[Ringkasan]
Petunjuk Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur Sub Bidang Sanitasi memberikan panduan untuk pelaksanaan program sanitasi lingkungan berbasis masyarakat melalui dana alokasi khusus. Panduan ini mencakup pendekatan, prinsip, tahapan pelaksanaan, dan pengelolaan prasarana air limbah, sampah, dan drainase secara partisipatif dengan melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pembangunan, serta pengoperasian
Panduan Lengkap tentang Situs Toto: Apa yang Perlu Anda Ketahui
Petunjuk Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Sanitasi
1.
2. PETUNJUK PELAKSANAAN
PENGGUNAAN
DANA ALOKASI KHUSUS
BIDANG INFRASTRUKTUR
SUB BIDANG SANITASI
3. KATA PENGANTAR
Memperhatikan kondisi yang ada saat ini serta tantangan yang dihadapi di masa depan, disadari bahwa
pengembangan sanitasi lingkungan yang meliputi pengelolaan air limbah, pengelolaan persampahan dan
penanganan drainase tidak dapat dilakukan hanya oleh satu institusi. Diperlukan suatu kerjasama multi pihak
yang bersifat sinergis dari segenap stakeholder baik yang ada di pusat maupun di daerah meliputi pemerintah,
perguruan tinggi/akademisi, lembaga profesi, LSM, masyarakat dan swasta.
Mengingat keterbatasan kemampuan yang dimiliki pemerintah baik pusat maupun daerah, diperlukan upaya-
upaya terobosan yang bersifat merubah paradigma dalam pengembangan sanitasi lingkungan. Beberapa upaya
bisa dilakukan misalnya pengelolaan air limbah skala komunitas berbasis masyarakat melalui kegiatan
pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk menjamin keberlanjutan pengelolaan; pengurangan sampah di
sumbernya melalui gerakan mengurangi, memanfaatkan kembali dan mendaur ulang atau reduce, reuse dan
recycle (3R) yang bertujuan untuk mengurangi volume sampah yang dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA); serta upaya membuat keseimbangan tata air melalui pembangunan kolam retensi yang bertujuan untuk
memperlama laju aliran permukaan supaya tidak langsung terbuang ke badan air penerima.
Sejalan dengan amanat UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah lebih berperan
sebagai regulator dan fasilitator terkait dengan tugas-tugasnya dalam pengaturan, pembinaan dan pengawasan
pengembangan sanitasi lingkungan. Dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan, Pemerintah melalui Dana
Alokasi Khusus (DAK) menyediakan program sanitasi lingkungan bagi masyarakat berpenghasilan rendah di
lingkungan padat penduduk, kumuh dan rawan sanitasi, yang disebut dengan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan
Berbasis Masyarakat. Kegiatan Dana Alokasi Khusus Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat ini mencakup:
prioritas pertama yaitu pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal. Apabila prioritas pertama
sudah dipenuhi (tidak ada Buang Air Besar sembarangan) maka dapat melaksanakan prioritas kedua yaitu
pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse dan recycle) dan pengembangan
prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan.
Dalam rangka menjamin keberlanjutan program, disusun Petunjuk Pelaksanaan Dana Alokasi Khusus Sanitasi
Lingkungan Berbasis Masyarakat yang dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi Pemerintah Kabupaten/Kota
dalam melaksanakan penyediaan prasarana dan sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase
mandiri berwawasan lingkungan berbasis masyarakat.
Jakarta, April 2010
Direktur Jenderal Cipta Karya
Budi Yuwono
5. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………..……………………………………… 1
1.2 Maksud …………………………………………..…………………………………………………………... 1
1.3 Tujuan ………………………………………………………………………………………………………… 1
1.4 Acuan Normatif ………………………………………….………………………………………………….. 2
1.5 Sasaran ………………………………………………….…………………………………………………... 2
1.6 Ruang Lingkup Petunjuk Pelaksanaan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat …………. 2
BAB II PENDEKATAN, PRINSIP DAN POLA PENYELENGGARAAN DAK SANITASI LINGKUNGAN
BERBASIS MASYARAKAT
2.1 Pendekatan …………………………………………………………………………………………..……… 3
2.2 Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan …………………………………………………………………..….…. 3
2.3 Pola Penyelenggaraan …………………………………………………………………………….….…… 3
2.4 Prasarana Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat …………………………………………………. 4
BAB III PENGELOLAAN SANITASI LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT
3.1 Air Limbah Komunal Berbasis Masyarakat …………………………………………………….………… 5
3.2 Sampah Pola 3R Berbasis Masyarakat ……………………………………………………… ……..…... 7
3.3 Drainase Mandiri Berwawasan Lingkungan Berbasis Masyarakat …………………………….……… 9
BAB IV TAHAPAN PELAKSANAAN
4.1 Umum …………………………………………………………………………………………………….… 12
4.2 Tahap Persiapan ………………………………………………………………………………… ……….… 12
4.2.1 Sosialisasi ……………………………………………………………………………………..….… 12
4.2.2 Rapat Konsultasi Teknis Regional ……………………………………………………………….. 12
