SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  79
Workshop Jurnalis Kampus “Meliput Isu Keberagaman” 
Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) 
Bali, 19 - 21 November 2014 
Pengalaman Saya 
Meliput Konflik Agama 
Ilham Khoiri 
Wartawan Kompas, 
Pengajar Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas Multimedia Nusantara (UMN)
Washington DC, Amerika Serikat
Queensland, Australia
Bangka, Kepulauan Bangka Belitung
Kuala Lumpur, 
Malaysia 
tahun 2012 
Ilham Khoiri (bersama wartawan dari 
Media Indonesi dan Koran Sindo) 
ditahan Polis Diraja Malaysia, karena 
menginvestigasi tewasnya 3 TKI asal 
NTB di Port Dicson, Negeri Sembilan, 
Malaysia, 9 Mei 2012
Agama sebagai ajaran mulia 
Pada dasarnya semua agama membawa ajaran yang 
baik. Ada misi profetik (kenabian): membebaskan 
manusia dari kegelapan, dan membawa manusia 
menuju terang peradaban. 
Karena itu, agama selalu diturunkan di tengah 
masyarakat yang mundur (jahiliyah, bodoh) agar 
menjadi sarana pencerdasan publik. 
Semua agama mengajarkan nilai-nilai kebaikan: 
cinta, kasih-sayang, perdamaian, toleransi 
antarsesama manusia.
Ka’bah di Mekkah, Arab Saudi
Islam 
Islam dari kata “aslama, yuslimu, islaaman” dari akar kata 
“salam” yang berarti: damai 
Sapaan “Assalamu ‘alaikum”: keselamatan bagi anda 
sekalian 
Piagam Madinah: Nabi Muhammad menjamin keamanan 
dan kedamaian bukan hanya untuk orang Muslim, tetapi 
juga untuk semua kelompok, seperti Yahudi, Nasrani, 
suku-suku, Anshor, dan Muhajirin. 
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah 
(lemah lembut) dan pelajaran yang baik dan bantahlah 
mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl: 125)
Islam 
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menjadikan 
kamu dari seorang laki-laki dan seorang wanita, 
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan 
bersuku-suku supaya saling mengenal. 
Sesungguhnya orang mulia di antara kamu di sisi 
Allah adalah orang yang paling bertakwa. 
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha 
Mengenal.” (Q.S. Al-Hujuraat [49]:13). 
Para ulama menekankan: Islam itu didatangkan 
sebagai “rahmatan lil alamin”, rahmat bagi seluruh 
alam semesta.
Jesus, lukisan Salvador Dali
The Last Supper, Leonardo da Vinci
Kristen (Protestan) dan Katolik 
Matius 5:39: Tetapi Aku berkata kepadamu: 
Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat 
kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar 
pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. 
Matius 5: 44: Tetapi Aku berkata kepadamu: 
Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang 
menganiaya kamu. 
Matius 22: 39 Dan hukum yang kedua, yang sama 
dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia 
seperti dirimu sendiri.
Sang Buddha bermeditasi
Buddha 
Dalam Dhammapada, Buddha bersabda:, 
“Seseorang yang membuang pikiran untuk menaklukkan 
orang lain, akan merasakan kedamaian.” 
“Seseorang yang menaklukkan ribuan orang dalam 
perang bukanlah penakluk sejati. Tetapi, seseorang yang 
hanya menaklukkan seorang saja, yaitu dirinya sendiri, 
dialah pemenang tertinggi.” 
Empat faktor manusia: Metta (cinta), Karuna (kasih 
sayang), Mudita (bahagia) dan Upekkha (keseimbangan 
batin). Jika smeua itu diterapkan dalam masyarakat, 
akan menciptakan kehidupan damai.
Tiga Dewa: Brahma (Sang Pencipta), Wisnu (Sang Pemelihara), Shiwa (Sang Pelebur)
Hindu 
Kitab Suci Weda mengajarkan prinsip “Tat Twam 
Asi:” antara Anda dan saya adalah sama. Kita 
memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin 
diperlakukan. 
Catur Paramitha: ajaran tentang empat perilaku: 
- Maitri (memandang semua orang sebagai 
sahabat), 
- Karuna (mengasihi setiap orang), 
- Mudita (gembira dan menyenangkan orang lain), 
- Upeksa (menghargai orang lain).
Kong Hucu
Konghucu 
Dalam bahasa China, Kong Fu Tze atau Konfusius 
berasal dari “Ru Jiao,” yang berarti: agama dari orang-orang 
yang lembut hati, terpelajar dan berbudi luhur. 
Ada ajaran tentang “Wen”, berati damai, atau 
kehidupan yang tentram, jauh dari perang. 
Murid Kong Fu Tz, Xun Zi (326-233 SM): masyarakat 
ditata dengan dasar moral, cinta kasih dan keadilan. 
Masyarakat wajib menaati tatanan moral yang 
dijadikan hukum formal. Siapa pun yang melanggar, 
dijatuhi hukuman.
Das Sein vs Das Sollen 
Filsafat Jerman mengajarkan pemilahan antara: 
- Das Sollen: harapan, cita-cita, apa yang 
seharusnya terjadi. 
- Das Sein: kenyataan, fakta yang ada dalam 
kehidupan sehari-hari 
Hampir selalu ada jarak antara cita-cita (Das 
Sollen) dan fakta (Das Sein), antara apa yang 
seharusnya dan apa senyatanya
Agama: antara “Das Sein vs Das Sollen” 
Agama sebagai ajaran adalah Das Sollen: cita-cita, 
apa yang seharusnya terjadi. Agama mengajarkan 
kedamaian, cinta, kasih sayang, toleransi 
antarsesama manusia 
Agama sebagai fakta sejarah adalah Das Sein: fakta 
dalam kehidupan nyata . Berlangsung kebencian, 
kekerasan, bahkan perang atas nama agama. 
Semua itu bisa kita buktikan dalam catatan sejarah 
peradaban manusia.
Perang Salib (ilustrasi)
Perang Salib (1) 
Perang antara kelompok kekuasaan Kristen di Eropa dengan 
kekuasaan Islam di Timur Tengah dan Eropa pada abad ke- 
11 sampai abad ke-13 Masehi. 
Tentara Kristen menggunakan “Salib” sebagai simbol 
agama. Tentara Islam dari Turki Utsmani pakai simbol 
“Bulan Sabit”. 
Muncul perdebatan: apakah ini perang agama? 
Tidak murni agama karena bermula dari perebutan 
kekuasan di kawasan Jerussalem (Palestina-Israel sekarang) 
dan Bizantium (Konstantiopel di Tukri sekarang) untuk 
kepentingan dominasi politik dan ekonomi. Tapi, mobilisasi 
serangan menggunakan sentimen agama.
Perang Salib (ilustrasi)
Perang Salib (2) 
Tahun 1099, tentara Kristen merebut Yerusalem (Baitul 
Maqdis). Dome of the Rock disulap jadi gereja, sementara 
Masjid al-Aqsha dijadikan kantor pusat Knight Templar’s 
(Ksatria Biarawan). Tahun 1187, Sholahudin al-Ayubi 
merebut kembali Jerussalem. Kaisar Jerman Freidrich II 
menguasai Jerussalem, tapi 10 tahun kemudian diambil 
alih tentara Muslim. 
Perang berkecamuk dengan wilayah meluas dan 
berlangsung dalam tujuh gelombang. 
Ada keterlibatan Gereja Katolik dan kekhalifahan Islam di 
Turki Usmani.
Perang Salib (ilustrasi)
Perang Salib (3) 
Perang baru benar-benar berakhir pada abad ke-16 M, 
ketika Eropa mengalami masa Renaissance 
(pencerahan) dan mulai membebaskan diri dari 
dominasi gereja, dan bersikap lebih rasional. 
Descrates: cogito ergo sum, aku berpikir, maka aku ada. 
Efek Perang Salib: menimbulkan kerusakan hebat, baik 
di kalangan Muslim maupun Kristen. 
Perang ini menjadi latar belakang konflik “laten” 
pertarungan antara Palestina versus Israel, sampai 
sekarang.
Bagaimana dengan Indonesia?
Konflik Agama di Indonesia 
Konflik dengan latar belakang gesekan kelompok umat 
beragama sudah lama terjadi di Indonesia. 
Pada masa Orde Lama, bangsa ini teralu sibuk dengan 
perjuangan kemerdekaan dan pembentukan negara. 
Tapi, benih konflik mulai muncu. Salah satunya, 
pemberontakan DI/TII (Darul Islam/ Tentara Islam 
Indonesia) pimpinan SM Kartusoewirjo (tahun 1949). 
Pada masa Orde Baru, konflik agama sempat meletup, 
tapi ditutup rapat oleh rezim otoriter pemerintahan 
Presiden Soeharto.
Refromasi 1998: mahasiswa menduduki gedung MPR
Konflik Agama setelah Reformasi 1998 
Konflik agama mencuat, terutama setelah Refomasi 
1998. Reformasi mendorong keterbukaan demokrasi, 
kekebasan berekspresi bagi semua kelompok, termasuk 
kelompok keagamaan radikal. 
Indonesia rentan perpecahan, meletup gejolak di 
daerah-daerah. 
Beberapa contoh: 
- Konflik Poso, Sulawesi Tengah 
- Konflik Ambon, Maluku 
- Serangan terhadap kelompok Ahmadiyah 
- Serangan terhadap kelompok Syiah 
- Kasus-kasus lain
Konflik Poso tahun 1998
Konflik Poso 
Meletup sejak Desember 1998, berlanjut sampai tahun 
2000. 
Dipicu oleh pertikaian pemuda Kristen dan Muslim, juga 
perebutan jabatan politik bupati-wakil bupati, yang 
kemudian melebar menjadi “perang agama”. 
Korban berjatuhan dari kedua belah pihak, jumlahnya 
