendances (20)

Bab 4 rencana pengelolaan rhl
Bab 4 rencana pengelolaan rhlBab 4 rencana pengelolaan rhl
Bab 4 rencana pengelolaan rhl
 
Pemahaman Fungsi Penataan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang dalam Pemb...
Pemahaman Fungsi Penataan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang dalam Pemb...Pemahaman Fungsi Penataan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang dalam Pemb...
Pemahaman Fungsi Penataan Ruang dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang dalam Pemb...
 
UU No..41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
UU No..41 Tahun 1999 tentang KehutananUU No..41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
UU No..41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
 
Perhutanan sosial dan desa
Perhutanan sosial dan desaPerhutanan sosial dan desa
Perhutanan sosial dan desa
 
Sosialisasi Teknis Peminatan DAK Tematik Pengentasan Permukiman Kumuh Terpadu...
Sosialisasi Teknis Peminatan DAK Tematik Pengentasan Permukiman Kumuh Terpadu...Sosialisasi Teknis Peminatan DAK Tematik Pengentasan Permukiman Kumuh Terpadu...
Sosialisasi Teknis Peminatan DAK Tematik Pengentasan Permukiman Kumuh Terpadu...
 
Perhutanan Sosial.pptx
 Perhutanan Sosial.pptx Perhutanan Sosial.pptx
Perhutanan Sosial.pptx
 
Struktur Ruang dan Pola Ruang Rencana Tata Ruang Kepulauan Maluku dan Pulau P...
Struktur Ruang dan Pola Ruang Rencana Tata Ruang Kepulauan Maluku dan Pulau P...Struktur Ruang dan Pola Ruang Rencana Tata Ruang Kepulauan Maluku dan Pulau P...
Struktur Ruang dan Pola Ruang Rencana Tata Ruang Kepulauan Maluku dan Pulau P...
 
ISPO Audit Handbook
ISPO Audit HandbookISPO Audit Handbook
ISPO Audit Handbook
 
TEMPLATE PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU_.doc
TEMPLATE PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU_.docTEMPLATE PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU_.doc
TEMPLATE PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU_.doc
 
Panduan Pengajuan Perhutanan Sosial
Panduan Pengajuan Perhutanan SosialPanduan Pengajuan Perhutanan Sosial
Panduan Pengajuan Perhutanan Sosial
 
Contoh surat-keputusan-kepala-desa-tentang-pembentukan-panitia-bpd-
Contoh surat-keputusan-kepala-desa-tentang-pembentukan-panitia-bpd-Contoh surat-keputusan-kepala-desa-tentang-pembentukan-panitia-bpd-
Contoh surat-keputusan-kepala-desa-tentang-pembentukan-panitia-bpd-
 
Resume konsultasi publik edit (upload blog)
Resume konsultasi publik edit (upload blog)Resume konsultasi publik edit (upload blog)
Resume konsultasi publik edit (upload blog)
 
Rancangan Kep Menteri LHK tentang Wilayah Ekoregion Indonesia
Rancangan Kep Menteri LHK tentang Wilayah Ekoregion IndonesiaRancangan Kep Menteri LHK tentang Wilayah Ekoregion Indonesia
Rancangan Kep Menteri LHK tentang Wilayah Ekoregion Indonesia
 
Agroforestry for Development of Dry Areas
Agroforestry for Development of Dry Areas Agroforestry for Development of Dry Areas
Agroforestry for Development of Dry Areas
 
Kebijakan Umum BSPS.pptx
Kebijakan Umum BSPS.pptxKebijakan Umum BSPS.pptx
Kebijakan Umum BSPS.pptx
 
Pedoman kriteria teknis kawasan budidaya
Pedoman kriteria teknis kawasan budidayaPedoman kriteria teknis kawasan budidaya
Pedoman kriteria teknis kawasan budidaya
 
Bamboo and rattan resources and Its utilization in Nepal
Bamboo and rattan resources and Its utilization in NepalBamboo and rattan resources and Its utilization in Nepal
Bamboo and rattan resources and Its utilization in Nepal
 
Conservation of western ghats gadgil &kasthurirangan report-juliya saji
Conservation of western ghats  gadgil &kasthurirangan report-juliya sajiConservation of western ghats  gadgil &kasthurirangan report-juliya saji
Conservation of western ghats gadgil &kasthurirangan report-juliya saji
 
Pengukuran-KB (SNI)
Pengukuran-KB (SNI)Pengukuran-KB (SNI)
Pengukuran-KB (SNI)
 
KLHS RPJMD Kota Pekanbaru 2017-2022 [Ekpspose pendahuluan]
KLHS RPJMD Kota Pekanbaru 2017-2022 [Ekpspose pendahuluan]KLHS RPJMD Kota Pekanbaru 2017-2022 [Ekpspose pendahuluan]
KLHS RPJMD Kota Pekanbaru 2017-2022 [Ekpspose pendahuluan]
 

Similaire à Permen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem Gambut

03g. P.32 Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (hal 8).pdf
03g. P.32 Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (hal 8).pdf03g. P.32 Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (hal 8).pdf
03g. P.32 Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (hal 8).pdfMeldaYeni3
 
Peraturan Direktur Jenderal PSKL Nomor 8 Tahun 2017 Tentang : Pedoman Penyusu...
Peraturan Direktur Jenderal PSKL Nomor 8 Tahun 2017 Tentang : Pedoman Penyusu...Peraturan Direktur Jenderal PSKL Nomor 8 Tahun 2017 Tentang : Pedoman Penyusu...
Peraturan Direktur Jenderal PSKL Nomor 8 Tahun 2017 Tentang : Pedoman Penyusu...Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif
 