4.2.3 Rencana Kegiatan Definitif ……………………………………….…………………………..…… 12
4.3 Tahap Seleksi Lokasi
4.3.1 Persiapan Tenaga Fasilitator Lapangan ………………………………………………………… 12
4.3.2 Syarat Lokasi…………………………………………………………………………………..……. 16
4.3.3 Daftar Panjang Lokasi …………………………………………………………………..…………. 16
4.3.4 Daftar Pendek Lokasi …………………………………………………….…………..……………. 17
4.3.5 Sosialisasi Kampung ……………………………………………………..…………………..……. 18
4.3.6 Seleksi Kampung ……………………………………………………….……………………..…… 18
4.3.7 Monitoring dan Evaluasi ……………………………………………………….……………..…… 28
4.4 Tahap Penyusunan RKM
4.4.1 Rencana Kegiatan Masyarakat ……………………………………………………………...…… 28
4.4.2 Pembentukan KSM …………………………………………………………………………...…… 36
4.4.3 Pilihan Teknologi Sanitasi ………………………………………………………………………… 37
4.4.4 Dokumen Rencana Pembangunan …………………………………………………………….… 49
4.4.5 Monitoring dan Evaluasi …………………………………………………………………..…….… 49
4.5 Tahap Konstruksi
4.5.1 Persiapan Pelaksanaan ……………………………………………………………………….….. 49
4.5.2 Proses Pelaksanaan …………………………………………………………………………....... 50
4.5.3 Etika Pelaksanaan …………………………………………………………………….………....... 51
4.5.4 Pelaksanaan Kegiatan Pemberdayaan …………………………………………………….…… 52
4.5.5 Pelaksanaan Konstruksi ………………………………………………………….………….…... 53
iii
6. 4.5.6 Monitoring dan Evaluasi …………………………………………………………………….……. 55
BAB V OPERASI DAN PEMELIHARAAN
5.1 Aspek Operasi dan Pemeliharaan ………………………………………………………………………... 60
5.2 Dukungan Pemerintah Kabupaten/Kota ……………………………………………………………..…... 62
5.3 Air Limbah Komunal Berbasis Masyarakat ………………………………………………………….…… 62
5.4 Sampah Pola 3R Berbasis Masyarakat …………………………………………………………….…… 69
5.5 Drainase Mandiri Berwawasan Lingkungan Berbasis Masyarakat …………………………………… 70
5.6 Monitoring dan Evaluasi …………………………………………………………………………………… 71
BAB VI PEMBIAYAAN
6.1 Sumber Pembiayaan ….……………………………………………………………………………………. 73
6.2 Rencana Pembiayaan ……………………………………………………………………………………… 73
6.3 Pembiayaan Komponen Kegiatan …………………………………………………………………...…… 73
6.4 Penyaluran Dana …………………………………………………………………………………………... 75
6.5 Pengelolaan Dana dan Pengawasan ……………………………………………………………………. 75
6.6 Pelaporan …………………………………………………………………………………………………… 75
BAB VII PENUTUP
LAMPIRAN ……………………………………………………………………………………………………………………… … 79
iv
7. DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Contoh Alat Pengumpul Sampah
Gambar 3.2. Contoh Alat Pembuat Kompos
Gambar 4.1. Bagan Alir Pelaksanaan DAK Sanitasi Lingkungan Masyarakat Berbasis Masyarakat
Gambar 4.2. Skema dan Prosedur Implementasi
Gambar 4.3. Contoh Venn Diagram
Gambar 4.4. Overview Pelaksanaan RPA dalam Tahap Implementasi Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis
Masyarakat (SLBM)
Gambar 4.5 Tahapan Rencana Kegiatan Masyarakat (RKM)
Gambar 4.6 Kegiatan dalam Tahap Penyusunan Rencana Kegiatan Masyarakat (RKM)
Gambar 4.7. Contoh Peta Sanitasi Masyarakat
Gambar 4.8. Contoh Bagan Organisasi Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)
Gambar 4.9 Contoh MCK Umum
Gambar 4.10. Contoh Saluran Pembuangan Limbah Bersama/Komunal
Gambar 4.11. Tangki Septik Bersama
Gambar 4.12. Bio-Digester
Gambar 4.13. Baffled Reaktor/Tangki Septik Bersusun
Gambar 4.14. Contoh Pewadahan
Gambar 4.15. Contoh Komposter
Gambar 4.16. Contoh Tempat Pengolahan Sampah Terpadu
Gambar 4.17. Sistem Drainase Mandiri dengan Kolam Tampungan di Samping Saluran yang Bermuara di Badan
Air/Sungai
Gambar 4.18. Sistem Drainase Mandiri dengan Kolam Tampungan Segaris dengan Saluran atau Berada dalam
Saluran, Outlet Kolam Tampungan Langsung Bermuara ke Badan Air/Sungai
Gambar 5.1. Bagan Struktur Organisasi Badan Pengelola Pasca Konstruksi
Gambar 6.1 Bagan Sumber Pendanaan
v
8. DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Jenis Informasi dan Alat RPA yang digunakan
Tabel 4.2. Contoh Timeline
Tabel 4.3. CS1.1 Pengalaman Membangun Prasarana* secara Gotong-Royong
Tabel 4.4. Contoh Ladder – 1*
Tabel 4.5. CS2.1 Kesediaan Masyarakat Untuk Mengeluarkan Biaya
Tabel 4.6. CS3.1 Kondisi Drainase
Tabel 4.7. CS3.2 Toilet/Jamban
Tabel 4.8. CS3.3 Ketersediaan Air
Tabel 4.9. CS3.4 Ketersediaan Lahan
Tabel 4.10. Contoh Venn Diagram
Tabel 4.11. CS4.1 Ketersediaan Lembaga-Lembaga Setempat*
Tabel 4.12 CS5.1 Rencana Perbaikan Sanitasi*
Tabel 4.13 Topik dan Metode yang digunakan dalam Penyusunan RKM
Tabel 4.14. Contoh Alokasi Waktu RKM
Tabel 5.1. Biaya Pengoperasian dan Pemeliharaan Sistem MCK untuk 250 Jiwa
Tabel 5.2. Biaya Pengoperasian dan Pemeliharaan Sistem Komunal untuk 750 Jiwa
Tabel 6.1 Pembiayaan per Komponen Kegiatan
vi
9. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan prasarana dan sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase di Indonesia saat ini
belum mencapai kondisi yang diinginkan terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah di lingkungan
permukiman padat penduduk, kumuh dan rawan sanitasi di perkotaan.