ribuan. Kondisi makin runyam, saat aparat keamanan 
(kepolisian dan tentara) sulit bersikap netral, bahkan ada 
oknum-oknum yang ikut bermain. 
Konflik mereda dengan Perjanjian Malino I, 20 Desember 
2001.
Konflik Ambon, Maluku, tahun 2000
Konflik Ambon 
Bermula Januari 1999. Dipantik oleh pertikaian 
pemuda Muslim dan Kristen, perkelahian menjadi 
massal dengan melibatkan perkampungan Islam dan 
Kristen. Massa dimobilisasi dengan sentimen “perang 
agama.” 
Kedua belah membuat milisi (kombatan), saling 
serang, membakar kampung, menjarah, bahkan 
membunuh. Korban berjatuhan dari kedua belah 
pihak, diperkirakan sekitar 8.000 jiwa. 
Konflik didamaikan lewat Perjanjian Malino II, 12 
Februari 2002.
Pengungsi Ahmadiyah di Transito, Mataram, NTB (sudah tujuh tahun)
Serangan terhadap Ahmadiyah di NTB 
Warga Ahmadiyah di Nusa Tenggara Barat (NTB) tinggal 
di Lombok Timur, Lombok Tengah, Lombok Barat, dan 
Kota Mataram. Mereka diserang sejak Oktober 1998, Juni 
2001, Septmber 2003, dan Oktober 2005. 
Rentetan serangan mengakibatkan 9 orang tewas, 8 
orang terluka, 9 orang alami gangguan jiwa, 379 terusir 
dari kampung halaman, 9 orang dipaksa bercerai, 3 
perempuan keguguran, 61 siswa putus sekolah, 45 orang 
sulit dapat KTP. 
Mereka mengungsi di Transito, Mataram, NTB. Hingga 
kini, 8 tahun, sebanyak 187 pengungsi bertahan di 
dengan nasib tak menentu.
Serangan terhadap Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten, tahun 2011
Serangan terhadap Ahmadiyah di Cikeusik 
Sekitar 1.000 orang menyerang kelompok Ahmadiyah di 
Cikeusik, Pandeglang, Banten, 6 Februari 2011. Serangan 
sekitar pukul 10.00 WIB, dan baru dapat diredam sekitar 
pukul 12.30 WIB. 
Serangan menewaskan 3 orang jemaat Ahmadiyah, 
merusak rumah, mobil, dan motor. Pembunuhan terjadi 
di depan sejumlah polisi. 
Komnas HAM: intel kepolisian sudah mendeteksi gejala 
serangan dua hari sebelumnya, tetapi tidak serius 
mencegahnya. Massa menggunakan tanda pita sehingga 
disimpulkan ada kelompok yang mengorganisirnya.
Pengungsi Syiah di Sampang, Madura, Jawa Timur, tahun 2012
Serangan terhadap Syiah di Sampang 
Kelompok Syiah hidup di Desa Karanggayam, 
Kecamatan Omben, dan Desa Bluuran, Kecamatan 
Karangpenang, Sampang, Madura, Jawa Timur. Mereka 
beberapa kali diserang. Terakhir, 26 Agustus 2012. 
Kekerasan itu menewaskan satu orang, melikai 10 
orang, dan 46 rumah terbakar. 
Kelompok Syiah di GOR Sampang, kemudian 
dipindahkan ke Rusun Jemundo, Sidoarjo, Jawa Timur. 
73 keluarga (173 jiwa) bertahan di pengungsian selama 
dua tahun lebih, tetapi nasibnya menggantung.
Pengungsi Syiah 
saat “gowes kemanusiaan” 
dari Surabaya ke Jakarta, tahun 
2013 
Mereka sempat diterima 
Presiden Susilo Bambang 
Yudhoyono, di rumahnya di 
Cikeas, Juli 2013, dan dijanjikan 
dipulangkan ke kampung 
halaman. 
“Pak SBY bilang, insya Allah, 
bapak-bapak akan kembali ke 
kampung lebaran nanti,” kata 
pengungsi menirukan pesan 
presiden. Nyatanya, sampai kini, 
mereka masih menjadi 
pengungsi.
Ibadah dan unjuk rasa di depan Istana Negara di Jakarta, tiap hari Minggu
Kasus-kasus lain 
- Penyegelan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin 
di Bogor, Jawa Barat (berlangsung lima tahun), 
- Hambatan untuk izin pendirian masjid di Baluplat, 
Nusa Tenggara Timur (NTT) (tiga tahun). 
- Penyegelan Gereja Huria Kristen Batak Protestan 
(HKBP) Filadelfia di Bekasi (dua tahun).
Catatan pelanggaran kebebasan beragama: 
Laporan The Wahid Institute: 
Ada 121 peristiwa pada tahun 2009. Jumlah ini 
meningkat jadi 184 peristiwa tahun 2010, 267 peristiwa 
(2011), dan 278 peristiwa (2012). Tahun 2013, jumlahnya 
sedikit menurun jadi 245 peristiwa, tetapi kasusnya kian 
menyebar. 
Masih marak tindakan intoleransi, baik oleh aparat 
negara atau kelompok masyarakat, dan kian menyebar di 
sejumlah provinsi. 
Bentuknya bermacam-macam: pelarangan rumah ibadah, 
kriminalisasi dan diskriminasi atas nama agama, 
serangan, dan pelarangan aliran yang diduga sesat.
Kenapa masih terjadi konflik agama? (1) 
Negara belum sungguh-sungguh menjalankan 
konstitusi, yaitu UUD 1945 yang menjamin 
kebebasan beragama dan berkeyakinan bagi setiap 
warga. 
Alih-alih mencegah kekerasan, negara—yang diwakili 
aparat kepolisian di lapangan—justru kerap 
membiarkan konflik. 
Dalam beberapa kasus, sikap pasif aparat bahkan 
turut menjadikan konflik lebih parah.
Kenapa masih terjadi konflik agama? (2) 
Di ranah hukum di pengadilan, para hakim masih 
enggan menjatuhkan hukuman berat terhadap pelaku 
kekerasan terhadap minoritas. Para jaksa dan hakim 
masih tertekan oleh intimidasi kelompok mayoritas. 
Sebagian korban justru dikorbankan lagi dengan dijerat 
pasat penodaan agama dan dijatuhi hukuman penjara. 
Pengadilan jadi sarana untuk mengintimidasi dan 
menebarkan kebencian.
Kenapa masih terjadi konflik agama? (3) 
Pejabat negara yang berwenang menangani konflik 
justru sering memihak mayoritas dan menyudutkan 
minoritas. 
Sebagian kepala daerah lebih mengutamakan 
kepentingan dukungan politik dari mayoritas ketimbang 
melindungi semua masyarakat. 
Situasi ini kian memberikan angin segar bagi 
kelompok-kelompok intoleran untuk bersuara lebih 
vokal, dan tak segan melancarkan serangan terhadap 
kelompok minoritas yang berbeda pandangan.
Bagaimana media meliput konflik agama? 
Apa saja tantangannya? 
Bagaimana menjawab tantangan itu? 
Perspektif apa yang perlu dikembangkan? 
Modal apa saja yang harus dimiliki jurnalis?
Media massa 
Media adalah sarana untuk memberitakan suatu 
informasi kepada publik (massa). 
Media berbentuk suratkabar, majalah, radio, televisi, film, 
dan sekarang media sosial (lewat internet). 
UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers menyebutkan: 
media berfungsi untuk menginformasikan (to inform), 
mendidik (to educate), menghibur (to entertain), 
mengawasi (social control) terhadap perilaku publik dan 
penguasa. 
Dalam kehidupan modern, media menjadi pilar 
demokrasi keempat setelah eksekutif, yudikatif, dan 
legislatif
Media dalam konflik agama 
Dalam peristiwa konflik agama, media dituntut untuk 
memberitakan fakta sebenarnya secara berimbang, 
mencerdaskan masyarakat, dan mendorong resolusi konflik agar 
tercapai solusi dan perdamaian. 
Media hendaknya mendorong resolusi konflik dengan 
menampilkan fakta-fakta sekaligus membuka peluang untuk 
dialog, menemukan kepentingan bersama, dan membangun solusi. 
Itu dimungkinkan karena media pada dasarnya mampu 
membangun opini atau meng-konstruksi realitas lewat “framing” 
(pembingkaian) peristiwa dengan sudut pandang tertentu. 
Berita di media berpengaruh besar terhadap keberlanjutan konflik: 
media bisa mendorong solusi atau malah menjadi provokasi.
Tantangan peliputan (1) 
Di lokasi konflik, pihak-pihak yang bertikai kerap sulit 
menerima atau mencurigai orang luar, termasuk 
wartawan yang sedang menginvestigasi kasus. 
Dalam beberapa kasus, wartawan bahkan menjadi 
korban kekerasan, baik disengaja atau tidak. 
Di kantor, kebijakan redaksi di media massa tidak selalu 
memuat semua hasil liputan tentang konflik beragama. 
Sering kali redaksi menemukan berbagai alasan untuk 
tidak menerbitkan hasil liputan.
Tantangan peliputan (2) 
Misal, berita atau feature dianggap terlalu sensitif, 
bahkan dikhawatirkan memicu konflik, kekhawatiran 
berlebihan terhadap kemungkinan intimidasi dari 
kelompok mayoritas, atau tekanan dari pejabat. 
Reaksi publik atas pemberitaan kerap sulit diukur, 
khususnya dari kelompok-kelompok intoleran. Mereka 
tak segan mendatangi dan mengintimidasi kantor 
media akibat pemberitaan yang dianggap 
menguntungkan kelompok minoritas. 
Ini menciptakan kecemasan kepada redaksi dan 
jurnalis.
Sikap dalam peliputan 
Jurnalis dituntut untuk selalu berhati-hati, independen, 
profesional, agar tidak terjebak kepada salah satu kelompok 
yang berkonflik dan tetap mengutamakan keamanan. Jika 
salah menempatkan diri, wartawan bisa menjadi korban 
kekerasan juga. 
Wartawan peliput/penulis kasus konflik perlu meyakinkan 
kepada sidang redaksi, bahwa liputannya penting untuk 
