Industrialisasi merupakan proses transformasi struktur ekonomi dari sektor pertanian dan perikanan menjadi sektor industri dan jasa. Proses ini memerlukan komitmen pemerintah untuk mengembangkan sektor-sektor tertentu melalui kebijakan dan subsidi serta meningkatkan produktivitas pertanian sebagai pondasi industrialisasi.
Tata Cara Pengembangan Kawasan - Sebuah Pedoman dari Bappenas
Rangkuman Pemahaman Mengenai Industrialisasi
1. Rangkuman Pemahaman Mengenai Industrialisasi
Definisi industrialisasi :
Industrialisasi adalah suatu keadaan yang ditandai dengan menjadi
lebih pentingnya sektor industri dalam perekonomian.
Industrialisasi adalah sebuah proses jangka panjang. Proses tersebut
tidak bisa dilakukan secara melompat.
Industrialisasi adalah sebuah proses panjang dan bertahap dan di
tahap awalnya, tahap utamanya adalah tidak boleh meninggalkan
sektor pertanian.
Secara definitif, sampai saat ini pemaknaan tentang
pembangunan ekonomi yang pokok adalah pertumbuhan
ekonomi yang berlangsung secara berkesinambungan,
sehingga menghasilkan transformasi struktural dalam
perekonomian.
Definisi
pembangunan
ekonomi
Menurut Mellor (1987;81), pembangunan ekonomi
didefinisikan sebagai suatu proses yang dengannya
perekonomian diubah dari apa yang sebagian besar
pedesaan dan pertanian menjadi sebagian besar
perkotaan, industri, dan jasa–jasa. Jadi inti dari
pembangunan ekonomi adalah adanya pertumbuhan
ekonomi.
Definisi
pembangunan
ekonomi
Transformasi struktural sendiri dipahami sebagai
pergeseran pertumbuhan sektor primer (pertanian)
menuju sektor sekunder (industri) dan kemudian ke
sektor jasa (Chandra, 1992:4).
Definisi
transformasi
strukrural
Konsep industrialisasi :
Konsep industrialisasi adalah perubahan sosial dan ekonomi, di mana
masyarakat ditransformasikan dari tahap atau keadaan pra industri
ketika akumulasi modal per-kapita itu rendah, ke tahap industrialisasi.
Makna praktis industrialisasi adalah memajukan tenaga produktif
menjadi lebih modern, dapat diakses secara massal, dan tinggi kualitas.
Industrialisasi adalah mekanisme yang memungkinkan perekonomian
negara terbelakang mentransformasikan struktur perekonomian dalam
negeri mereka dari sesuatu yang berat, seperti pertanian tradisional
untuk mencukupi kebutuhan sendiri, kepada suatu perekonomian yang
lebih modern, mengarah ke kota, dan beraneka di bidang industri dan
jasa-jasa (Todaro 1997: 75).
2. Peran industrialisasi bagi perekonomian nasional :
Sumbangan sektor industri terhadap PDB cukup besar dan
menunjukkan peningkatan dalam 27 tahun terakhir.
Sejarah industrialisasi :
Seluruh industri termaju di Indonesia saat ini tidak berdiri di atas
kebutuhan ekonomi dalam negeri, melainkan atas permintaan dan
kebutuhan ekspansi modal asing.
Kelanjutan dari sistem ekonomi kolonial.
Sampai saat ini, Indonesia masih harus membeli bahan baku setengah
jadi hasil olah teknologi dari luar.
Industri hanya menyentuh sektor pertanian sebagai pasar.
Industri yang tumbuh saat itu adalah rendah teknologi. Rendahnya
produktivitas serta penghasilan yang diterima buruh.
Ciri-ciri keberhasilan proses industrialisasi :
Suatu negara industrialisasi dapat dikatakan berhasil jika di da-lam
masyarakat terjadi transformasi dari masyarakat pertanian ke masya-
rakat industri.
Selama proses industrialisasi, seharusnya pendapatan perkapita ma-
syarakat naik dan produktivitas meningkat.
Apabila suatu negara mengimpor kebutuhan pangannya dalam
memenuhi kebutuhan masyarakat, maka pendapatan perkapita yang
meningkat di negara tersebut akibat dari industrialisasi, maka akan
terjadi multiplier effect di luar, bukan di wilayah perekonomian negara
tersebut.