Akses penduduk kepada prasarana dan sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase pada
dasarnya erat kaitannya dengan aspek kesehatan, lingkungan hidup, pendidikan, sosial budaya serta
kemiskinan. Hasil berbagai pengamatan dan penelitian telah membuktikan bahwa semakin besar akses
penduduk kepada fasilitas prasarana dan sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase (serta
pemahaman tentang hygiene) semakin kecil kemungkinan terjadinya kasus penyebaran penyakit yang ditularkan
melalui media air (waterborne diseases).
Pemerintah menyediakan program sanitasi lingkungan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) dalam penyediaan
prasarana dan sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase bagi masyarakat berpenghasilan
rendah di lingkungan padat penduduk, kumuh dan rawan sanitasi, yang diimplementasikan melalui kegiatan DAK
Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM); yaitu sebuah inisiatif untuk mempromosikan penyediaan
prasarana dan sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase yang berbasis masyarakat dengan
pendekatan tanggap kebutuhan.
Kegiatan Dana Alokasi Khusus Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat ini mencakup: (1) pengembangan
prasarana dan sarana air limbah komunal, (2) pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R
(reduce, reuse dan recycle) dan (3) pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan
lingkungan. Melalui pelaksanaan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat ini, masyarakat
memilih sendiri prasarana dan sarana air limbah permukiman, persampahan dan drainase yang sesuai, ikut aktif
menyusun rencana aksi, membentuk kelompok dan melakukan pembangunan fisik termasuk mengelola kegiatan
operasi dan pemeliharaannya, bahkan bila perlu mengembangkannya, dalam rangka meningkatkan kondisi
sanitasi lingkungan permukiman kumuh perkotaan.
1.2 Maksud
Petunjuk pelaksanaan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) ini dimaksudkan sebagai
acuan bagi para pemangku kepentingan (stakeholder) khususnya di kabupaten/kota dalam melaksanakan
kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat, yang bersifat melengkapi berbagai pedoman dan
petunjuk lain yang berlaku.
1.3 Tujuan
Petunjuk pelaksanaan penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur Sub Bidang Sanitasi ini bertujuan
agar para pemangku kepentingan dapat mengerti dan memahami penyelenggaraan kegiatan DAK Sanitasi
Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) sehingga dapat:
1. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melaksanakan pola hidup sehat.
2. Meningkatkan peran serta dan pelibatan masyarakat.
3. Membina organisasi/kelompok masyarakat.
4. Memfasilitasi masyarakat dalam penyediaan prasarana dan sarana air limbah, persampahan dan drainase
5. Membina masyarakat dalam pengelolaan prasarana dan sarana air limbah, persampahan dan drainase
6. Menumbuhkan inisiatif masyarakat/pokmas dalam pengembangan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis
Masyarakat (SLBM)
1
10. 1.4 Acuan Normatif
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
4. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
5. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP)
8. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2008 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Permukiman (KSNP-SPALP)
9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 42/PRT/M/2007 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana
Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur
10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.07/2009 tentang Alokasi dan Pedoman Umum Dana Alokasi
Khusus Tahun Anggaran 2010
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Dana
Alokasi Khusus di Daerah
12. SEB Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional, Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri; Nomor 0239/M.PPN/11/2008, SE 1722/MK/07/2008
dan 900/3556/SJ Tanggal 21 November 2008 perihal Petunjuk Pelaksanaan, Pemantauan, Teknis
Pelaksanaan dan Evaluasi Pemanfaatan Dana Alokasi Khusus
13. Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor KU.01.01-Mn/678, tanggal 15 Desember 2009, tentang
Ruang Lingkup Penggunaan DAK Bidang Infrastruktur Tahun 2010
1.5 Sasaran
Sasaran dari tersedianya Petunjuk pelaksanaan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat, yaitu:
1. Kelompok Masyarakat;
2. Swasta;
3. Pemerintah Kabupaten/Kota;
4. Pemerintah Provinsi; dan
5. Pemerintah Pusat.
1.6 Ruang Lingkup Petunjuk Pelaksanaan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat
Ruang lingkup Petunjuk pelaksanaan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) ini meliputi tahap-
tahap:
1. Persiapan, berupa kegiatan sosialisasi kepada seluruh stakeholder tentang penyelenggaraan DAK Sanitasi
Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM).