P.17 2017 perubahan p12 2015 pembangunan hti
P.17 2017 perubahan p12 2015 pembangunan htiP.17 2017 perubahan p12 2015 pembangunan hti
P.17 2017 perubahan p12 2015 pembangunan htiSani Saragih
 
Pengelolaan gambut mangrove
Pengelolaan gambut mangrovePengelolaan gambut mangrove
Pengelolaan gambut mangroveEdy Sutrisno
 
Permen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman pemanfaatan hutan
Permen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman  pemanfaatan hutanPermen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman  pemanfaatan hutan
Permen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman pemanfaatan hutanwalhiaceh
 
Permenhut ri no 78 th 2014 ttg pedoman penyusunan programa penyuluhan kehutanan
Permenhut ri no 78 th 2014 ttg pedoman penyusunan programa penyuluhan kehutananPermenhut ri no 78 th 2014 ttg pedoman penyusunan programa penyuluhan kehutanan
Permenhut ri no 78 th 2014 ttg pedoman penyusunan programa penyuluhan kehutananJhon Blora
 
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.51/Menlhk/Setjen/KUM.1...
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.51/Menlhk/Setjen/KUM.1...Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.51/Menlhk/Setjen/KUM.1...
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.51/Menlhk/Setjen/KUM.1...Dini Isrinayanti
 
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan ber...
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan ber...Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan ber...
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan ber...CIFOR-ICRAF
 
PP_Nomor_23_Tahun_2021_2.pdf
PP_Nomor_23_Tahun_2021_2.pdfPP_Nomor_23_Tahun_2021_2.pdf
PP_Nomor_23_Tahun_2021_2.pdfBKPHBRPN
 
Peraturan Menteri LHK Tentang Pengakuan dan Perlindungan Kearifan Lokal dala...
Peraturan Menteri LHK Tentang  Pengakuan dan Perlindungan Kearifan Lokal dala...Peraturan Menteri LHK Tentang  Pengakuan dan Perlindungan Kearifan Lokal dala...
Peraturan Menteri LHK Tentang Pengakuan dan Perlindungan Kearifan Lokal dala...Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif
 
Pemen_Kehuanan_P.39_Tahun2013_pemberdayaan_masy_melalui_kemitraan
Pemen_Kehuanan_P.39_Tahun2013_pemberdayaan_masy_melalui_kemitraanPemen_Kehuanan_P.39_Tahun2013_pemberdayaan_masy_melalui_kemitraan
Pemen_Kehuanan_P.39_Tahun2013_pemberdayaan_masy_melalui_kemitraanPipiet Noorch
 
P.16 2017 pedoman teknis pemulihan fungsi ekosistem gambut
P.16 2017 pedoman teknis pemulihan fungsi ekosistem gambutP.16 2017 pedoman teknis pemulihan fungsi ekosistem gambut
P.16 2017 pedoman teknis pemulihan fungsi ekosistem gambutSani Saragih
 
Buku saku pembentukan_kph_fpic_di_tnll
Buku saku pembentukan_kph_fpic_di_tnllBuku saku pembentukan_kph_fpic_di_tnll
Buku saku pembentukan_kph_fpic_di_tnllnita292601
 
Qanun 14 tahun 2002 ttg kehutanan prov nad
Qanun 14  tahun   2002 ttg kehutanan prov nadQanun 14  tahun   2002 ttg kehutanan prov nad
Qanun 14 tahun 2002 ttg kehutanan prov nadwalhiaceh
 
Qanun kehutanan nad
Qanun kehutanan nadQanun kehutanan nad
Qanun kehutanan nadwalhiaceh
 
Pp tata hutan dan prencanaan hutan
Pp tata hutan dan prencanaan hutanPp tata hutan dan prencanaan hutan
Pp tata hutan dan prencanaan hutanwalhiaceh
 
Pp tata hutan dan perencanaan hutan
Pp tata hutan dan perencanaan hutanPp tata hutan dan perencanaan hutan
Pp tata hutan dan perencanaan hutanwalhiaceh
 
Pp tata hutan dan perencanaan hutan
Pp tata hutan dan perencanaan hutanPp tata hutan dan perencanaan hutan
Pp tata hutan dan perencanaan hutanwalhiaceh
 

Similaire à Permen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem Gambut (20)

03g. P.32 Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (hal 8).pdf
03g. P.32 Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (hal 8).pdf03g. P.32 Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (hal 8).pdf
03g. P.32 Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (hal 8).pdf
 
Peraturan Direktur Jenderal PSKL Nomor 8 Tahun 2017 Tentang : Pedoman Penyusu...
Peraturan Direktur Jenderal PSKL Nomor 8 Tahun 2017 Tentang : Pedoman Penyusu...Peraturan Direktur Jenderal PSKL Nomor 8 Tahun 2017 Tentang : Pedoman Penyusu...
Peraturan Direktur Jenderal PSKL Nomor 8 Tahun 2017 Tentang : Pedoman Penyusu...
 
