Dokumen tersebut membahas tentang pengembangan zona wisata dan penataan ruang kepariwisataan. Secara singkat, dokumen menjelaskan tentang pentingnya pengembangan zona wisata yang terdiri dari zona inti, zona pelayanan, dan buffer zone untuk mengelompokkan aktivitas dan fasilitas pendukung wisata. Dokumen juga membahas konsep satuan ruang wilayah, destinasi, dan lokasi wisata dalam perencanaan penataan ruang kepariwisataan.
3. Peletakan Zonasi
3
Zona Pelayanan
Buffer Zone
Zona Inti
Suatu area di mana seluruh aktifitas dan
fasilitas pendukung ditempatkan atau
dikelompokkan, termasuk pusat jaringan
infrastruktur dasar, fasilitas akses, pelayanan
pengunjung dan pengelola
Di mana atraksi/daya tarik utama berada.
Aktifitas utama berwisata di area ini harus
dilengkapi dengan fasilitas wisata utama.
Suatu area yang memisahkan daya tarik
utama dengan kelompok-kelompok aktifitas
dan fasilitas pendukung.
Beberapa fasilitas dasar dapat tersedia di
area ini.
Fungsi utama : memisahkan aktifitas yang
ada di antara jedua zona lainnya yang tidak
sepadan dengan citra daya tarik wisata dan
kenyamanan pengunjung.
4. Zona Wisata
Pengembangan kawasan wisata alam harus mengikuti
prinsip-prinsip pengembangan dan perencanaan
pemanfatan kawasan terdiri dari subsistem tata ruang atau
pendaerahan (zoning). Penzoningan tersebut digambarkan
dalam 4 (empat) zona (Lawson dan Bovy, 1977).
6. Konsep Struktur Ruang
6
Keterangan :
Kota Pusat Pelayanan Pariwisata Provinsi (Kendari)
Kota Pusat Pelayanan Pariwisata Sub-Wilayah(WPP)
Kota Pusat Pelayanan Pariwisata Kawasan Pengembanga
Pariwisata (KPP)
ODTW Alam Jalur Wisata Provinsi
ODTW Budaya Jalur Wisata Lokal
ODTW Minat Khusus
Batas WilayahPengembangan Pariwisata (WPP)
Batas Kawasan PengembangaPariwisata (KPP)
7. Satuan Ruang Wilayah Pariwisata
dan Unsur Pembentuknya
1. Satuan ruang pariwisata pada hakekatnya akan bersifat hirarkis dan
bergradasi menurut luasan, ketersediaan akses, dan kompleksitas unsur
pembentuknya. Konsep satuan ruang pariwisata meliputi :
a. Ruang wilayah atau region;
b. Ruang destinasi; dan
c. Lokasi atau tapak (site) pariwisata.
2. Satuan region atau wilayah pariwisata merupakan skala pembagi ruang
destinasi wisata nasional, lebih luas dari suatu provinsi dan dapat
mencakup beberapa provinsi. Pada satuan ruang tersebut, kepentingan
pengelolaan pariwisata cenderung berada pada level kebijakan
dibandingkan kegiatan pengembangan lahan (land development).
3. Satuan wilayah atau region terbentuk melalui unsur-unsur :
a. Satu atau lebih destinasi pariwisata,
b. Satu atau lebih gerbang primer (entry),
c. Akses penghubung gerbang ke destinasi oleh prasarana transportasi, dan
d. Prasarana pendukung dan jasa wisata lainnya.
7
9. Sistem Pusat-Pusat dan Koridor Sirkulasi Dalam
Satuan Ruang Wilayah (Region) Pariwisat
1. Satuan wilayah atau region pariwisata dapat melingkupi
satu atau beberapa kota besar, menengah, dan kecil
serta hinterland yang melayani satu atau lebih destinasi
pariwisata yang terhubungkan oleh prasarana
transportasi dengan delineasi tidak terbatas dalam satu
satuan administratif.