2. Penyiapan Tenaga Fasilitator, berupa seleksi dan pelatihan 2 (dua) orang Tenaga Fasilitator Lapangan
(TFL), yaitu TFL Teknis dan TFL Pemberdayaan di setiap lokasi yang akan bertugas mendampingi
masyarakat dalam tahap seleksi kampung, penyusunan RKM, konstruksi, pengoperasian dan pemeliharaan.
3. Seleksi Lokasi, berupa tata cara pemilihan lokasi sesuai kriteria, mulai dari daftar panjang (longlist), daftar
pendek (shortlist) sampai dengan penetapan lokasi terpilih.
4. Penyusunan Rencana Kegiatan Masyarakat (RKM), berupa dokumen yang memuat sarana terpilih, daftar
calon penerima manfaat, pembentukan forum pengguna, pembentukan KSM, DED & RAB, jadwal konstruksi,
rencana pembiayaan, rencana pelatihan serta rencana pengoperasian dan pemeliharaan sarana yang
dibangun.
5. Penguatan Kelembagaan, berupa pelatihan-pelatihan Tenaga Fasilitator Lapangan, Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM), Mandor, Tukang, Calon Operator dan Calon Pengguna.
6. Pengoperasian dan Perawatan, berupa tata cara pengoperasian dan pemeliharaan.
7. Pembiayaan.
2
11. BAB II
PENDEKATAN, PRINSIP DAN POLA PENYELENGGARAAN
DAK SANITASI LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT
2.1 Pendekatan
DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) merupakan salah satu kegiatan pembangunan
prasarana air limbah, persampahan dan drainase yang menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat
melalui :
1. Keberpihakan pada warga yang berpenghasilan rendah, dimana orientasi kegiatan baik dalam proses
maupun pemanfaatan hasil ditujukan kepada penduduk miskin yang bermukim di permukiman padat
perkotaan berdasarkan kebutuhan;
2. Otonomi dan desentralisasi, dimana masyarakat memperoleh kepercayaan dan kesempatan yang luas
dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pemanfaatan dan pengelolaan hasilnya;
3. Mendorong prakarsa lokal dengan iklim keterbukaan, dimana masyarakat menyampaikan permasalahan dan
merumuskan kebutuhannya secara demokratis dan transparan;
4. Partisipatif, dimana masyarakat terlibat secara aktif dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pemanfaatan dan pengelolaan;
5. Keswadayaan, dimana kemampuan masyarakat menjadi faktor pendorong utama dalam keberhasilan
kegiatan, baik proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, maupun pemanfaatan hasil kegiatan.
2.2 Prinsip-Prinsip Penyelenggaraan
Prinsip Dasar DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) adalah :
1. Program ini bersifat tanggap kebutuhan, masyarakat yang layak mengikuti DAK Sanitasi Lingkungan
Berbasis Masyarakat (SLBM) akan bersaing mendapatkan kegiatan ini dengan cara menunjukkan komitmen
serta kesiapan untuk melaksanakan sistem sesuai pilihan mereka.
2. Pengambilan keputusan berada sepenuhnya di tangan masyarakat, sedangkan peran pemerintah atau
Swasta, hanya sebatas sebagai fasilitator.
3. Masyarakat menentukan, merencanakan, membangun dan mengelola sistem yang mereka pilih sendiri,
dengan difasilitasi oleh TFL atau konsultan pendamping yang bergerak secara profesional dalam bidang
teknologi pengolahan limbah, persampahan, drainase maupun bidang sosial.
4. Pemerintah daerah tidak sebagai pengelola sarana, hanya memfasilitasi inisiatif kelompok masyarakat.
Prinsip Penyelenggaraan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) adalah :
1. Dapat diterima, pilihan kegiatan berdasarkan musyawarah sehingga memperoleh dukungan dan diterima
masyarakat.
2. Transparan, pengelolaan kegiatan dilakukan secara terbuka dan diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat
dan aparatur sehingga dapat diawasi dan dievaluasi oleh semua pihak.
3. Dapat dipertanggungjawabkan, pengelolaan kegiatan harus dapat dipertanggung jawabkan kepada seluruh
lapisan masyarakat.
4. Berkelanjutan, pengelolaan kegiatan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat secara berkelanjutan,
yaitu ditandai dengan adanya manfaat bagi pengguna serta pemeliharaan dan pengelolaan sarana dilakukan
secara mandiri oleh masyarakat pengguna.