P.17 2017 perubahan p12 2015 pembangunan hti
P.17 2017 perubahan p12 2015 pembangunan htiP.17 2017 perubahan p12 2015 pembangunan hti
P.17 2017 perubahan p12 2015 pembangunan hti
 
Pengelolaan gambut mangrove
Pengelolaan gambut mangrovePengelolaan gambut mangrove
Pengelolaan gambut mangrove
 
Permen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman pemanfaatan hutan
Permen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman  pemanfaatan hutanPermen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman  pemanfaatan hutan
Permen menhut no 47 tahun 2013 tentang pedoman pemanfaatan hutan
 
P 57 menhut ii 2014
P 57 menhut ii 2014P 57 menhut ii 2014
P 57 menhut ii 2014
 
Permenhut ri no 78 th 2014 ttg pedoman penyusunan programa penyuluhan kehutanan
Permenhut ri no 78 th 2014 ttg pedoman penyusunan programa penyuluhan kehutananPermenhut ri no 78 th 2014 ttg pedoman penyusunan programa penyuluhan kehutanan
Permenhut ri no 78 th 2014 ttg pedoman penyusunan programa penyuluhan kehutanan
 
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.51/Menlhk/Setjen/KUM.1...
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.51/Menlhk/Setjen/KUM.1...Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.51/Menlhk/Setjen/KUM.1...
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.51/Menlhk/Setjen/KUM.1...
 
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan ber...
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan ber...Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan ber...
Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan ber...
 
P49 08 Hutan Desa
P49 08   Hutan DesaP49 08   Hutan Desa
P49 08 Hutan Desa
 
PP_Nomor_23_Tahun_2021_2.pdf
PP_Nomor_23_Tahun_2021_2.pdfPP_Nomor_23_Tahun_2021_2.pdf
PP_Nomor_23_Tahun_2021_2.pdf
 
Peraturan Menteri LHK Tentang Pengakuan dan Perlindungan Kearifan Lokal dala...
Peraturan Menteri LHK Tentang  Pengakuan dan Perlindungan Kearifan Lokal dala...Peraturan Menteri LHK Tentang  Pengakuan dan Perlindungan Kearifan Lokal dala...
Peraturan Menteri LHK Tentang Pengakuan dan Perlindungan Kearifan Lokal dala...
 
Pemen_Kehuanan_P.39_Tahun2013_pemberdayaan_masy_melalui_kemitraan
Pemen_Kehuanan_P.39_Tahun2013_pemberdayaan_masy_melalui_kemitraanPemen_Kehuanan_P.39_Tahun2013_pemberdayaan_masy_melalui_kemitraan
Pemen_Kehuanan_P.39_Tahun2013_pemberdayaan_masy_melalui_kemitraan
 
P.16 2017 pedoman teknis pemulihan fungsi ekosistem gambut
P.16 2017 pedoman teknis pemulihan fungsi ekosistem gambutP.16 2017 pedoman teknis pemulihan fungsi ekosistem gambut
P.16 2017 pedoman teknis pemulihan fungsi ekosistem gambut
 
Buku saku pembentukan_kph_fpic_di_tnll
Buku saku pembentukan_kph_fpic_di_tnllBuku saku pembentukan_kph_fpic_di_tnll
Buku saku pembentukan_kph_fpic_di_tnll
 
Qanun 14 tahun 2002 ttg kehutanan prov nad
Qanun 14  tahun   2002 ttg kehutanan prov nadQanun 14  tahun   2002 ttg kehutanan prov nad
Qanun 14 tahun 2002 ttg kehutanan prov nad
 
Qanun kehutanan nad
Qanun kehutanan nadQanun kehutanan nad
Qanun kehutanan nad
 
Pp tata hutan dan prencanaan hutan
Pp tata hutan dan prencanaan hutanPp tata hutan dan prencanaan hutan
Pp tata hutan dan prencanaan hutan
 
Pp tata hutan dan perencanaan hutan
Pp tata hutan dan perencanaan hutanPp tata hutan dan perencanaan hutan
Pp tata hutan dan perencanaan hutan
 
Pp tata hutan dan perencanaan hutan
Pp tata hutan dan perencanaan hutanPp tata hutan dan perencanaan hutan
Pp tata hutan dan perencanaan hutan
 

Plus de Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif

Pemanfaatan Dana Desa untuk Pemetaan Sumberdaya Desa Berbasis Spasial
Pemanfaatan Dana Desa untuk Pemetaan Sumberdaya Desa Berbasis SpasialPemanfaatan Dana Desa untuk Pemetaan Sumberdaya Desa Berbasis Spasial
Pemanfaatan Dana Desa untuk Pemetaan Sumberdaya Desa Berbasis SpasialJaringan Kerja Pemetaan Partisipatif
 
Keputusan Kepala BIG No. 27 tahun 2019 tentang Walidata Informasi Geospasial ...
Keputusan Kepala BIG No. 27 tahun 2019 tentang Walidata Informasi Geospasial ...Keputusan Kepala BIG No. 27 tahun 2019 tentang Walidata Informasi Geospasial ...
Keputusan Kepala BIG No. 27 tahun 2019 tentang Walidata Informasi Geospasial ...Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif
 
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif
 

Plus de Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (20)

Potret Krisis Ruang Sulawesi
Potret Krisis Ruang SulawesiPotret Krisis Ruang Sulawesi
Potret Krisis Ruang Sulawesi
 
Potret Ketimpangan Ruang Kalimantan
Potret Ketimpangan Ruang KalimantanPotret Ketimpangan Ruang Kalimantan
Potret Ketimpangan Ruang Kalimantan
 
Sustainable Land Use Planning (SLUP) Working Paper 2015
Sustainable Land Use Planning (SLUP) Working Paper 2015Sustainable Land Use Planning (SLUP) Working Paper 2015
Sustainable Land Use Planning (SLUP) Working Paper 2015
 
Panduan Pemetaan Berbasis Masyarakat Oleh Alix Flavelle
Panduan Pemetaan Berbasis Masyarakat Oleh Alix FlavellePanduan Pemetaan Berbasis Masyarakat Oleh Alix Flavelle
Panduan Pemetaan Berbasis Masyarakat Oleh Alix Flavelle
 