Industrialisasi yang berhasil mensyaratkan adanya kenaikan yang
signifikan dari produktivitas pertanian.
Pembangunan industri ditopang oleh pembangunan pertanian.
Tolok ukur industrialisasi menurut (Rostow, 1991:5) adalah apabila
tingkat investasi dan tabungan mencapai 10% dari pendapatan nasional
Prasyarat di dalam industrialisasi adalah :
produktivitas di sektor pertanian tinggi,
pasar yang berfungsi dan
pemerintahan yang stabil.
Industrialisasi yang berhasil mensyaratkan adanya kenaikan yang
signifikan dari produktivitas pertanian.
3. industrialisasi yang maju mensyaratkan ekspor pangan olahan.
Di dalam industrialiasi, investasi di dalam SDM merupakan bagian yang
sangat penting.
Mengutip pendapat Lewis, mestinya ketika kita mau melakukan industria-
lisasi harus maka harus ada :
peningkatan produksi industrialisasi atas pekerja dalam sektor
pangan,
memperbaiki tingkat upah dan pendapatan dan
memperluas pasar untuk industri dan
memperluas jalan untuk industrialisasi.
De-industrialisasi / kegagalan industrialisasi :
Industri yang ada hanyalah industri padat modal dengan kemampuan
menyerap tenaga kerja yang relatif kecil.
Adanya pertumbuhan ekonomi tidak secara otomatis menyebabkan
pengangguran menurun.
Gejala deindustrialisasi di Indonesia ditandai dengan :
1. Jumlah penyerapan tenaga kerja. Sektor industri paling sedikit
menyerap tenaga kerja dibandingkan sektor-sektor lain.
2. Laju pertumbuhan yang naik turun tidak berpola.
3. Nilai tambah sektor manufaktur terhadap PDB terus menurun.
Analisis data sektoral di empat Tabel Input-Output menunjukkan bahwa
proporsi output industri pengolahan hasil pertanian (termasuk perikanan
dan hasil hutan) dalam total output semakin kecil.
4. Jumlah ekspor hasil industri pengolahan yang berorientasi ekspor,
semakin kecil.
Re-industrialisasi :
1. Pabrik-pabrik dan sektor-sektor yang dibangun harus saling
memperkuat.
Kebijakan yang konsisten :
cara apa diproduksi,
di mana lokasinya, dan
bagaimana distribusi hasilnya,
tidak sepenuhnya diserahkan ke pasar, namun, tidak juga berarti
semua investasi menjadi di bawah kendali pemerintah.
Re-industrialisasi harus dikoordinasikan melalui peran negara dan
memerlukan adanya kendali dari pemerintah pusat.
4. Diperlukan adalah mengembangkan saluran komunikasi di area
regional, di tingkat propinsi, kota, dan kabupaten.
Dibutuhkan koordinasi terpusat di level pemerintahan, dan
kolaborasi yang strategis antara pemerintah di semua tingkatan
dan semua sektor.
2. Langkah-langkah Industrialisasi
a. Negara harus menjamin tersedianya sumber energi yang
memadai untuk seluruh jenis industri.
b. Dibutuhkan kajian-kajian strategis terhadap sumber energi
alternatif dengan dampak negatif seminim mungkin terhadap
lingkungan hidup.
c. Negara harus menjamin tersedianya bahan baku yang cukup
untuk seluruh jenis industri penyedia kebutuhan primer
masyarakat (sandang, pangan, papan). Perlu segera
memperhatikan pengadaan sumber bahan baku yang sampai saat
ini masih diimpor, seperti kapas untuk industri tekstil, dan juga
sebagian produk pertanian (mengenai pertanian terdapat poin
tersendiri). Larangan ekspor dikenakan terhadap jenis bahan baku
yang menjadi basis bagi produksi kebutuhan primer masyarakat,
sejauh tidak terdapat surplus yang bisa dipasarkan ke luar negeri.