2.3 Pola Penyelenggaraan
Pola penyelenggaraan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) dilakukan oleh
masyarakat dengan difasilitasi Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) atau Konsultan Pendamping yang memiliki
kemampuan teknis dan sosial kemasyarakatan, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi. Namun jika dalam tahap pelaksanaan konstruksi terdapat kegiatan yang secara teknis
tidak mampu dilaksanakan oleh masyarakat sendiri, maka dapat ditunjuk pihak ketiga dengan melalui Kerja
Sama Operasional (KSO) sehingga terjadi kerja sama kelompok masyarakat setempat.
3
12. 2.4 Prasarana Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat
Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk menyediakan
prasarana penyehatan lingkungan permukiman berbasis masyarakat, terdiri dari:
1. pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal,
2. pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse dan recycle) dan
3. pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan
Prasarana sanitasi yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Prioritas pertama:
Pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal berbasis masyarakat, adalah penyelenggaraan
prasaran air limbah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat
berdasarkan kebutuhan dan kesesuaian masyarakat itu sendiri. Salah satu modul pengelolaan air limbah
komunal berbasis masyarakat membutuhkan dana pembangunan fisik sekitar Rp.300 juta dan mempunyai 3
alternatif utama:
Modul A berupa unit tangki septik komunal yang masing.-masing unit tangki septik dimanfaatkan oleh 4
atau 5 rumah. Modul ini dibangun untuk rumah yang berkelompok dan hanya tersedia lahan
yang terbatas.
Modul B berupa 1 unit MCK Plus++ yang dapat dimanfaatkan oleh 100-200 KK terdiri dari kamar mandi,
sarana cuci, dan unit pengolahan air limbahnya.
Modul C berupa sistem jaringan perpipaan air limbah skala lingkungan (100-200 KK). Modul ini
merupakan modul yang disarankan, sepanjang kondisi lapangan memenuhi persyaratan.
2. Prioritas ke-2
Apabila prioritas pertama sudah dipenuhi (tidak ada BAB sembarangan) maka dapat dikembangkan:
a. Pengembangan fasilitas pengurangan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse dan recycle) berbasis
masyarakat adalah penyelengaraan prasarana persampahan yang meliputi kegiatan mengurangi
(reduce), mengguna ulang (reuse) dan mendaur ulang (recycle) sampah. 1 modul pengelolaan sampah
pada 3R (reduce, reuse dan recycle) berbasis masyarakat membutuhkan dana pembangunan dan
pelatihan sekitar Rp.300 juta
b. Pengembangan prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan berbasis
masyarakat adalah penyelengaraan prasarana drainase yang menunjang kegiatan konservasi dan
keseimbangan lingkungan. Untuk prasarana drainase ini membutuhkan dana pembangunan fisik sekitar
Rp.300 juta/Ha.
4
13. BAB III
PENGELOLAAN SANITASI LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT
3.1 Air Limbah Komunal Berbasis Masyarakat
Air limbah domestik merupakan air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman, rumah
makan (restauran), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama. Air limbah ini berasal dari air bekas
memasak, mandi, cuci, dan kakus.
Air limbah domestik mengandung bahan organik tinggi dan bakteri yang berbahaya bagi kehidupan. Apabila
meresap ke dalam tanah atau masuk ke dalam sungai, maka unsur tersebut akan mencemari air tanah dan
lingkungan. Oleh karena itu, sebelum air limbah dialirkan ke sungai atau meresap ke dalam tanah perlu diolah
terlebih dahulu.
Masuknya air limbah domestik ke lingkungan tanpa diolah akan mengakibatkan menurunnya kualitas air di
badan air penerima seperti sungai, yang pada akhirnya menyebabkan beberapa masalah, yaitu: kerusakan
keseimbangan ekologi di aliran sungai, masalah kesehatan penduduk yang memanfaatkan air sungai secara
langsung, yang dapat menurunkan derajat kesehatan masyarakat dan meningkatkan angka kematian akibat
penyakit infeksi air, bertambahnya biaya pengolahan air minum (PAM), serta kerusakan perikanan di muara.
Air limbah domestik adalah pencemar badan air di daerah perkotaan, yang berdasarkan penelitian Kantor
Kementerian Lingkungan Hidup mencapai 60%. Dalam rangka meningkatkan taraf kesehatan untuk mencapai
kualitas hidup yang optimal, maka diperlukan adanya sistem pengelolaan lingkungan secara baik dan terpadu.
Salah satu upaya untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan pengelolaan air limbah domestik yang
dilakukan secara baik dan teratur.
Pada dasarnya semua penduduk harus mempunyai akses kepada fasilitas pembuangan air limbah yang benar
dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan, prasarana dan sarana pembuangan air limbah secara individu
maupun komunal perlu diupayakan keberadaannya sehingga setiap penduduk dapat memanfaatkannya.
Kondisi dan permasalahan dalam pengelolaan air limbah domestik/sanitasi saat ini adalah:
• Pesatnya pembangunan di perkotaan yang tidak diimbangi oleh penyediaan sarana dan prasarana air limbah
sehingga mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan.
• Pembangunan sarana dan prasarana air limbah masih banyak yang belum sesuai dengan kondisi setempat,
kebutuhan, dan daya beli masyarakat, serta rencana pengembangan kota.