diterbitkan demi mendorong resolusi konflik. 
Redaksi dan wartawan perlu mengantisipasi reaksi publik, 
terutama kelompok radikal. Meski sulit, kita perlu mengukur 
dampak pemberitaan, khususnya reaksi dari berbagai pihak 
yang bertikai.
Beberapa kesulitan (1) 
Saat memberitakan isu agama, wartawan sulit bersikap 
obyektif karena terpengaruh atau bias agama yang 
diyakini. 
Terkadang, sulit memenuhi tuntutan untuk 
menerapkan prinsip “covers both sides”, terutama saat 
konflik bekecamuk keras. 
Media mainstream cenderung tidak mau ambil risiko 
untuk memberitakan konflik karena khawatir 
memperluas konflik atau diserang kelompok yang 
berkepentingan. Ada juga pertimbangan untung-rugi 
secara komersial/iklan.
Beberapa kesulitan (2) 
Wartawan kurang memiliki pengetahuan memadai soal 
agama, konflik, latar belakang, pihak-pihak terlibat, dan 
menentukan narasumber yang kredibel. 
Wartawan terjebak dalam deskripsi kekerasan yang 
justru rentan menjadi provokasi alias memanas-manasi 
keadaan. Dampak psikologis dari pemberitaan kadang 
kurang diperhatikan. 
Wartawan kurang kritis dalam menerima informasi, 
atau kurang gigih dalam meverifikasi data. Akibatnya, 
data yang diperoleh kabur, sepihak, bersifat desas-desus, 
sepotong-potong, bahkan bisa menyesatkan.
Beberapa kesulitan (3) 
Media memiliki keterbatasan ruang penerbitan/penayangan 
berita. Wartawan terpaksa memilih informasi yang 
dianggap paling penting untuk ditampilkan. Berita menjadi 
kurang utuh, tidak lengkap, menyapu permukaan saja, atau 
kehilangan konteks dengan latar belakang luas. 
Di tengah persaingan ketat media, muncul godaan untuk 
mengangkat (mem-”blow up”) unsur sensasi atau drama 
yang berlebihan atas peristiwa konflik. 
Garis kebijakan redaksi kadang disetir oleh pemilik 
media/pemodal, dengan tendensi politik tertentu.
Beberapa kesulitan (4) 
Media dan wartawan terjebak dalam labelisasi terhadap 
kelompok atau aliran tertentu yang belum tentu benar, 
seperti “aliran sesat”, “kelompok sempalan”, “murtad,” 
“radikal”, atau “teroris” . 
Media kadang kurang berkomitmen untuk memberikan 
ruang kepada kelompok-kelompok minoritas, dengan 
berbagai alasan. 
Kesadaran wartawan akan pluralisme, toleransi, dialog, dan 
pentingnya resolusi konflik masih kurang.
Perspektif media sebagai resolusi konflik (1) 
Perlu disadari, bangunan kebangsaan Indonesia berdasar 
Pancasila dan prinsip Bhinneka Tunggal Ika masih dalam 
proses menjadi. Selalu ada geliat, tarik-menarik, konflik, 
bahkan mungkin pertarungan sengit di antara berbagai 
kelompok berkepentingan. 
Jurnalis harus selalu menyiagakan radar untuk 
menangkap adanya gangguan terhadap kehidupan 
keberagamaa, dan siap untuk turun tangan meliputnya.
Perspektif media sebagai resolusi konflik (2) 
Meliput sebagai panggilan hati akan membuat 
wartawan bekerja sepenuh hati dan bersemangat. 
Bagaimanapun, wartawan adalah bagian dari 
warga negara yang bertanggung jawab untuk 
berjuang membela dasar pendirian negara yang 
telah disepakati para pendiri bangsa, yaitu 
kebebasan beragama dan keyakinan dan jaminan 
negara atas kebebasan itu.
Perspektif media sebagai resolusi konflik (3) 
Saat meliput (baik di lapangan, pada tingkat wacana, 
atau pengambilan kebijakan), jurnalis harus bersikap 
profesional, obyektif, dan independen. Wartawan mesti 
menangkap fakta secara utuh dari berbagai sudut 
pandang dan pihak-pihak yang terlibat. 
Penting untuk memberikan ruang yang seimbang kepada 
korban, pelaku serangan, aparat keamanan, dan 
pemerintah. Lebih jauh, perlu juga sikap lebih berempati 
kepada para korban, yaitu kelompok-kelompok minoritas 
yang menjadi sasaran serangan. Dorong rehabilitasi 
korban.
Perspektif media sebagai resolusi konflik (4) 
Jurnalis dituntut untuk memposisikan diri sebagai bagian 
dari usaha mencapai resolusi konflik. Tanpa harus 
mengurangi fakta-fakta di lapangan, laporan jurnalis 
sepatutnya mendorong jalan keluar, dialog, perdamaian, 
perlindungan kepada korban, dan jaminan keamanan 
dari aparat serta pemerintah. 
Tanamkan optimisme, bahwa masih mungkin untuk 
mewujudkan kehidupan masyarakat yang damai dalam 
perbedaan.
Kenapa kita harus optimistis? 
Ada beberapa modal untuk membangun 
kehidupan toleran di tengah kemajemukan di 
Indonesia. 
- Kearifan lokal 
- Tokoh pluralis 
- Lembaga pemantau 
- Konstitusi 
- Pemimpin politik
Kearifan lokal 
Di tengah berbagai masalah, masih ada komunitas masyarakat 
di beberapa sudut di Nusantara yang memiliki tradisi toleransi. 
Mereka mempertahankan praktik kehidupan yang damai di 
tengah perbedaan agama, suku, kelompok, dan golongan. 
Beberapa contoh: 
- Pegayaman, Singaraja, Bali, 
- Pesantren Pabelan di Magelang, Jawa Tengah, 
- Pesantren Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, 
- Masyarakat di Kepulauan Bangka Belitung.
Pegayaman, Bali: hidup rukun dengan prinsip saudara Muslim, saudara Hindu
Pegayaman, Bali
Belitung, Kepulauan Bangka Belitung: 
tujuan pelarian orang-orang Thionghoa saat kerusahan Mei 1998
Pesantren 
Pabelan, Magelang, Jawa Tengah 
Pondok Gontor, Ponorogo, Jawa Timur
Jakarta: 
Istiqlal dan 
Katedral yang 
berdiri 
berdampingan 
Arsitek masjid: 
F Silaban, 
seorang Kristen
Tokoh dan lembaga pendorong toleransi 
Kita memiliki tokoh-tokoh pluralis, baik yang sudah 
meninggal atau yang masih hidup dan aktif 
mengkampanyekan toleransi. 
Lembaga pemantau dan pegiat pluralisme di Jakarta yang 
memiliki jaringan hingga ke provinsi/kabupaten/kota, 
atau lembaga lokal di daerah-daerah. 
Mereka memantau, membuat laporan tahunan, dan 
menggelar program-program pelatihan, kampanye 
toleransi, atau terjun langsung mengadvokasi masyarakat 
yang sedang konflik.
Gus Dur 
“Tuhan tidak perlu 
dibela”
Cak Nur 
Millata Ibrohiima 
hanifaa 
Mencari titik 
temu agama-agama
Jalaluddin Rakhmat 
Mendorong agama madani; agama yang mendorong 
penghargaan pada kemanusiaan
Djohan Effendi 
Membangun Kesadaram Pluralisme 
Romo Magnis Suseno 
Membangun dialog antariman
Ahok 
“China eluhur saya, 
Indonesia tTanah Air 
saya” 
Lurah Susan Jasmine 
“Yang penting, saya 
bekerja melayani 
masyarakat”
Tokoh-tokoh lokal 
Sejumlah tokoh masyarakat dan kepala daerah berjuang 
mengembangkan kesadaran pluralisme. 
Misal: Bupati Bojonegoro Suyoto, Bupati Wonosobo 
Abdul Kholiq Arif. 
Aktivis lingkungan dan pemuka Islam di Nusa Tenggara 
Barat (NTB) Tuan Guru Hasanain Juaini. 
Pastor Khatholik dan pejuang lingkungan di Lereng 
Merapi, Magelang, Jawa Tengah, Romo Vincentius 
Kirdjito.
Pancasila dan UUD 1945 
Indonesia sebenarnya memiliki dasar negara, Pancasila, dan 
konsititusi UUD 1945, yang jelas-jelas berisi prinsip jaminan 
kebebasan beragama. 
Jika saja negara mengacu dan melaksanakan konstitusi itu 
dengan sungguh-sungguh, niscaya kehidupan keberagaman kita 
bakal kian menjadi lebih baik. Kesadaran ini harus terus 
didorong kepada peminpin nasional dan para kepala daerah. 
Indonesia dibangun oleh beragam kelompok dan untuk 
beragam kelompok pula. Semua warga negara, apapun suku, 
agama, golongan, atau kelompoknya, memiliki hak yang sama 
untuk beragama dan berkeyakinan dan negara wajib 
melindunginya.
Joko Widodo mengusung Nawa Cita selama kampanye Pemilu 
Presiden 2014 . 
Butir ke-9 Nawa Cita menyebutkan, pemerintah akan 
memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial 
Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan 
kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga. 
PDIP sebagai pemimpin koalisi partai pendukung pemerintah 
juga memiliki ideologi kebangsaan yang menghargai 
kemajemukan. 
Namun, seluruh masyarakat Indonesia, termasuk media, tetap 
perlu mengawal dan memastikan, bahwa komitmen 
memperkuat kebhinnekaan itu benar-benar diwujudkan dalam 
kehidupan nyata.
Gaye Tuchman, dalam “Making News: A 
Study In the Construction of Reality” 
(1978), bilang: “Berita adalah jendela 
dunia.” 
Jendela macam apa yang hendak kita 
bukakan untuk melongok konflik agama, 
itu tergantung “peliputan” wartawan dan 
“pemberitaan” redaksi media.