d. Kebijakan strategi industri dengan sektor swasta harus
menghasilkan pembangunan industri pengolahan bahan baku
menjadi bahan baku setengah jadi. Termasuk di dalamnya,
membangun industri induk mesin, industri kimia, industri baja
olahan, alumunium, dan lain sebagainya. Transfer teknologi
dilakukan melalui kerja sama investasi dengan negeri yang
memiliki teknologi lebih maju, atau ‘mengadopsi’ teknologi yang
dipelajari dari luar negeri (Jerman, Jepang, Rusia, Cina, dll).
e. Negara menjamin tersedianya pasar bagi industri yang masih
membutuhkan proteksi dengan pengenaan pajak atau cukai
yang tinggi terhadap komoditi sejenis, yang diimpor dari luar
negeri. Untuk jenis komoditi tertentu, perlu disediakan jalur
distribusi yang dapat diakses oleh masyarakat luas dengan harga
yang disubsidi.
f. Tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam
konteks ini, pendidikan dan kesehatan ditanggung sepenuhnya
oleh negara. Jaminan penyediaan gizi bagi masyarakat, tidak
dipandang sebagai program belas kasihan untuk sebagian rakyat
miskin (seperti program BLT atau raskin yang dilakukan
pemerintah saat ini). Kebutuhan yang sangat mendasar tersebut
harus diberlakukan secara umum, sehingga, dapat diakses oleh
seluruh warga negara. Pengecualian hanya berlaku bagi warga
negara yang memiliki kemampuan lebih, sehingga, memilih akses
5. terhadap pendidikan dan kesehatan di luar fasilitas yang
disediakan oleh negara.
g. Memajukan tenaga produktif pertanian dengan cara:
1) Mengalokasikan kredit yang memadai dengan jaminan oleh
pemerintah dan bunga rendah kepada petani melalui bank
pertanian;
2) Mobilisasi potensi seluruh lembaga riset pertanian untuk
mengembangkan teknologi pertanian yang sesuai dengan
karakter geografis dan sosial-budaya Indonesia.
Pengembangan tersebut meliputi masalah pembibitan,
mekanisasi proses tanam dan panen, pengairan, listrik, serta
infrastruktur lainnya;
3) Mendorong terbangunnya contoh pertanian kolektif dengan
pengolahan lahan bersama serta penerapan teknologi yang
lebih maju. Penggarapan ini dilakukan secara demokratis
dengan melibatkan petani dalam mengambil keputusan, baik
saat proses produksi maupun pemasaran;
4) Mengembangkan industri pengolahan hasil pertanian dalam
setiap batasan teritori tertentu sesuai dengan komoditi
pertanian yang diproduksi.
Perlu dijelaskan, program teknologisasi pertanian ini tidak akan
menciptakan pengangguran baru, sebaliknya akan membuka
lapangan kerja. Karena dari setiap pengembangan tenaga
produktif akan membutuhkan tenaga-tenaga kerja baru.
h. Ijin operasi industri hulu harus disertai syarat pembangunan
industri pengolahan, sehingga bahan mentah ekstraktif tidak
langsung dijual ke luar negeri. Dengan pengolahan tersebut,
selain akan meningkatkan nilai tambah, juga akan meningkatkan
produktivitas masyarakat lewat industri-industri pengolahan yang
terbangun. Misalnya; hasil tambang bauksit yang diolah menjadi
alumunium, bijih besi menjadi baja, baja menjadi mesin, dsb-dst.
i. Memberikan perhatian terhadap industri kecil dan menengah.
3. Komitmen pemerintah untuk mengembangkan sektor tertentu
lazimnya diwujudkan melalui dua alat :
kebijakan (dalam artian peraturan), dan
subsidi (subsidi dalam arti luar, bisa melalui tax breaks,
pemberian kredit murah, dll).
4. Cara untuk memajukan sektor industri secara selektif, dari yang
costly sampai yang pada level arahan kebijakan.
a. infant industry protections
b. export and other business subsidies
6. c. directed credit
d. indicative investment planning
e. regulation and industrial investment
f. targeted support for R&D
g. targeted technological promotion
h. local content requirement and
i. skill development.
Bisa dipilih prioritas pelaksanaannya berdasarkan perencanaan
pembangunan sektor industri dan tentunya budget constraint.
