Profil ini menyajikan sejarah dan pembagian administratif Kabupaten Nias Selatan, mulai dari zaman prasejarah hingga masa kemerdekaan. Daerah ini dihuni oleh suku Nias yang memiliki budaya kaya sejak 3000-5000 tahun lalu. Pada zaman kolonial, Belanda membentuk pemerintahan di Nias dan membagi wilayahnya. Setelah Jepang, struktur pemerintahan diadopsi namun dengan nama baru. Pada masa kemerde
1. 3Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Berikut ini dipaparkan profil umum Kabupaten Nias Selatan berdasarkan data
yang Konsultan miliki. Mengingat pengalaman Konsultan di masa lalu pernah
mengerjakan Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah
(RIPPDA) Nias, yang merupakan gabungan Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias
Selatan, maka data yang dipaparkan sebagian besar di antaranya masih
mencampurkan kedua kabupaten tersebut.
3.1. Sejarah Wilayah
3.1.1. Zaman Prasejarah
Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan memiliki sejarah
kemegahan masa lampau yang tak ternilai harganya. Hal ini bisa
dibuktikan dari penemuan kebudayaan megalitik dari masa 3000 – 5000
tahun sebelum Masehi atau sekitar 2500 – 5000 tahun silam, di mana
ditemukan peninggalan-peninggalan kebudayaan purbakala yang
ditinggalkan oleh nenek moyang suku Nias dan Nias Selatan.
Hingga saat ini belum diketahui secara pasti akan asal usul nenek
moyang suku Nias atau “Suku Ono Niha”. Namun banyak anggapan yang
menyatakan bahwa nenek moyang suku Nias dahulunya adalah pelaut
dan memasuki daerah pedalaman Gomo. Diyakini bahwa dari
Kecamatan Gomo inilah penduduk Nias dan Nias Selatan berkembang
secara tahap demi tahap ke seluruh pelosok tanah Kabupaten Nias dan
Kabupaten Nias Selatan.
Nias dan Nias Selatan sangat kaya akan berbagai unsur budaya yang
memiliki ciri khas tersendiri, seperti unsur bahasa, hukum adat,
2. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-2
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
kesenian, arsitektur rumah, olahraga, dan pesta-pesta adat, seperti
masa panen, perkawinan, pengangkatan gelar dan lain sebagainya.
Berbagai penyelusuran menyebutkan asal-usul orang Nias dan Nias
Selatan yang dinilai mirip dengan orang Cina selatan. Pulau Nias sendiri
pernah muncul di peta Cina. Itu terjadi di abad ke-12. Pembuat peta
memberi catatan bahwa Nias dan Nias Selatan sudah dikenal oleh para
pedagang Gujarat. Para pegadang Arab dan Gujarat telah mengenal
Nias dan Nias Selatan sejak abad ke-9, ''sebagai pemasok kelapa dan
budak sebagai ganti emas dan tembaga.''
Moyang Nias itu hanyut terbawa arus laut. Orang-orang Nias sendiri
mempunyai tradisi pernikahan dengan menandu pengantin di atas kursi,
seperti halnya tradisi di Cina. Ciri-ciri fisik sangat menujukkan
kemiripan orang Nias dengan orang Cina selatan. Kelopak matanya
sipit, postur tubuh, dan warna kulit yang kuning bersih juga sama
dengan orang Cina selatan, model rambutnya rata-rata lurus, seperti
rambut orang Cina selatan juga.
Tradisi pengobatan mereka juga banyak menggunakan dedaunan dan
akar-akaran sebagaimana lazimnya terjadi di Cina. Orang Nias juga
menggemari warna merah, hitam, dan kuning, seperti halnya
kegemaran orang Cina. Cara berbahasa, juga dinilai sama dengan cara
berbahasa orang Cina.
Di pulau ini telah ditemukan artefak dengan ciri tradisi paleolitik
dengan tipologi yang sangat primitif. Tipologi ini mirip dengan yang
dijumpai di Sumbawa, Timor, Pacitan, Flores, dan Sulawesi. Ciri budaya
lain yang tua ditunjukkan oleh bukti kebudayaan megalitik, misalnya
menhir. Kalau di beberapa situs ditemukan menhir yang sederhana,
tetapi di Nias dan beberapa tempat lainnya (Minangkabau, Lampung,
Jawa Tengah, Sulawesi Tengah) sudah dalam bentuk yang lebih maju,
dalam arti telah dikerjakan atau dipahat. Bentuknya ada yang persegi
empat, bulat disertai dengan pola bias, berbentuk pedang. Letak
menhir itu juga ada aturannya, di Nias selalu menghadap ke halaman
tempat upacara dilaksanakan. Kadang-kadang benda ini juga berfungsi
menjadi batas daerah sakral dengan daerah di luarnya. Fungsi lain
adalah berkaitan dengan pemujaan, tanda penguburan kepala adat,
lambang kepala adat, mempunyai kekuatan gaib yang bisa menolak
bala, tempat mengikat terdakwa yang akan dihukum, dan lain-lain.
Fungsi semacam ini juga terdapat di beberapa daerah lain.
Di berbagai bagian masyarakat di Pulau Nias, menhir mempunyai nama-
nama tersendiri. Tugu batu itu disebut saita gari di Nias Selatan, behu,
di Nias Tenggara, diin gowe zalava di Nias Utara, Timur, dan Barat. Di
lapangan desa Teluk Dalam, di Nias Selatan, masih terdapat batu untuk
latihan lompat tinggi (zawo-zawo), yang pada masa lalu kebolehan
3. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-3
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
lompat tinggi itu dimanfaatkan untuk melompati pagar pertahanan
musuh. Kebudayan Nias ini kurang mendapat pengaruh kebudayaan
Hindu dan Islam, sebaliknya mereka banyak mendapat pengaruh agama
Kristen Protestan yang masuk ke daerah ini sejak tahun 1865 dan
kemudian datang pula pengaruh agama Katolik terutama di bagian
selatan.
Nias adalah suku-bangsa asal yang mendiami pulau Nias dan pulau-pulau
sekitarnya, misalnya pulau Hinako, pulau Senau, pulau Lafau, pulau
Batu, dan lain-lain, yang keseluruhannya termasuk wilayah Propinsi
Sumatra Utara. Penduduknya Kabupaten Nias mempunyai budaya yang
unik, antara lain berupa tarian. Tarian khas dari Pulau Nias adalah "Tari
Baluse" atau Tari Perang. Dahulu kala, tarian ini merupakan latihan
perang para pemuda Nias untuk melatih prajurit menjadi seorang
prajurit yang tangguh, yang dapat mengalahkan musuh.
Sekarang ini, latihan perang tersebut dijadikan sebagai suatu bentuk
tari-tarian untuk melestarikan budaya Nias yang dahulu kala suka
berperang. Tarian ini sering digunakan untuk menyambut tamu yang
datang mengunjungi Nias. Juga sering dipakai pada upacara-upacara
adat.
Selain itu, bentuk latihan perang lainnya adalah melompati pagar
benteng musuh yang terbuat dari batu atau kayu. Dahulu kala, seorang
pemuda Nias baru dapat dikatakan dewasa apabila dapat melompati
batu tersebut. Sekarang ini, bentuk latihan tersebut dapat dilihat
dalam "Lompat Batu", yaitu melompati batu setinggi kurang lebih 2,5
meter.
3.1.2. Zaman Penjajahan Belanda
Sejak tahun 1864 Daerah Nias merupakan bagian Wilayah Residentil
Tapanuli yang termasuk dalam lingkungan Government Sumatera
Wesiklet Dapat dikatakan mulai tahun 1864 itu secara efektif
Pemerintahan Hindia Belanda mengatur Pemerintahan di Nias sebagai
bagian daerah wilayah Hindia Belanda pada waktu itu.
Mulai tahun 1919 Residentil Tapanuli tidak lagi terdiri dari tiga
afdeeling, tetapi telah menjadi empat afdeeling yang masing-masing
dipimpin oleh seorang Assisten Residen, yaitu :
1. Afdeeling Sibolga dan sekitarnya dengan lbukota Sibolga
2. Afdeeling Padang Sidempuan dengan lbukota Padang Sidempuan
3. Afdeeling Batak Landen dengan lbukota Tarutung
4. Afdeeling Nias termasuk pulau-pulau sekitarnya (kecuali Pulau-
Pulau Batu) yang merupakan Afdeeling yang baru dibentuk pada
tahun 1919 dengan lbukota Gunungsitoli
4. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-4
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Pembentukan daerah Nias sebagai satu Afdeeling didasarkan pada
pertimbangan antropologis namun demikian sebelumnya itu tidak ada
pemerintahan yang meliputi keseluruhan daerah Nias yang dialami oleh
Suku Nias.
Afdeeling Nias terdiri dari dua Onderafdeeling, yaitu :
1. Onderafdeeling Nias Selatan dengan lbu Kota Teluk Dalam, dan
2. Onderafdeeling Nias Utara dengan lbu Kota Gunungsitoli.
Masing-masing dipimpin oleh seorang Controleur atau Gezegtsebber.
Dibawah Onderafdeeling terdapat lagi satu tingkat pemerintahan yang
disebut Distrik dan Onderdistrik yang masing-masing dipimpin oleh
seorang Demang dan Asisten Demang. Batas antara masing - masing
wilayah tersebut tidak ditentukan secara tegas. Onderafdeeling Nord
Nias terbagi atas satu distrik, yaitu Distrik Gunungsitoli dan empat
Onderdistrik, yaitu :
1. Onderdistrik Idano Gawo,
2. Onderdistrik Hiliguigui,
3. Onderdistrik Lahewa, dan
4. Onderdistrik Lahegu.
Onderdistrik Zuid Nias terbagi atas satu distrik, yaitu : Distrik Teluk
Dalam dan dua Onderdistrik, yaitu :
1. Onderdistrik Balaekha, dan
2. Onderdistrik Lolowau.
Pulau-Pulau Batu pada bulan Desember 1928 dimasukkan kedalam
Wilayah Afdeeling Nias yang sebelumnya termasuk dalam wilayah
Residentil Sumatera Band dengan status sebagai Onderafdeeling
sehingga sejak saat itu Afdeeling Nias terdiri dari tiga Onderafdeeling,
yaitu : Onderafdeeling Nord Nias, Onder-afdeeling Zuid Nias dan
Onderafdeeling der Batu Eilanden. Tingkat pemerintahan yang berada
dibawah Distrik dan Onderdistrik ialah Banua (Kampung) yang masing-
masing dipimpin oleh seorang Salawa (di Nias Utara dan si Ulu (di Nias
Selatan) yang merupakan pemerintahan asli di Nias. Yang
keberadaannya itu dikokohkan oleh pemerintah Hindia Belanda sebagai
tingkat pemerintahan yang paling bawah.
3.1.3. Zaman Penduduk Jepang
Pada zaman pendudukan Jepang, sebagaimana hanya di seluruh
Indonesia waktu itu berdasarkan Undang-undang No. 1 tahun 1912
pembagian wilayah pemerintahan di Daerah Nias tidak mengalami
perubahan sama, seperti pada masa pemerintahan Hindia Belanda.
Kecuali 0nderafdeeling dihilangkan yang mengalami perubahan hanya
namanya saja, yaitu :
1. Afdeeling diganti dengan nama Gunsu Sibu yang dipimpin oleh
seorang Setyotyo.
5. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-5
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
2. Distrik diganti dengan nama Gun yang dipimpin oleh seorang
Guntyo.
3. Onderdistrik diganti dengan nama Fuku Gu yang dipimpin oleh
seorang Fuku Guntyo.
Mengenai pengaturan pemerintahan juga didasarkan undang-undang
Nomor 1 tahun 1942 yang mengatakan bahwa semua badan
pemerintahan dan kekuasaannya hukum dan undang-undang dan
pemerintahan Hindia Belanda untuk sementara diakui sah asal tidak
bertentangan dengan aturan Pemerintahan Militer Jepang.
3.1.4. Zaman Kemerdekaan
1. Pada tahun-tahun pertama zaman kemerdekaan pembagian wilayah
pemerintahan di daerah Nias tidak mengalami perubahan. Demikian
juga struktur pemerintahan yang berubah hanya nama wilayah dan
nama pimpinannya sebagai berikut:
a. Nias Gunsu Sibu diganti Nama Pemerintahan Nias yang dipimpin
oleh Kepala Luhak.
b. Gun diganti dengan nama Urung yang dipimpin oleh seorang
Asisten Kepala Urung (Demang)
c. Fuku Gun diganti dengan nama Urung Kecil yang dipimpin oleh
Kepala Urung Kecil (Asisten Demang).
Sesuai dengan jumlah distrik dan onderdistrik pada zaman Belanda
pembagian nama tetap berlaku pada zaman Jepang maka pada awal
kemerdekaan terdapat sembilan kecamatan. Hanya saja diantara
kecamatan itu terdapat tiga kecamatan yang mengalami perubahan
nama dan lokasi lbukota, yaitu:
a. Onderdistrik Hiliguigui menjadi Kecamatan Tuhemberua dengan
lbukota Tuhemberua
b. Onderdistrik Lahagu menjadi Kecamatan Mandrehe dengan lbu
kota Mandrehe
c. Onderdistrik Balaekha menjadi Kecamatan Lahusa dengan Ibu
Kota Lahusa.
2. Pada tahun 1946 Daerah Nias berubah dan Pemerintahan Nias
menjadi Kabupaten Nias dengan dipimpin oleh seorang Bupati.
3. Pada tahun 1945 KND dihapuskan dan dibentuk suatu lembaga baru,
yaitu Dewan Perwakilan Rakyat.
4. Pada tahun 1953 dibentuk tiga kecamatan, yaitu :
a. Kecamatan Gido yang wilayahnya sebagian diambil dari wilayah
Kecamatan Gunungsitoli dan sebagian diambil dari kecamatan
Idano Gawo dengan Ibu Kota Lahemo.
b. Kecamatan Gomo yang wilayahnya sebagian diambil dari
wilayah Kecamatan Idano Gawo dan sebagian dari wilayah
6. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-6
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Kecamatan Lahusa dengan Ibu Kota Gomo.
c. Kecamatan Alasa yang wilayahnya sebagian diambil dari wilayah
Kecamatan Lahewa sebagian dari wilayah Kecamatan
Tuhemberua dan sebagian dari wilayah Kecamatan Mandrehe
dengan Ibu Kota Ombolata.
5. Pada tahun 1956 dibentuk satu kecamatan baru, yaitu kecamatan
Sirombu yang wilayahnya sebagian dari wilayah Kecamatan
Mandrehe dan sebagian dari wilayah Kecamatan Lolowa’u.
Kemudian berdasarkan PP. No.35 tahun 1992 tanggal 13 Juli 1992
terbentuk dua Kecamatan baru, yaitu Kecamatan Lolofitu Moi yang
wilayahnya sebagian dari Kecamatan Gido dan Kecamatan
Mandrehe dan Kecamatan Hiliduho yang wilayahnya sebagian dan
Kecamatan Gunungsitoli.