2. Gerbang primer yang umumnya diwakili oleh kota utama
atau kota besar lainnya secara fungsional didukung oleh
gerbang sekunder dan berbagai moda transportasi.
9
10. Sistem Pusat-Pusat dan Koridor Sirkulasi Dalam
Satuan Ruang Wilayah (Region) Pariwisata
10
Small
Town
Rural Area
Secondary Destination Zona Primary Destination Zona
Medium or
Large City
Circulation
Corridor
11. Satuan Ruang Zona Destinasi
1. Dalam konteks Nasional, satuan ruang wilayah membagi wilayah kepariwisataan Nasional
dalam beberapa satuan ruang yang terdiri dari satu atau lebih wilayah Provinsi atau dalam
kebijakan pengembangan pariwisata Nasional relevan dengan DPN sebagaimana
dimaksudkan oleh perwilayahan pariwisata. Dalam kebijakan nasional tersebut persyaratan
pembentukan DPN adalah adanya daya tarik wisata yang bersifat unggulan; gerbang
internasional sebagai akses primer; kota-kota sebagai gerbang sekunder; akses antara
gerbang primer dan sekunder; serta adanya lingkungan fisik, sosial, dan ekonomi yang
mendukung kegiatan pariwisata.
2. Satuan destinasi pariwisata dimaksudkan sebagai bagian dari suatu satuan wilayah
pariwisata yang mencakup satu atau lebih obyek dan atraksi wisata; dilengkapi prasarana
dan sarana penunjang, kelompok masyarakat, dan lingkungan pendukung pariwisata. Pada
satuan ruang tersebut, dibutuhkan peran berbagai pemangku kepentingan pariwisata,
seperti pengembang, perencana, pelaku usaha wisata, dan Pemerintah Daerah dalam
perencanaan dan pengelolaan pariwisata.
3. Satuan ruang destinasi pariwisata yang direpresentasikan oleh keberadaan obyek dan
atraksi wisata dalam suatu cluster atau lebih; akses atau koridor sirkulasi utama yang
diwakili oleh prasarana transportasi; komunitas yang menyelenggarakan jasa, pelayanan,
sarana, dan atraksi wisata; serta adanya linkages yang menghubungkan seluruh fungsi
yang ada. 11
12. Skema Satuan Ruang Zona Destinasi
COMMUNITY
DESTINATION ZONE
ACCESS
ATTRACTION COMPLEX
Limit of community influence Service facilities, products,
atractions.
Group of things to see and
do based upon research-
design.
Gateway : direction,
information, impression.
Circulation
corridor.
Withheld fromm
travel tourism,
recrestion
development.
SECTION
CIRCULATION GATEWAY COMMUNITY LINKAGE ATTRACTION
LINKAGE
12
13. Konfigurasi Fungsional Zona Destinasi
Gunn et al (2002) menjelaskan lebih lanjut bahwasanya satuan destinasi
pariwisata sebagai satuan geografis merupakan konfigurasi dari :
1. Nucleus yang mengakomodasikan seluruh fitur atraksi wisata alam
dan binaan utama yang menjadi tujuan dan kepentingan wisatawan;
2. Inviolate Belt yang merupakan suatu area atau kawasan yang
berfungsi sebagai penyangga bagi nucleus agar daya tarik
estetikanya tidak menurun oleh invasi pembangunan non-pariwisata
serta berfungsi menghadirkan pengenalan obyek wisata secara lebih
tepat melalui penggunaan lahan dan estetikanya; serta zone of
closure yang merupakan kawasan terluar dimana terdapat prasarana
akses dan komunitas yang menyelenggarakan fungsi pelayanan dan
jasa wisata.