24.2 Manifesto Forestry Land Reform oleh Dianto Bachriadi
24.2 Manifesto Forestry Land Reform oleh Dianto Bachriadi24.2 Manifesto Forestry Land Reform oleh Dianto Bachriadi
24.2 Manifesto Forestry Land Reform oleh Dianto Bachriadi
 
Pemanfaatan Dana Desa untuk Pemetaan Sumberdaya Desa Berbasis Spasial
Pemanfaatan Dana Desa untuk Pemetaan Sumberdaya Desa Berbasis SpasialPemanfaatan Dana Desa untuk Pemetaan Sumberdaya Desa Berbasis Spasial
Pemanfaatan Dana Desa untuk Pemetaan Sumberdaya Desa Berbasis Spasial
 
Kertas posisi bersama MPMK (RMI, JKPP dan Huma)
Kertas posisi bersama MPMK (RMI, JKPP dan Huma)Kertas posisi bersama MPMK (RMI, JKPP dan Huma)
Kertas posisi bersama MPMK (RMI, JKPP dan Huma)
 
Reforma Agraria Untuk Pemula
Reforma Agraria Untuk PemulaReforma Agraria Untuk Pemula
Reforma Agraria Untuk Pemula
 
Konsesi Mencaplok Sawah Food Estate Mematikan Petani
Konsesi Mencaplok Sawah Food Estate Mematikan PetaniKonsesi Mencaplok Sawah Food Estate Mematikan Petani
Konsesi Mencaplok Sawah Food Estate Mematikan Petani
 
Anggota Individu JKPP Periode 2017 2021
Anggota Individu JKPP Periode 2017 2021Anggota Individu JKPP Periode 2017 2021
Anggota Individu JKPP Periode 2017 2021
 
Kabar JKPP Edisi 22
Kabar JKPP Edisi 22Kabar JKPP Edisi 22
Kabar JKPP Edisi 22
 
Laporan BRWA 2018 2019
Laporan BRWA 2018 2019Laporan BRWA 2018 2019
Laporan BRWA 2018 2019
 
Memahami Dimensi-dimensi Kemiskinan Masyarakat Adat
Memahami Dimensi-dimensi Kemiskinan Masyarakat AdatMemahami Dimensi-dimensi Kemiskinan Masyarakat Adat
Memahami Dimensi-dimensi Kemiskinan Masyarakat Adat
 
Kebijakan Satu Peta Untuk Pembangunan Indonesia
Kebijakan Satu Peta Untuk Pembangunan IndonesiaKebijakan Satu Peta Untuk Pembangunan Indonesia
Kebijakan Satu Peta Untuk Pembangunan Indonesia
 
Keputusan Kepala BIG No. 27 tahun 2019 tentang Walidata Informasi Geospasial ...
Keputusan Kepala BIG No. 27 tahun 2019 tentang Walidata Informasi Geospasial ...Keputusan Kepala BIG No. 27 tahun 2019 tentang Walidata Informasi Geospasial ...
Keputusan Kepala BIG No. 27 tahun 2019 tentang Walidata Informasi Geospasial ...
 
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...
Panduan Pemetaan dan Perencanaan Tata Guna Lahan Secara Partisipatif Berbasis...
 
Panduan Teknis Penetapan dan Penegasan Batas Desa_ MCA Indonesia
Panduan Teknis Penetapan dan Penegasan Batas Desa_ MCA IndonesiaPanduan Teknis Penetapan dan Penegasan Batas Desa_ MCA Indonesia
Panduan Teknis Penetapan dan Penegasan Batas Desa_ MCA Indonesia
 
Perpres Nomor 39 tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia
Perpres Nomor 39 tahun 2019   tentang Satu Data IndonesiaPerpres Nomor 39 tahun 2019   tentang Satu Data Indonesia
Perpres Nomor 39 tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia
 