Sistem pengolahan air limbah domestik secara garis besar dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu Sistem
Pengolahan Air Limbah Terpusat (Off Site System) dan Sistem Pengolahan Air Limbah Setempat (On Site
System). Sistem pengolahan air limbah terpusat merupakan sistem pengolahan dimana fasilitas instalasi
pengolahan air limbah berada di luar persil atau dipisahkan dengan batas tanah atau jarak, sedangkan sistem
pengolahan air limbah setempat merupakan sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah berada di dalam persil
atau batas tanah yang dimiliki.
1. Sistem Pengolahan Air Limbah Terpusat (Off Site System).
Sistem pengolahan air limbah terpusat adalah suatu system pengelolaan air limbah dengan menggunakan
suatu sistem jaringan perpipaan untuk menampung dan mengalirkan air limbah ke suatu tempat untuk
selanjutnya diolah.
Kelebihan system pengolahan air limbah terpusat :
• Menyediakan pelayanan yang terbaik;
• Sesuai untuk daerah dengan kepadatan tinggi;
5
14. • Pencemaran terhadap air tanah dan badan air dapat dihindari;
• Memiliki masa guna lebih lama;
• Dapat menampung semua air limbah.
Kekurangan sistem pengolahan air limbah terpusat :
• Memerlukan biaya investasi, operasi, dan pemeliharaan yang tinggi;
• Menggunakan teknologi tinggi;
• Tidak dapat dilakukan oleh perseorangan;
• Manfaat secara penuh diperoleh setelah selesai jangka panjang;
• Waktu yang lama dalam perencanaan dan pelaksanaan;
• Memerlukan pengelolaan, operasi, dan pemeliharaan yang baik
2. Sistem Pengolahan Air Limbah Setempat (On Site System)
Sistem pengolahan air limbah setempat sebagai sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah berada di
dalam persil atau batas tanah yang dimiliki.
Kelebihan sistem pengolahan air limbah setempat :
• Menggunakan teknologi sederhana;
• Memerlukan biaya yang rendah;
• Masyarakat dan tiap-tiap keluarga dapat menyediakan sendiri;
• Pengoperasian dan pemeliharaan oleh masyarakat;
• Manfaat dapat dirasakan secara langsung.
Kekurangan sistem pengolahan air limbah setempat :
• Tidak dapat diterapkan pada setiap daerah, misalkan tergantung pada sifat permeabilitas tanah, tingkat
kepadatan, dan lain-lain;
• Fungsi terbatas hanya dari buangan kotoran manusia, tidak melayani air limbah kamar mandi dan air
bekas mencuci;
• Operasi dan pemeliharaan sulit dilaksanakan.
Untuk menjembatani atau meminimalisir kekurangan dan memaksimalkan kelebihan dari kedua sistem
pengolahan air limbah diatas adalah dengan mengembangkan prasarana dan sarana air limbah komunal
berbasis masyarakat, yaitu penyelenggaraan prasarana air limbah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas
lingkungan dan kesehatan masyarakat berdasarkan kebutuhan dan kesesuaian masyarakat itu sendiri, seperti
modul yang selama ini dikembangkan di Indonesia, yaitu Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS). Satu modul
pengelolaan air limbah komunal berbasis masyarakat membutuhkan dana pembangunan fisik sekitar Rp. 300
Juta dan mempunyai 3 alternatif utama yaitu :
- Modul A : berupa beberapa unit tangki septik komunal yang masing-masing unit tangki septik dimanfaatkan
oleh 4 atau 5 rumah. Modul ini dibangun untuk rumah yang berkelompok dan hanya tersedia
lahan yang sedikit karena dibangun di bawah tanah.
- Modul B : berupa satu unit MCK Plus++ yang dapat dimanfaatkan oleh 100-200 KK, terdiri dari kamar
mandi, sarana cuci, dan unit pengolahan air limbahnya.
- Modul C : berupa sistem jaringan perpipaan air limbah skala lingkungan (100-200 KK). Modul ini
merupakan modul yang disarankan, sepanjang kondisi lapangan memenuhi persyaratan teknis.
Pemilihan modul diserahkan kepada kelompok masyarakat yang bersangkutan.
Modul ini sesuai diterapkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah di kawasan permukiman padat, kumuh, dan
rawan sanitasi di perkotaan, karena memiliki gabungan kelebihan dari sistem pengolahan air limbah terpusat (off
site system) dan sistem pengolahan air limbah setempat (on site system), yaitu :
6
15. • Menyediakan pelayanan yang terbaik;
• Sesuai untuk daerah dengan kepadatan tinggi;
• Pencemaran terhadap air tanah dan badan air dapat dihindari;
• Memiliki masa guna lebih lama;
• Dapat menampung semua air limbah.
• Menggunakan teknologi sederhana;
• Memerlukan biaya yang rendah;
• Masyarakat dan tiap-tiap keluarga dapat menyediakan sendiri, misalnya untuk jamban sendiri bila pilihan
teknologinya adalah tangki septik bersama atau perpipaan komunal;
• Pengoperasian dan pemeliharaan oleh masyarakat;
• Manfaat dapat dirasakan secara langsung;
• Melibatkan semua pihak untuk bekerja sama (Masyarakat, Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, dan
LSM).