Contenu connexe

Tendances

RADIKALISME SEKTE WAHABI : MENGURAI SEJARAH DAN PEMIKIRAN WAHABIYAH -- SYAIKH...
RADIKALISME SEKTE WAHABI : MENGURAI SEJARAH DAN PEMIKIRAN WAHABIYAH -- SYAIKH...RADIKALISME SEKTE WAHABI : MENGURAI SEJARAH DAN PEMIKIRAN WAHABIYAH -- SYAIKH...
RADIKALISME SEKTE WAHABI : MENGURAI SEJARAH DAN PEMIKIRAN WAHABIYAH -- SYAIKH...primagraphology consulting
 
Islam mewujudkan-kerukunan-antar-uma tppt
Islam mewujudkan-kerukunan-antar-uma tpptIslam mewujudkan-kerukunan-antar-uma tppt
Islam mewujudkan-kerukunan-antar-uma tpptAjeng Faiza
 
PPT KERUKUKAN UMAT BERAGAMA
PPT KERUKUKAN UMAT BERAGAMAPPT KERUKUKAN UMAT BERAGAMA
PPT KERUKUKAN UMAT BERAGAMAHanifa Zulfitri
 
WAHHABISME : SEBUAH TINJAUAN KRITIS -- HAMID ALGAR
WAHHABISME : SEBUAH TINJAUAN KRITIS -- HAMID ALGARWAHHABISME : SEBUAH TINJAUAN KRITIS -- HAMID ALGAR
WAHHABISME : SEBUAH TINJAUAN KRITIS -- HAMID ALGARprimagraphology consulting
 
Pluralisme agama dan toleransi dalam islam
Pluralisme agama dan toleransi dalam islamPluralisme agama dan toleransi dalam islam
Pluralisme agama dan toleransi dalam islamwidyaanggraeni08
 
Presentasi Kerukunan Antar Umat Beragama
Presentasi Kerukunan Antar Umat BeragamaPresentasi Kerukunan Antar Umat Beragama
Presentasi Kerukunan Antar Umat BeragamaLia Oktaviani
 
Tamadun islam dan tamadun asia (isis)
Tamadun islam dan tamadun asia (isis)Tamadun islam dan tamadun asia (isis)
Tamadun islam dan tamadun asia (isis)Freedy Kalang
 
Pluralisme Musuh Agama Agama
Pluralisme Musuh Agama AgamaPluralisme Musuh Agama Agama
Pluralisme Musuh Agama AgamaZhulkeflee Ismail
 
Propaganda penyatuan-agama-pada-hari-ini
Propaganda penyatuan-agama-pada-hari-iniPropaganda penyatuan-agama-pada-hari-ini
Propaganda penyatuan-agama-pada-hari-iniRa Hardianto
 
Beda toleransi beragama dengan pluralisme agama
Beda toleransi beragama dengan pluralisme agamaBeda toleransi beragama dengan pluralisme agama
Beda toleransi beragama dengan pluralisme agamamada1994
 
Powerpoint akidah sem 6
Powerpoint akidah sem 6Powerpoint akidah sem 6
Powerpoint akidah sem 6noraila
 

Tendances (19)

Moderate
ModerateModerate
Moderate
 
Makalah PAI
Makalah PAIMakalah PAI
Makalah PAI
 
File
FileFile
File
 
RADIKALISME SEKTE WAHABI : MENGURAI SEJARAH DAN PEMIKIRAN WAHABIYAH -- SYAIKH...
RADIKALISME SEKTE WAHABI : MENGURAI SEJARAH DAN PEMIKIRAN WAHABIYAH -- SYAIKH...RADIKALISME SEKTE WAHABI : MENGURAI SEJARAH DAN PEMIKIRAN WAHABIYAH -- SYAIKH...
RADIKALISME SEKTE WAHABI : MENGURAI SEJARAH DAN PEMIKIRAN WAHABIYAH -- SYAIKH...
 
Islam mewujudkan-kerukunan-antar-uma tppt
Islam mewujudkan-kerukunan-antar-uma tpptIslam mewujudkan-kerukunan-antar-uma tppt
Islam mewujudkan-kerukunan-antar-uma tppt
 
Pluralisme agama
Pluralisme agamaPluralisme agama
Pluralisme agama
 
PPT KERUKUKAN UMAT BERAGAMA
PPT KERUKUKAN UMAT BERAGAMAPPT KERUKUKAN UMAT BERAGAMA
PPT KERUKUKAN UMAT BERAGAMA
 
WAHHABISME : SEBUAH TINJAUAN KRITIS -- HAMID ALGAR
WAHHABISME : SEBUAH TINJAUAN KRITIS -- HAMID ALGARWAHHABISME : SEBUAH TINJAUAN KRITIS -- HAMID ALGAR
WAHHABISME : SEBUAH TINJAUAN KRITIS -- HAMID ALGAR
 
Pluralisme agama dan toleransi dalam islam
Pluralisme agama dan toleransi dalam islamPluralisme agama dan toleransi dalam islam
Pluralisme agama dan toleransi dalam islam
 
Presentasi Kerukunan Antar Umat Beragama
Presentasi Kerukunan Antar Umat BeragamaPresentasi Kerukunan Antar Umat Beragama
Presentasi Kerukunan Antar Umat Beragama
 
Seputar Nasionalisme
Seputar NasionalismeSeputar Nasionalisme
Seputar Nasionalisme
 
Pluralisme
PluralismePluralisme
Pluralisme
 
Tamadun islam dan tamadun asia (isis)
Tamadun islam dan tamadun asia (isis)Tamadun islam dan tamadun asia (isis)
Tamadun islam dan tamadun asia (isis)
 
Pluralisme Musuh Agama Agama
Pluralisme Musuh Agama AgamaPluralisme Musuh Agama Agama
Pluralisme Musuh Agama Agama
 
Propaganda penyatuan-agama-pada-hari-ini
Propaganda penyatuan-agama-pada-hari-iniPropaganda penyatuan-agama-pada-hari-ini
Propaganda penyatuan-agama-pada-hari-ini
 
Beda toleransi beragama dengan pluralisme agama
Beda toleransi beragama dengan pluralisme agamaBeda toleransi beragama dengan pluralisme agama
Beda toleransi beragama dengan pluralisme agama
 
Powerpoint akidah sem 6
Powerpoint akidah sem 6Powerpoint akidah sem 6
Powerpoint akidah sem 6
 
Kerukunan umat beragama
Kerukunan umat beragamaKerukunan umat beragama
Kerukunan umat beragama
 
1.01 dinul islam
1.01 dinul islam1.01 dinul islam
1.01 dinul islam
 

En vedette

Contoh Bahan Kempen Selangor2004
Contoh Bahan Kempen Selangor2004Contoh Bahan Kempen Selangor2004
Contoh Bahan Kempen Selangor2004keadilanbt3
 
media gambar, foto dan sketsa dalam media PAI
media gambar, foto dan sketsa dalam media PAImedia gambar, foto dan sketsa dalam media PAI
media gambar, foto dan sketsa dalam media PAIMukhamad Sulistiono
 
1. pengertian keluarga
1. pengertian keluarga1. pengertian keluarga
1. pengertian keluargaevinurleni
 
Budaya Sekolah dan Pencegahan Tindak Kekerasan
Budaya Sekolah dan Pencegahan Tindak KekerasanBudaya Sekolah dan Pencegahan Tindak Kekerasan
Budaya Sekolah dan Pencegahan Tindak KekerasanBapake Icha Kukuh Andin
 
pernikahan adat jawa
pernikahan adat jawapernikahan adat jawa
pernikahan adat jawaunidev26
 
Hubungan etnik bab 8 agama_dan_hubungan_etnik
Hubungan etnik bab 8 agama_dan_hubungan_etnikHubungan etnik bab 8 agama_dan_hubungan_etnik
Hubungan etnik bab 8 agama_dan_hubungan_etnikAsraf Rahmat
 
masyarakat multikultural di Indonesia
masyarakat multikultural di Indonesiamasyarakat multikultural di Indonesia
masyarakat multikultural di Indonesiaasyaffa
 
Kepentingan pendidikan islam dalam melahirkan modal insan yang
Kepentingan pendidikan islam dalam melahirkan modal insan yangKepentingan pendidikan islam dalam melahirkan modal insan yang
Kepentingan pendidikan islam dalam melahirkan modal insan yangRahila Najihah
 

En vedette (12)

Atas Nama Agama
Atas Nama AgamaAtas Nama Agama
Atas Nama Agama
 
Contoh Bahan Kempen Selangor2004
Contoh Bahan Kempen Selangor2004Contoh Bahan Kempen Selangor2004
Contoh Bahan Kempen Selangor2004
 
Menyambut Natal
Menyambut NatalMenyambut Natal
Menyambut Natal
 
media gambar, foto dan sketsa dalam media PAI
media gambar, foto dan sketsa dalam media PAImedia gambar, foto dan sketsa dalam media PAI
media gambar, foto dan sketsa dalam media PAI
 
1. pengertian keluarga
1. pengertian keluarga1. pengertian keluarga
1. pengertian keluarga
 
Budaya Sekolah dan Pencegahan Tindak Kekerasan
Budaya Sekolah dan Pencegahan Tindak KekerasanBudaya Sekolah dan Pencegahan Tindak Kekerasan
Budaya Sekolah dan Pencegahan Tindak Kekerasan
 
pernikahan adat jawa
pernikahan adat jawapernikahan adat jawa
pernikahan adat jawa
 
Hubungan etnik bab 8 agama_dan_hubungan_etnik
Hubungan etnik bab 8 agama_dan_hubungan_etnikHubungan etnik bab 8 agama_dan_hubungan_etnik
Hubungan etnik bab 8 agama_dan_hubungan_etnik
 