5. kebijakan industri selektif harus dilaksanakan :
dengan transparan,
jelas ukuran/parameter analisisnya,
jelas kerangka kebijakan jangka panjangnya dan
dilaksanakan dengan tegas.
6. Dua karakteristik transformasi ekonomi yang merupakan model
dasar dari percepatan industrialisasi yang dikembangkan dalam
jangka panjang :
a. Sektor pertanian harus terus mengalami dinamika internal
(produktivitas yang terus meningkat) dan menjadi basis bagi
sektor industri yang dikembangkan.
b. Sektor industri yang dikembangkan mempunyai saling
keterkaitan dengan sektor pertanian, yang jika didinamisasikan
akan menjadi kunci hebat bagi pertumbuhan sektor manufaktur.
7. Strategi industrialisasi yang berkembang di Indonesia
a. Strategi industrialisasi yang mengembangkan industri–
industri yang berspektrum luas (broad-based industry),
seperti industri elektronik, tekstil, otomotif, dll. Argumentasi
rasionalnya adalah bahwa Indonesia memiliki beberapa
keunggulan yang memadai, seperti tenaga kerja murah dan
sumber daya alam, sehingga negara-negara maju tertarik untuk
berinvestasi di Indonesia. Selain itu, dalam jangka panjang
Indonesia mengambil pelajaran dan teknologi dari industri-industri
asing tersebut.
b. Strategi industrialisasi yang mengutamakan industri-industri
berteknologi canggih berbasis impor (hi-tech industry),
seperti industri pesawat terbang, industri peralatan, dan senjata
militer, industri kapal, dll. Argumentasi rasionalnya adalah bahwa
pendekatan ini merupakan cara agar peningkatan pertumbuhan
ekonomi tetap terjaga dalam jangka panjang, karena relatif
menghasilkan nilai tambah yang besar. Apabila mengandalkan
sektor primer, nilai tambahnya kecil dan juga mudah disaingi oleh
7. pihak asing.
c. Industri hasil pertanian (agroindustry) berbasis dalam negeri
dan merupakan kelanjutan pertanian. Argumentasinya adalah
bahwa industrialisasi akan berjalan apabila disandarkan pada
keunggulan di negara bersangkutan. Karena keunggulan
Indonesia terletak di sektor pertanian, industrialisasi harusnya
berpijak pada sektor tersebut. Jika tidak demikian, industrialisasi
akan menimbulkan masalah ketimpangan pendapatan dan
pengangguran.
8. Ada tiga fase dengan penekanan kebijakan yang berbeda-beda dalam
pengerjaan proyek industrialisasi selama Orde Baru, yaitu :
a. Strategi substitusi impor tahap pertama, yaitu di awal 1970an
sampai akhir 1970an, yang didukung oleh sejumlah besar
kebijakan tarif bea masuk dan pajak penjualan barang impor
yang dibebankan sekaligus.
b. Substitusi impor tahap kedua, dengan menggalakkan
pengembangan industri-industri hulu, terutama industri dasar
pengolahan sumber daya.
c. Dengan momentum kemerosotan harga minyak pada tahun 1982,
ditempuh kebijakan pengembangan sektor industri
manufaktur yang berorientasi ekspor.
Di Indonesia jenis industri yang dikembangkan sangat beraneka, sehingga
tidak mudah untuk dianalisis. Jenis industri manufaktur di Indonesia terdiri dari :
1. Industri padat karya, dengan ciri-ciri : penyerapan tenga kerja tinggi,
berorientasi ekspor, sebagian besar dimiliki swasta, dan tingkat konsentrasi
yang rendah.
2. Industri padat modal dan tenaga trampil, dengan ciri-ciri : berorientasi
pasar domestik, sebagian besar kendali ada di pemerintah atau PMA, dan
tingkat konsentrasi yang tinggi.
3. Industri padat sumber daya alam, dengan ciri-ciri : orientasi ekspor yang
tinggi, sebagian besar kepemilikan di tangan swasta, dan tingkat konsentrasi
yang rendah.
4. Industri padat teknologi, dengan ciri-ciri : semakin berorientasi ekspor,
kepemilikan ada di tangan asing dan swasta, kandungan impor dan tingkat
konsentrasi yang tinggi.