14. Konfigurasi Fungsional Zona Destinasi
INVIOLATE BELT
NUCLEUS
ZONE OF CLOSURE
THE PRINCIPAL
ATTRACTION FORCE
ESSENTIAL SETTING
OUTER AREA OF INFLUENCE
(MUST INCLUDE A SERVICE CENTER
OR A COMMUNITY)
14
15. Satuan Tapak atau Lokasi (Site) Pariwisata
1. Satuan tapak atau lokasi (site) pariwisata merupakan satuan ruang destinasi wisata
terkecil dimana obyek dan atraksi wisata berlokasi.
2. Satuan tapak atau lokasi dapat mewakili fungsi nucleus. Pada skala ini bekerja faktor-
faktor fisik, ekologis, sosio-ekonomi, dan sosio-budaya secara intensif yang
merupakan interaksi lingkungan binaan dengan lingkungan alam. Dalam konteks
tersebut, maka kepentingan satuan tapak atau lokasi adalah berfungsinya
sumberdaya setempat sebagai potensi obyek dan atraksi wisata.
3. Daya tarik wisata adalah :
a. Segala sesuatu yang dapat menarik pengunjung untuk datang berwisata ke suatu tempat
tertentu
b. Segala sumberdaya permanen yang telah ditentukan dan dikendalikan dan yang dikelola untuk
dinikmati, disenangi, menjadi tempat hiburan atau pendidikan bagi pengunjung umum
Secara luas hal ini diwakili oleh keindahan dan kekayaan alam; kondisi klimatologi;
lansekap; vegetasi; badan air permukaan; kehidupan satwa liar; biota akuatik;
peninggalan sejarah, budaya, dan agama; kehidupan tradisional; fasilitas hiburan,
sosial, dan budaya; produk kemajuan teknologi; atraksi spesifik yang
diselenggarakan secara periodik; dan sebagainya.
15
17. Posisi Geografis Destinasi Pariwisata
1. Posisi geografis destinasi pariwisata menjelaskan mengenai
hubungan antara segmen pasar dan destinasi pariwisata menurut
fungsi jarak, waktu, dan kemudahan akses.
2. Sebagaimana telah dijelaskan dalam konsep keruangan, maka
fungsi-fungsi tersebut diwakili oleh prasarana dan sarana
transportasi menuju dan dari gerbang primer (entry); sistem
penanganan (handling) wisatawan menuju destinasi; obyek dan
atraksi wisata yang ditawarkan dalam suatu cluster atau lebih;
koridor sirkulasi utama di dalam destinasi yang menghubungkan
antara obyek dan atraksi wisata dengan prasarana dan sarana
penunjang wisata; komunitas yang menyelenggarakan jasa,
pelayanan, sarana, dan atraksi wisata.
17
19. Pola Konfigurasi Spasial Destinasi Pariwisata
Pola keruangan destinasi pariwisata diwakili oleh 5 (lima) konfigurasi
yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan destinasi pariwisata,
yaitu :
1. Single destination, dimana sebagian besar kegiatan wisata berada
dalam satu destinasi
2. En route, dimana beberapa destinasi dapat dikunjungi dalam
perjalanan ke destinasi utama
3. Base camp, dimana destinasi yang lain dapat dikunjungi sewaktu
berada dalam destinasi utama
4. Regional tour, dimana beberapa destinasi dapat dikunjungi ketika
berada dalam sebuah wilayah target
5. Trip chaining, merupakan tur perjalanan keliling yang dapat
melingkupi beberapa destinasi
19
20. Pola Konfigurasi Spasial Destinasi Pariwisata
5. Trip Chaining1. Single Destination
4. Regional Tour
3. Base Camp
2. En Route
ORIGIN
20
21. Unsur Destinasi Pariwisata
1. Destinasi pariwisata terdiri atas 3 (tiga) unsur utama, yakni :
a. Kompleks obyek dan atraksi wisata, dapat direpresentasikan oleh suatu cluster
atau gabungan beberapa cluster
b. Koridor sirkulasi di antara cluster
c. Area bukan obyek dan atraksi wisata, yang memiliki potensi untuk pengembangan
pariwisata pada masa mendatang
2. Zonasi keruangan suatu destinasi pariwisata didelineasi ke dalam 3 (tiga)
zona utama, yakni :
a. Nucleus yang merepresentasikan satuan ruang berupa kompleks atau cluster
dimana fitur obyek dan atraksi wisata utama berada
b. Inviolate belt yang direpresentasikan oleh kawasan di sekeliling nucleus yang
secara fungsional guna lahan dan estetikanya memberikan pengenalan bagi
obyek dan atraksi wisata yang dituju
c. Zone of closure direpresentasikan oleh kawasan terluar, dimana fungsi
kepentingan aksesibilitas, informasi, dan pelayanan masyarakat bagi pariwisata
tersedia
21
22. Hubungan Koridor Sirkulasi Dalam Destinasi Pariwisata
1. Koridor sirkulasi suatu destinasi pariwisata ditujukan untuk menciptakan
akses di dalam destinasi direpresentasikan oleh prasarana dan sarana
transportasi.