Kebebasan Beragama
Kebebasan BeragamaKebebasan Beragama
Kebebasan Beragama
 
masyarakat multikultural di Indonesia
masyarakat multikultural di Indonesiamasyarakat multikultural di Indonesia
masyarakat multikultural di Indonesia
 
Kepentingan pendidikan islam dalam melahirkan modal insan yang
Kepentingan pendidikan islam dalam melahirkan modal insan yangKepentingan pendidikan islam dalam melahirkan modal insan yang
Kepentingan pendidikan islam dalam melahirkan modal insan yang
 
Nota moral spm
Nota moral spmNota moral spm
Nota moral spm
 

Similaire à Media dan Agama

Obsesi#31 dekonstruksi islam
Obsesi#31 dekonstruksi islamObsesi#31 dekonstruksi islam
Obsesi#31 dekonstruksi islamAMIR HAMZAH
 
Terorisme Mengancam Keamanan Nasional (B.D.O Siagian, Universitas Pertahanan ...
Terorisme Mengancam Keamanan Nasional (B.D.O Siagian, Universitas Pertahanan ...Terorisme Mengancam Keamanan Nasional (B.D.O Siagian, Universitas Pertahanan ...
Terorisme Mengancam Keamanan Nasional (B.D.O Siagian, Universitas Pertahanan ...Okt Unhan
 
Piagam madinahdantoleransiberagama.
Piagam madinahdantoleransiberagama.Piagam madinahdantoleransiberagama.
Piagam madinahdantoleransiberagama.Helmon Chan
 
Agenda sekulerisasi di dunia islam
Agenda sekulerisasi di dunia islamAgenda sekulerisasi di dunia islam
Agenda sekulerisasi di dunia islamAlfian Akatsuki
 
Materi kajian ghazwul fikri
Materi kajian ghazwul fikriMateri kajian ghazwul fikri
Materi kajian ghazwul fikriNovyana Shethe
 
Penjelasan Sebenarnya Tentang-Islam
Penjelasan Sebenarnya Tentang-IslamPenjelasan Sebenarnya Tentang-Islam
Penjelasan Sebenarnya Tentang-IslamAdotbdotz Sokawati
 
Liberalisasi pemikiran final (ust mujahid)
Liberalisasi pemikiran final (ust mujahid)Liberalisasi pemikiran final (ust mujahid)
Liberalisasi pemikiran final (ust mujahid)BahRum Subagia
 
Cbr sejarah fisika kel 5
Cbr sejarah fisika kel 5Cbr sejarah fisika kel 5
Cbr sejarah fisika kel 5Anggi Yolanda
 
MAKALAH MODERASI BERAGAMA MUI.pdf
MAKALAH MODERASI BERAGAMA MUI.pdfMAKALAH MODERASI BERAGAMA MUI.pdf
MAKALAH MODERASI BERAGAMA MUI.pdfDMI
 
غزو الفكر (Ghozwul Fikri)
غزو الفكر (Ghozwul Fikri)غزو الفكر (Ghozwul Fikri)
غزو الفكر (Ghozwul Fikri)DidikKepsu A
 
Buku Harun Yahya : Ancaman global freemasonry
Buku Harun Yahya : Ancaman global freemasonryBuku Harun Yahya : Ancaman global freemasonry
Buku Harun Yahya : Ancaman global freemasonryBMG Training Indonesia
 
pai-9toleransi-beragama.ppt
pai-9toleransi-beragama.pptpai-9toleransi-beragama.ppt
pai-9toleransi-beragama.pptAseepJr
 
toleransi beragama dalam konteks pendidikan
toleransi beragama dalam konteks pendidikantoleransi beragama dalam konteks pendidikan
toleransi beragama dalam konteks pendidikanAbyHasby
 
toleransi antar umat beragama dalam islamppt
toleransi antar umat beragama dalam islamppttoleransi antar umat beragama dalam islamppt
toleransi antar umat beragama dalam islampptimransmancid
 
Ancaman global freemasonry
Ancaman global freemasonryAncaman global freemasonry
Ancaman global freemasonryIbrahym Ullah
 

Similaire à Media dan Agama (20)

Obsesi#31 dekonstruksi islam
Obsesi#31 dekonstruksi islamObsesi#31 dekonstruksi islam
Obsesi#31 dekonstruksi islam
 
Memahami Strategi Snouck Hurgronje Hingga Kini
Memahami Strategi Snouck Hurgronje Hingga KiniMemahami Strategi Snouck Hurgronje Hingga Kini
Memahami Strategi Snouck Hurgronje Hingga Kini
 
Terorisme Mengancam Keamanan Nasional (B.D.O Siagian, Universitas Pertahanan ...
Terorisme Mengancam Keamanan Nasional (B.D.O Siagian, Universitas Pertahanan ...Terorisme Mengancam Keamanan Nasional (B.D.O Siagian, Universitas Pertahanan ...
Terorisme Mengancam Keamanan Nasional (B.D.O Siagian, Universitas Pertahanan ...
 
Piagam madinahdantoleransiberagama.
Piagam madinahdantoleransiberagama.Piagam madinahdantoleransiberagama.
Piagam madinahdantoleransiberagama.
 
Agenda sekulerisasi di dunia islam
Agenda sekulerisasi di dunia islamAgenda sekulerisasi di dunia islam
Agenda sekulerisasi di dunia islam
 
Materi kajian ghazwul fikri
Materi kajian ghazwul fikriMateri kajian ghazwul fikri
Materi kajian ghazwul fikri
 
Penjelasan Sebenarnya Tentang-Islam
Penjelasan Sebenarnya Tentang-IslamPenjelasan Sebenarnya Tentang-Islam
Penjelasan Sebenarnya Tentang-Islam
 
Liberalisasi pemikiran final (ust mujahid)
Liberalisasi pemikiran final (ust mujahid)Liberalisasi pemikiran final (ust mujahid)
Liberalisasi pemikiran final (ust mujahid)
 
Perkem 1
Perkem 1Perkem 1
Perkem 1
 
Cbr sejarah fisika kel 5
Cbr sejarah fisika kel 5Cbr sejarah fisika kel 5
Cbr sejarah fisika kel 5
 
MAKALAH MODERASI BERAGAMA MUI.pdf
MAKALAH MODERASI BERAGAMA MUI.pdfMAKALAH MODERASI BERAGAMA MUI.pdf
MAKALAH MODERASI BERAGAMA MUI.pdf
 
غزو الفكر (Ghozwul Fikri)
غزو الفكر (Ghozwul Fikri)غزو الفكر (Ghozwul Fikri)
غزو الفكر (Ghozwul Fikri)
 
Agenda Sekularisasi Barat Di Dunia Islam
Agenda Sekularisasi Barat Di Dunia IslamAgenda Sekularisasi Barat Di Dunia Islam
Agenda Sekularisasi Barat Di Dunia Islam
 
Buku Harun Yahya : Ancaman global freemasonry
Buku Harun Yahya : Ancaman global freemasonryBuku Harun Yahya : Ancaman global freemasonry
Buku Harun Yahya : Ancaman global freemasonry
 
Selamatkan Umat Islam di Malaysia
Selamatkan Umat Islam di MalaysiaSelamatkan Umat Islam di Malaysia
Selamatkan Umat Islam di Malaysia
 
pai-9toleransi-beragama.ppt
pai-9toleransi-beragama.pptpai-9toleransi-beragama.ppt
pai-9toleransi-beragama.ppt
 
toleransi beragama dalam konteks pendidikan
toleransi beragama dalam konteks pendidikantoleransi beragama dalam konteks pendidikan
toleransi beragama dalam konteks pendidikan
 
toleransi antar umat beragama dalam islamppt
toleransi antar umat beragama dalam islamppttoleransi antar umat beragama dalam islamppt
toleransi antar umat beragama dalam islamppt
 
Bab 2 Nilai-nilai universal tamadun islam
Bab 2   Nilai-nilai universal tamadun islamBab 2   Nilai-nilai universal tamadun islam
Bab 2 Nilai-nilai universal tamadun islam
 
Ancaman global freemasonry
Ancaman global freemasonryAncaman global freemasonry
Ancaman global freemasonry
 

Plus de Milliyya Milliyya

Materi Diskusi Ada Apa di Balik Sentimen Anti Cina - Sejuk
Materi Diskusi Ada Apa di Balik Sentimen Anti Cina - SejukMateri Diskusi Ada Apa di Balik Sentimen Anti Cina - Sejuk
Materi Diskusi Ada Apa di Balik Sentimen Anti Cina - SejukMilliyya Milliyya
 
Materi Diskusi Ada Apa di Balik Sentimen Anti Cina - Sejuk
Materi Diskusi Ada Apa di Balik Sentimen Anti Cina - SejukMateri Diskusi Ada Apa di Balik Sentimen Anti Cina - Sejuk
Materi Diskusi Ada Apa di Balik Sentimen Anti Cina - SejukMilliyya Milliyya
 
Materi Diskusi Ada Apa di Balik Sentimen Anti Cina - Sejuk
Materi Diskusi Ada Apa di Balik Sentimen Anti Cina - SejukMateri Diskusi Ada Apa di Balik Sentimen Anti Cina - Sejuk
Materi Diskusi Ada Apa di Balik Sentimen Anti Cina - SejukMilliyya Milliyya
 
Berpikir dan Bertindak Masuk Akal
Berpikir dan Bertindak Masuk AkalBerpikir dan Bertindak Masuk Akal
Berpikir dan Bertindak Masuk AkalMilliyya Milliyya
 
Nominasi photo essay Competition
Nominasi photo essay Competition Nominasi photo essay Competition
Nominasi photo essay Competition Milliyya Milliyya
 