3.2 Sampah Pola 3R Berbasis Masyarakat
3.2.1 Pemilahan Sampah
Pemilahan sampah dilakukan untuk memilah sampah menurut jenisnya sehingga mendukung kegiatan / proses
penanganan selanjutnya. Sebagai contoh bila akan dilakukan proses pengomposan maka sampah organik
hendaknya dipilah terlebih dahulu.
3.2.1.1 Metode
1. Pemilahan hendaknya dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan masyarakat dan proses
selanjutnya.
2. Awal pemilahan dianjurkan untuk memisahkan sampah menjadi 2 bagian yaitu sampah organik bahan
kompos dan sampah non organik.
- Sampah bahan organik kompos meliputi : sisa makanan, sisa buah, sisa sayur dan daun.
- Sampah non organik meliputi : plastik, kaca, logam, karet, dan bahan lain yang tidak membusuk.
Sampah kertas dan kayu sebenarnya merupakan jenis sampah organik, tetapi mengingat kandungannya
(pada kertas mengandung tinta dll) yang berpotensi mengganggu kualitas kompos, dan sifatnya yang
memerlukan waktu lama untuk proses pengomposan (misal kayu), maka keduanya tidak disertakan
dalam kategori sampah organik bahan kompos.
- Bila kondisi memungkinkan, sampah non organik dapat dipilah atas komponen lainnya sesuai kebutuhan;
misal plastik, kertas, logam, kaca, dan lain-lain.
3. Sampah organik dikumpulkan dalam wadah yang yang terpisah dengan sampah non organik. Untuk sampah
berupa sisa sayur sebaiknya ditiriskan terlebih dahulu dengan menggunakan saringan plastik, karena
sampah yang terlalu basah akan menyebabkan kadar air bahan kompos menjadi tinggi sehingga proses
pengomposan akan terganggu.
3.2.1.2 Fasilitas
Untuk pemilahan sampah akan diperlukan beberapa fasilitas/peralatan yang dapat meliputi :
1. Wadah sampah organik
2. Wadah sampah non organik
3. Saringan plastik untuk meniriskan air dari sisa sayur
3.2.2 Pengumpulan Sampah
1. Metode pengumpulan sampah dapat dilakukan oleh petugas dari rumah ke rumah atau masyarakat
membawa sendiri sampahnya ke Wadah/Bin Komunal/Kontainer yang sudah ditentukan.
2. Peralatan pengumpulan sampah di kawasan perumahan dapat dilakukan dengan menggunakan alat angkut,
seperti gerobak sampah, becak sampah, motor sampah atau alat angkut lain yang sesuai dengan kondisi
setempat
7
16. 3. Jadual pengumpulan sampah non organik terpilah seperti kertas, plastik, logam/kaca dapat dilakukan
seminggu sekali, sedangkan untuk sampah yang masih tercampur harus dilakukan minimal seminggu 2 kali.
4. Motor/Gerobak sampah yang mengumpulkan sampah terpilah dapat dimodifikasi dengan sekat atau
dilengkapi karung-karung besar (3 unit atau sesuai dengan jenis sampah).
Gambar 3.1. Contoh Alat Pengumpul Sampah
3.2.3 Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Skala Kawasan
a. Lokasi
1. Luas TPST bervariasi, tergantung kapasitas pelayanan dan tipe kawasan. Untuk kawasan perumahan
baru (cakupan pelayanan 2000 rumah) diperlukan TPST dengan luas 1000 m². Sedangkan untuk
cakupan pelayanan skala RW (200 rumah), diperlukan TPST dengan luas 200 – 500 m²
2. TPST dengan luas 1000 m² dapat menampung sampah dengan atau tanpa proses pemilahan sampah di
sumber.
3. TPST dengan luas < 500 m² hanya dapat menampung sampah dalam keadaan terpilah (50%) dan
sampah campur 50%.
4. TPST dengan luas < 200 m² sebaiknya hanya menampung sampah tercampur 20%, sedangkan sampah
yang sudah terpilah 80%.
b. Fasilitas TPST
1. Fasilitas TPST meliputi wadah komunal, areal pemilahan dan areal composting dan juga dilengkapi
dengan fasilitas penunjang lain seperti saluran drainase, air bersih, listrik, barrier (pagar tanaman hidup)
dan gudang penyimpan bahan daur ulang maupun produk kompos serta biodigester (opsional)
c. Daur Ulang
1. Sampah yang didaur ulang minimal adalah kertas, plastik dan logam yang memiliki nilai ekonomi tinggi
dan untuk mendapatkan kualitas bahan daur ulang yang baik, pemilahan sebaiknya dilakukan sejak di
sumber.
2. Pemasaran produk daur ulang dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak lapak atau langsung
dengan industri pemakai.
3. Daur ulang sampah B3 Rumah tangga (terutama batu baterei dan lampu neon) dikumpulkan untuk
diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku (PP 18 tahun 1999 tentang
pengelolaan sampah B3).
4. Daur ulang kemasan plastik (air mineral, minuman dalam kemasan, mie instan dll) sebaiknya
dimanfaatkan untuk barang-barang kerajinan atau bahan baku lain.
8
17. d. Pembuatan Kompos
1. Sampah yang digunakan sebagai bahan baku kompos adalah sampah dapur (terseleksi) dan daun-daun
potongan tanaman.