Berdasarkan PP. No. 1 tahun 1996 tanggal 3 Januari 1996 terbentuk
dua kecamatan baru, yaitu:
a. Kecamatan Amandraya yang wilayahnya sebagian dan
kecamatan Teluk Dalam, kecamatan Gomo dan kecamatan
Lahusa.
b. Kecamatan Lolomatua yang wilayahnya sebagian dari
kecamatan Lolowa’u
Terakhir dengan berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dengan mempedomani Keputusan Menteri
Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2000 tentang Pedoman Pembentukan
Kecamatan maka melalui Perda Kabupaten Nias No.4 tahun 2000
tanggal 24 Nopember 2000 tentang Pembentukan 5 (lima)
Kecamatan di kabupaten Nias. Lima kecamatan Pembantu yang
masih tersisa selama ini akhirnya ditetapkan sebagai Kecamatan
yang definitif. Masing-masing :
a. Kecamatan Hibala yang wilayahnya berasal dari Kecamatan
Pulau-pulau Batu.
b. Kecamatan Bawolato yang wilayahnya berasal dari Kecamatan
Idano Gawo
c. Kecamatan Namohalu Esiwa wilayahnya sebagian dari
Kecamatan Alasa dan Kecamatan Tuhemberua
d. Kecamatan Lotu yang wilayahnya sebagian dan Kecamatan
Tuhemberua dan Kecamatan Lahewa
e. Kecamatan Afulu yang wilayahnya sebagian dan Kecamatan
Lahewa dan Kecamatan Alasa
6. Pada tahun 1956 dengan Undang-Undang No.7 tahun 1956
Kabupaten Nias ditetapkan sebagai daerah otonom yang disebut
Daerah Swatantra Kabupaten Daerah Tingkat II Nias. yang dipimpin
oleh Bupati Kepala Daerah. Di samping Bupati Kepala Daerah
7. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-7
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
dibentuk Dewan Pemerintahan Daerah yang dipilih dan anggota
DPRD.
7. Pada tahun 1961 sampai dengan tahun 1969 Ketua DPRD langsung
dirangkap oleh Bupati Kepala Daerah. Untuk membantu Bupati
Kepala Daerah dalam menjalankan roda pemerintahan sehari-sehari
dibentuk Badan Pemerintahan Harian yang dikatakan sebagai ganti
DPD yang telah dihapuskan. Akan tetapi kemudian sejak tahun 1969
sampai dengan saat berlakunya Undang-undang No.5 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah Lembaga BPH sebagai
Pembantu Kepala daerah dalam menjalankan Pemerintahan sehari-
hari tidak pernah diadakan lagi.
8. Secara singkat dapat dikatakan bahwa perubahan-perubahan pe-
merintahan di Kabupaten Nias mengikuti perubahan-perubahan
tentang Pemerintahan di daerah yang berlaku secara nasional.
9. Desa/Kelurahan sebagai tingkat pemerintahan yang paling bawah di
Kabupaten Nias terdapat sebanyak 657 buah. Desa/ Kelurahan
tersebut karena persekutuan masyarakat menurut hukum setempat
yang dahulunya masing-masing berdiri sendiri-sendiri tanpa ada
tingkat pemerintahan yang lebih tinggi yang mencakup beberapa
atau keseluruhan desa/kelurahan itu. Sejak awal kemerdekaan
sampai tahun 1967 terdapat satu tingkat pemerintahan lagi
diantara Kecamatan dengan Desa/kelurahan yang disebut "ORI "
yang meliputi beberapa desa.
Memang ORI ini sejak dahulu telah ada yang dibentuk karena
perserikatan beberapa desa yang menyangkut Pesta, sedang
masalah-masalah pemerintahan desa langsung diatur oleh masing-
masing desa ORI sebagai salah satu tingkat pemerintahan di Daerah
Tingkat II Nias dihapuskan pada tahun 1965 dengan surat Keputusan
Gubernur pada tanggal 26 Juli 1965 Nomor : 222/V/GSU dengan
tidak menyebutkan alasan-alasan yang jelas.
10. Selanjutnya berdasarkan keputusan DPRD Kabupaten Nias Nomor :
02/ KPT/2000 tanggal 1 Mei 2000 tentang persetujuan pemekaran
Kabupaten Nias menjadi dua kabupaten Keputusan DPRD Propinsi
Sumatera Utara Nomor : 19/K/2002 tanggal 25 Agustus 2002.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2002 tanggal 25
Februari 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Nias Selain.
Kabupaten Pakpak Barat, dan Kabupaten Humbang Hasundutan dan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2002 tanggal
28 Juli 2003 maka Kabupaten Nias resmi dimekarkan menjadi dua
Kabupaten, yaitu Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan.
8. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-8
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
3.2. Wilayah Administrasi
Provinsi Sumatera Utara memiliki 18 Kabupaten dan 7 kota, dan terdiri
dari 328 kecamatan. Kabupaten dan kota tersebut dapat dilihat pada
Gambar 3.1. Salah satu kabupatennya adalah Kabupaten Nias, yang
semula merupakan sebuah pulau tersendiri Pulau Nias.
Nias Selatan sebelumnya adalah bagian Kabupaten Nias. Status otonom
diperoleh pada 25 Februari 2003, dengan menjadi sebuah kabupaten
tersendiri (Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan). Pulau Nias
sendiri, yang terbagi atan Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias dan
Kabupaten Nias Selatan.
3.3. Letak Geografis
Kepulauan Nias berbatasan dengan :
a. Sebelah Utara dengan Pulau-pulau Banyak, Propinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.
b. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Nias Selatan.
c. Sebelah Timur dengan Pulau-pulau Mursala Kabupaten Tapanuli
Tengah.
d. Sebelah Barat dengan Samudera Hindia.
Kabupaten Nias Selatan Terletak Pada 10° LU Dan 97° 45' BT. Kabu-
paten Nias Selatan berbatasan dengan :
a. Sebelah Selatan dengan Kepulauan Mentawai Propinsi Sumatera
Barat.
b. Sebelah Utara dengan Kabupaten Nias.
c. Sebelah Timur dengan Pulau Mursala Kabupaten Tapanuli Tengah
dan Kabupaten Mandailing Natal
d. Sebelah Barat dengan Samudera Hindia.
Dilihat dari letak geografis, termasuk tidak menguntungkan karena
terletak di belakang Pulau Sumatera, di luar jalur kegiatan ekonomi.
Keadaan ini menjadikan Pulau Nias termasuk daerah terisolir, jauh dari
pusat pemerintahan dan pusat kegiatan ekonomi. Selain itu, hal ini
akan menyebabkan terjadinya pembengkakan biaya pemasaran produk
Nias dan Nias Selatan ke Sumatera. Dengan letaknya yang di ujung
barat Indonesia, sesungguhnya Nias juga sangat rawan penyusupan
pihak asing dari arah Samudera Hindia yang maha luas itu.
9. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-9
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Gambar 3.1
Wilayah Administrasi Provinsi Sumatera Utara
3.4. Wilayah Administrasi
Nias Selatan terdiri atas 8 kecamatan yaitu:
a. Kepulauan Batu
b. Pulau Hibala
c. Teluk Dalam
d. Amandraya
e. Lahusa
f. Gomo
g. Lolomatua
h. Lolowau
10. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-10
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Gambar 3.2
Letak Pulau Nias Terhadap Pulau Sumatera
3.5. Fisik Dasar dan Lingkungan Hidup
3.5.1. Luas Wilayah
Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 71.680 km2. Luas Kabupaten Nias
Selatan 1.825 km².
3.5.2. Topografi
Keadaan alam pulau ini berbukit-bukit dan bergunung di bagian tengah,
dan dataran rendah di bagian pantai, dan secara keseluruhan
berketinggian antara 0 - 1000 meter di atas permukaan laut. Dari luas
daratan keseluruhan, Pulau Nias memiliki 24% daerah datar sampai
bergelombang, 24,8 % bergelombang sampai berbukit dan 51,2% daerah
berbukit sampai pegunungan, dengan ketinggian di atas permukaan laut
antara 0-800 m. Lihat Gambar 3.3, yang dipertegas oleh Gambar 3.4
dan Gambar 3.5.
Nias bagian utara bentang alamnya terletak pada ketinggian 0 sampai
300 meter di atas permukaan laut. Dibandingkan dengan daerah lainnya
bagian ini mempunyai daerah datar yang terbesar di Pulau Nias. Nias
bagian tengah bentang alamnya terletak 0 sampai 500 meter dari
permukaan laut. Pada bagian ini sebagian besar daerahnya merupakan
bukit dan lembah dengan kemiringan 15% sampai 40%. Nias bagian
selatan (Kabupaten Nias Selatan) terletak pada ketinggian 0 sampai 800
meter di atas permukaan laut. Sebagian besar daerahnya merupakan
11. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-11
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
bukit dan lembah dengan kemiringan 15% sampai 40% bahkan lebih dari
40%.
Dengan kondisi topografi yang demikian berakibat sulit membuat jalan
Jalur lurus dan lebar. Oleh karena itu kota-kota utama Pulau Nias
terletak di tepi pantai.
Gambar 3.3
Kemiringan Lahan di Provinsi Sumatera Utara
3.5.3. Pulau dan Pantai
Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan yang merupakan kabupaten
kepulauan yang terdiri dari 132 pulau dengan pulau terbesar adalah
Pulau Nias yang memanjang kearah utara selatan dengan panjang 120
km dan lebar 40 km. Panjang pantainya sekitar 450 kilometer.
12. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-12
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Gambar 3.4
Peta Topografi Pulau Nias
Kepulauan Nias terdiri dari 132 pulau besar dan kecil, yang dihuni 37
buah pulau dan yang tidak dihuni 95 buah pulau. Dari seluruh gugusan
pulau itu, ada empat pulau besar, yakni Pulau Tanah Bala (39,67 km²),
Pulau Tanah Masa (32,16 km²), Pulau Tello (18 km²), dan Pulau Pini
(24,36 km²). Luas pulau-pulau besar lainnya di Kepulauan Nias dapat
disimak pada Tabel 3.2. Masyarakat Nias Selatan tersebar di 21 pulau.
13. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-13
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Gambar 3.5
Peta Ketinggian Lahan Kepulauan Nias
14. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-14
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Tabel 3.1
Penyebaran Pulau Menurut Kecamatan
No. Kecamatan Jumlah Pulau
1 Pulau - Pulau Batu 101
2 Lahewa 12
3 Sirombu 10
4 Idano Gawo 2
5 Lolowau 2
6 Tuhemberua 1
7 Nias 1
8 Lahusa 1
9 Jumlah 132
Tabel 3.2
Luas Pulau Pulau Besar di Nias
No. Nama Pulau Luas
1 Pulau Nias ± 5.499,70Km2
2 Pulau Tanah Bala ± 39,67 Km2
3 Pulau Tanah Masa ± 32,16 Km2
4 Pulau Tello ± 18,00 Km2
5 Pulau Pini ± 24,36 Km2
6 Pulau Bawa ± 12,50 Km2
7 Pulau Hinako ± 10,80 Km2
Pulau-pulau kecil sebagian besar tersebar di sebelah selatan Pulau Nias
di Kecamatan Pulau-Pulau Batu yang mencapai jumlah 101 buah pulau.
Sedangkan pulau-pulau kecil yang lain terletak di sebelah utara dan
barat di Kecamatan Sirombu dan Lahewa masing-masing mempunyai 10
dan 14 pulau.
Topografi bervariasi, dari berbukit dengan tebing curam, dengan
ketinggian berkisar antara 0 – 800 m dpl, 2,4% merupakan dataran
rendah, 28,8% dataran tinggi dan 51,2% merupakan pegunungan yang
merupakan wilayah utama pulau.
Terdapat tiga kecamatan yang mempunyai pantai, yaitu : Kecamatan
Mandrehe, Hiliduho dan Lolofitu Moi. Pantai barat Pulau Nias umumnya
landai dengan beberapa sungai bermuara ke pantai barat. Pantai
umumnya berpasir coklat atau hitam dan di beberapa lokasi mempunyai
pasir putih, seperti di Teluk Bengkuang. Banyak muara sungai kecil yang
membawa lumpur ke pantai barat serta adanya ombak yang
berkesinambungan menyebabkan air di sekitar pantai selalu keruh.
Pada lokasi-lokasi yang tidak ada sungai yang bermuara ke laut, air
relatif jernih.
15. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-15
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Pantai selatan umumnya berupa pantai berpasir coklat dengan
beberapa pantai ditumbuhi bakau terutama didekat muara sungai.
Karang umumnya tumbuh didaerah tanjungan sedangkan daerah teluk
biasanya tidak dijumpai pertumbuhan karang. Pantai umumnya relatif
lebar dengan area tapak yang datar dan luas. Pantai selatan umumnya
mempunyai gelombang dan ombak yang besar dan pantai berpasir
dengan beberapa pantai berbatu karang.
Pantai Lahewa sepanjang delapan kilometer yang terletak 60 kilometer
di ujung paling utara Pulau Nias. Di lokasi itu terdapat taman laut
dengan hiasan batu dan ikan karang yang cantik.
Pantai-pantai di pinggiran ibu kota Kabupaten Nias ini menjadi tujuan
anak muda Gunung Sitoli dan masyarakat lainnya untuk sekadar
menghabiskan waktu pada sore hari. Wisata murah meriah ini menjadi
satu-satunya pilihan rekreasi warga yang daerahnya tak dilengkapi
dengan sarana hiburan, seperti bioskop, mal, dan hanya terdapat satu
kompleks hiburan berupa pub dan karaoke di pusat kota.
3.5.4. Klimatologi
Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan terletak di daerah
khatulistiwa yang mengakibatkan curah hujan cukup tinggi. Menurut
data dari Badan Meteorologi dan Geofisika Kabupaten Nias, rata-rata
curah hujan pertahun 3.287 mm dan banyaknya hari hujan dalam
setahun 271 hari atau rata-rata 22 hari perbulan pada Tahun 2003.
Akibat banyaknya curah hujan maka kondisi alam menjadi sangat
lembab dan basah. Musim kemarau dan hujan datang silih berganti
dalam setahun.
Daerah Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan beriklim tropis
dengan curah hujan yang cukup tinggi, yaitu mencapai 2.927,6 mm
pertahun sedangkan jumlah hari hujan setahun 200-250 hari atau 86%.
Kelembaban udara rata-rata setiap tahun antara 90 %, dengan suhu
udara berkisar antara 17,0° C - 32,60°C.
Kondisi curah hujan Pulau Nias dalam lingkup Provinsi Sumatera Utara
dapat dilihat pada Gambar 3.6. Curah hujan dalam setahun 3.287 mm
atau rata-rata 274 mm per bulan dan banyaknya hari hujan dalam
setahun 271 hari atau rata-rata 22 hari perbulan pada tahun 2003.