Dalam banyak hal Indonesia tidak mengalami pendalaman yang berarti
dalam industrialisasi. Negara-negara yang telah mapan melakukan
industrialisasi biasanya ditandai bukan hanya oleh pergeseran sektor ekonomi
dengan lebih bertumpu pada sektor industri, melainkan juga dengan semakin
intensifnya proses manufacturing dalam sektor yang bersangkutan. Negara-
8. negara, seperti Korea Selatan, Taiwan, Hong Kong, dan Singapura yang memulai
proses industrialisasi hampir bersamaan dengan Indonesia memiliki struktur
industri yang lebih padat pemrosesan (manufacturing) dan enjiniring. Dengan
demikian, penguasaan teknologi dan nilai tambah produk menjadi memungkinkan.
Sebaliknya, di Indonesia sebagian besar industri yang berjalan masih
tergantung pada pola-pola yang tidak membutuhkan pemrosesan.
Tiga persoalan struktural dalam ekonomi Indonesia, yakni :
1. Belum dirumuskannya jenis industri dan produk yang hendak
dikembangkan dan dijadikan andalan di masa depan secara tuntas.
Selama ini, perdebatan mengenai kedua hal tersebut masih dilakukan secara
kurang transparan dan melibatkan banyak elemen masyarakat. Akibatnya,
strategi industrialisasi lebih banyak didekati dengan subjektivitas daripada
mempertimbangkan aspek-aspek rasional sesuai cerminan kebutuhan
ekonomi nasional.
2. Sistem produksi dan distribusi ekonomi nasional masih mengandalkan
pola proteksionisme, sehingga menimbulkan distorsi pasar. Ini erat
kaitannya dengan kebijakan pemerintah Orde Baru, yaitu substitusi impor.
Dalam perkembangannya, strategi SI justru menyebabkan iklim monopoli
dalam pasar ekonomi Indonesia. Strategi SI tidak direncanakan secara
selektif, sehingga banyak yang memanfaatkan kebijakan tersebut untuk
mengeruk keuntungan secara berlebih tanpa proses usaha yang efisien.
Apalagi kebijakan-kebijakan khas rezim SI tidak segera direvisi ketika industri
menunjukkan prestasi yang tidak sesuai.
3. Keberadaan sektor pertanian di Indonesia sangat memperihatinkan, di
mana di samping kontribusinya terhadap pendapatan nasional telah sangat
kecil, juga tidak menunjukkan adanya proses modernisasi dan keterkaitan
dengan proyek industrialisasi yang dikerjakan. Ini diakibatkan adanya
perbenturan ide tentang strategi industrialisasi yang akan dijalankan dan
perbedaan kepentingan politik antara pengambil kebijakan (penguasa) dengan
pelaku dunia usaha (pengusaha).
Industri manufaktur yang memakai teknologi tinggi dan menengah
menyumbangkan defisit terbesar. Sebaliknya, industri berteknologi rendah
justru selalu surplus dan menutupi kekurangan pada industri lainnya.
Besarnya defisit industri berteknologi ini dikarenakan besarnya kandungan impor
dan dominasi asing.
Tentunya tidak seluruh produk andal-an sektor manufaktur akan memberi-
kan dampak multiplier yang tinggi. Bahkan kita dihadapkan pada suatu paradox
bahwa memilih produk an-dalan industri manufaktur yang me-miliki kinerja
multiplier output yang tinggi biasanya enggan menyerap lebih banyak
tenaga kerja. Demikian juga konsentrasi pada produk-produk sektor
manufaktur dengan multiplier tenaga kerja yang tinggi (tekstil, pa-kaian,
9. kulit, elektronik) biasanya mereka sudah memasuki tahap penu-runan
penjualan (sunset industry) dan daya saing yang rendah.
upaya minimal yang perlu dilakukan agar visi membangun sektor industri
yang kokoh dan bermanfaat dapat kita realisasikan dalam tempo yang tidak
terlalu lama:
1. Dunia usaha di sektor manufak-tur dengan multiplier tenaga kerja yang
tinggi perlu segera melakukan pembaharuan dalam aplikasi teknologi
produksi, manajerial dan pemasaran. Program pendidikan dan pelatihan
karyawan dalam peningkatan kompetensi untuk memodernisasi kegiatan sub-
sektor ekonomi ini perlu segera dipersiapkan dan dilaksanakan.