2. Koridor sirkulasi menghubungkan obuek dan atraksi wisata dengan
prasarana dan sarana penunjang pariwisata, seperti lokasi air terjun,
konservasi satwa dan tumbuhan, diving, paralayang, sailing, dan lainnya
dengan hotel, cottage, penginapan, restoran, fasilitas kesehatan, dan
lainnya.
3. Perencanaan koridor sirkulasi perlu mempertimbangkan pola
keterhubungan (linkage) antara unsur-unsur wisata dalam destinasi, yaitu :
a. Compatibility atau saling melengkapi. Sirkulasi direncanakan dengan prinsip
efisiensi dan pelayanan jumlah wisatawan yang lebih besar
b. Incompatibility, jika obyek dan atraksi wisata memiliki karakteristik berbeda,
sehingga dalam perencanaan fisik dan manajemen perlu dipisahkan
c. Distant complementarity, jika obyek dan atraksi wisata terpisah jauh, sehingga
perlu dihubungkan melalui manajemen paket perjalanan
22
23. Hubungan Koridor Sirkulasi Dalam Destinasi Pariwisata
23
C. Distant Complementarity
B. Incompatibility
A. Compatibility
1 + 1 > 2
1 + 1 < 2
Large attraction
supported by
other similar
atractions.
Disimilar
attraction
demand
separation.
27. Aspek-Aspek Dalam Pengembangan Kawasan Strategis
Destinasi Pariwisata Pemasaran Pariwisata Industri Pariwisata Kelembagaan
Kepariwisataan
1. Daya Tarik Wisata 1. Pasar Wisatawan 1. Struktur Industri 1. Organisasi
a. Daya Tarik Wisata Alam 2. Citra Pariwisata a. Hotel/Penginapan Kepariwisataan
b Daya Tarik Wisata 3. Promosi Pariwisata b. Restoran dan Rumah Makan 2. SDM Pariwisata
Budaya 4. Kemitraan c. BPW/BPU 3. Penelitian Dan
c. Daya Tarik Wisata Hasil Pemasaran d. Sarana dan Prasarana Pengembangan
Buatan Manusia Pariwisata Komunikasi
2. Aksesibilitas Pariwisata e. Galeri Seni dan Toko
3. Prasarana Umum, Fasilitas Cenderamata
Umum dan Fasilitas f. Bank dan Penukaran Uang
Pariwisata g. Aksesibilitas
a. Prasarana Umum h. Paket Perjalanan Wisata
b. Fasilitas Umum i. Informasi dan Sistem Informasi
c. Fasilitas Pariwisata 2. Tanggung Jawab Terhadap
4. Keterlibatan Masyarakat Lingkungan
Dalam Kepariwisataan 3. Daya Saing
5. Investasi di Bidang 4. Kemitraan Usaha
Pariwisata 5. Kredibilitas Bisnis