Akibat tingginya curah hujan mengakibatkan kondisi alamnya sangat
lembab dan basah. Musim kemarau dan hujan silih berganti dalam
setahun. Di samping struktur batuan dan susunan tanah yang labil
mengakibatkan sering terjadi banjir bandang yang mengakibatkan
patahan jalan-jalan aspal dan longsor di sana sini bahkan sering ditemui
daerah aliran sungai yang berpindah-pindah.
16. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-16
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Musim tenang di Pulau Nias biasanya terjadi pada bulan Desember –
Februari di mana laut tidak dapat dipakai untuk berselancar tetapi
sangat baik untuk penyelaman dan pemancingan. Sedangkan bulan April
- Oktober merupakan musim gelombang dan ombak yang sangat cocok
untuk kegiatan berselancar tetapi tidak cocok untuk kegiatan
penyelaman dan pemancingan. Angin utara bertiup dari Januari sampai
Mei, Pulau Bawah sangat baik berselancar di sana, sebaliknya bila angin
selatan bertiup, Mei sampai Oktober Pulau Asulah sasarannya.
Gambar 3.6
Kondisi Curah Hujan Provinsi Sumatera Utara
Keadaan iklim dipengaruhi oleh Samudera Hindia. Pada lahun 2003 suhu
udara berkisar antara 21,2 C – 30,3°C dengan kelembaban sekitar 89-92
% dan kecepatan angin antara 5-6 knot/jam. Curah hujan tinggi dan
relatif turun hujan sepanjang tahun yang sering kali dibarengi dengan
badai besar. Musim badai laut biasanya berkisar antara bulan
September sampai November, tetapi kadang terjadi juga pada bulan
Agustus sehingga cuaca bisa berubah secara mendadak.
17. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-17
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
3.5.5. Hidrologi
Di Provinsi Sumatera Utara terdapat 8 dam. Namun tidak satupun
berada di Pulau Nias. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.7. Kabupaten
Nias memiliki 127 sungai besar dan kecil (anak, induk dan cabang
sungai) serta beberapa danau dan air terjun. Daratan Pulau Nias dialiri
oleh sungai-sungai, seperti sungai Susua, Oyo, Moi, Muzoi; namun
sungai-sungai yang mengalir di celah-celah bukit ini tidak dilayari,
karena airnya yang dangkal.
Gambar 3.7
Sebaran Dam dan Irigasi di Provinsi Sumatera Utara
Terdapat sejumlah besar sungai di Pulau Nias, namun tidak terlalu
panjang. Nama-nama sungai tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Sungai-sungai yang sering mengalami debit air yang tinggi pada musim
penghujan antara lain adalah Idano Mola, ldo Menzoa, dan Idano Gawo.
Sedangkan yang mempunyai catchment area yang luas dan terpanjang
berturut-turut Idano Oyo, Idano Muzoi, Idano Eho, Idano Susuwa, dan
Idano Sawu. Gambaran rinci tentang luas daerah tangkapan (catchment
18. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-18
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
area) dan panjang sungai yang ada di Kabupaten Nias dapat dilihat pada
Tabel 3.4.
Tabel 3.3
Nama-Nama Sungai di Kabupaten Nias
No Nama Sungai Kecamatan Panjang (km) Klasifikasi
[1] [2] [3] [4] [5]
1. Sungai Nou Gunungsitoli 12.0 Induk
2. Sungai Miga Sebua Gunungsitoli 10.0 Induk
3. Sungai Miga Siite Gunungsitoli 8.0 Anak
4. Sungai Bo'u Gunungsitoli 3.0 Induk
5. Sungai Idanoi Gunungsitoli 20.0 Induk
6. Sungai Mo'awo Gunungsitoli 10.0 Induk
7. Sungai Gamo Gunungsitoli 8.0 Induk
8. Sungai Olora Gunungsitoli 12.0 Induk
9. Sungai Bogalito Gunungsitoli 4.0 Induk
10. Sungai To'o Gunungsitoli 5.0 Anak
11. Sungai Bo'uso Tuhemberua 8.0 Induk
12. Sungai Tambalou Tuhemberua 4.0 Induk
13. Sungai Afia Tuhemberua 9.0 Induk
14. Sungai Lawu-Lawu Tuhemberua 6.0 Induk
15. Sungai Boe Tuhemberua 7.0 Induk
16. Sungai Sowu Tuhemberua 23.0 Induk
17. Sungai Simali Tuhemberua 4.0 Induk
18. Sungai Lakha Tuhemberua 5.0 Induk
19. Sungai Helera Tuhemberua 6.0 Induk
20. Sungai Maae Tuhemberua 8.0 Induk
21. Sungai Sogawu Tuhemberua 5.0 Anak
22. Sungai Fofola Tuhemberua 9.0 Induk
23. Sungai Laehuwa Tuhemberua 4.0 Anak
24. Sungai Hetusa Tuhemberua 4.0 Induk
25. Sungai Latoi Tuhemberua 4.0 Induk
26. Sungai Tauli Tuhemberua 4.0 Induk
27. Sungai Bulunio Tuhemberua 4.0 Induk
28. Sungai Fino Tuhemberua 4.0 Induk
29. Sungai Bogali Tuhemberua 12.0 Anak
30. Sungai Sawo Tuhemberua 20.0 Induk
31. Sungai Sinua Tuhemberua 4.0 Anak
32 Sungai Ndraha Humene Gido 5.0 Induk
33. Sungai Foa Gido 7.0 Induk
34. Sungai Gido Siite Gido 18.0 Induk
35. Sungai Gido Sebua Gido 35.0 Induk
19. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-19
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
No Nama Sungai Kecamatan Panjang (km) Klasifikasi
[1] [2] [3] [4] [5]
36. Sungai Mua Gido 17.0 Induk
37. Sungai Tulumbaho Gido 4.0 Induk
38. Sungai Umbu Dahana Gido 4.0 Induk
39. Sungai Madawa Gido 4.0 Induk
40. Sungai La'auri Gido 10.0 Induk
41. Sungai Sinizi Gido 4.0 Induk
42. Sungai Idanogawo Idanogawo 25.0 Induk
43. Sungai Moa'wu Idanogawo 6.0 Anak
44. sungai Mezawa Idanogawo 18.0 Induk
45. Sungai Siholi Idanogawo 4.0 Anak
46. Sungai Mola Idanogawo 18.0 Induk
47. Sungai Na'ai Idanogawo 12.0 Anak
48. Sungai Goasa Idanogawo 8.0 Induk
49. Sungai Dola Lolofitu Moi 6.0 Induk
50. Sungai Moi Lolofitu Moi 24.0 Anak
51. Sungai Sondril Bawolato 23.0 Induk
52. Sungai Bulumoso Bawolato 6.0 Induk
53. sungai Nalawo Bawolato 10.0 Induk
54. Sungai suani Bawolato 6.0 Induk
55. Sungai Hou Bawolato 10.0 Induk
56. Sungai Taliwa'a Lahewa 9.0 Induk
57. Sungai Sobaewa Lahewa 5.0 Induk
58. Sungai Taliwa'a Lahewa 12.0 Induk
59. Sungai Tefao Lahewa 8.0 Induk
60. Sungai Totoi Lahewa 10.0 Anak
61. Sungai Bogona Lahewa 6.0 Anak
62. Sungai Naruwa Lahewa 5.0 Anak
63. Sungai Solagasi Lahewa 7.0 Anak
64. Sungai Batolo Lahewa 5.0 Anak
65. Sungai Lafau Lahewa 11.0 Induk
66. Sungai Mowao Lahewa 4.0 Induk
67. Sungai Baruzo Lahewa 6.0 Induk
68. Sungai Hao II Lahewa 6.0 Induk
69. Sungai Dao Lahewa 8.0 Induk
70. Sungai Solagasi N. Esiwa 10.0 Anak
71. Sungai Esiwa N. Esiwa 11.0 Anak
72. Sungai Lotu Lotu 6.0 Induk
73. Sungai Muzoi Lotu 65.0 Induk
74. Sungai Sawaoulo Lotu 4.0 Induk
75. Sungai Duria Lotu 6.0 Induk
20. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-20
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
No Nama Sungai Kecamatan Panjang (km) Klasifikasi
[1] [2] [3] [4] [5]
76. Sungai Simali Lotu 7.0 Anak
77. Sungai Babea Lotu 5.0 Induk
78. Sungai Solawuo Lotu 6.0 Induk
79. Sungai Luzamanu Lotu 7.0 Induk
80. Sungai Nalua Lotu 8.0 Induk
81. Sungai Ehou Lotu 10.0 Induk
82. Sungai Humanga Lotu 6.0 Induk
83. Sungai Lawira Lotu 5.0 Induk
84. Sungai Soohi Solewuo Lotu 4.0 Induk
85. Sungai Fatela Afulu 6.0 Induk
86. Sungai Bobotalu Afulu 7.0 Induk
87. Sungai Eo Afulu 8.0 Induk
88. Sungai Afulu Afulu 15.0 Induk
89. Sungai Borosi Alasa 7.0 Induk
90. Sungai Lugonamu Alasa 5.0 Induk
91. Sungai Moambula Alasa 6.0 Induk
92. Sungai Molawayo Alasa 7.0 Induk
93. Sungai Migana Hiliduho 5.0 Anak
94. Sungai Dumi Mandrehe 4.0 Induk
95. Sungai Fusola Mandrehe 4.0 Induk
96. Sungai Zawa Mandrehe 6.0 Induk
97. Sungai Oyo Mandrehe 40.0 Induk
98. Sungai Moro'o Sirombu 12.0 Induk
99. Sungai Lahomi Sirombu 10.0 Induk
100. Sungai Bou Sirombu 4.0 Anak
101. Sungai Sulumawa Moi 4 Induk
Tabel 3.4
Luas Daerah Tangkapan dan Panjang Sungai-Sungai Yang Ada di Pulau Nias
No. Sungai
Catchment Area
(Km²)
Panjang
(Km)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
I. Oyo
I. Muzoi
I. Eho
I. Susuwa
I. Sowu
I. Mola
I. Gawo
I. Gidozcebua
I. Dumula
497
459
233
204
194
134
121
103
97
82,0
78,0
44,0
44,0
44,0
44,0
39,0
35,0
18,5
21. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-21
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
No. Sungai
Catchment Area
(Km²)
Panjang
(Km)
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
I. Mordo
I. Lahomi
I. Masio
I. Medsyaja
I. Idano
I. Gidosido
I. Siwalawa
I. Sau’a
I. O’ou
I. Sawo
I. Nou
I. Olora
I. Ndra
92
84
81
81
78
51
56
50
48
44
40
31
7
30,0
25,0
15,0
14,0
21,0
19,0
11,0
16,0
15,0
15,0
12,0
11,0
5,0
Sumber : Buku Rencana, Rencana Umum Tata Ruang Kabupaten Nias Tahun 91/92.
3.5.6. Geologi
1. Batuan
Sepertiga atau 187.200 Ha lapisan tanah di Kepulauan Nias
merupakan tanah jenis podsolit, regosol, litosol, dan renzina.
Aspek geologis yang perlu diperhatikan dengan seksama untuk
pembangunan fisik di Kabupaten ini adalah kemungkinan yang besar
terjadinya gerakan lapisan tanah (sesar). Jenis sesar dan lokasi
terjadinya sesar di Kepulauan Nias adalah sebagai berikut :
a. Sesar naik diperkirakan terdapat di bagian tengah Kabupaten
Nias. Lokasi sesar naik ini berada antara Kecamatan Gido dan
Kecamatan Lolowau. Selain itu sesar, seperti ini juga terdapat
di Nias Selatan, Teluk Dalam.
b. Struktur lipatan berupa antiklin dan sinklin diperkirakan
terdapat di bagian utara Pulau Nias, yaitu di Kecamatan
Mandrehe. Kondisi geologis, seperti ini juga diperkirakan
terdapat di Nias bagian barat, yaitu di Kecamatan Lahewa dan
Alasa.
c. Sesar normal dijumpai di bagian utara tengah dan timur Pulau
Nias dengan bentuk pola yang memanjang.
d. Sesar turun dijumpai di Kecamatan Pulau-pulau Batu pada
bagian barat laut sampai tenggara.
22. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-22
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Gambar 3.8
Sebaran Sungai di Kepulauan Nias
23. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-23
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
2. Potensi Pertambangan
PT. Caltex Pasific Indonesia pada tahun 1992 - 1996 pernah
melakukan seismik dan pemboran eksplorasi di Blok Sibolga-Nias
(offshore) pada sumur Ibu Suma #1, Ibu Suma #2 dan Ibu Suma #3.
Dari ketiga pemboran eksplorasi tersebut memberikan indikasi gas
bumi.
Wilayah Blok Sibolga-Nias dilepas pantai timur Kepulauan Nias
merupakan daerah yang relatif memalung/curam berarah relatif
utara-selatan dengan kedalaman berkisar dari 20 - 1700 feet.
Batuan dasar di daerah ini merupakan batuan metamorf yang
berumur Trias-Yura. Di atas batuan dasar ini diendapkan batuan
sedimen yang terdiri dari batupasir, serpih/batulempung dan batu
gamping yang berumur Miosen. Lapisan teratas dari Cekungan Nias
merupakan batuan sedimen yang berumur Pliosen-Pleistosen.
Struktur geologi yang ada merupakan struktur patahan dan lipatan.
Struktur geologi yang terdeteksi dari data seismik yang ada serta
data pemboran ternyata hanya berkembang di bawah permukaan.
Blok Sibolga-Nias telah dikembalikan oleh PT. Caltex Pasifik
Indonesia ke Pemerintah Indonesia pada tahun 1997 dan status saat
ini terbuka untuk perusahaan minyak dan gas bumi lainnya.
3. Daya Dukung Tanah
Tanah di Nias labil, sehingga jalan yang baru diperbaiki hanya akan
berumur pendek karena tanah penahannya selalu melesak ke
bawah. Tanah lepas di Nias juga sering menimbulkan longsor yang
menutup badan jalan. Kondisi runyam ini kian diperparah dengan
hantaman gempa yang pernah melanda Kabupaten Nias.
4. Bencana Alam
Pada 26 Desember 2004. gempa bumi di Samudra Hindia menimpa
Nangroe Aceh Darussalam dan di wilayah pantai barat pulau ini
sehingga memunculkan tsunami setinggi 10 meter di daerah
Sirombu dan Mandrehe. Korban jiwa akibat insiden ini berjumlah
122 jiwa dan ratusan keluarga kehilangan rumah. Pada 28 Maret
2005, pulau Nias kembali diguncang gempa bumi kedua terkuat di
dunia sejak 1965 dengan kekuatan 8,7 skala Richter. tercatat
sejumlah 5.845 rumah warga hancur, juga 274 tempat ibadah, 20
perkantoran, dan 217 bangunan sekolah di kabupaten Nias Selatan.