Islam and Illiberal Democracy
Islam and Illiberal Democracy Islam and Illiberal Democracy
Islam and Illiberal Democracy Milliyya Milliyya
 
Menulis Untuk Isu Keberagaman
Menulis Untuk Isu KeberagamanMenulis Untuk Isu Keberagaman
Menulis Untuk Isu KeberagamanMilliyya Milliyya
 

Plus de Milliyya Milliyya (11)

Materi Diskusi Ada Apa di Balik Sentimen Anti Cina - Sejuk
Materi Diskusi Ada Apa di Balik Sentimen Anti Cina - SejukMateri Diskusi Ada Apa di Balik Sentimen Anti Cina - Sejuk
Materi Diskusi Ada Apa di Balik Sentimen Anti Cina - Sejuk
 
Materi Diskusi Ada Apa di Balik Sentimen Anti Cina - Sejuk
Materi Diskusi Ada Apa di Balik Sentimen Anti Cina - SejukMateri Diskusi Ada Apa di Balik Sentimen Anti Cina - Sejuk
Materi Diskusi Ada Apa di Balik Sentimen Anti Cina - Sejuk
 
Materi Diskusi Ada Apa di Balik Sentimen Anti Cina - Sejuk
Materi Diskusi Ada Apa di Balik Sentimen Anti Cina - SejukMateri Diskusi Ada Apa di Balik Sentimen Anti Cina - Sejuk
Materi Diskusi Ada Apa di Balik Sentimen Anti Cina - Sejuk
 
Berpikir dan Bertindak Masuk Akal
Berpikir dan Bertindak Masuk AkalBerpikir dan Bertindak Masuk Akal
Berpikir dan Bertindak Masuk Akal
 
Media dan Multikulturalisme
Media dan MultikulturalismeMedia dan Multikulturalisme
Media dan Multikulturalisme
 
Photo essay competition
Photo essay competitionPhoto essay competition
Photo essay competition
 
Nominasi photo essay Competition
Nominasi photo essay Competition Nominasi photo essay Competition
Nominasi photo essay Competition
 
Peran Media Keberagaman
Peran Media KeberagamanPeran Media Keberagaman
Peran Media Keberagaman
 
Islam and Illiberal Democracy
Islam and Illiberal Democracy Islam and Illiberal Democracy
Islam and Illiberal Democracy
 
Hirarki Gender dalam Media
Hirarki Gender dalam MediaHirarki Gender dalam Media
Hirarki Gender dalam Media
 
Menulis Untuk Isu Keberagaman
Menulis Untuk Isu KeberagamanMenulis Untuk Isu Keberagaman
Menulis Untuk Isu Keberagaman
 