2. Produk andalan yang berdaya saing di pasar global, antara lain seperti :
a. industri komponen,
b. usaha pengalengan produk perikanan,
c. industri hilir pengguna minyak sawit (selain industri minyak goreng),
d. briket batubara,
e. industri galangan kapal,
f. industri rancang bangun peralatan konstruksi,
g. usaha olahan hasil hutan, dan
h. industri karoseri truk,
merupakan contoh-contoh produk andalan yang perlu dipertimbangkan.
3. Orientasi penggunaan laba peru-sahaan BUMN untuk tujuan me-nambal
defisit APBN agar segera diakhiri. Sebaiknya laba perusa-haan BUMN
direlakan untuk dita-namkan kembali oleh perusaha-an BUMN tersebut
dalam me-ngembangkan kapasitas produksi mereka dan ekspansi
industri pasokan dan komponen yang terkait.
4. Konsumsi Pemerintah agar tidak terlalu banyak disalurkan untuk pengeluaran
rutin dan belanja pegawai, sehingga dana yang terbatas dapat digunakan
guna mengembangkan pendidikan dan ketrampilan kejuruan di bidang usaha
manufaktur andalan. Sebagian dana Pemerintah perlu diprioritaskan untuk
modernisasi pelabuhan dan moda angkutan laut antar pulau di luar Jawa,
berikut pengembangan fasilitas dan infrastruktur publik.
5. Merombak sistem produksi dan organisasi PLN serta Pertamina,
sehingga mampu memberikan kontribusi positif untuk program
industrialisasi. Partisipasi swasta dalam memproduksi sumber daya listrik
untuk keperluan industri agar segera dibuka dibarengi de-ngan penciutan
SDM PLN. Bagi perusahaan Pertamina, agar sege-ra merubah orientasi
“dagang atau fungsi brokernya” menjadi jagoan lapangan yang handal, seperti
layaknya Petronas-Malaysia.
6. Untuk memangkas pengeluaran rutin yang semakin membeng-kak,
10. Pemerintah harus berani melakukan program rasionalisasi pegawai
negeri di Republik ter-cinta ini. Produktivitas pegawai negara dapat jauh lebih
ditingkat-kan dengan menggandakan balas jasa mereka. Apalagi pada saat ini
pegawai negara kita sudah tidak lagi menjadi “sapi perah” yang dapat dibeli
untuk tujuan penco-blosan di bilik suara saat Pemilu.
7. Penyaluran kredit konsumsi un-tuk KPR dan kendaraan bermotor segera
dibatasi tingkat laju per-tumbuhannya, mengingat alokasi di kedua
sektor konsumsi terse-but telah mengarah pada pem-borosan dan
misalokasi sumber dana masyarakat yang terbatas.
Dampak Negatif Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)1
dan Paradoks SEZ
Dampaknya lalu lintas investasi asing ke kawasan ini dikenda-likan
penuh Singapore Economic Development Board.
Semakin tidak terkontrolnya pihak asing dalam melakukan berbagai
aktivitas penanaman modalnya. Kawasan itu dikhawa-tirkan justru
menjadi jalan la-pang bagi investasi asing untuk mengeruk sumber
daya alam In-donesia. tidak ada jaminan bahwa kinerja sebuah kawasan
KEK dalam menarik investasi asing dapat berkorelasi positif dengan
neraca perdagangannya. Batam memiliki ketergantungan pada impor
yang sangat tinggi. inves-tasi asing (PMA) di industri-industri
berteknologi tinggi, seperti farmasi, kimia, elek-tronik, consumer
goods, alat-alat listrik selama ini, bukanlah me-rupakan proses
manufaktur dalam arti sebenarnya, tetapi proses penggabungan,
penge-pakan, dan assembling, sehingga menimbulkan ketergantungan
yang begitu tinggi terhadap impor bahan baku, input perantara, dan
komponen lainnya. Industri yang ber-kembang adalah industri-industri
yang bersifat footlose, sehingga rendah dalam penggunaan bahan
mentah dan faktor produksi da-lam negeri secara masif, dan
mengakibatkan keperluan utang yang besar karena selisih di an-tara
impor dengan ekspor men-jadi besar.