Sejumlah 138 orang meninggal dunia.
24. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-24
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
3.5.7. Penggunaan Lahan
Guna lahan hutan di Provinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada
Gambar 3.9. Dapat dilihat bahwa Pulau Nias didominasi oleh hutan
produksi di bagian tengah pulau. Di bagian utara terdapat sedikit hutan
konversi. Sedangkan di bagian selatan Pulau Nias sedikit hutan lindung.
Daerah pedalaman Pulau Nias masih tertutup hutan primer dan 68
persen daerah pulau ini berupa hutan dengan puncak-puncak gunungnya
antara lain Hili Maziaya, Hili Lolomatua. Selebihnya adalah perkebunan
(17 persen), pertanian tanah kering (6 persen), persawahan (3 persen).
Gambar 3.9
Guna Lahan Hutan di Provinsi Sumatera Utara
3.6. Kependudukan, Sosial dan Budaya
3.6.1. Kependudukan
Kepadatan penduduk di Provinsi Sumatera Utara, berpusat di sekitar
Kota Medan. Bergerak ke selatan semakin jarang. Hal ini dapat dilihat
pada Gambar 3.10. Kabupaten Nias dan Nias Selatan merupakan
kabupaten yang kesembilan terbesar jumlah penduduknya setelah
Medan, Deli Serdang, Asahan, Langkat, Labuhan Batu, Simalungun,
Tapanuli Selatan, dan Serdang Bedagai.
25. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-25
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Jumlah orang Nias menurut sensus penduduk tahun 1930 adalah sekitar
200.000 jiwa. Menurut sensus tahun 1980 adalah 468.375 jiwa dan
sensus tahun 1990 telah menjadi 589.184 jiwa. Jumlah penduduk Pulau
Nias menurut data statistik tahun 2002 adalah sekitar 702.017 jiwa.
Gambar 3.10
Sebaran Kepadatan Penduduk di Provinsi Sumatera Utara
Laju pertumbuhan sampai 1990 terhitung sebesar 2,32 persen per
tahun. Menurut hasil Pencacahan Lengkap Sensus Penduduk (SP) 2000
penduduk Kabupaten Nias berjumlah 413.058 jiwa. Dan pada tahun
2004 jumlah penduduk Kabupaten Nias diperkirakan sebesar 433.350
jiwa. Dalam jumlah ini tidak hanya orang Nias, tetapi di dalamnya
termasuk penduduk dengan latar belakang budaya lain, misalnya Batak,
Minangkabau, dan lain-lain.
Sebaran jumlah dan kepadatan penduduk di Pulau Nias dapat dilihat
pada Gambar 3.12 dan Gambar 3.13. Terlihat pada gambar tersebut
bahwa secara umum penduduk di Pulau Nias terkonsentrasi di bagian
selatan Pulau Nias, serta di sepanjang jalur-jalur jalan antar kota.
Kepadatan Penduduk Kabupaten Nias tahun 2000 adalah 118 jiwa/km²
dan tahun 2004 meningkat menjadi 124 jiwa/km². Sedangkan laju
pertumbuhan penduduk Kabupaten Nias selama kurun waktu tahun 2000
- 2003 adalah 0.76 persen pertahun.
26. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-26
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Penduduk perempuan di Nias sedikit lebih banyak dari penduduk laki-
laki. Pada tahun 2000 penduduk kabupaten Nias yang berjenis kelamin
perempuan berjumlah 217.881 jiwa. Dan penduduk laki-laki sebesar
215.469 jiwa Dengan demikian sex ratio penduduk Kabupaten Nias
adalah sebesar 99. Penduduk Nias lebih banyak yang tinggal di daerah
pedesaan (rural) dan pula daerah perkotaan (urban). Berdasarkan hasil
Sensus Penduduk 2000 jumlah penduduk Kabupaten Nias yang menganut
agama Islam sebesar 5,64 persen, Kristen Katolik sebesar 11,15 persen,
Kristen Protestan sebesar 82.96 persen, Hindu sebesar 0,01 persen,
Budha sebesar 1,10 persen dan lainnya sebesar 0,15 persen.
Gambar 3.11
Perkembangan Jumlah Penduduk Pulau Nias
200,000
468,375
589,184
702,017
0
250,000
500,000
750,000
1,000,000
Jumlah
Penduduk
1930 1980 1990 2002
3.6.2. Sosial
1. Mata Pencaharian
Kondisi alam di Nias pada umumnya sangat sesuai untuk usaha
pertanian, hal ini sejalan dengan mata pencaharian utama
penduduknya adalah di bidang pertanian. Baik itu pertanian
tanaman pangan, perkebunan, hortikultura maupun palawija. Salah
satu hasil perkebunan yang berasal dari daerah Nias dan Nias
Selatan, dan sempat menjadi primadona di daerah ini adalah
perkebunan Nilam.
Berdasarkan hasil Susenas 2004 dapat dilihat bahwa pertanian
menempati urutan pertama sebagai mata pencaharian utama
penduduk Nias dengan angka 90,06 persen. Kemudian urutan kedua
sektor perdagangan yang mampu menyerap tenaga kerja sebesar
3.97 persen dan diurutan ketiga sektor jasa menyerap 2,78 persen.
27. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-27
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Gambar 3.12
Sebaran Jumlah Penduduk di Kabupaten Nias
28. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-28
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Gambar 3.13
Sebaran Kepadatan Penduduk di Kabupaten Nias
29. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-29
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Sebagian besar nelayan Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan
bukan merupakan nelayan profesional, mereka mencari ikan hanya
sebagai pekerjaan sambilan, hal ini merupakan salah satu kendala
bagi pengembangan peningkatan produksi perikanan daerah Nias
dan Nias Selatan. Alat yang tangkap ikan yang dipergunakan
adalah : pukat tepi, trammel net, jaring halus, gill net, ataupun
pancing tangan dengan daerah tangkapan hanya sekitar pantai Nias.
Beberapa nelayan dari luar daerah Nias dan Nias Selatan dapat
dijumpai di perairan Pulau Nias. Jenis-jenis ikan yang tertangkap
dengan alat pancing biasanya Kakap, Tuna, Kuwe, Tenggiri,
Kembung, Udang dll.
Sebagian besar masyarakat di sini hidupnya bertumpu pada
pertanian, yakni bercocok tanam di ladang (sabe’e), sementara
yang lain bersawah (laza). Penanian itu menghasilkan padi. jagung,
ketela pohon, ubijalar, kacang-kacangan, terong, cabe, pisang,
keladi. Mereka yang berdiam di daerah pantai berkebun kelapa.
Dalam jangka waktu yang lama, mereka menggunakan alat-alat
pertanian sederhana, seperti kapak besi (falo), cangkul (faku),
parang (belewa), tongkat tugal (taru) untuk melubangi tanah
tempat menanam bibit padi, alat menuai padi (balatu wamasi)
semacam pisau kecil yang diselipkan pada jari, dan ani-ani (guti).
Kadang-kadang mereka memetik tangkai padi itu dengan tangan
saja tanpa alat. Ladang yang sudah digunakan beberapa kali
ditanami dengan tanaman jangka panjang, seperti karet, kopi,
durian, dan pohon buah-buahan lainnya. Karet sudah menjadi
bahan yang diekspor.
Mata pencaharian tambahan adalah berburu, menangkap ikan di
sungai dan disekitar pantai, beternak babi. dan pertukangan.
Binatang buruan adalah babi hutan (fokha), kancil (laosi), nisa
(boho), kijang (nago), trenggiling (sigulu). kalong (bogi). Cara
berburu adalah dengan cara menggiring dengan batuan anjing ke
arah jaring yang telah dipasang sebelumnya dan dibunuh dengan
tombak (toho). Ternak yang dipelihara terutama babi dan pernah
diekspor, sedang hewan ternak lainnya adalah sapi dan kambing.
Mereka telah menghasilkan berbagai jenis pedang dan parang sejak
zaman prasejarah. Pengecoran benda perunggu, pandai emas, seni
pahat batu dan ukir kayu sudah hampir hilang.
2. Agama
Masyarakat Nias dan Nias Selatan telah ada sejak 5000 tahun yang
silam. Sebelum masuknya agama di Pulau Nias, masyarakat sudah
memiliki aliran kepercayaan, yaitu Politeisme dan Animisme
(kepercayaan kepada roh dan benda-benda mati). Dari segi agama
yang dianut, 85 persen Kepulauan Nias memeluk Kristen. Hal ini
30. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-30
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
merupakan buah dari jerih payah di tahun 1865, ketika misionaris
dari Jerman mulai mengajarkan Kristen di Nias.
Sebagian besar orang Nias adalah pemeluk agama Kristen Protestan.
Sedangkan yang lainnya beragama Islam, Katolik, Budha, dan
Pelebegu, setidaknya menurut kenyataan sekitar tahun 1967.
Sistem kepercayaan yang disebut terakhir ini adalah nama yang
diberikan oleh pihak luar yang merupakan sistem kepercayaan yang
berasal dari leluhur mereka. Mereka menyebut Molehe Adu, yaitu
pemujaan roh leluhur. Untuk itu mereka membuat patung-patung
kayu (adu) yang ditempati oleh roh leluhur,
Dalam sistem kepercayaan ini dikenal beberapa dewa. Yang
terpenting adalah Lowalangi, yang dianggap raja segala dewa dari
dunia atas atau sang pencipta. Latura Dano adalah raja dewa-dewa
dunia bawah dan saudara tua Lowalangi tadi. Sitewe Nasarata
adalah pelindung dari para pernuka agama dan merupakan istri dari
Lowalwgi; dan sumber lain menyebutkan sebagai penghubung dewa
dunia atas dan dewa dunia bawah, serta sebagai penghubung antara
kaum dewa dan umat manusia. Sebenarnya bagi orang Nias Selatan
nunia Lowulengi, yang biasa disebut Lowalani, diperkenalkan oleh
misionaris Jerman. Orang Nias Selatan dului mengenal nama Ida
Samihara Luo sebagai pencipta dewa dan manusia. Sang pencipta
ini tidak mempunyai realitas, namun dari padanya timbul dua anak
kembar yang kemudian anak kembar ini kawin dan mengembang
biakkan dewa dan manusia.
Tabel 3.5
Jumlah Penduduk Kabupaten Nias Berdasarkan Agama Yang Dianut Tahun
2000
Kecamatan
Agama
Jumlah
Islam
Kristen
Hindu Budha
Protestan Katolik
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7]
1. Idano Gawo 1,021 44,135 3,181 4 1 48,342
2. Bawolato gabung di kecamatan Idanogawo
3. Sirombu 1,634 16,507 1,589 2 20 19,752
4. Mandrehe 91 34,949 9,428 0 0 44,468
5. G i d o 1,275 43,652 3,083 0 0 48,010
6. Lolofitu Moi 42 31,915 3,546 35,503
7. Gunungsitoli 12,351 54,055 4,377 33 371 71,187
8. Hiliduho 48 24,476 6,441 30,965
9. A l a s a 316 30,872 9,397 1 8 40,594
10. Namohalu Esiwa gabung di kecamatan Alasa
11. L a h e w a 4,044 25,677 3,695 0 14 33,430
31. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-31
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Kecamatan
Agama
Jumlah
Islam
Kristen
Hindu Budha
Protestan Katolik
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7]
12. Afulu gabung di kecamatan Lahewa
13. Tuhemberua 3,256 47,846 2,886 1 0 53,989
14. Lotu gabung di kecamatan Tuhemberua
Sumber : BPS Kabupaten Nias (SP 2000)
Seperti yang pemah dilukiskan di Nias Selatan, sistem kepercayaan
mereka mengenai bermacam-macam roh, penjelmaan dari orang-
orang yang telah meninggal. Maciana roh wanita yang meninggal
karena melahirkan, yang kembali mengganggu wanita-wanita yang
mau melahirkan. Selain itu ada Solofo, yaitu roh orang pandai
berburu, Bech adalah hantu orang mati biasa. Ada pula bermacam-
macam ciptaan dan makhluk yang dipersonifikasikan lalu disembah
oleh orang Nias dan Nias Selatan, misalnya malahari, bulan, pohon
besar, buaya, cecak. Murekil juga membuat patung-patung kayu
nenek moyang pihak laki-laki (adu Zatua), palung nenek moyang
pihak perempuan (Adu Nuwu), patung para kesatria, pemburu yang
hebat, orang kuat desa, dan lain-lain.
a. Penyebaran Agama Islam
Masuknya agama Islam di daratan Nias dan Nias Selatan tidak
dapat diketahui secara pasti, namun diperkirakan masuk
melalui sektor perdagangan. Suku Nias yang beragama Islam
yang terkenal adalah Balugu Luaha Nasi Zebua yang berasal dari
Ononamolo I Lot yang merantau dan memeluk agama Islam di
pantai barat Tanah Minang.
Sekitar tahun 1645 Tengku Pohan yang merupakan keturunan
dari Iskandar Muda dari Meulaboh Aceh Barat tiba di pulau Nias.
Pembauran Tengku Polem dengan penduduk asli semakin erat
ketika ia memperistri seorang gadis Nias bernama Bowo Ana’a
yang merupakan anak dari Balugu Harimou Harefa.
Sekitar tahun 1111 H/1669 M mendaratlah Datuk Raja Ahmad
yang berasal dari Pariangan Padang Panjang Sumatera Barat
tepatnya di daerah Teluk Belukar yang selanjutnya membawa
ajaran Agama Islam. Perkembangan Agama Islam selanjutnya
ditandai dengan berdirinya Surau yang pertama di Nias yang
terletak di Gunugsitoli sekitar tahun 1115 H/1695 M dan
sekaligus menjadi embrio berdirinya Mesjid Ilir sekitar tahun
1907.
32. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-32
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Gambar 3.14
Mesjid Ilir GunungsitoliI
b. Penyebaran Agama Kristen Protestan
Penyebaran Agama Kristen di Pulau Nias dibawa oleh seorang
Missionaris berkebangsaan Jerman bernama Denninger. Pada
tahun 1861 Denninger ditugaskan untuk pergi ke Sumatera
menunjang pelayanan yang telah dimulai di Tanah Batak.
Namun di perjalanan istri Denninger jatuh sakit sehingga
mereka terpaksa tinggal di Padang. Sewaktu di Padang
Denninger bertemu dengan orang Nias dan memperkirakan
jumlah mereka pada waktu itu sekitar 3.000 orang. Sambil
menunggu istrinya sembuh Denninger mulai melakukan
pengabaran Injil kepada orang-orang Nias yang ada di Padang
yang ditandai dengan membaptis seorang puteri Nias berusia 17
tahun bernama Ara pada tahun 1863.
Setelah beberapa tahun tinggal di Padang, Denninger memiliki
keinginan yang kuat untuk langsung datang ke Nias. Setelah
mendapat ijin pimpinan RMG, Denninger berlayar menuju Pulau
Nias dan tiba di Gunungsitoli pada tanggal 27 September 1865.