Media dan Agama

  • 1. Workshop Jurnalis Kampus “Meliput Isu Keberagaman” Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) Bali, 19 - 21 November 2014 Pengalaman Saya Meliput Konflik Agama Ilham Khoiri Wartawan Kompas, Pengajar Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas Multimedia Nusantara (UMN)
  • 5. Kuala Lumpur, Malaysia tahun 2012 Ilham Khoiri (bersama wartawan dari Media Indonesi dan Koran Sindo) ditahan Polis Diraja Malaysia, karena menginvestigasi tewasnya 3 TKI asal NTB di Port Dicson, Negeri Sembilan, Malaysia, 9 Mei 2012
  • 6. Agama sebagai ajaran mulia Pada dasarnya semua agama membawa ajaran yang baik. Ada misi profetik (kenabian): membebaskan manusia dari kegelapan, dan membawa manusia menuju terang peradaban. Karena itu, agama selalu diturunkan di tengah masyarakat yang mundur (jahiliyah, bodoh) agar menjadi sarana pencerdasan publik. Semua agama mengajarkan nilai-nilai kebaikan: cinta, kasih-sayang, perdamaian, toleransi antarsesama manusia.
  • 7. Ka’bah di Mekkah, Arab Saudi
  • 8. Islam Islam dari kata “aslama, yuslimu, islaaman” dari akar kata “salam” yang berarti: damai Sapaan “Assalamu ‘alaikum”: keselamatan bagi anda sekalian Piagam Madinah: Nabi Muhammad menjamin keamanan dan kedamaian bukan hanya untuk orang Muslim, tetapi juga untuk semua kelompok, seperti Yahudi, Nasrani, suku-suku, Anshor, dan Muhajirin. “Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah (lemah lembut) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl: 125)
  • 9. Islam “Hai manusia, sesungguhnya Kami menjadikan kamu dari seorang laki-laki dan seorang wanita, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling mengenal. Sesungguhnya orang mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al-Hujuraat [49]:13). Para ulama menekankan: Islam itu didatangkan sebagai “rahmatan lil alamin”, rahmat bagi seluruh alam semesta.
  • 11. The Last Supper, Leonardo da Vinci
  • 12. Kristen (Protestan) dan Katolik Matius 5:39: Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. Matius 5: 44: Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Matius 22: 39 Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
  • 14. Buddha Dalam Dhammapada, Buddha bersabda:, “Seseorang yang membuang pikiran untuk menaklukkan orang lain, akan merasakan kedamaian.” “Seseorang yang menaklukkan ribuan orang dalam perang bukanlah penakluk sejati. Tetapi, seseorang yang hanya menaklukkan seorang saja, yaitu dirinya sendiri, dialah pemenang tertinggi.” Empat faktor manusia: Metta (cinta), Karuna (kasih sayang), Mudita (bahagia) dan Upekkha (keseimbangan batin). Jika smeua itu diterapkan dalam masyarakat, akan menciptakan kehidupan damai.
  • 15. Tiga Dewa: Brahma (Sang Pencipta), Wisnu (Sang Pemelihara), Shiwa (Sang Pelebur)
  • 16. Hindu Kitab Suci Weda mengajarkan prinsip “Tat Twam Asi:” antara Anda dan saya adalah sama. Kita memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan. Catur Paramitha: ajaran tentang empat perilaku: - Maitri (memandang semua orang sebagai sahabat), - Karuna (mengasihi setiap orang), - Mudita (gembira dan menyenangkan orang lain), - Upeksa (menghargai orang lain).
  • 18. Konghucu Dalam bahasa China, Kong Fu Tze atau Konfusius berasal dari “Ru Jiao,” yang berarti: agama dari orang-orang yang lembut hati, terpelajar dan berbudi luhur. Ada ajaran tentang “Wen”, berati damai, atau kehidupan yang tentram, jauh dari perang. Murid Kong Fu Tz, Xun Zi (326-233 SM): masyarakat ditata dengan dasar moral, cinta kasih dan keadilan. Masyarakat wajib menaati tatanan moral yang dijadikan hukum formal. Siapa pun yang melanggar, dijatuhi hukuman.
  • 19. Das Sein vs Das Sollen Filsafat Jerman mengajarkan pemilahan antara: - Das Sollen: harapan, cita-cita, apa yang seharusnya terjadi. - Das Sein: kenyataan, fakta yang ada dalam kehidupan sehari-hari Hampir selalu ada jarak antara cita-cita (Das Sollen) dan fakta (Das Sein), antara apa yang seharusnya dan apa senyatanya
  • 20. Agama: antara “Das Sein vs Das Sollen” Agama sebagai ajaran adalah Das Sollen: cita-cita, apa yang seharusnya terjadi. Agama mengajarkan kedamaian, cinta, kasih sayang, toleransi antarsesama manusia Agama sebagai fakta sejarah adalah Das Sein: fakta dalam kehidupan nyata . Berlangsung kebencian, kekerasan, bahkan perang atas nama agama. Semua itu bisa kita buktikan dalam catatan sejarah peradaban manusia.
  • 22. Perang Salib (1) Perang antara kelompok kekuasaan Kristen di Eropa dengan kekuasaan Islam di Timur Tengah dan Eropa pada abad ke- 11 sampai abad ke-13 Masehi. Tentara Kristen menggunakan “Salib” sebagai simbol agama. Tentara Islam dari Turki Utsmani pakai simbol “Bulan Sabit”. Muncul perdebatan: apakah ini perang agama? Tidak murni agama karena bermula dari perebutan kekuasan di kawasan Jerussalem (Palestina-Israel sekarang) dan Bizantium (Konstantiopel di Tukri sekarang) untuk kepentingan dominasi politik dan ekonomi. Tapi, mobilisasi serangan menggunakan sentimen agama.
  • 24. Perang Salib (2) Tahun 1099, tentara Kristen merebut Yerusalem (Baitul Maqdis). Dome of the Rock disulap jadi gereja, sementara Masjid al-Aqsha dijadikan kantor pusat Knight Templar’s (Ksatria Biarawan). Tahun 1187, Sholahudin al-Ayubi merebut kembali Jerussalem. Kaisar Jerman Freidrich II menguasai Jerussalem, tapi 10 tahun kemudian diambil alih tentara Muslim. Perang berkecamuk dengan wilayah meluas dan berlangsung dalam tujuh gelombang. Ada keterlibatan Gereja Katolik dan kekhalifahan Islam di Turki Usmani.
  • 26. Perang Salib (3) Perang baru benar-benar berakhir pada abad ke-16 M, ketika Eropa mengalami masa Renaissance (pencerahan) dan mulai membebaskan diri dari dominasi gereja, dan bersikap lebih rasional. Descrates: cogito ergo sum, aku berpikir, maka aku ada. Efek Perang Salib: menimbulkan kerusakan hebat, baik di kalangan Muslim maupun Kristen. Perang ini menjadi latar belakang konflik “laten” pertarungan antara Palestina versus Israel, sampai sekarang.
  • 28. Konflik Agama di Indonesia Konflik dengan latar belakang gesekan kelompok umat beragama sudah lama terjadi di Indonesia. Pada masa Orde Lama, bangsa ini teralu sibuk dengan perjuangan kemerdekaan dan pembentukan negara. Tapi, benih konflik mulai muncu. Salah satunya, pemberontakan DI/TII (Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia) pimpinan SM Kartusoewirjo (tahun 1949). Pada masa Orde Baru, konflik agama sempat meletup, tapi ditutup rapat oleh rezim otoriter pemerintahan Presiden Soeharto.
  • 29. Refromasi 1998: mahasiswa menduduki gedung MPR
  • 30. Konflik Agama setelah Reformasi 1998 Konflik agama mencuat, terutama setelah Refomasi 1998. Reformasi mendorong keterbukaan demokrasi, kekebasan berekspresi bagi semua kelompok, termasuk kelompok keagamaan radikal. Indonesia rentan perpecahan, meletup gejolak di daerah-daerah. Beberapa contoh: - Konflik Poso, Sulawesi Tengah - Konflik Ambon, Maluku - Serangan terhadap kelompok Ahmadiyah - Serangan terhadap kelompok Syiah - Kasus-kasus lain
  • 32. Konflik Poso Meletup sejak Desember 1998, berlanjut sampai tahun 2000. Dipicu oleh pertikaian pemuda Kristen dan Muslim, juga perebutan jabatan politik bupati-wakil bupati, yang kemudian melebar menjadi “perang agama”. Korban berjatuhan dari kedua belah pihak, jumlahnya ribuan. Kondisi makin runyam, saat aparat keamanan (kepolisian dan tentara) sulit bersikap netral, bahkan ada oknum-oknum yang ikut bermain. Konflik mereda dengan Perjanjian Malino I, 20 Desember 2001.
  • 34. Konflik Ambon Bermula Januari 1999. Dipantik oleh pertikaian pemuda Muslim dan Kristen, perkelahian menjadi massal dengan melibatkan perkampungan Islam dan Kristen. Massa dimobilisasi dengan sentimen “perang agama.” Kedua belah membuat milisi (kombatan), saling serang, membakar kampung, menjarah, bahkan membunuh. Korban berjatuhan dari kedua belah pihak, diperkirakan sekitar 8.000 jiwa. Konflik didamaikan lewat Perjanjian Malino II, 12 Februari 2002.
  • 35. Pengungsi Ahmadiyah di Transito, Mataram, NTB (sudah tujuh tahun)
  • 36. Serangan terhadap Ahmadiyah di NTB Warga Ahmadiyah di Nusa Tenggara Barat (NTB) tinggal di Lombok Timur, Lombok Tengah, Lombok Barat, dan Kota Mataram. Mereka diserang sejak Oktober 1998, Juni 2001, Septmber 2003, dan Oktober 2005. Rentetan serangan mengakibatkan 9 orang tewas, 8 orang terluka, 9 orang alami gangguan jiwa, 379 terusir dari kampung halaman, 9 orang dipaksa bercerai, 3 perempuan keguguran, 61 siswa putus sekolah, 45 orang sulit dapat KTP. Mereka mengungsi di Transito, Mataram, NTB. Hingga kini, 8 tahun, sebanyak 187 pengungsi bertahan di dengan nasib tak menentu.
  • 37. Serangan terhadap Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten, tahun 2011
  • 38. Serangan terhadap Ahmadiyah di Cikeusik Sekitar 1.000 orang menyerang kelompok Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten, 6 Februari 2011. Serangan sekitar pukul 10.00 WIB, dan baru dapat diredam sekitar pukul 12.30 WIB. Serangan menewaskan 3 orang jemaat Ahmadiyah, merusak rumah, mobil, dan motor. Pembunuhan terjadi di depan sejumlah polisi. Komnas HAM: intel kepolisian sudah mendeteksi gejala serangan dua hari sebelumnya, tetapi tidak serius mencegahnya. Massa menggunakan tanda pita sehingga disimpulkan ada kelompok yang mengorganisirnya.
  • 39. Pengungsi Syiah di Sampang, Madura, Jawa Timur, tahun 2012
  • 40. Serangan terhadap Syiah di Sampang Kelompok Syiah hidup di Desa Karanggayam, Kecamatan Omben, dan Desa Bluuran, Kecamatan Karangpenang, Sampang, Madura, Jawa Timur. Mereka beberapa kali diserang. Terakhir, 26 Agustus 2012. Kekerasan itu menewaskan satu orang, melikai 10 orang, dan 46 rumah terbakar. Kelompok Syiah di GOR Sampang, kemudian dipindahkan ke Rusun Jemundo, Sidoarjo, Jawa Timur. 73 keluarga (173 jiwa) bertahan di pengungsian selama dua tahun lebih, tetapi nasibnya menggantung.
  • 41. Pengungsi Syiah saat “gowes kemanusiaan” dari Surabaya ke Jakarta, tahun 2013 Mereka sempat diterima Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di rumahnya di Cikeas, Juli 2013, dan dijanjikan dipulangkan ke kampung halaman. “Pak SBY bilang, insya Allah, bapak-bapak akan kembali ke kampung lebaran nanti,” kata pengungsi menirukan pesan presiden. Nyatanya, sampai kini, mereka masih menjadi pengungsi.
  • 42. Ibadah dan unjuk rasa di depan Istana Negara di Jakarta, tiap hari Minggu
  • 43. Kasus-kasus lain - Penyegelan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin di Bogor, Jawa Barat (berlangsung lima tahun), - Hambatan untuk izin pendirian masjid di Baluplat, Nusa Tenggara Timur (NTT) (tiga tahun). - Penyegelan Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia di Bekasi (dua tahun).
  • 44. Catatan pelanggaran kebebasan beragama: Laporan The Wahid Institute: Ada 121 peristiwa pada tahun 2009. Jumlah ini meningkat jadi 184 peristiwa tahun 2010, 267 peristiwa (2011), dan 278 peristiwa (2012). Tahun 2013, jumlahnya sedikit menurun jadi 245 peristiwa, tetapi kasusnya kian menyebar. Masih marak tindakan intoleransi, baik oleh aparat negara atau kelompok masyarakat, dan kian menyebar di sejumlah provinsi. Bentuknya bermacam-macam: pelarangan rumah ibadah, kriminalisasi dan diskriminasi atas nama agama, serangan, dan pelarangan aliran yang diduga sesat.
  • 45. Kenapa masih terjadi konflik agama? (1) Negara belum sungguh-sungguh menjalankan konstitusi, yaitu UUD 1945 yang menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan bagi setiap warga. Alih-alih mencegah kekerasan, negara—yang diwakili aparat kepolisian di lapangan—justru kerap membiarkan konflik. Dalam beberapa kasus, sikap pasif aparat bahkan turut menjadikan konflik lebih parah.
