2. MASALAH KEBERAGAMAN DAN KEBEBASAN
BERAGAMA DI INDONESIA
UUD 1945 Pasal 28E (1), dan Pasal 29 (2). UU No. 39 tahun 1999
tentang HAM Pasal 22 (1). DUHAM Pasal 18. ICCPR Pasal 18.
Tapi juga ada inkonsistensi dalam konstitusi dan per-UU
Mis. UUD 1945 Pasal 29 (1); UU No. 1/PNPS/1965 tentang
Penodaan agama; dan Pasal 156a KUHP.
Adanya banyak kasus kebebasan beragama yang disebabkan oleh
pelanggaran HAM oleh negara & dan civic values yang tidak
berkembang dalam masyarakat.
3. MASALAH KEBERAGAMAAN DAN KEBEBASAN
BERAGAMA DI INDONESIA
Kasus di Indonesia: 222 pelanggaran
kebebasan beragama dan berkeyakinan yang
dilakukan oleh negara (Setara Report, 2013)
Pelanggaran HAM Pasal 18 ICCPR dan Deklarasi PBB 1981
tentang Penghapusan Segala Bentuk Intoleransi dan
Diskriminasi berdasarkan Agama atau Keyakinan
4.
5.
6. Keberagamaan atau pluralitas itu merupakan
kenyataan dan, bahkan, makin lama makin
menjadi keharusan. Artinya, masyarakat itu
memang sedang menuju ke pluralitas.
Untuk mengatur pluralitas ini menurut
mereka diperlukanlah suatu filsafat dan
pandangan-pandangan etis filosofis
pluralisme.
7. Sebab, tidak bisa dipungkiri, pluralitas
mengandung bibit perpecahan. Justru karena
ancaman perpecahan inilah diperlukan sikap
toleran, keterbukaan, dan kesetaraan.
8. Inilah inti dari gagasan pluralisme yang
diarusutamakan dan didiseminasi oleh para
intelektual progresif kepada masyarakat.
Dengan paham etis-filosofis pluralisme
setiap orang memperoleh kebebasan yang
sama, adil dan setara. Tetapi juga didorong
untuk melakukan dialog saling pemahaman,
toleransi, dan pengembangan sikap-sikap
beradab (civility).
9. Pluralisme ini juga tercermin dalam Pancasila
yang terdiri dari berbagai ideologi-ideologi
besar dunia tetapi intinya adalah paham
kegotong-royongan, kekeluargaan dan
kebersamaan.
10. Dalam masyarakat yang majemuk, dan di
sebuah negara yang sekular, negara tidak
berhak menyatakan bahwa agama yang satu
benar, dan agama yang lain salah atau “sesat
dan menyesatkan” .
11. Seperti misalnya yang dituduhkan MUI dan
kelompok Islam Radikal terhadap Ahmadiyah.
12. Artinya, semua agama harus dianggap benar
dan baik, yaitu benar dan baik, menurut
keyakinan pemeluk agama masing-masing.
Sebab prinsip etis ini merupakan landasan
bagi keadilan, persamaan hak dan kerukunan
antarumat beragama. Jika semua agama
dianggap baik, maka orang terdorong untuk
saling belajar, jika tidak, orang pasti akan
bertahan dengan agamanya sendiri-sendiri.
13. Pluralisme memberikan kondisi saling
menyuburkan dari iman masing-masing.
Karena itulah, pluralisme begitu diperlukan
karena akan memberikan efek dinamika dan
mendorong setiap individu untuk
menyempurnakan kepercayaannya masing-
masing, dengan mengambil pelajaran dari
pengalaman pemeluk agama lain.
14. Pluralisme di samping mengakui perbedaan
juga menganjurkan dialog dan pertemuan
otentik. Di dalam dialog itu manusia
berusaha saling memahami dan saling
mengapresiasi. Tanpa pandangan pluralis,
kerukunan umat beragama tidak mungkin
terjadi.
15. Tanpa pluralisme, di mana keyakinan
masyarakat didominasi oleh keyakinan
hegemonik, maka kebebasan beragama akan
terberangus dan hilang dari bumi Indonesia.
Padahal yang mendasari Pancasila itu adalah
pluralisme yang tersimpul dalam prinsip
“bhineka tunggal ika”.
16. Pluralisme, lewat Pancasila, adalah
infrastruktur budaya dari persatuan
Indonesia, demokrasi kerakyatan dan
keadilan sosial yang berdasar Ketuhanan
yang Mahaesa dan kemanusiaan yang adil
dan beradab.
18. Pada dasarnya tak ada pertentangan logis
antara beriman dan menjadi toleran. Justru
sebaliknya, toleransi harusnya bersumber
dari iman yang benar dan seharusnya
menjadi bagian identitas agama.
Pluralisme memberikan fondasi
suatu “toleransi yang militan”.
19. Seringkali militansi dan toleransi
dipertentangkan satu sama lain, seolah tidak
mungkin menjadi kesatuan: orang yang
militan pasti tidak toleran dan sebaliknya
orang yang toleran tidak militan.
Toleransi militan adalah suatu pandangan bahwa perjuangan
untuk mewujudkan toleransi antaragama merupakan bagian
dari pergumulan iman sejati para warganegara yang religius.
Negara perlu melindungi pergumulan iman sejati
warganegara ini dengan sekularisme, liberalisme dan
pluralisme.
20. Iman yang benar tidak mendehumanisasi
manusia-manusia dari kelompok lain sebagai
musuh, kafir atau sesat, melainkan justru
mendorong upaya-upaya saling pengertian,
hidup setara sebagai warganegara.
Toleransi adalah buah dari pluralisme yang
sehat.
21. Seorang yang toleran secara militan bukanlah
sosok yang mudah goyah di tengah-tengah
relativisme nilai, lalu menjadi laissez faire
terhadap imannya sendiri. Dia malah
berupaya menemukan acuan-acuan
kosmopolitan dari khazanah religiusnya
untuk mendukung toleransi.
22. Dari sinilah timbul kondisi saling
menyuburkan iman masing-masing. Karena
itulah maka pluralisme akan menimbulkan
dinamika dan mendorong setiap individu
untuk menyempurnakan kepercayaannya
masing-masing, dengan mengambil pelajaran
dari pengalaman pemeluk agama lain.