Inilah yang kemudian dijadikan sebagai awal kedatangan Berita
Injil di Pulau Nias dan secara khusus oleh dirayakan sebagai
tahun “YUBILEUM” oleh gereja BNKP.
Pada tahun 1936 dilaksanakan Sidang Sinode Gereja-gereja
Kristen di Nias untuk pertama kalinya sekaligus menetapkan
berdirinya gereja Banua Niha Keriso Protestan (BNKP).
33. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-33
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
c. Penyebaran Agama Kristen Katolik
Masuknya Misi Katolik di Nias diawali dengan masuknya dua
orang Pastor Muda, yaitu Pastor Jean Pierre Vallon dan Pastor
Jean Laurent Berard yang ditugaskan oleh uskup Florens dari
Perancis. Mereka berangkat pada tanggal 14 Desember 1831 dan
tiba di pulau Nias pada bulan Maret 1832. Tahap selanjutnya
masuknya misi Katolik di Pulau Nias dimulai dengan
permohonan Uskup Padang Mgr. L.T Brans kepada pemerintah
Kolonial Belanda agar diberi ijin menyebarkan misi Katolik di
wilayah Tapanuli (Nias pada waktu itu masih berada dibawah
Keresidenan Tapanuli).
Setelah Perang Dunia II usai, umat Katolik berkembang dari
Gunungsitoli ke daerah utara Pulau Nias dan dari Teluk Dalam
berkembang ke daerah Nias Tengah serta sebagian daerah Nias
Barat.
3. Ketenagakerjaan
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Nias pada tahun 2003
sebesar 85,96 persen tahun 2004 naik menjadi 86,56 persen.
Angkatan Kerja di Nias sebagian besar masih berpendidikan SD ke
bawah. Pada tahun 2004 persentase angkatan kerja golongan ini
mencapai 73.76 persen, angkatan kerja yang berpendidikan SMTP
dan SMTA masing-masing sebesar 17.28 persen dan 8,28 persen
sedangkan sebesar 0,69 persen berpendidikan di atas SMTA.
Pada tahun 2004 di Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan
menurut status pekerjaannya. Penduduk yang termasuk buruh/
karyawan adalah sebesar 4,05 persen. Sementara penduduk yang
berusaha dengan dibantu anggota keluarga (buruh tidak tetap)
sebesar 24.19 persen sedangkan penduduk yang bekerja sebagai
pekerja keluarga mencapai 51,13 persen.
Jika diihat dari jenis lapangan usahanya, pada urutan pertama
sebesar 90,06 persen penduduk Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias
Selatan diserap sektor pertanian. Disusul sektor perdagangan dan
sektor Jasa (termasuk Pegawai Negeri Sipil) yang menyerap tenaga
kerja masing-masing 3,97 persen dan 2,78 persen. Sementara yang
bekerja di sektor Industri hanya sebesar 0,62 persen
3.6.3. Organisasi Sosial
Keluarga batih (sangambato) adalah kelompok kerabat terkecil. Ayah
adalah pimpinan utama dalam keluarga itu, peranan itu boleh
digantikan ibu kalau ayah telah meninggal, tapi hanya dalam urusan di
34. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-34
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
sekitar rumah tangga. Peranan tertentu dari ayah bisa saja diwakilkan
kepada anak laki-laki yang sulung misalnya untuk menghadiri suatu
upacara. Kalau sang ayah telah meninggal, anak laki-laki sulung yang
mewakili keluarganya keluar harus mendapat bimbingan ibunya. Hal itu
terutama mempertanggung jawabkan kesalahan yang dilakukan oleb
seorang anggota keluarga yang menyangkut nama baik keluarga.
Gambar 3.15
Prosesi Pernikahan di Pulau Nias
Kelompok kerabat yang lain adalah keluarga luas virilokal (sangambato
sebua), yaitu keluarga batih senior bersama keluarga batih anak-anak
laki-lakinya, yang tinggal dalam satu rumah dan dalam satu kesatuan
ekonomi. Gabungan dari sejumlah keluarga luas merupakan satu klen
yang disebut mado di Nias Utara, Timur, dan Barat, atau disebut gana
di Tenggara dan Selatan. Gana berfungsi antara lain dalam hal
pembatasan jodoh yang memelihara adat eksogami. Dalam perkawinan
mereka mengenal mas kawin (bowo), yang di beberapa Negri tertentu
mas kawin itu mencapai 100 babi, dan kalau tidak bisa membayar mas
kawin seorang laki-laki harus mengabdi dahulu pada mertuanya (bride
service).
Perkawinan dianggap sebagai suatu peristiwa penting dalam daur hidup,
sehingga banyak upacara yang dilakukan. Dalam upacara itii, solidaritas
kekeluargaan didemonstrasikan sungguh-sungguh dan melibatkan
sebanyak mungkin anggota masyarakat desa, yang membuktikan bahwa
perkawinan itu bukan urusan dua orang saja, tetapi merupakan urusan
35. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-35
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
kedua pihak keluarga dan kelompok yang lebih besar. Setelah
mempunyai anak, mereka mengenal adat teknonimi (teknonymy), yakni
nama pribadi diganti dengan nama anaknya yang sulung, misalnya Ama
Rosa untuk suami dan Ina Rosa untuk isteri, karena anak sulungnya tadi
bernama Rosa.
Salah satu keunikan adat tradisional Nias dapat di lihat pada rangkaian
prosesi acara pernikahan di mana pengantin wanita ditandu dari
rumahnya menuju rumah pengantin pria.Proses ini melambangkan
betapa besarnya penghormatan bagi kaum wanita sebagai ratu sehari
pada pada saat melangsungkan pernikahan.
Gambar 3.16
Pelaminan Khas Nias
Proses pengenalan nilai-nilai dan norma-norma dalam keluarga
terwujud dalam berbagai saluran dan cara. mulai dari masa bayi sampai
dewasa. Dalam kebiasaan makan, mercka melakukan tiga kali sehari.
Mereka yang menganut agama Kristen, makan dimulai dan diakhiri
dengan doa. Makan di lingkungan keluarga, seseorang tak akan makan
sendirian dengan piring sendiri. melainkan harus ada teman makan
dalam satu piring. Bila seorang makan dengan piring sendiri dianggap
congok. Seorang anak laki-laki biasa makan sepiring dengan ayahnya
atau saudara kandungnya. Seorang anak perempuan makan sepiring
dengan ibunya atau dengan saudara perempuannya yang lain. Makan
bersama sepiring ini terutama dilakukan di lingkungan keluarga atau
dalam pesta adat. Seorang yang lebih muda tidak boleh duluan
membasuh langan, atau setelah siap makan meninggalkan sisa pada
yang lebih tua. Yang muda harus menunggu yang lebih tua dan akan
berdoa bersama. Makna dari makan bersama ini adalah untuk melatih
36. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-36
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
bagaimana bersikap sopan, membawa diri, saling tenggang menenggang
serta bersikap hormat terhadap orang lain.
Dalam kehidupan masyarakat anggotanya ingin mencapai keadaan
harmonis dan kedamaian. Keharmonisan itu dicapai dengan tata sopan
santun dalam arti yang luas, yang tercakup dalam konsep i'ila huku, dan
kedamaian artinya memelihara kehidupan dan saling membela. Seorang
tetangga diharapkan menjadi orang yang perduli. Seorang tetangga
yang baik akan disebut "malaikit desa " (mala'ika mbanua) Pada saat-
saat yang penting seorang tetangga harus menawarkan jasa kepada
orang lain dan menciptakan suasana damai tentram.
Pelapisan sosial, seperti yang tampak di Nias Selaian, terdiri dari
lapisan bangsawan (Si' ulu) dan lapisan rakyat biasa (Sato). Lapisan
bangsawan masih dapat dibedakan : bangsawan yang memerintah (Si
ulu si so amatorowa), dan bangsawan biasa (Si ulu sito oto). Demikian,
rakyat biasa dibedakan : rakyat yang memimpin (Si'ila) dan rakyat biasa
(Sato). Kaum bangsawan yang memerintah, seperti kepala desa dan
rakyat biasa yang memimpin, seperti pimpinan kelompok pemburu,
pimpinan perang, pembantu bangsawan yang memerintah, semuanya
menjadi anggota dewan musyawarah desa.
3.6.4. Bahasa
Orang Nias memiliki bahasa sendiri, yaitu bahasa Nias, yang termasuk
rumpun bahasa Melayu Polinesia. Bahasa ini bisa dibagi dalam dua
dialek, yaitu dialek Nias Utara dan dialek Nias Selatan atau Tello.
Dialek pertama digunakan oleh mereka yang berdiam di Nias bagian
utara, timur, dan barat; sedangkan yang kedua dituturkan oleh mereka
yang berdiam di bagian tengah, selatan dan kepulauan Batu. Perbedaan
dialek itu tampak juga dalam istilah-istilah kekerabatan, nama-nama
dewa, dan lain-lain. Selain itu perbedaan itu tampak pada hasil-hasil
perubahan budaya yang dialami oleh bagian-bagian masyarakat Nias,
karena perbedaan pengaruh luar yang mereka diterima.
3.6.5. Perkampungan
Mereka umumnya berdiam di desa-desa yang disebut banua. Desa-desa
menurut tradisi, terutama di bagian tengah dan selatan, umumnya
memilih tempat di puncak-puncak bukit. Satu banua terdiri dari
beberapa kampung dengan rumah-rumah yang didiami keluarga-
keluarga luas virilokal. Denah desanya berbentuk huruf U, di mana
rumah Kepala Negeri (Tuhenori) atau Kepala Desa (Salawa) terletak di
ujung sebagai pusat, yang menghadapi suatu lapangan dilandasi batu-
batu pipih.
Bentuk rumah (omo) ada dua macam, yaitu rumah adat (omo hada)
yang merupakan arsitektur asli, dan rumah biasa (omo pasisir)
37. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-37
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
merupakan hasil pengaruh luar. Bentuk pertama merupakan rumah
kediaman Kepala Negeri, Kepala Desa, dan para bangsawan; sedangkan
orang kebanyakan berdiam di rumah biasa. Rumah adat tadi
menunjukkan dua macam bentuk, yaitu yang berdenah bulat telur
terdapat di Nias bagian Utara, Timur, dan Barat; dan yang berdenah
segi empat panjang terdapat di Nias bagian Tengah dan Selatan. Di Nias
selatan, rumah terbagi atasniangdepandigunakan untuk melayani atau
tempat menginap tamu, sedangkan bagian belakang ruang privat
pemilik rumah. Kalau orang lain yang diajak masuk ke ruang belakang.
Ia sudah dianggap sebagai anggota keluarga. Bila ada dapur yang
terpisah dari bagian inti rumah, maka dapur itu dipakai di samping
tempal memasak, juga tempat kurung-karung, buah kelapa, periuk,
daun ubi jalar makanan babi, tempat air, dan lain-lain.
Gambar 3.17
Contoh Rumah Tradisional Nias
Rumah tradisional, misalnya rumah kaum bangsawan, dibangun dengan
biaya yang mahal dan disertai dengan upacara-upacara. Kadang-kadang
pembangunan sebuah rumah memakan waktu bertahun-tahun. Untuk
mengurangi beban biaya itu seseorang mengundang kaum kerabatnya
dengan makan bersama (mame so'i), sehingga kerabat itu mengulurkan
tangan untuk ikut membantu. Bantuan tidak bermakna sebagai belas
kasihan, tetapi untuk mendorong penyelesaian bangunan tersebut.
Rumah kaum bangsawan biasanya ditandai ukiran-ukiran kayu bermotif
kepala naga (lasara) yang diletakkan di bagian depan. Motif hiasan
lainnya adalah kepala manusia, buaya, cecak, matahari, bulan, alat
kelamin laki-laki, payudara, kera, dan lain-lain. Kalau dahulu sebuah
rumah didiaroi keluarga luas viriolkal, kini cenderung setiap keluarga
batih baru membuat rumah sendiri terpisah dari orang tuanya. Selain
itu ada kecenderungan masing-masing keluarga : tak menggali sumur
sendiri, yang menyebabkan tungsi pemandian umum semakin tergeser.
38. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-38
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Pada masa lalu desa Nias dilengkapi pula dengan tempat pemandian
umum, dengan pipa saluran air. Selain itu ada pula rumah rumah
pemujaan (osali), dan kini digantikan oleh gereja yang juga disebut
osali. Sesuai dengan arena mata pencaharian di ladang pun mereka
mempunyai pedukuhan (halama).
3.6.6. Arsitektur Tradisional
Di desa ini, rumah-rumah adat berusia lebih dari 100 tahun hingga 300
tahun lampau mendominasi perkampungan. Rumah adat ini berbentuk
membulat dengan atap dari tatanan daun kelapa kering, berada di
ketinggian satu hingga satu meter dari permukaan tanah, dan disangga
susunan kayu bulat, rumah adat Nias terbukti tahan gempa. Tatanan
dalam rumah adat terkesan lapang dan sirkulasi udara terjaga dengan
adanya atap-atap tingkap yang sekaligus memungkinkan sinar matahari
menerobos masuk untuk mengusir kelembaban.
Kekukuhan bangunan tradisional di Nias, Sumatera Utara teruji saat
gempa. Konstruksi pada sejumlah rumah adat tak tergoyahkan.
Padahal, bangunan itu tergolong tua dan kondisinya juga tak sekukuh,
seperti bangunan dengan fondasi beton.
Yang menyebabkan bangunan itu tetap kukuh, kata warga, karena
disangga dengan tiang-tiang bulat besar sebagai penyangga utama.
Padahal, atapnya tinggi sehingga bebannya juga berat. Ketika gempa,
rumah itu hanya bergoyang-goyang sejalan dengan getaran yang
terjadi. Yang lebih hebatnya lagi, barang-barang dalam rumah tidak
ada yang jatuh. Perabot, seperti piring, gelas, dan hiasan dinding tidak
ada yang jatuh.
Tiang-tiang rumah bentuknya saling silang yang berfungsi sebagai
pegas. Ehumo (ting tegak) dan driwa (tiang miring) membuat rumah
semakin kukuh. Tiang-tiang itu sebagian besar dari kayu bulat. Silete
(balok di bawah lantai) bersusun rapat. Posisinya pun tak bergerser
kendati hanya 10 cm. Sicheli (penyangga dinding), taiyo (dinding), dan
sage (atap) yang menjulang tetap, seperti semula.
Khazanah budaya nenek moyang ini yang semestinya harus dilirik untuk
bisa diterapkan sekarang. Cuma bedanya harus diformulasi ulang. Ini
juga seharusnya bisa menjadi referensi tambahan para arsitektur
modern. Jika perlu, datang ke Desa Bawomataluo untuk belajar.