  • 46. Kenapa masih terjadi konflik agama? (2) Di ranah hukum di pengadilan, para hakim masih enggan menjatuhkan hukuman berat terhadap pelaku kekerasan terhadap minoritas. Para jaksa dan hakim masih tertekan oleh intimidasi kelompok mayoritas. Sebagian korban justru dikorbankan lagi dengan dijerat pasat penodaan agama dan dijatuhi hukuman penjara. Pengadilan jadi sarana untuk mengintimidasi dan menebarkan kebencian.
  • 47. Kenapa masih terjadi konflik agama? (3) Pejabat negara yang berwenang menangani konflik justru sering memihak mayoritas dan menyudutkan minoritas. Sebagian kepala daerah lebih mengutamakan kepentingan dukungan politik dari mayoritas ketimbang melindungi semua masyarakat. Situasi ini kian memberikan angin segar bagi kelompok-kelompok intoleran untuk bersuara lebih vokal, dan tak segan melancarkan serangan terhadap kelompok minoritas yang berbeda pandangan.
  • 48. Bagaimana media meliput konflik agama? Apa saja tantangannya? Bagaimana menjawab tantangan itu? Perspektif apa yang perlu dikembangkan? Modal apa saja yang harus dimiliki jurnalis?
  • 49. Media massa Media adalah sarana untuk memberitakan suatu informasi kepada publik (massa). Media berbentuk suratkabar, majalah, radio, televisi, film, dan sekarang media sosial (lewat internet). UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers menyebutkan: media berfungsi untuk menginformasikan (to inform), mendidik (to educate), menghibur (to entertain), mengawasi (social control) terhadap perilaku publik dan penguasa. Dalam kehidupan modern, media menjadi pilar demokrasi keempat setelah eksekutif, yudikatif, dan legislatif
  • 50. Media dalam konflik agama Dalam peristiwa konflik agama, media dituntut untuk memberitakan fakta sebenarnya secara berimbang, mencerdaskan masyarakat, dan mendorong resolusi konflik agar tercapai solusi dan perdamaian. Media hendaknya mendorong resolusi konflik dengan menampilkan fakta-fakta sekaligus membuka peluang untuk dialog, menemukan kepentingan bersama, dan membangun solusi. Itu dimungkinkan karena media pada dasarnya mampu membangun opini atau meng-konstruksi realitas lewat “framing” (pembingkaian) peristiwa dengan sudut pandang tertentu. Berita di media berpengaruh besar terhadap keberlanjutan konflik: media bisa mendorong solusi atau malah menjadi provokasi.
  • 51. Tantangan peliputan (1) Di lokasi konflik, pihak-pihak yang bertikai kerap sulit menerima atau mencurigai orang luar, termasuk wartawan yang sedang menginvestigasi kasus. Dalam beberapa kasus, wartawan bahkan menjadi korban kekerasan, baik disengaja atau tidak. Di kantor, kebijakan redaksi di media massa tidak selalu memuat semua hasil liputan tentang konflik beragama. Sering kali redaksi menemukan berbagai alasan untuk tidak menerbitkan hasil liputan.
  • 52. Tantangan peliputan (2) Misal, berita atau feature dianggap terlalu sensitif, bahkan dikhawatirkan memicu konflik, kekhawatiran berlebihan terhadap kemungkinan intimidasi dari kelompok mayoritas, atau tekanan dari pejabat. Reaksi publik atas pemberitaan kerap sulit diukur, khususnya dari kelompok-kelompok intoleran. Mereka tak segan mendatangi dan mengintimidasi kantor media akibat pemberitaan yang dianggap menguntungkan kelompok minoritas. Ini menciptakan kecemasan kepada redaksi dan jurnalis.
  • 53. Sikap dalam peliputan Jurnalis dituntut untuk selalu berhati-hati, independen, profesional, agar tidak terjebak kepada salah satu kelompok yang berkonflik dan tetap mengutamakan keamanan. Jika salah menempatkan diri, wartawan bisa menjadi korban kekerasan juga. Wartawan peliput/penulis kasus konflik perlu meyakinkan kepada sidang redaksi, bahwa liputannya penting untuk diterbitkan demi mendorong resolusi konflik. Redaksi dan wartawan perlu mengantisipasi reaksi publik, terutama kelompok radikal. Meski sulit, kita perlu mengukur dampak pemberitaan, khususnya reaksi dari berbagai pihak yang bertikai.
  • 54. Beberapa kesulitan (1) Saat memberitakan isu agama, wartawan sulit bersikap obyektif karena terpengaruh atau bias agama yang diyakini. Terkadang, sulit memenuhi tuntutan untuk menerapkan prinsip “covers both sides”, terutama saat konflik bekecamuk keras. Media mainstream cenderung tidak mau ambil risiko untuk memberitakan konflik karena khawatir memperluas konflik atau diserang kelompok yang berkepentingan. Ada juga pertimbangan untung-rugi secara komersial/iklan.
  • 55. Beberapa kesulitan (2) Wartawan kurang memiliki pengetahuan memadai soal agama, konflik, latar belakang, pihak-pihak terlibat, dan menentukan narasumber yang kredibel. Wartawan terjebak dalam deskripsi kekerasan yang justru rentan menjadi provokasi alias memanas-manasi keadaan. Dampak psikologis dari pemberitaan kadang kurang diperhatikan. Wartawan kurang kritis dalam menerima informasi, atau kurang gigih dalam meverifikasi data. Akibatnya, data yang diperoleh kabur, sepihak, bersifat desas-desus, sepotong-potong, bahkan bisa menyesatkan.
  • 56. Beberapa kesulitan (3) Media memiliki keterbatasan ruang penerbitan/penayangan berita. Wartawan terpaksa memilih informasi yang dianggap paling penting untuk ditampilkan. Berita menjadi kurang utuh, tidak lengkap, menyapu permukaan saja, atau kehilangan konteks dengan latar belakang luas. Di tengah persaingan ketat media, muncul godaan untuk mengangkat (mem-”blow up”) unsur sensasi atau drama yang berlebihan atas peristiwa konflik. Garis kebijakan redaksi kadang disetir oleh pemilik media/pemodal, dengan tendensi politik tertentu.
  • 57. Beberapa kesulitan (4) Media dan wartawan terjebak dalam labelisasi terhadap kelompok atau aliran tertentu yang belum tentu benar, seperti “aliran sesat”, “kelompok sempalan”, “murtad,” “radikal”, atau “teroris” . Media kadang kurang berkomitmen untuk memberikan ruang kepada kelompok-kelompok minoritas, dengan berbagai alasan. Kesadaran wartawan akan pluralisme, toleransi, dialog, dan pentingnya resolusi konflik masih kurang.
  • 58. Perspektif media sebagai resolusi konflik (1) Perlu disadari, bangunan kebangsaan Indonesia berdasar Pancasila dan prinsip Bhinneka Tunggal Ika masih dalam proses menjadi. Selalu ada geliat, tarik-menarik, konflik, bahkan mungkin pertarungan sengit di antara berbagai kelompok berkepentingan. Jurnalis harus selalu menyiagakan radar untuk menangkap adanya gangguan terhadap kehidupan keberagamaa, dan siap untuk turun tangan meliputnya.
  • 59. Perspektif media sebagai resolusi konflik (2) Meliput sebagai panggilan hati akan membuat wartawan bekerja sepenuh hati dan bersemangat. Bagaimanapun, wartawan adalah bagian dari warga negara yang bertanggung jawab untuk berjuang membela dasar pendirian negara yang telah disepakati para pendiri bangsa, yaitu kebebasan beragama dan keyakinan dan jaminan negara atas kebebasan itu.
  • 60. Perspektif media sebagai resolusi konflik (3) Saat meliput (baik di lapangan, pada tingkat wacana, atau pengambilan kebijakan), jurnalis harus bersikap profesional, obyektif, dan independen. Wartawan mesti menangkap fakta secara utuh dari berbagai sudut pandang dan pihak-pihak yang terlibat. Penting untuk memberikan ruang yang seimbang kepada korban, pelaku serangan, aparat keamanan, dan pemerintah. Lebih jauh, perlu juga sikap lebih berempati kepada para korban, yaitu kelompok-kelompok minoritas yang menjadi sasaran serangan. Dorong rehabilitasi korban.
  • 61. Perspektif media sebagai resolusi konflik (4) Jurnalis dituntut untuk memposisikan diri sebagai bagian dari usaha mencapai resolusi konflik. Tanpa harus mengurangi fakta-fakta di lapangan, laporan jurnalis sepatutnya mendorong jalan keluar, dialog, perdamaian, perlindungan kepada korban, dan jaminan keamanan dari aparat serta pemerintah. Tanamkan optimisme, bahwa masih mungkin untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang damai dalam perbedaan.
  • 62. Kenapa kita harus optimistis? Ada beberapa modal untuk membangun kehidupan toleran di tengah kemajemukan di Indonesia. - Kearifan lokal - Tokoh pluralis - Lembaga pemantau - Konstitusi - Pemimpin politik
  • 63. Kearifan lokal Di tengah berbagai masalah, masih ada komunitas masyarakat di beberapa sudut di Nusantara yang memiliki tradisi toleransi. Mereka mempertahankan praktik kehidupan yang damai di tengah perbedaan agama, suku, kelompok, dan golongan. Beberapa contoh: - Pegayaman, Singaraja, Bali, - Pesantren Pabelan di Magelang, Jawa Tengah, - Pesantren Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, - Masyarakat di Kepulauan Bangka Belitung.
  • 64. Pegayaman, Bali: hidup rukun dengan prinsip saudara Muslim, saudara Hindu
  • 66. Belitung, Kepulauan Bangka Belitung: tujuan pelarian orang-orang Thionghoa saat kerusahan Mei 1998
  • 67. Pesantren Pabelan, Magelang, Jawa Tengah Pondok Gontor, Ponorogo, Jawa Timur
  • 68. Jakarta: Istiqlal dan Katedral yang berdiri berdampingan Arsitek masjid: F Silaban, seorang Kristen
  • 69. Tokoh dan lembaga pendorong toleransi Kita memiliki tokoh-tokoh pluralis, baik yang sudah meninggal atau yang masih hidup dan aktif mengkampanyekan toleransi. Lembaga pemantau dan pegiat pluralisme di Jakarta yang memiliki jaringan hingga ke provinsi/kabupaten/kota, atau lembaga lokal di daerah-daerah. Mereka memantau, membuat laporan tahunan, dan menggelar program-program pelatihan, kampanye toleransi, atau terjun langsung mengadvokasi masyarakat yang sedang konflik.
  • 70. Gus Dur “Tuhan tidak perlu dibela”
  • 71. Cak Nur Millata Ibrohiima hanifaa Mencari titik temu agama-agama
  • 72. Jalaluddin Rakhmat Mendorong agama madani; agama yang mendorong penghargaan pada kemanusiaan
  • 73. Djohan Effendi Membangun Kesadaram Pluralisme Romo Magnis Suseno Membangun dialog antariman
  • 74. Ahok “China eluhur saya, Indonesia tTanah Air saya” Lurah Susan Jasmine “Yang penting, saya bekerja melayani masyarakat”
  • 75. Tokoh-tokoh lokal Sejumlah tokoh masyarakat dan kepala daerah berjuang mengembangkan kesadaran pluralisme. Misal: Bupati Bojonegoro Suyoto, Bupati Wonosobo Abdul Kholiq Arif. Aktivis lingkungan dan pemuka Islam di Nusa Tenggara Barat (NTB) Tuan Guru Hasanain Juaini. Pastor Khatholik dan pejuang lingkungan di Lereng Merapi, Magelang, Jawa Tengah, Romo Vincentius Kirdjito.
  • 76. Pancasila dan UUD 1945 Indonesia sebenarnya memiliki dasar negara, Pancasila, dan konsititusi UUD 1945, yang jelas-jelas berisi prinsip jaminan kebebasan beragama. Jika saja negara mengacu dan melaksanakan konstitusi itu dengan sungguh-sungguh, niscaya kehidupan keberagaman kita bakal kian menjadi lebih baik. Kesadaran ini harus terus didorong kepada peminpin nasional dan para kepala daerah. Indonesia dibangun oleh beragam kelompok dan untuk beragam kelompok pula. Semua warga negara, apapun suku, agama, golongan, atau kelompoknya, memiliki hak yang sama untuk beragama dan berkeyakinan dan negara wajib melindunginya.
  • 77.
  • 78. Joko Widodo mengusung Nawa Cita selama kampanye Pemilu Presiden 2014 . Butir ke-9 Nawa Cita menyebutkan, pemerintah akan memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga. PDIP sebagai pemimpin koalisi partai pendukung pemerintah juga memiliki ideologi kebangsaan yang menghargai kemajemukan. Namun, seluruh masyarakat Indonesia, termasuk media, tetap perlu mengawal dan memastikan, bahwa komitmen memperkuat kebhinnekaan itu benar-benar diwujudkan dalam kehidupan nyata.
  • 79. Gaye Tuchman, dalam “Making News: A Study In the Construction of Reality” (1978), bilang: “Berita adalah jendela dunia.” Jendela macam apa yang hendak kita bukakan untuk melongok konflik agama, itu tergantung “peliputan” wartawan dan “pemberitaan” redaksi media.