Fasilitas pembe-basan pajak dan bea masuk yang pada mulanya untuk
menarik mi-nat investasi asing justru men-jadi faktor hancurnya
industri nasional.
Pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus membutuhkan anggaran
yang tidak kecil, sementara sumber pembiayaan bukan hanya berasal
dari APBD, namun juga APBN. Anggaran yang begitu besar ter-sebut
justru akan lebih berman-faat jika digunakan bagi pemba-ngunan
infrastruktur industri perminyakan nasional, diban-dingkan dengan
digunakan, se-perti saat ini yang hanya ditu-jukan bagi masuk industri
ber-nilai rendah hasil relokasi dari Negara lain yang rendah dalam
penyerapan tenaga kerja dan tidak signifikan dalam berkon-tribusi
terhadap perekonomian nasional.
1 http://www.globaljust.org/index.php ?option=com_content&task=view&id=249&Itemid=148&lang=id
11. Fasilitas yang begitu luas dibe-rikan kepada KEK tidak seban-ding
dengan penerimaan yang diperoleh pemerintah, terlebih lagi jika
dibandingkan biaya yang akan dikeluarkan pemerintah untuk
pembangunan kawasan ini.
Dengan tidak diberlakukan DNI dalam KEK, maka Industri Bahan Kimia
yang dapat merusak ling-kungan dapat didirikan di dalam KEK.
SEZ merupakan model ekonomi yang lebih ke membuka
ketergantungan ekonomi luar negeri, meskipun akan memperkuat
ekonomi dalam negeri. SEZ apalagi di dalamnya ada FTZ belum tentu
mampu memperkuat keterkaitan ekonomi belakang (backward linkage),
karena SEZ-FTZ selalu menguat ke ekonomi ke depan (forward linkage).
SEZ banyak bermain di hilir dibandingkan di hulu.
Proses distribusi, pemasaran yang tentunya akan diikuti dengan
kebutuhan lahan bagi sektor ikutan seperti perumahan, fasilitas sosial,
prasarana pemerintahan dan ekonomi lainnya. SEZ yang ber-kembang
idealnya didukung ketersediaan lahan yang matang (siap pakai) dan
penanganan ling-kungan yang berimbang (sustainable SEZ).
Industri-industri tersebut tidak memiliki keterkaitan dengan sumber-sumber
input (bahan baku) yang berasal dari wilayah perekonomian Indonesia
khususnya Batam. Baik bahan baku, barang modal dan bahkan barang-barang
konsumsi di Batam bersumber dari impor. Secara ekonomi tipikal kawasan
semacam ini tidak akan memberi dampak berlipat (multiplier effect) yang
signifikan terhadap perekonomian nasional.
Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk impor yang menyebabkan multiplier
effect dari industri justru terjadi di luar negeri bukan di dalam negeri.
Data perdagangan tersebut mengindi-kasikan bahwa Batam memiliki keter-
gantungan pada impor yang sangat tinggi. Kondisi ini tidak lepas dari in-
vestasi asing (PMA) di industri-industri berteknologi tinggi, seperti farmasi,
kimia, elektronik, consumer goods, alat-alat listrik selama ini bu-kanlah
merupakan proses manufak-tur dalam arti sebenarnya, tetapi proses
pengabungan, pengepakan, dan assembling, sehingga menim-bulkan
ketergantungan yang begitu inggi terhadap import bahan baku, input
perantara, dan komponen lainnya. Ketergantungan ini dise-babkan tidak adanya
suplai domestik dan industri-industri pendukung serta lemahnya keterkaitan
produksi antar industri di dalam negeri.
Kawasan ekonomi khusus, seperti Batam pada akhirnya hanya menjadi tempat
yang empuk bagi penghisapan surplus ekonomi oleh pihak asing. In-dustri yang
berkembang adalah indus-tri-industri yang bersifat footlose, sehingga rendah
dalam penggunaan bahan mentah dan faktor produksi dalam negeri secara
massive, dan mengakibatkan keperluan utang yang besar karena selisih di
antara impor dengan ekspor menjadi besar.