Ketangguhan arsitektur cipta karya warisan lelulur masyarakat Nias ini
harus diakui lebih hebat dari rancangan modern. Sebab, sudah
dirancang berdasarkan karakteristik alam dan lingkungan mereka. Dari
catatan sejarah, nenek moyang masyarakat Nias memang mendesain
bangunan tinggal dengan rancangan antigempa.
39. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-39
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Alasan mereka membangun rumah yang tampak rumit itu karena
disesuaikan dengan fungsi dan karakter daerahnya. Nenek moyang
masyarakat Nias sudah meyakini bahwa daerah mereka rawan gempa.
Meski rumah mereka tak ada yang roboh saat gempa, warga tetap
panik. Akan tetapi, kepanikan itu tak berlangsung lama, seperti
sejumlah desa lain yang sampai sekarang waswas atau bahkan sampai
ada yang eksodus. Terbukti, setelah gempa aktivitas pernikahan salah
satu warga tetap dilaksanakan dan para tamu undangan juga tetap
merasa tenang.
Rumah adat yang kini menjadi salah satu andalan objek wisata di Nias
itu terbagi dalam dua kompleks. Bangunan utama (rumah besar) yang
dahulu dihuni keturunan raja ada sekitar 200 rumah dengan posisi di
atas. Sisanya lebih kurang 400 rumah lagi berdiri di sekelilingnya
(bawah).
Hiasan sebagai alat dekorasi pada rumah adat tradisional Nias, di setiap
desa masing-masing mempunyai ciri dan keunikan tersendiri. Salah
satunya hiasan dengan patung yang dalam bahasa Nias disebut
Bawolawole. Patung tersebut dipercaya sebagai patung pemberi berkat,
konon bila keluarga yang empunya rumah akan mengadakan pesta
perkawinan, untuk mendapatkan keberkatan, keluarga yang menpunyai
hajat (pesta) harus duduk di bawah patung itu.
Ada pula patung yang fungsinya sama dengan tiang tarunahe (fungsi
praktis), yakni sebagai penopang tiang-tiang lainnya (pemikul). Bentuk
patung diungkapkan secara impresif dalam pola-pola primitif, namun
dapat memberikan inspirasi gaya kearah bentuk patung modern yang
cukup ideal. Jika diperhatikan detail patung tersebut, senimannya jelas
mencoba memvisualisasikan gaya burung elang yang sedang terbang
sedemikian rupa diciptakan lewat stillhasi bentuk zoomorfis dalam
motif manusia raksasa. Pada bagian dadanya diukir gambar seorang
manusia dalam bentuk relief timbul sebagai penjelmaan kembali nenek
moyang yang dianggap pemberi keberkatan sesuai kepercayaan
masyarakat Nias pada zamannya.
Pada bagian lain, ada motif hiasan buaya (nio buaya) diukir dalam
bentuk plastis relief dengan fungsi yang sama, seperti di atas yakni
tiang penopang balok. Hiasan ini disebut dalam bahasa Nias buaya anaa
artinya buaya mas. Motif buaya digambarkan dalam dua jenis yang
berbeda :
a. Motif buaya yang lidahnya bercabang dua, dan
b. Motif buaya yang ekornya bercabang dua.
40. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-40
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Kedua motif hhiasan itu mengandung makna yang berbeda pula. Motif
hiasan buaya yang lidahnya bercabang dua ditamsilkan lewat puisi
Nias :
a. Sigelu zohuna-huna boroa zi dua razi lela
b. Sarani faewere-were, dua ni faza waozawa
Artinya :
Trenggiling itulah yang bersisik, buayalah yang berlidah dua. Satu
yang diminyak-minyaki yang lain digantung-gantungkan.
Ditilik dari artinya memang sukar untuk dicernakan begitu saja, namun
demikian dapat juga diartikan jika kita mengaitkan makna motif hiasan
buaya yang ekornya bercabang dua yakni sebagai berikut :
a. Melambangkan raja (pengetua adat) yang mempunyai sifat-sifat
sosial yang tinggi, dan
b. Melambangkan sifat-sifat keadilan raja dalam memutuskan sesuatu
perkara bagi siapa saja yang melanggar hukum (hukum adat) yang
sudah diputuskan bersama oleh beberapa pengetua adat.
Dengan demikian dapatlah diartikan buaya yang lidahnya bercabang dua
diartikan yakni perlambang tentang upacara (titah) raja yang bijaksana,
sedangkan buaya yang ekornya bercabang dua merupakan perlambang
tentang seorang raja yang bersifat adil.
Motif ukiran ini juga ada yang diabstraksikan lewat papan pengapit
dinding bagian luar. Ujung papan bagian depan dibuat mencuat keluar
seolah-olah tampak seekor buaya yang sedang mengangakan mulutnya,
disebut dalam bahasa Nias sikholi artinya lambang kekuasaan serta
keperkasaan raja. Motif ukiran ini hanya ada pada rumah yang dihuni
oleh raja atau para bangsawan, sedang rumah adat lain yang dihuni
masyarakat yang lebih rendah derajatnya tidak pernah diketemukan.
Ukiran-ukiran lain yang fungsinya sebagai lambang prestasi keagungan
raja dapat dilihat pada gambar ukiran ayam (ayam jago). Motif ini ada
yang diukir dalam bentuk relief dan ada juga yang dipahat dalam
bentuk patung. Jenis motif ini disebut Simiwo Bahili-hilli dano artinya
ayam jago berkokok di atas bukit. Makna ukiran ini mengandung arti
yang simbolis yakni raja yang berhati bapak.
3.6.7. Kesenian
1. Kesenian Patung
Pada abad XIX misi Kristen mulai berpengaruh pula di daerah Nias.
Pengaruh agama ini membuat kesenian rakyat setempat khusus seni
patung mengalami kemunduran sebab seni patung dianggap sebagai
penghambat bagi berkembangnya agama di daerah itu.
41. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-41
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Akhirnya patung-patung batu peninggalan kulkur megalit serta
patung-patung kayu yang dibuat sebagai kultus terhadap nenek
moyang banyak dimusnahkan kalaupun ada hanya di beberapa desa,
seperti yang di kemukakan terdahulu.
Sisa-sisa patung yang ada sekarang, seperti di desa Boronadu, desa
Orahili di Kecamatan Gomo Desa Bawomataluo di Teluk dalam
sebagian masih terpelihara baik dan kini dibuat sebagai bukti dan
peninggalan masa prasejarah di samping sebagai alat dekorasi
terlepas dan fungsi aslinya yakni sebagai pemujaan terhadap Roh
nenek moyang.
Patung yang mewarnai exterior rumah adat tradisional Nias
mempunyai peranan sosial yang tinggi. Dengan demikian patung
(area peninggalan nenek moyang) yang terdapat di daerah Nias
mengandung arti dan fungsi tersendiri (khusus). Oleh karenanya
suku Nias sampai sekarang tetap mempertahankan ekstensi
terhadap corak/gaya seni patungnya dan pengaruh lain justru
patung-patung Nias, seperti yang kita lihat pada ilustrasi yang
diterakan pada buku ini mempunyai ciri-ciri yang tersendiri.
Kemungkinan ini boleh jadi pengaruh alat yang dipakai.
Patung Nias dibentuk lebih banyak berukuran mini. Oleh karenanya
banyak ditemukan dalam interior rumah-rumah adat tradisional
berarti patung-patung Nias tidak berdiri bebas di alam terbuka,
seperti hal patung Batak.
Selain patung-patung plastis kita dapat melihat ukiran manusia
pada tiang-tiang dan dinding rumah baik dalam bentuk plastis
(relief) atau patung utuh.
Patung-patung yang berfungsi sebagai penyangga tiang atau yang
merupakan dekor pada rumah-rumah adat yang terdapat di daerah
Nias menunjukkan ciri-ciri yang tersendiri pula dari beberapa rumah
adat tradisional yang ada di Sumatra Utara.
Patung ataupun relief sebagai dekorasi interior rumah adat
trasional Nias hanya terdapat pada rumah yang dihuni oleh raja
atau pengetua adat Patung-patung Nias senimannya cenderung
menciptakan gambar patung - patung dengan pola-pola organik
(manusia binatang) dari bahan batu dan kayu tentunya bahan-bahan
tersebut diproses oleh senimannya sehingga terwujudnya bentuk
patung sesuai dengan yang diinginkan oleh yang berkenan
memintanya dalam hal ini adalah raja atau pengetua adat.
Memproses patung misalnya patung arwah nenek moyang (raja atau
pengetua adat yang terdahulu memakan waktu yang relatif cukup
lama pula. Betapa tidak justru dari awal pengambilan bahan sampai
kepada akan memprosesnya (konsep bentuk) upacara-upacara ritual
42. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-42
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
tetap berdampingan lahir batin untuk pemahatnya harus
dikorbankan sampai beratus ekor babi. Lebih dari pada itu setelah
patung selesai (upacara pemindahan roh nenek moyang) pada
patung itu dibuat upacara yang sama dengan mengadakan pesta
meriah dengan tari-tarian yang diiringi tabuhan. Dan uraian di atas
dapatlah disimpulkan bahwa kehadiran kesenian (seni patung)
ditilik dari bukti-bukti peninggalan kesenian megalit kemudian
dihubungkan dengan ciri dan perilaku masyarakatnya adalah
sebagai berikut :
a. Seni primitf Nias sudah ada sejak masa prasejarah,
b. Kepercayaan masyarakat primitif Nias pada umumnya
mempercayai adanya roh-roh halus (kepercayaan animisme),
c. Percaya adanya kekuatan gaib (dinamisme),
d. Jalan pikirannya masih belum mempunyai logika (irrasional),
e. Seni-seni yang dihasilkan umumnya bersifat simbolistis,
f. Secara visual seni yang dihasilkan masih sangat sederhana, dan
g. Ditilik dan fungsi dan kegunaannya patung-patung Nias dipuja
dan dihormati.
2. Kesenian Tari
Tari Tuwu dan tari Ya’ahowu ditampilkan disetiap acara
penyambutan tamu agung/ tamu yang dihormati atau pada acara
pesta adat yang diringi dengan musik tradisional Nias, pada umum
nya penari ini dari golongan putri dan pemain musik tradisional dari
golongan putra.
Tari Ya’ahowu dan tari Ya’ahowu ditampilkan pada pagelaran atau
di acara penyambutan tamu yang dihormati atau pada acara pesta
adat yang diringi dengan musik tradisional Nias, yang pada
umumnya penari ini dari golongan putri dan pemain musik
tradisional dari golongan putra.
43. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-43
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Gambar 3.18
Tari Tuwu
Gambar 3.19
Tari Ya’ahowu
3. Kesenian Megalith
Peninggalan kebudayaan yang menggunakan batu-batu besar untuk
tujuan sakral, di samping alat sebagai pemujaan terhadap roh-roh
nenek moyang, seperti menhir (batu tegak) dalam bahasa Nias
disebut bahu, bukti peninggalannya dapat kita temukan di desa
Orahili (kecamatan Gomo), detail menhir tersebut pada puncaknya
kita melihat bentuk burung Enggang (fofo gogowaya) burung yang
mulia, dibentuk dalam posisi hinggap burung ini divariasikan
memakai kalung yang biasa dipakai oleh raja/ pengetua adat,
tujuannya adalah lambang kedudukan tertinggi raja (pengetua
adat). Letak menhir berada di halaman rumah Si Ulu (Si Ulu Sawali)
dibuat sebagai tanda ketulusan hati bagi siapa saja yang datang ke
tempat itu.
44. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-44
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Bentuk batu tegak di desa Bawomataluo (Kabupaten Nias Selatan)
dua batu bulat pada puncaknya dibuat khusus tempat roh nenek
moyang bersemayam. Fungsi lain sama dengan menhir yang
terdapat di desa Orahili, hanya gaya yang berbeda, namun kedua
batu tegak itu memberikan kesan kepada kita tentang ketangguhan
nenek moyang suku Nias dalam mencipta sesuatu yang dapat
diwariskan dari generasi-generasi. Di sampingnya terdapat batu
tegak yang lebih rendah khusus untuk pemenggalan kepala manusia.
Peninggalan-peninggalan lain, seperti meja batu (dolmen) dipahat
menyerupai lingkaran dengan ketebalan 10 sampai dengan 15 Cm
dengan garis menengahnya 1 ½ lebih kurang ditempatkan mendatar
di atas batu-batu lain sebagai penyangga.
Dolmen di desa Orahili dipakai untuk tempat sesajen, tempat
pemujaan terhadap roh-roh nenek moyang di samping berfungsi
sebagai tempat duduk dan menari pada waktu diadakan upacara
adat. Di beri ukiran stilhasi jenis zoomorfis kedalam corak
dekoratif, ekspresif. Suku Nias menyebutnya osa-osa. Bentuk kepala
raksasa (lasara) melambangkan dewa pembina (nenek moyang) yang
mempunyai kekuasaan tertinggi. Motif lasara juga dipasang
menonjol pada dinding pengapit rumah menandakan lambang
kebesaran bagi si pemiliknya.
Kesenian megalith dibuat sebagai kebutuhan praktis dipergunakan
dalam upacara ritual. Ada sebuah dolmen dengan tiga buah lasara
menyatu pada bidang dasar persegi panjang berfungsi sebagai
tempat duduk dan tegak sewaktu raja memberi pengarahan dan
bimbingan terhadap rakyatnya.
Tari Fanarigawowo, merupakan tari tradisional yang diwariskan
oleh nenek moyang secara turun temurun yang ditarikan di atas
dolmen yang berbentuk lingkaran, yang dibelakangnya biasanya
terdapat menhir berdiri tegak dan di menhir tersebut dipasang
burung enggang (Fofo gogowaya).
Patung Osa-osa di desa Lahusa. Detail patung osa-osa diungkapkan
dalam bentuk tiga dimensional, mulutnya dipahat lebar dengan
lidah dijulurkan ke depan, sedangkan hidungnya divisualisasikan
bentuk hidung manusia biasa. Bagian kepala dan ekor dipisah oleh
lingkaran yang difungsikan sebagai tempat duduk, buah ekspresi
yang diolah melalui media batu kedalam gaya primitif magis,
religius, mencerminkan bahwa peranan nenek moyang suku Nias
zaman dahulu dapat memberikan inspirasi bagi seni modern masa
kini. Osa-osa (di desa Orahili) dengan tiga lasara yang dipasang
pada dasar empat persegi panjang. Kelihatan lebih unik, selain
bentuk yang dipahat menyatu melalui media batu, dengan
45. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-45
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
perhitungan yang cukup untuk tempat duduk, dari hasil kegunaan
dan fungsi, gerakan-gerakan bentuk yang ritmis, tidak pelak jika
kita mengaguminya. tiga buah lasara ini menandakan pula tingkat
golongan suku Nias yakni Si Ulu Balo Siila dan Banua Sato.