Kabar jkpp edisi 21
Kabar jkpp edisi 21Kabar jkpp edisi 21
Kabar jkpp edisi 21
 
Kabar jkpp 20
Kabar jkpp 20Kabar jkpp 20
Kabar jkpp 20
 

Permen LHK P.37/2019 tentang Perhutanan Sosial Pada Ekosistem Gambut

  • 1. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.37/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2019 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL PADA EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut, diatur pemanfaatan ekosistem gambut dapat dilakukan pada ekosistem gambut dengan fungsi lindung dan fungsi budidaya yang dilakukan dengan menjaga fungsi hidrologis gambut; b. bahwa untuk mengurangi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan pengelolaan/pemanfaatan kawasan hutan, masyarakat diberi akses legal untuk dapat mengelola/memanfaatkan hutan dalam bentuk perhutanan sosial sebagaimana telah diatur dalam
  • 2. - 2 - Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial, perlu diatur secara khusus mengenai perhutanan sosial pada ekosistem gambut; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Perhutanan Sosial pada Ekosistem Gambut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
  • 3. - 3 - atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4818); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 209, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5580) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 260, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5957); 7. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 17); 8. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.18/MENLHK-II/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 713);
  • 4. - 4 - 9. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1663); 10. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.16/MENLHK/SETJEN/ KUM.1/2/2017 tentang Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi Ekosistem Gambut (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 338); 11. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.10/MENLHK/SETJEN/ KUM.1/3/2019 tentang Penentuan, Penetapan dan Pengelolaan Puncak Kubah Gambut Berbasis Kesatuan Hidrologis Gambut (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 359); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TENTANG PERHUTANAN SOSIAL PADA EKOSISTEM GAMBUT. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara, hutan hak atau hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Rakyat, Hutan Adat, dan Kemitraan Kehutanan.
  • 5. - 5 - 2. Gambut adalah material organik yang terbentuk secara alami dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada rawa. 3. Ekosistem Gambut adalah tatanan unsur Gambut yang merupakan satu kesatuan utuh menyeluruh yang saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas dan produktivitasnya. 4. Hutan Desa yang selanjutnya disingkat HD adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa. 5. Hutan Kemasyarakatan yang selanjutnya disingkat dengan HKm adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat. 6. Hak Pengelolaan Hutan Desa yang selanjutnya disingkat HPHD adalah hak pengelolaan pada kawasan hutan lindung atau hutan produksi yang diberikan kepada lembaga desa. 7. Izin Usaha Pemanfaatan HKm yang selanjutnya disingkat IUPHKm adalah izin usaha yang diberikan kepada kelompok atau gabungan kelompok masyarakat setempat untuk memanfaatkan hutan pada kawasan hutan lindung dan atau kawasan hutan produksi. 8. Kemitraan Kehutanan adalah kerja sama antara masyarakat setempat dengan pengelola hutan, pemegang izin usaha pemanfaatan hutan/jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan atau pemegang izin usaha industri primer hasil hutan. 9. Hutan Adat adalah hutan yang berada di dalam wilayah masyarakat hukum adat. 10. Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut yang selanjutnya disingkat RPPEG adalah dokumen tertulis dalam perode tertentu yang memuat upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi ekosistem gambut dan mencegah terjadinya kerusakan ekosistem gambut yang meliputi
  • 6. - 6 - perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum. 11. Kesatuan Hidrologis Gambut yang selanjutnya disingkat KHG adalah Ekosistem Gambut yang letaknya di antara 2 (dua) sungai, di antara sungai dan laut dan/atau pada rawa. 12. Fungsi Lindung Ekosistem Gambut adalah tatanan unsur Gambut yang memiliki karakteristik tertentu yang mempunyai fungsi utama dalam perlindungan dan keseimbangan tata air, penyimpan cadangan karbon, dan pelestarian keanekaragaman hayati untuk dapat melestarikan fungsi Ekosistem Gambut. 13. Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut adalah tatanan unsur gambut yang memiliki karakteristik tertentu yang mempunyai fungsi dalam menunjang produktivitas Ekosistem Gambut melalui kegiatan budidaya sesuai dengan daya dukungnya untuk dapat melestarikan fungsi Ekosistem Gambut. 14. Kubah Gambut adalah areal KHG yang mempunyai topografi yang lebih tinggi dari wilayah sekitarnya, sehingga secara alami mempunyai kemampuan menyerap dan menyimpan air lebih banyak, serta menyuplai air pada wilayah sekitarnya. 15. Puncak Kubah Gambut adalah areal pada kubah Gambut yang mempunyai topografi paling tinggi dari wilayah sekitarnya yang penentuannya berbasis neraca air dengan memperhatikan prinsip keseimbangan air (water balance). 16. Kesatuan Pengelolaan Hutan selanjutnya disingkat KPH adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. 17. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup dan kehutanan.
  • 7. - 7 - 18. Direktur Jenderal adalah Pejabat Eselon I yang membidangi Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan. Pasal 2 (1) Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi masyarakat dalam melakukan Perhutanan Sosial pada Ekosistem Gambut. (2) Peraturan Menteri ini bertujuan untuk meningkatkan kelestarian Ekosistem Gambut dan kesejahteraan masyarakat di sekitar Ekosistem Gambut. Pasal 3 (1) Perhutanan Sosial pada Ekosistem Gambut dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip: a. keadilan; b. keberlanjutan; c. kepastian hukum; d. kehati-hatian; e. partisipatif; dan f. bertanggung gugat. (2) Untuk menjalankan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Perhutanan Sosial pada Ekosistem Gambut dilaksanakan sesuai dengan fungsi Ekosistem Gambut dan dengan tetap menjaga fungsi hidrologis gambut sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang- undangan. BAB II PEMANFAATAN EKOSISTEM GAMBUT UNTUK PERHUTANAN SOSIAL Bagian Kesatu Umum Pasal 4 (1) Perhutanan Sosial pada Ekosistem Gambut dilakukan melalui kegiatan pemanfaatan Ekosistem Gambut.
