1. 1. Memunculkan Masalah Yang Harus Diselesaikan Oleh Karakter
Pembukaan ini favorit para penulis. Pembaca (dan manusia umumnya) tertarik pada masalah –
khususnya yang terjadi pada orang lain.
Mari kita lihat contohnya pada cerpen The Gift Of The Magi (1906) karya O. Henry.
Satu dolar dan delapan puluh tujuh sen. Cuma itu. Bahkan, enam puluh sen dari jumlah itu terdiri
dari uang receh bernilai satu sen-an, hasil simpanannya selama ini—yang didapatnya dengan
cara mendesak tukang sayur, tukang daging dan penjaga toko kelontong agar sudi menjual
dagangan mereka kepadanya dengan harga termurah. Proses tawar-menawar itu tidak jarang
membuatnya malu, hingga pipinya memerah, sebagaimana semua orang pasti merasakan hal
yang sama jika mereka ada di posisinya. Tiga kali sudah Della mempermalukan diri. Satu dolar
dan delapan puluh tujuh sen. Lebih sial lagi, besok adalah Hari Natal.
Contoh pembukaan diatas lansung mengetengahkan pokok persoalan yang harus diselesaikan
oleh karakter (Della) :
Satu dolar dan delapan puluh tujuh sen. Cuma itu…
…… besok adalah Hari Natal.
Emosi pembaca terhubung dengan cerita karena mengangkat masalah yang familar. Di
Indonesia, sebagian besar kita mengalaminya –minimal- sekali setahun (cukup mengganti Natal
dengan Lebaran).
Untuk menonjolkan masalah, O. Henry mendramatisir latar belakang karakter yang hidup pas-
pas-an.
Lewat detail; Uang receh. Mendesak pedagang untuk memberikan harga termurah.
…membuatnya malu hingga pipinya merah…. O. Henry menunjukkan beban hidup keseharian
karakternya. Informasi ini dengan sendirinya meningkatkan intensitas masalah.
2. Memulai Dengan Aksi
Jenis pembukaan ini lansung melompat ke tengah cerita. Tanpa latar belakang.
Sebuah insiden memotong semua latar belakang yang bertele-tele (biasanya hadir dalam draft
awal)…tepat saat aksi karakter mengambil alih cerita.
Contohnya cerpen The Man Who Shouted Teresa karya penulis Italia, Italo Calvino.
Aku menjauh dari trotoar, berjalan mundur beberapa langkah dengan wajah tengadah, lalu dari
tengah jalan, seraya mengatupkan kedua tangan agar membentuk corong di sekitar mulut, aku
berteriak sekeras-kerasnya: “Teresa!”
Teknik membuka cerpen dengan aksi mengacu ketat pada prinsip show don’t tell (tunjukkan,
jangan katakan).
Lihat bagaimana Italo Calvino menunjukkan aksi tokoh ‘Aku’ lewat rincian; Menjauh, berjalan
mundur, wajah tengadah, mengatupkan tangan…
Menunjukkan membuat adegan lebih hidup. ketimbang hanya mengatakan ‘aku berdiri di
trotoar dan berteriak memanggil Teresa’.
3. Memberikan Garis Besar Cerita
Pembaca bisa mengidentifikasi garis besar cerita hanya dengan membaca paragraf pertama.
Namun hati-hati menggunakan jenis pembukaaan ini. Menampilkan seluruh garis besar cerita
sama saja menyuruh pembaca Anda pergi. Karena itu, jenis pembukaan ini sengaja menahan
informasi penting mengenai motif karakter (alasan mengapa kisah terjadi).
2. Contohnya cerpen Pesta Makan Malam (1973) karya Roald Dahl, seorang penulis dan penyair
asal Inggris.
Begitu George Cleaver resmi menjadi seorang jutawan, dia dan istrinya, Mrs. Cleaver, pindah
dari rumah kecil mereka di pinggiran kota ke sebuah rumah mewah di tengah kota London.
Pasangan itu kemudian menyewa jasa seorang koki asal Prancis, Monsieur Estragon, dan
seorang pelayan berkebangsaan Inggris, Tibbs—dengan tuntutan gaji yang sangat besar.
Dibantu oleh kedua orang tersebut, pasangan Mr. dan Mrs. Cleaver pun berniat menaikkan
status sosial mereka dan mulai mengadakan pesta makan malam yang luar biasa mewah
sebanyak beberapa kali seminggu.
Pembaca bisa mengetahui, kalau cerpen ini berkisah tentang rencana pasangan Cleaver untuk
meningkatkan status sosial mereka.
Dikatakan garis besar, juga, karena telah memperkenalkan karakter, yang terdiri dari Mr & Mrs.
Cleaver, koki Estragon, dan pelayan Tibbs. Mengandung benih konflik antara pasangan Cleaver
Vs. Koki & pelayan yang menuntut gaji besar…serta latar di rumah mewah kediaman pasangan
Cleaver.
Yang tersisa hanya alasan; kenapa ?