Dolmen yang terdapat di desa Bawomataluo (Teluk Dalam)
bentuknya empat persegi panjang dihiasi dengan relief. Ornamen
stilhasi motif tumbuh-tumbuhan tampak artistik dan mengagumkan
dari hasil pahatan dan ungkapan ekspresi senimannya melalui media
batu hitam, dengan peralatan yang relatif sederhana.
Plastik relief dipadu antara motif tumbuh-tumbuhan, binatang laut
dan manusia yang dibelenggu, adalah buah ekspresi pemahatnya
yang menggambarkan secara simbolis kekuasaan dan keperkasaan
raja sebagai panglima. Juga berfungsi sebagai tempat duduk raja
(pengetua adat) pada waktu diadakan upacara-upacara penting.
Motif hiasan (ornamen) sulur-suluran yang melengkapi dolmen,
disebut dalam bahasa Nias magai, artinya lambang hubungan
persaudaraan (famili). Dari peninggalan-peninggalan kesenian
megalith (seni primitif) suku Nias, seperti yang telah diuraikan baik
fungsi atau kegunaannya, secara tidak langsung kita memperoleh
informasi tentang pola kehidupan masyarakat primitif dan esensi
kehidupan sosialnya.
Kepercayaan terhadap roh nenek moyang yang menjadi sikap hidup
yang fundamental, kepercayaan akan adanya kekuatan gaib, jelas
bahwa benda-benda bersejarah, seperti patung, menhir, dolmen,
dan lain sebagainya fungsinya magis, religius.
Tabel 3.6
Intisari Budaya Nias
No. Ekspresi Ujud
Nilai yang
terkandung
1 Peribadatan/
Pemujaan
Pengaruh agama Kristen yang masuk
pada tahun 1865 cukup besar
sehingga banyak masyarakat Nias
yang memeluk agama Kristen diban-
dingkan dengan agama resmi lainnya.
Namun demikian masyarakat masih
percaya kepada kepercayaan nenek
moyang, yaitu Pelebegu. Walaupun
Religius,
Toleransi
agama atau kepercayaan masyarakat
berlainan namun masyarakat Nias
dapat hidup berdampingan dengan
46. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-46
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
No. Ekspresi Ujud
Nilai yang
terkandung
damai sehingga menunjukkan nilai
toleransi yang cukup tinggi.
Masyarakat Nias memiliki sistem
kepercayaan pemujaan terhadap roh
nenek moyang serta kepada para
dewa, yaitu dewa dunia atas
(Lolawangi) dan dewa dunia bawah
(Laturadano)
Mengutamakan
keselarasan
dengan alam
Pelebegu atau Molehe Adu
merupakan pemujaan terhadap roh
leluhur dengan membuat patung-
patung kayu (adu) yang ditempati
oleh roh leluhur
Simbolistik
2 Pengorbanan/
Ruwatan
Upacara pengorbanan dilakukan
untuk keselamatan dari gangguan
berbagai macam roh orang yang
sudah meninggal, seperti:
Upacara pengorbanan kepada
Maciana
Religius
Mengutamakan
keselarasan
dengan alam
(wanita yang meninggal karena
melahirkan)
Upacara pengorbanan kepada
Bech (orang yang meninggal
karena sebab yang biasa)
Upacara pengusiran roh jahat
yang dilakukan di bawah pohon-
pohon besar atau bangunan
pemujaan biasanya menggunakan
ayam putih sebagai korban yang
dipotong di atas pecahan periuk
yang terbuat dari tanah. Darah
ayam tersebut ditampung dan
disiramkan ke tanah untuk
mengusir roh jahat.
Fanoro Satua, merupakan upacara
pemakaman yang diselenggarakan
untuk mengantar roh orang yang
meninggal ke alam baka. Selain itu
juga upacara Famalichisi, perjamuan
adat yang diselenggarakan oleh
Religius
keluarga dari orang yang meninggal.
Pengorbanan babi sejumlah 200
sampai 300 ekor pada upacara
pemakaman Tateholi Ana'a sebagai
Simbolistik
47. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-47
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
No. Ekspresi Ujud
Nilai yang
terkandung
simbolisasi pengorbanan budak-
budak kesayangan orang yang
meninggal.
Pada prosesi upacara Fangowalu
(upacara perkawinan adat Nias)
terdapat penyerahan uba rampai
pernikahan, antara lain sigelo (babi
betina), bibit padi, dan balewa
(sebilah parang), yang merupakan
simbolisasi dan pegangan hidup atau
modal dalam hidup berumah tangga
Simbolisasi
3 Kegembiraan/
Syukuran
Rasa syukur masyarakat Nias
dimanifestasikan dalam upacara dan
pesta adat suku bangsa Nias yang
dilaksanakan baik di lingkungan ke-
luarga maupun masyarakat, seperti
upacara
Komunalistik
Kekerabatan
pembuatan rumah tradisional bagi
kaum bangsawan dengan
mengundang kaum kerabat untuk
makan bersama (Mae so’i).
Di dalam rangkaian upacara-upacara
adat yang terkait dengan peringatan
peristiwa hari besar di lingkungan
masyarakat dilakukan dengan
berbagai pesta dan ritual tertentu.
Komunalistik
Tabel 3.7
Sistem Kesenian Nias
No. Ekspresi Ujud
Nilai yang
Terkandung
1 Fungsi
Religi
Dalam kesenian masyarakat Nias
terdapat unsur yang merupakan
ekspresi dan sikap religius masyarakat
Nias yang diwujudkan dalam ben- tuk
seni patung yang merupakan
personifikasi dan pemujaan terhadap
manusia makhluk hidup dan alam
semesta. Hal ini dapat dilihat dari
Religius
Simbolistik
48. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-48
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
No. Ekspresi Ujud
Nilai yang
Terkandung
berbagai macam bentuk patung,
seperti patung kayu nenek moyang
pihak laki-laki (adu zatua) dan pihak
perempuan (adu nawu). Patung para
kesatria patung pemburu desa, dan
lain-lain.
Masyarakat Nias mengenal salah satu
bentuk seni suara yang merupakan
manifestasi dan kehidupan keagamaan
asli masyarakatnya, seperti Hoho yang
merupakan bentuk syair yang
dilagukan menceritakan bahwa alam
dan isinya diciptakan oleh Lolawangi
dengan hasil ciptaan yang pertama
adalah pohon kehidupan yang disebut
Tora'a
Mengutamakan
keselarasan
dengan alam
Hasil seni masyarakat Nias yang
berupa bangunan keagamaan dibangun
secara gotong royong oleh masyarakat
dibuat seindah mungkin dengan motif
hiasan khas Nias
Komunalistik -
Gotong royong
2. Fungsi
Sosial
Kegiatan kesenian yang
diselenggarakan masyarakat Nias
dalam daur kehidupan masyara-
katnya, seperti Fangowalu merupakan
pesta perkawinan adat pada
masyarakat Nias yang didahului
dengan beberapa tahap, yaitu upa-
Kekerabatan
cara mamebola (pertunangan) famili
bola (pengembalian kantong tikar
kepada keluarga perempuan oleh
keluarga laki-laki setelah diisi daging
rebus) fatebongi (penentuan jumlah
mas kawin) dan upacara bawela
(upacara pulang yang dilakukan oleh
kedua mempelai untuk mengunjungi
orang tua gadis sambil membawa
daging rebus)
Dalam komunitas masyarakat Nias
hasil seni yang merupakan cerminan
tingkat sosial masyarakat diwujudkan
dalam variasi bentuk perabotan rumah
tangga, seperti tempat duduk yang
Mengejar gengsi
49. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-49
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
No. Ekspresi Ujud
Nilai yang
Terkandung
terbuat dan batu sekaligus merupakan
simbol status pada masyarakat Nias
disebut daro-daro atau harefa.
atau tanda
kebesaran
Bentuk kesenian tradisional yang
diwariskan secara turun temurun dari
leluhur masyarakat Nias, seperti:
Rumah adat masyarakat Nias yang
disebut Omo, yang dibuat dengan
motif khas Nias, yaitu lasara
(motif naga).
Tari Perang Nias yang merupakan
ekspresi gerak tiruan perilaku
pada saat berperang, tarian ini
berfungsi untuk menyebarkan
semangat pada seisi kampung.
Zawozawo, kesenian tradisional
lompat tinggi yang pada masa lalu
dimanfaatkan untuk melompati
pagar pertahanan musuh.
Komunalistik
Ni'chuloyo, merupakan motif
tradisional Nias yang terdapat pada
peralatan musik tradisional Nias
(fondrahi) untuk hiburan dalam tari-
tarian adat Nias
Ekspresif
Simbolistik
3. Fungsi
Praktis
Pemanfaatan bahan alam dilingkungan
sekitar yang digunakan untuk
membuat karya seni diambil dari
lingkungan sekitar.
Keselarasan
dengan
lingkungan alam
Bentuk seni suara dan musik
berkembang di lingkungan masyarakat
Nias bukan sekedar untuk mendukung
kegiatan adat semata, tetapi dapat
dipakai sebagai alat hiburan, baik
masyarakat maupun individu.
Ekspresif
Hiasan-hiasan yang berupa patung
atau arca dalam berbagai bentuk,
selain mengandung unsur simbolis
kepercayaan juga terkandung makna
untuk memperindah lingkungan
tempat tinggal mereka.
Ekspresif
50. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-50
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Tabel 3.8
Sistem Mata Pencaharian
No. Ekspresi Bentuk
Nilai yang
Terkandung
1. Pesisir Peluncuran perahu dilakukan melalui
suatu upacara dan pesta bersama.
Upacara ini masih dilakukan sehu-
bungan kepercayaan asli masyarakat
Nias yang masih memiliki kepercaya-
an terhadap keberlangsungan kehi-
dupan roh dan kepercayaan akan
kekuatan gaib.
Religius,
Mengutamakan
Keselarasan
dengan alam
Kegiatan dalam berkebun kelapa di
lingkungan pesisir dilakukan secara
berkelompok oleh masyarakat Nias.
Gotong-royong,
dan komunalistik
Masyarakat Nias pesisir sangat meng-
hormati para balugu (pemuka adat)
bahwa hanya dengan melakukan upa-
cara yang dipimpinnya maka pendu-
duk akan memperoleh berkat dari
Patuh/Penurut,
kewenangan
berdasarkan
status sosial
roh-roh nenek moyang.
Seperti pembagian tugas yang terda-
pat di daerah lain, masyarakat dalam
sistem pencaharian masyarakat Nias
pembagian tugas antara laki-laki dan
perempuan antara lain bagi kaum la-
ki-laki bertugas menangkap ikan di
laut, sedangkan kaum wanita meng-
olah hasil tangkapan.
Pembagian tugas
berdasarkan
proporsi gender
2. Pedalaman Dalam kaitannya dengan pengolahan
lahan pertanian, masyarakat
pedalaman (petani) mempercayai
adanya kekuatan-kekuatan alam yang
bersumber pada tanah, hutan, gunung
dan lain sebagainya. Kepercayaan ini
kemudian diwujudkan dalam berbagai
bentuk upacara adat tertentu.
Mengutamakan
keselarasan
dengan alam
Sebagian masyarakat Nias pedalaman
melakukan upacara pemujaan kepada
Da'ozanaya Tano Zebolo yang diperca-
yai sebagai penguasa hutan yang ber-
wujud ular besar yang menjadi hantu
hutan dan hantu air yang memiliki
kekuatan gaib sehingga dapat
menyebabkan terjadinya gempa dan
Mengutamakan
keselarasan
dengan alam,
Religius
51. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-51
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
No. Ekspresi Bentuk
Nilai yang
Terkandung
bencana alam sekitarnya.
Kegiatan bercocok tanam di sawah
disebut laza dan di ladang yang
disebut sabe'e dilakukan secara
bersama oleh warga masyarakat.
Gotong-royong
Kaum pria melakukan tugas membuka
lahan, seperti menebang kayu,
mencangkul tanah serta cara berburu
yang dilakukan oleh kaum pria dengan
cara menggiring dengan bantuan an-
jing ke arah jaring yang telah dipa-
sang sebelumnya dan dibunuh dengan
tombak yang disebut toho sedangkan
kaum wanita menyiapkan makanan
atau mengerjakan pekerjaan ringan
dalam bercocok tanam.
Pembagian tugas
berdasarkan
proporsi gender
Masyarakat Nias pedalaman sangat
menghormati balugu (pemuka adat)
bahwa hanya dengan melakukan
upacara yang dipimpinnya penduduk
akan memperoleh berkat dari roh-roh
nenek-moyang
Patuh/penurut,
Kewenangan
berdasarkan
status sosial
Tabel 3.9
Sistem Teknologi
NO. EKSPRESI WUJUD
NILAI YANG
TERKANDUNG
1 Idiofak Osali, rumah-rumah pemujaan
masyarakat pada masa neolitik yang
kemudian digantikan oleh gereja pada
masyarakat sekarang dengan sebutan
yang sama.
Religius
Struktur utama bangunan tradisional
masyarakat Nias bagian Selatan adalah
struktur dinding pemikul (bearing
wall) dan oramen ragam hias pada
rumah adat Nias bagian Utara yang
berupa tonjolan dan lingkaran
Mengutamakan
keselarasan
dengan alam
Peralatan tari tradisional Nias yang
disebut Baluse yang dipilih dan kayu
A'awa atau kayu Ohulu dengan ukuran
besar dan tua agar lebih tahan lama
Adapatif
52. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-52
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
NO. EKSPRESI WUJUD
NILAI YANG
TERKANDUNG
dan tidak mudah dimakan rayap serta
ringan dipakai
2. Sosiofak Rumah tradisional Nias, yaitu omo
hada, rumah adat yang biasa dihuni
oleh kelompok bangsawan dan omo
pasisir untuk golongan biasa.
Stratifikasi
Pembangunan rumah khususnya bagi
kepala adat diperkampungan
masyarakat Nias dilengkapi dengan
motif hiasan Nias yang disebut
Ni'chuloyo dan motif naga (lasara)
Mengejar gengsi
dan tanda
kebesaran
Dalam pembangunan rumah kepala
adat masyarakat Nias dibangun dengan
bantuan penduduk desa, termasuk
pembuatan
Gotong-royong
lapangan yang digunakan untuk
mengadakan upacara maupun pesta
adat
Mame so'i, upacara masyarkat Nias
yang diadakan untuk membantu
Gotong-royong
mengurangi beban biaya seseorang
dari kaum bangsawan yang sedang
membangun rumah
Daro-daro atau harefa, yaitu batu
tempat duduk yang merupakan salah
satu simbol status sosial yang telah
tinggi dalam masyarakat Nias
Mengejar gengsi
atau tanda
kebesaran
3. Teknofak Peralatan pertanian masyarakat Nias
yang masih sederhana, seperti kapak
besi (fato), cangkul (faku), parang
(belewa), tongkat tugal (taru), untuk
melubangi tanah tempat menanam
bibit padi, alat menuai padi (balatu
mawasi), dan ani-ani (guti)
Adaptasi
Peralatan menangkap ikan juga
sederhana, antara lain fauru (pukat),
gai (kail), dan diala (jala)
Adaptasi
Pembagian ruangan pada rumah adat
Nias bagian Selatan, yaitu pada ruang
bagian depan yang dimanfaatkan
Adaptasi
untuk menerima tamu dan ruang tidur.
53. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-53
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
NO. EKSPRESI WUJUD
NILAI YANG
TERKANDUNG
Sistem pengukuran dengan
menggunakan peralatan tradisional,
yaitu afore (alat untuk mengukur
lingkar badan babi), lauru (takaran
untuk padi), dan foli era (ukuran berat
emas
Adaptasi
Pembangunan tempat pemandian
umum dan pipa saluran air yang
merupakan kelengkapan fasilitas
masyarakat desa Nias pada masa lalu
Komunal
berbekal
kecakapan
umum (bukan
spesialis)
Tabel 3.10
Sistem Sosial
No. Ekspresi Wujud
Nilai yang
terkandung
1. Hukum Adat I'ila huku tata sopan santun dan
kedamaian dalam masyarakat Nias
yang berarti memelihara kehidupan
yang aman dan saling membela
Mengutamakan
keselarasan de-
ngan alam, Tole-
ransi
Moroi ohoda zumengeda merupakan
aturan nilai masyarakat Nias dalam
bersosialisasi dengan orang lain yang
memuat cara penghormatan kepada
orang lain yang juga mencer-
Menjunjung tata
krama
minkan penghormatan yang
diperoleh diri sendiri dari orang lain
Pelapisan sosial yang terdapat di
Nias Selatan terdiri dari:
Stratifikasi sosial
Si'ulu, yaitu lapisan bangsawan
yang dibedakan menjadi Si'ulu si
so amatorawa, yaitu bangsawan
yang memerintah dan Si’ulu
sito'olo, yaitu bangsawan biasa.
Sato, yaitu lapisan rakyat kecil
yang dibedakan menjadi Isi'ila,
yaitu rakyat yang memimpin dan
Sato, yaitu rakyat biasa
Setiap anggota masyarakat Nias
harus selalu menawarkan jasa
kepada orang lain dan menciptakan
suasana damai dan tenteram sesuai
Patuh/penurut
Menjunjung tata
krama
54. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-54
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
No. Ekspresi Wujud
Nilai yang
terkandung
dengan prinsip tata sopan santun
dan kedamaian dalam pergaulan
(I'ila huku)
Nilai gotong royong yang terdapat
pada sistem sosial masyarakat Nias
tercemin pada konsep I'la huku,
yang mengambarkan pemeliharaan
kehidupan aman, damai dan saling
membela serta penekanan
kepedulian terhadap orang lain
Gotong royong
Toleransi
2. Organisasi
masyarakat
Ori, merupakan gabungan beberapa
desa Nias yang disebut banua.
Setiap banua terdiri dari beberapa
mado, yaitu kelompok kerabatan
yang berorientasi pada satu nenek
moyang atau leluhur
Kekerabatan
Pemerintah adat Nias merupakan
kesatuan masyarakat yang bersifat
otonom yang dipimpin oleh kepala
Negeri atau kepala desa.
Pemusatan
Kekuasaan
Kinred, organisasi masyarakat Nias
bersifat non formal karena
didasarkan atas hubungan
kekerabatan yang berfungsi untuk
memelihara sekumpulan harta
pusaka atau memegang hak ulayat
atau hak milik komunal atas harta
produktif dan mengatur tata cara
perkawinan
Kekerabatan,
Mengedepankan
musyawarah
Sistem penyerahan tenaga kerja
pada bidang pertanian masyarakat
Nias, yaitu pada bercocok tanam
menetap masih jauh dari dasar
ekonomi sehingga tergantung pada
irama alam,
Komunitas
dan pada saat pekerjaan menumpuk
dan membutuhkan tenaga tambahan
Sangambato, merupakan kelompok
kerabat terkecil yang berlaku dalam
masyarakat Nias.
Kekerabatan
Sangambato sebua, merupakan
keluarga luas virilokal yang terdiri
dari keluarga batih senior dan
keluarga batih anak laki-lakinya
55. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-55
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
No. Ekspresi Wujud
Nilai yang
terkandung
tinggal dalam satu rumah dan dalam
satu kesatuan ekonomi
Tabel 3.11
Sistem Komunikasi
No. Ekspresi Wujud
Nilai yang
terkandung
1. Verbal Hoho, syair tradisional masyarakat Nias yang
digunakan berisi mitologi rakyat Nias
Ekspresif
(physical)
Bahasa Daerah yang digunakan sehari-hari
oleh masyarakat Nias, terbagi dua macam,
yaitu:
Bahasa Utara atau Lagara, merupakan
kelompok bahasa yang digunakan oleh
masyarakat Nias yang tinggal di bagian
Utara, Timur dan Barat.
Keramah
tamahan
Bahasa Selatan atau Tello, merupakan
kelompok bahasa yang digunakan oleh
masyarakat Nias yang tinggal di bagian
Selatan, Tengah, dan pulau Tello
(Kepulauan Batu).
Mitologi suku bangsa yang tertuang dalam
bentuk syair tradisional yang disebut hoho,
menceritakan mengenai nenek moyang suku
bangsa Nias yang diturunkan dari lapisan
langit yang disebut Tatehli Ana'a
Simbolistik
2. Gerak
Tubuh
Tersenyum, merupakan ungkapan
persahabatan dan keterbukaan masyarakat
Nias terhadap masyarakat pendatang atau
orang asing yang datang berkunjung
kedaerahnya
Keramah
tamahan
3. Benda-
benda
Masyarakat Nias mengenal adanya isyarat
bunyi-bunyianya, seperti genderang untuk
memberikan informasi kepada masyarakat
umum tentang sesuatu hal.
Simbolis
3.7. Perekonomian
Tingkat keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan suatu daerah
dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai. Laju
pertumbuhan ekonomi terbentuk dari berbagai sektor ekonomi yang
secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi
yang terjadi pada suatu daerah.
56. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-56
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
3.7.1. PDRB
Berdasarkan perhitungan Produk Domestik Regional Brutto Tahun 2004
menunjukkan bahwa Kabupaten Nias memiliki dua lapangan usaha
utama yang berperan masing-masing di atas 10 persen terhadap
perekonomian, yaitu sektor Pertanian dan sektor Perdagangan, Hotel
dan Restoran.
3.7.2. Pertumbuhan Ekonomi / PDRB
Dampak recovery ekonomi yang dilakukan oleh Indonesia sangat mem-
pengaruhi kinerja perekonomian Kabupaten Nias Selatan juga, sehingga
pertumbuhan perekonomian Kabupaten Nias Selatan pada Tahun 2003
sebesar 4,72 persen dari 3,84 persen tahun 2002. Sedangkan
perekonomian Kabupaten Nias pada Tahun 2003 sebesar 5,51 persen
dari 3,27 persen tahun 2002.
Di Kabupaten Nias, Pertumbuhan positif ini disumbang oleh seluruh
sektor. Sumbangan masing-masing sektor, yaitu; Sektor Pertanian
sebesar 3,25 persen, Sektor Penggalian sebesar 7,92 persen Sektor
Industri Pengolahan sebesar 5,17 persen, Sektor Listrik, Gas dan Air
Bersih sebesar 9,26 persen, Sektor Bangunan sebesar 8,19 Sektor,
Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 7,08 persen Sektor,
Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 6,47 persen dan Sektor Bank
Persewaan dan Jasa Perusahaan sebesar 8,70, dan terakhir Sektor Jasa-
jasa menyumbang sebesar 5,53 persen.
Untuk Kabupaten Nias Selatan pertumbuhan positif ini disumbang oleh
seluruh sektor. Sumbangan masing-masing sektor, yaitu; Sektor
Pertanian sebesar 2,93 persen, Sektor Penggalian sebesar 7,92 persen,
Sektor Industri Pengolahan sebesar 5,19 persen, Sektor Listrik, Gas dan
Air Bersih sebesar 9,16 persen, Sektor Bangunan sebesar 8,19 Sektor
Perdagangan Hotel dan Restoran sebesar 7,10 persen, Sektor
Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 7,07 persen, dan Sektor Bank
Persewaan dan Jasa Perusahaan sebesar 8,16 dan terakhir Sektor Jasa–
Jasa menyumbang sebesar 5,90 persen. Jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 3.12 dan Tabel 3.13.
Tabel 3.12
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Nias 1999 - 2003 (%)
No. Sektor/Sector
Pertumbuhan Ekonomi (%)
1999 2000 2001 2002 2003
(01) (02) (03) (04) (05) (06) (07)
1 Pertanian / Agricultural 10,09 3,40 -7,20 1,28 2,93
2 Penggalian / Quarrying 0,65 9,04 12,61 12,34 7,92
3 Industri Pengolahan / 26,49 12,69 9,74 4,74 5,19
57. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-57
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
No. Sektor/Sector
Pertumbuhan Ekonomi (%)
1999 2000 2001 2002 2003
(01) (02) (03) (04) (05) (06) (07)
Manufacturing Industry
4 Listrik, Gas dan Air Bersih /
Electricity, Gas and Water
Supply
2,40 4,09 12,77 8,76 9,16
5 Bangunan / Construction 1,41 3,59 12,10 5,47 8,19
6 Perdagangan, Hotel dan
Restoran / Trade, Hotel &
Restaurant
2,39 3,06 8,11 5,96 7,10
7 Pengangkutan dan
Komunikasi / Transport and
Communication
8,16 7,74 11,47 4,67 7,07
8 Bank, Persewaan dan Jasa
Perusahaan / Bank, Rental
and Bussiness Services
-1,92 9,61 6,93 4,44 8,16
9 Jasa – jasa / Services -0,26 -0,26 4,99 3,73 5,90
PDRB / GRDP 6,65 3,73 0,23 3,27 5,51
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Nias
Keterangan : * Angka Perbaikan
Note **Angka Sementara
Catatan : Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Nias tahun 2003 sudah dipisahkan dari Kabupaten Nias Selatan
Tabel 3.13
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Nias Selatan 2000 - 2003 (%)
No. Sektor/Sector
Pertumbuhan Ekonomi (%)
2000 2001** 2002** 2003**
(01) (02) (04) (05) (06) (07)
1 Pertanian / Agricultural - -2,65 2,97 3,25
2 Penggalian / Quarrying - 12,61 12,34 7,92
3 Industri Pengolahan /
Manufacturing Industry
- 9,78 4,73 5,17
4 Listrik, Gas dan Air Bersih /
Electricity, Gas and Water
Supply
- 13,02 8,89 9,26
5 Bangunan / Construction - 12,10 5,47 8,19
6 Perdagangan, Hotel dan
Restoran / Trade, Hotel &
Restaurant
- 8,10 5,93 7,08
7 Pengangkutan dan
Komunikasi / Transport and
Communication
- 11,68 3,83 6,47
58. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-58
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
No. Sektor/Sector
Pertumbuhan Ekonomi (%)
2000 2001** 2002** 2003**
(01) (02) (04) (05) (06) (07)
8 Bank, Persewaan dan Jasa
Perusahaan / Bank, Rental
and Bussiness Services
- 6,14 4,58 8,70
9 Jasa – jasa / Services - 4,91 3,71 5,53
PDRB / GRDP - 1,34 3,84 4,72
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Nias
Keterangan : * Angka Perbaikan
** Angka Sementara
3.7.3. PDRB Per Kapita
PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Perkapita di Kabupaten Nias
atas Dasar Harga Berlaku tercatat sekitar 3.769.531,55 rupiah pada
tahun 2002 meningkat menjadi sebesar 4.278.330,02 rupiah pada tahun
2003 (angka sementara). Pendapatan (Produk Domestik Regional Bruto)
Perkapita di Kabupaten Nias Selatan atas Dasar Harga Berlaku tercatat
sekitar 3.731194.34 rupiah pada tahun 2002 meningkat menjadi sebesar
4.150.107,04 rupiah pada tahun 2003 (angka sementara).
Tabel 3.14
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Sumatera Utara, Nias Selatan, dan Nias
1993 - 2003 (%)
No. Tahun / Year
Pertumbuhan Ekonomi (%)
Indonesia
Sumatera
Utara
Nias
Selatan
Nias
(01) (02) (03) (04) (05) (06)
1 1993 - - - -
2 1994 7,54 9,48 - 13,89
3 1995 8,22 9,09 - 10,49
4 1996 7,82 9,01 - 7,14
5 1997 4,7 5,7 - 3,33
6 1998 -13,2 -10,9 - -0,37
7 1999 0,23 2,89 - 6,65
8 2000 4,77 4,83 - 3,73
9 2001 3,32 3,89 1,34 0,23
10 2002 3,38 4,05 3,84 3,27
11 2003 4,10 4,42 4,72 5,51
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Nias
Catatan : Pertumbuhan Ekonomi Nias Tahun 2003 sudah dipisahkan dari Kabupaten Nias Selatan.
59. Profil Wilayah Kabupaten Nias Selatan
Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata 3-59
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
Tabel 3.15
Pendapatan Perkapita Penduduk Kabupaten Nias
2000 - 2003 (Rupiah)
No. Tahun / Year
Pendapatan
Perkapita
(Rupiah)
(01) (02) (03)
1 1993 977.936.62
2 1994 1.189.817.16
3 1995 1.388.134.07
4 1996 1.569.233.25
5 1997 1.755.120.91
6 1998 2.588.026.96
7 1999 2.921.555.80
8 2000 3.280.518.89
9 2001 3.491.790.97
10 2002 3.769.531.55
11 2003 4.278.330.02
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Nias
Catatan : Pertumbuhan Ekonomi Nias Tahun 2003
sudah dipisahkan dari Kabupaten Nias
Selatan.
3.7.4. Peranan Sektor–Sektor Ekonomi
Perekonomian Kabupaten Nias tahun 2003 menunjukkan bahwa ada
empat sektor utama yang berperan masing-masing di atas 10 persen
terhadap pere-konomian daerah ini. Pertama adalah Sektor Pertanian
memegang peranan utama terhadap perekonomian Kabupaten Nias
Tahun 2002 menunjukkan angka sebesar 49,47 persen turun menjadi
43,94 persen pada tahun 2003. Peranan sektor ini dipengaruhi oleh Sub-
sektor Tanaman Perkebunan yang berperan cu-kup besar, yaitu sebesar
22,21 persen dan Sub-sektor Tanaman Bahan Makanan sebesar 15,67
persen. Sub-sektor Peternakan sebesar 2,83 persen, Sub-sektor
Perikanan sebesar 2,79 persen dan Sub-sektor Kehutanan menyumbang
sebesar 0,43 persen pada tahun 2003. Walaupun demikian peranan
sektor pertanian masih dominan yang berarti Kabupaten Nias masih
bertumpu pada sektor per-tanian atau bersifat agraris.