  • 8. - 8 - (2) Pemanfaatan Ekosistem Gambut untuk Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada: a. Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung; dan b. Ekosistem Gambut dengan fungsi budidaya. Pasal 5 (1) Pemanfaatan Ekosistem Gambut untuk Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 didasarkan pada: a. peta fungsi Ekosistem Gambut Nasional, peta hidro-topografi kawasan hidrologis gambut skala 1:50.000, peta indikatif penghentian pemberian izin baru; dan b. RPPEG. (2) Dalam hal RPPEG sebagimana dimaksud pada ayat (1) huruf b belum tersedia Perhutanan Sosial dilaksanakan berdasarkan: a. Peta Fungsi Ekosistem Gambut dengan skala paling kecil 1:250.000 yang terkoreksi; b. Peta Penetapan Puncak Kubah Gambut; c. Peta hidro-topografi dengan skala paling kecil 1: 250.000; dan d. Peta indikatif penghentian pemberian izin baru. (3) Tata cara penyusunan RPPEG sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 6 (1) Pemanfaatan Ekosistem Gambut untuk Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi: a. HPHD; b. IUPHKm; c. Kemitraan Kehutanan; dan d. Hutan Adat.
  • 9. - 9 - (2) Pemanfaatan Ekosistem Gambut untuk Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan kewajiban menjaga fungsi hidrologis gambut. (3) Pemanfaatan Ekosistem Gambut untuk Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan izin Perhutanan Sosial Pada Ekosistem Gambut yang diberikan oleh Menteri. (4) Tata cara permohonan izin Perhutanan Sosial Pada Ekosistem Gambut dilakukan sesuai Peraturan Menteri yang mengatur mengenai Perhutanan Sosial. Bagian Kedua Hak Pengelolaan Hutan Desa Pada Ekosistem Gambut Pasal 7 (1) Pemanfaatan Ekosistem Gambut untuk HPHD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a dapat dilakukan pada: a. Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut; dan b. Fungsi Lindung Ekosistem Gambut. (2) HPHD pada Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut dan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada hutan produksi dan/atau hutan lindung. Pasal 8 (1) HPHD pada hutan produksi dengan Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut dapat dimanfaatkan untuk kegiatan: a. pemanfaatan kawasan; b. pemanfaatan jasa lingkungan; dan/atau c. pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan bukan kayu.
  • 10. - 10 - (2) Kegiatan pemanfaatan HPHD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) pemanfaatan. Pasal 9 (1) HPHD pada hutan produksi dan/atau hutan lindung dengan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut dapat dimanfaatkan untuk kegiatan: a. pemanfaatan kawasan; b. pemanfataan jasa lingkungan; c. pemanfaatan tanaman kehidupan untuk kebutuhan pangan dengan varietas yang adaptif dengan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut; dan/atau d. pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan bukan kayu. (2) Kegiatan pemanfaatan HPHD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) pemanfaatan. Pasal 10 (1) HPHD untuk kegiatan pemanfaatan kawasan dengan Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a dapat berupa: a. budidaya tanaman obat; b. budidaya tanaman hias; c. budidaya jamur; d. budidaya lebah; e. budidaya hijauan makanan ternak; f. budidaya sarang burung wallet; dan/atau g. budidaya ikan dalam beje, kolam, karamba, dan/atau pemanfaatan sekat kanal. (2) Pemanfaatan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan: a. sesuai RPPEG; b. tidak mengurangi, mengubah atau menghilangkan fungsi utamanya;
  • 11. - 11 - c. pengolahan tanah terbatas; d. tidak menimbulkan dampak negatif terhadap biofisik dan sosial ekonomi; e. tidak menggunakan peralatan mekanis dan alat berat; f. tidak membangun sarana dan prasarana yang mengubah bentang alam; dan g. menerapkan pola tanam campur wanatani (agroforestry) dan/atau wana-mina-tani (agrosilvofishery). Pasal 11 (1) HPHD untuk kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan dengan Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b dapat berupa: a. pemanfaatan jasa aliran air; b. pemanfaatan air; c. penjagaan dan pemeliharaan ketersediaan air di lahan Ekosistem Gambut; d. wisata alam; e. perlindungan keanekaragaman hayati; f. penyelamatan dan perlindungan lingkungan; dan/atau g. penyerapan dan/atau penyimpanan karbon. (2) Pemanfaatan jasa lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan: a. dalam rangka restorasi dan perlindungan Ekosistem Gambut; b. tidak mengurangi, mengubah, atau menghilangkan fungsi utamanya; c. tidak mengubah bentang alam; d. tidak merusak keseimbangan unsur-unsur lingkungan; dan e. tidak menggunakan peralatan mekanis dan alat berat.
  • 12. - 12 - Pasal 12 (1) HPHD untuk kegiatan pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan bukan kayu dengan Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf d dapat berupa: a. rotan, sagu, nipah, bambu; dan b. getah, kulit kayu, daun, buah atau biji, gaharu. (2) Pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengamanan, dan pemasaran hasil. (3) Pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan kepentingan restorasi dan perlindungan Ekosistem Gambut. Pasal 13 (1) HPHD untuk kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu dengan Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf d dapat berupa pemungutan rotan, madu, getah, buah atau biji, daun, gaharu, kulit kayu, tanaman obat, dan umbi-umbian. (2) Pemungutan hasil hutan bukan kayu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan daya dukung Ekosistem Gambut dan daya tampung untuk setiap kepala keluarga serta memperhatikan kepentingan restorasi Ekosistem Gambut. Pasal 14 (1) HPHD untuk kegiatan pemanfaatan kawasan pada hutan produksi dan/atau hutan lindung dengan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a berupa:
  • 13. - 13 - a. budidaya tanaman obat; b. budidaya tanaman hias; c. budidaya jamur; d. budidaya lebah; e. budidaya hijauan makanan ternak; f. budidaya sarang burung wallet; dan/atau g. budidaya ikan dalam beje, kolam, karamba, dan/atau pemanfaatan sekat kanal. (2) HPHD untuk kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan produksi dan/atau hutan lindung dengan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b, berupa kegiatan wisata terbatas, perdagangan karbon, penelitian, pendidikan dan kegiatan ilmu pengetahuan. (3) HPHD untuk kegiatan pemanfaatan tanaman kehidupan pada hutan produksi dan/atau hutan lindung dengan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c berupa: a. tanaman hutan berkayu yang adaptif dengan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut; b. tanaman budidaya tahunan yang berkayu dan adaptif dengan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut; dan/atau c. tanaman jenis lainnya untuk pangan yang adaptif dengan fungsi lindung Ekosistem Gambut. Bagian Ketiga Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan pada Ekosistem Gambut Pasal 15 (1) Pemanfaatan Ekosistem Gambut untuk IUPHKm sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b dapat dilakukan pada: a. Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut; dan b. Fungsi Lindung Ekosistem Gambut.
  • 14. - 14 - (2) IUPHKm pada Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut dan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada hutan produksi dan/atau hutan lindung. Pasal 16 (1) IUPHKm pada hutan produksi dengan Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut dapat dimanfaatkan untuk kegiatan: a. pemanfaatan kawasan; b. pemanfaatan jasa lingkungan; dan/atau c. pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan bukan kayu. (2) Kegiatan pemanfaatan IUPHKm sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) pemanfaatan. Pasal 17 (1) IUPHKm pada hutan produksi dan/atau hutan lindung dengan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut dapat dimanfaatkan untuk kegiatan: a. pemanfaatan kawasan; b. pemanfaatan jasa lingkungan; c. pemanfaatan tanaman kehidupan untuk kebutuhan pangan dengan varietas yang adaptif dengan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut; dan/atau d. pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan bukan kayu. (2) Kegiatan pemanfaatan IUPHKm sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) pemanfaatan. Pasal 18 Jenis pemanfaatan pada HPHD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 sampai dengan Pasal 15 berlaku secara mutatis mutandis terhadap jenis pada pemanfaatan IUPHKm.
  • 15. - 15 - Bagian Keempat Kemitraan Kehutanan pada Ekosistem Gambut Pasal 19 (1) Pemanfaatan Ekosistem Gambut untuk Kemitraan Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c dapat dilakukan pada: a. Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut; dan b. Fungsi Lindung Ekosistem Gambut. (2) Kemitraan Kehutanan pada Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut dan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada hutan produksi, hutan lindung dan/atau hutan konservasi. Pasal 20 (1) Kemitraan Kehutanan pada hutan produksi dengan Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut dimanfaatkan untuk kegiatan: a. pemanfaatan kawasan; b. pemanfaatan jasa lingkungan; dan/atau c. pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan bukan kayu. (2) Kemitraan Kehutanan pada hutan produksi, hutan lindung dan/atau hutan konservasi dengan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut dapat dimanfaatkan untuk kegiatan: a. pemanfaatan kawasan; b. pemanfaatan jasa lingkungan; c. tanaman kehidupan untuk kebutuhan pangan dengan varietas yang adaptif dengan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut; dan/atau d. pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan bukan kayu.
  • 16. - 16 - (3) Kegiatan pemanfaatan Kemitraan Kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) pemanfaatan. Pasal 21 Jenis pemanfaatan pada HPHD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 sampai dengan Pasal 15 berlaku secara mutatis mutandis terhadap jenis pada pemanfaatan Kemitraan Kehutanan. Pasal 22 (1) Kemitraan Kehutanan pada Ekosistem Gambut dilaksanakan berdasarkan Naskah Kesepakatan Kerjasama antara Pengelola Hutan atau Pemegang Izin Kehutanan dengan masyarakat calon mitra. (2) Naskah Kesepakatan Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani setelah mendapat persetujuan Menteri. (3) Dalam hal areal Kemitraan Kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa areal bekas terbakar, pemberian persetujuan Naskah Kesepakatan Kerjasama oleh Menteri hanya dapat diberikan apabila Pengelola Hutan atau Pemegang Izin Kehutanan telah mendapatkan persetujuan Rencana Pemulihan Ekosistem Gambut. (4) Pemanfaatan areal Kemitraan Kehutanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara Pemegang Izin Kehutanan dengan masyarakat calon mitra hanya dapat dilaksanakan apabila Pemegang Izin Kehutanan telah mendapatkan persetujuan revisi Rencana Kerja Usaha (RKU) yang menyesuaikan kebijakan perlindungan Ekosistem Gambut.
  • 17. - 17 - Pasal 23 (1) Naskah Kesepakatan Kerjasama Kemitraan Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) paling sedikit memuat: a. latar belakang; b. identitas para pihak yang bermitra; c. lokasi kegiatan dan petanya; d. rencana kegiatan kemitraan; e. obyek kegiatan; f. biaya kegiatan; g. hak dan kewajiban para pihak; h. jangka waktu kemitraan; i. bagi hasil dari keuntungan bersih atas penjualan hasil budidaya; j. penyelesaian perselisihan; dan k. sanksi pelanggaran. (2) Bagi hasil dari keuntungan bersih atas penjualan hasil budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i dilakukan dengan ketentuan untuk: a. tanaman pokok hutan 30% (tiga puluh perseratus) untuk KPH dan 70% (tujuh puluh perseratus) untuk pemegang Kemitraan Kehutanan; b. budidaya tanaman multi guna/Multi Purpose Trees Species (MPTS) 20% (dua puluh perseratus) untuk KPH dan 80% (delapan puluh perseratus) untuk pemegang Kemitraan Kehutanan; c. budidaya tanaman semusim dan ternak 10% (sepuluh perseratus) untuk KPH dan 90% (sembilan puluh perseratus) untuk pemegang Kemitraan Kehutanan; d. budidaya ikan/silvofishery/tambak 30% (tiga puluh perseratus) untuk KPH dan 70% (tujuh puluh perseratus) untuk pemegang Kemitraan Kehutanan; dan e. usaha jasa lingkungan 10% (sepuluh perseratus) untuk KPH dan 90% (sembilan puluh perseratus) untuk pemegang Kemitraan Kehutanan.