Kenapa untuk meningkatkan status sosial, pasangan Cleaver mesti menggelar pesta-pesta
makan malam yang mewah …sampai rela menggaji mahal seorang koki asal Perancis ?
Roald Dahl sengaja menahan informasi tersebut sebagai trik menarik orang membaca.
4. Mengisyaratkan Bahaya (Ketegangan)
Pembukaan ini memberi pertanda kepada pembaca tentang bahaya yang menghampiri karakter
– Manusia menyukai ketegangan, sebenarnya.
Contohnya bisa dilihat pada cerpen The Interlopers (1919) karya Saki (nama pena dari Hector
Hugh Munro), seorang penulis asal Inggris
Di tengah rimbunnya pepohonan dalam sebuah hutan lebat di belah timur tebing Pegunungan
Carpathian, seorang pria berdiri tegap mengawasi sekelilingnya. Saat itu musim dingin, dan ia
tampak seolah sedang menunggu monster hutan datang menghampirinya, dalam jangkauan
pandangannya, agar kemudian dapat ia bidik dengan senapan berburunya.
Saki mengirim pertanda bahaya melalui :
– Karakterisasi ; ….berdiri tegap mengawasi sekelilingnya…dan ..tampak seolah menunggu
monster hutan.
– Latar ; …Pegunungan, tebing, hutan lebat, musim dingin, dan…
– Peralatan untuk membunuh berupa…. senapan berburu.
5. Menampilkan Lokasi Cerita
Membuka dengan tempat kejadian hanya jika tempat tersebut berperan besar dalam cerita.
Contohnya seperti cerpen A Clean, Well-Lighted Place (1926) karya karya Ernest Hemingway.
Saat itu larut malam dan semua orang beranjak meninggalkan café tersebut kecuali seorang pria
tua yang duduk dalam bayang-bayang dedaunan pohon yang berdiri kokoh di samping sebuah
lampu listrik. Di siang hari, jalanan di depan café sarat akan debu kotor, namun di malam hari
embun yang terbentuk di udara serta-merta menyingkirkan serpihan debu dari permukaan jalan.
Itulah sebabnya si pria tua senang duduk di café saat semua orang justru ingin pulang ke rumah,
karena ia tuli dan di malam hari suasana di jalan tersebut berubah sunyi, seolah membawanya
ke alam lain.
3. Pembukaan ini memberi petunjuk kepada pembaca adanya hubungan spesial antara lokasi
kejadian dengan karakter ….dan tema cerita secara keseluruhan – Hemingway sudah
mengisyaratkan itu melalui judul. Juga.
Dengan kata lain, sebuah lokasi sekaligus merepresentasikan karakter & tema itu sendiri.
Lihat contoh diatas. Hemingway meminjam tempat sebagai media karakterisasi… Visualisasi
lokasi cerita mewakili sifat penyendiri karakter si pria tua. Itulah tipe pria-pria berjiwa rentan,
kesepian, dan biasanya mengidap insomnia – itu sebabnya memilih kafe (yang bercahaya
terang). Bukan bar.
Catatan : tidak ada alasan pribadi kenapa saya memilih cerpen ini sebagai contoh
Paragraf Pertama Memancing Pertanyaan Pembaca
Paragraf pertama sebuah cerpen menarik karena memicu rasa ingin tahu pembaca.
Pertanyaan menyuap orang agar meneruskan bacaan.
Meski kelima paragraf pertama cerpen diatas berbeda, namun semuanya memancing
pertanyaan dibenak pembaca :
- Membuka dengan masalah yang harus diselesaikan oleh karakter
Pembaca ingin tahu bagaimana karakter menyelesaikan masalah ? Perubahan apa yang terjadi
pada diri karakter setelah melewati masalah ? (resolusi).
- Membuka dengan aksi (insiden)
Apa maksud karakter melakukan aksi (insiden) ?
- Membuka dengan garis besar cerita… TAPImenahan informasi penting mengenai motif;
kenapa karakter melakukan sesuatu?
- Membuka dengan pertanda bahaya (ketegangan)
Apakah karakter berhasil melewati bahaya ? Apa yang akan terjadi dengannya ?
- Membuka dengan menampilkan lokasi cerita
Mengapa tempat tersebut istimewa ? Apa hubungan lokasi cerita dengan karakter…dan tema
cerita secara keseluruhan?
…Satu hal lagi. Selalu menampilkan karakter dalam paragraf pertama.
Ada alasan mengapa kelima pembukaan cerpen diatas lansung memperkenalkan karakternya.
Penulisnya tahu sifat dasar manusia. Setelah semua, manusia paling tertarik dengan sesamanya.
Itu sebabnya kehadiran karakter, atau nama orang, lansung menarik perhatian pembaca.
Sangkalan : Belum ada teknik menulis yang berlaku efektif bagi semua penulis… Teknik
menulis yang sama tidak menjamin hasil yang sama ditangan dua penulis berbeda.