  • 18. - 18 - Bagian Kelima Pemanfaatan Hutan Adat Pada Ekosistem Gambut Pasal 24 (1) Pemanfaatan Ekosistem Gambut untuk Hutan Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf d dapat dilakukan pada Ekosistem Gambut dengan: a. Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut; dan b. Fungsi Lindung Ekosistem Gambut. (2) Pemanfaatan Hutan Adat pada Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut dan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada hutan produksi, hutan lindung dan/atau hutan konservasi. Pasal 25 (1) Pemanfaatan Hutan Adat pada hutan produksi dengan Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut dapat dimanfaatkan untuk kegiatan: a. pemanfaatan kawasan; b. pemanfaatan jasa lingkungan; c. pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan kayu; dan/atau d. pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan bukan kayu. (2) Pemanfaatan Hutan Adat pada hutan produksi, hutan lindung, dan/atau hutan konservasi dengan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut dapat dimanfaatkan untuk kegiatan: a. pemanfaatan kawasan; b. pemanfaatan jasa lingkungan; c. tanaman kehidupan untuk kebutuhan pangan dengan varietas yang adaptif dengan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut; dan/atau d. pemanfaatan atau pemungutan hasil hutan bukan kayu.
  • 19. - 19 - (3) Kegiatan pemanfaatan Hutan Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) pemanfaatan dan sesuai kearifan lokal. Pasal 26 Jenis pemanfaatan pada HPHD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 sampai dengan Pasal 15 berlaku secara mutatis mutandis terhadap jenis pada pemanfaatan Hutan Adat. Pasal 27 Dalam pemanfaatan Ekosistem Gambut untuk Perhutanan Sosial setiap orang dilarang: a. membuka lahan baru dengan cara land clearing atau clear cutting (tebang habis); b. membuat kanal pada bentang lahan ekosistem gambut; c. membuat saluran drainase yang mengakibatkan Gambut menjadi kering; d. membakar lahan Gambut dan/atau melakukan pembiaran terjadinya pembakaran; dan/atau e. melakukan kegiatan lain yang mengakibatkan terlampauinya kriteria baku kerusakan Ekosistem Gambut. Pasal 28 (1) Dalam hal izin pemanfaatan atau hak pengelolaan Perhutanan Sosial pada Ekosistem Gambut terdapat Puncak Kubah Gambut, pemegang izin pemanfaatan atau hak pengelolaan Perhutanan Sosial wajib menetapkan Puncak Kubah Gambut sebagai areal Fungsi Lindung Ekosistem Gambut dalam rencana pengelolaan. (2) Dalam hal Puncak Kubah Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) rusak, wajib dilakukan pemulihan.
  • 20. - 20 - (3) Pengelolaan dan pemulihan Puncak Kubah Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB III PEMULIHAN FUNGSI EKOSISTEM GAMBUT Pasal 29 (1) Ekosistem Gambut dengan Fungsi Lindung dan Fungsi Budidaya mengalami kerusakan wajib dilakukan Pemulihan Ekosistem Gambut. (2) Kerusakan Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila memenuhi kriteria sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. (3) Pemulihan Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memenuhi kriteria sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 30 (1) Pemulihan fungsi Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dilaksanakan oleh: a. Menteri untuk kawasan hutan konservasi yang tidak dibebani izin usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. Pemerintah Daerah Provinsi atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya untuk: 1. kawasan hutan lindung yang tidak dibebani izin usaha dan/atau kegiatan; 2. kawasan hutan produksi yang tidak dibebani izin usaha dan/atau kegiatan; 3. taman hutan raya yang tidak dibebani izin usaha dan/atau kegiatan; dan 4. areal penggunaan lain, termasuk lahan yang dikelola oleh masyarakat dan/atau masyarakat hukum adat;
  • 21. - 21 - c. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dan pemegang izin/hak pemanfaatan Perhutanan Sosial untuk areal kerja Perhutanan Sosial. (2) Terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dan pemegang izin pemanfaatan/hak pengelolaan Perhutanan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c wajib melakukan pemulihan fungsi Ekosistem Gambut dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diketahuinya kerusakan. (3) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan usaha dan/atau kegiatan dan pemegang izin pemanfaatan/hak pengelolaan Perhutanan Sosial wajib melakukan pemulihan fungsi Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 31 (1) Pemulihan fungsi Ekosistem Gambut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dinyatakan berhasil, apabila memenuhi kriteria sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dan pemegang izin pemanfaatan/hak pengelolaan Perhutanan Sosial bertanggung jawab atas keberhasilan pemulihan fungsi Ekosistem Gambut. BAB IV JANGKA WAKTU, EVALUASI, FASILITASI, SERTA PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN Pasal 32 Jangka waktu, evaluasi, fasilitasi, serta pembinaan dan pengendalian dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri tentang Perhutanan Sosial.
  • 22. - 22 - BAB V PEMBIAYAAN Pasal 33 Pembiayaan Perhutanan Sosial pada Ekosistem Gambut dapat bersumber dari: a. anggaran pendapatan dan belanja negara; b. anggaran pendapatan dan belanja daerah; c. pinjaman pembiayaan pembangunan hutan; d. dana desa; e. dana rehabilitasi hutan dan lahan; dan/atau f. sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 34 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, maka HPHD, IUPHKm, Kemitraan Kehutanan dan Hutan Adat pada kawasan ekosistem gambut dengan fungsi lindung dan fungsi budidaya yang telah diterbitkan izin pemanfaatan atau hak pengelolaannya sebelum Peraturan Menteri ini diundangkan dinyatakan tetap berlaku sampai dengan izin berakhir dan selanjutnya menyesuaikan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 35 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
  • 23. - 23 - Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Juli 2019 MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SITI NURBAYA Diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Oktober 2019 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 1341 Salinan sesuai dengan aslinya Plt. KEPALA BIRO HUKUM, ttd. MAMAN KUSNANDAR