2. Metode pembuatan kompos dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan open windrow.
3. Perlu dilakukan analisa kualitas terhadap produk kompos secara acak dengan parameter antara lain
warna, C/N rasio, kadar N,P,K dan logam berat.
4. Pemasaran produk kompos dapat bekerja sama dengan pihak Koperasi dan Dinas (Kebersihan,
Pertamanan, Pertanian dll)
Gambar 3.2. Contoh Alat Pembuat Kompos
3.3 Drainase Mandiri Berwawasan Lingkungan Berbasis Masyarakat
Pelestarian prasarana dan sarana drainase mandiri berbasis masyarakat sangat bergantung pada kemauan dan
kemampuan masyarakat dalam mengoperasikan, memanfaatkan, dan memelihara prasarana dan sarana yang
ada. Secara umum aspek yang perlu diperhatikan dalam pelestarian adalah pengelolaan prasarana dan sarana,
penyuluhan dan pedoman pemeliharaan.
3.3.1 Pengelolaan
Pengelolaan pada dasarnya merupakan aspek dan sendi utama keberlangsungan hasil fisik konstruksi.
Pengelola prasarana dan sarana perlu memperhatikan beberapa hal:
Kinerja prasarana yang dikelola (kolam tampungan, saluran, pintu-pintu air atau pompa (kalau ada))
Jumlah prasarana dan sarana yang tersedia
Jumlah prasarana dan sarana yang digunakan
Target/sasaran perencanaan
Standar prosedur operasional dan pemeliharaan
Standar kriteria teknis prasarana dan sarana
Rencana pengembangan sarana di masa datang
Untuk mencapai keberhasilan pengelolaan, Badan/Kelompok/Organisasi Pengelola harus melakukan langkah-
langkah berikut:
Melakukan pemantauan rutin untuk mengetahui kondisi prasarana dan sarana
Mengetahui kerusakan sedini mungkin agar dapat disusun rencana perawatan dan pemeliharaan yang baik
9
18. Melakukan rehabilitasi tepat waktu
Melakukan evaluasi kinerja pelayanan secara berkala
Melakukan pengelolaan sesuai standar operasional prosedur
Untuk mencapai keberhasilan pengelolaan, Badan/Kelompok/Organisasi Pengelola harus melakukan langkah-
langkah berikut:
1. Melakukan pemantauan rutin untuk mengetahui kondisi prasarana dan sarana
• Dalam keadaan tidak hujan, kolam tampungan harus dalam keadaan kosong (tidak ada air)
• Pintu-pintu air dalam keadaan siap digunakan
• Pompa dan daya listrik siap digunakan
• Saringan sampah dalam keadaan bersih
2. Mengetahui kerusakan sedini mungkin agar dapat disusun rencana perawatan dan pemeliharaan yang baik
terhadap pompa dan pintu-pintu air
3. Melakukan rehabilitasi tepat waktu terhadap saluran-saluran air dan sistem drainase
4. Melakukan evaluasi kinerja sistem drainase mandiri berwawasan lingkungan dan pelayanannya secara
berkala
5. Melakukan pengelolaan sesuai dengan petunjuk operasi pemeliharaan ataupun standar operasi prosedur
yang ada
10
19. BAB IV
TAHAPAN PELAKSANAAN
4.1 Umum
Tahapan pelaksanaan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) meliputi: Persiapan, Seleksi
lokasi, Penguatan Kelembagaan, Penyusunan RKM, Konstruksi, Operasi dan Pemeliharaan sarana terbangun.
Penyusunan
Petunjuk Pelaksanaan Sosialisasi Kepada
Sanitasi Lingkungan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota
Berbasis Masyarakat
Persiapan
PENYIAPAN TFL
(Seleksi, Pelatihan)
SELEKSI LOKASI Lokasi terpilih
Longlist, Shortlist
Penyiapan Masyarakat
oleh TFL
• PEMBENTUKAN KSM PENYUSUNAN RKM
• PELATIHAN KSM Organisasi, Pilihan Teknologi dan Dokumen RKM
• PELATIHAN MANDOR Sarana, DED, RAB dan Jadwal
• PELATIHAN TUKANG Kegiatan
Pelelangan
Material
• PELATIHAN OPERATOR KONSTRUKSI
Pelaksanaan dan pengawasan/ Sarana Siap Digunakan Pelaksanaan
• SOSIALISASI PENGGUNA
pengendalian oleh masyarakat Fisik
• Air Limbah Komunal
Berbasis Masyarakat Pendampingan
• Sampah Pola 3R O&M
O&M Berbasis Masyarakat
Operasi, Pemeliharaan • Drainase Mandiri
Berwawasan Lingkungan
Berbasis Masyarakat
Gambar 4.1. Bagan Alir Pelaksanaan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat
11
20. 4.2 Tahap Persiapan
4.2.1 Sosialisasi
Sosialisasi kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) kepada seluruh pemerintah
Kabupaten/Kota pada akhir tahun anggaran sebelumnya yang diselenggarakan bersamaan dengan Sosialisasi
DAK oleh Kementerian Pekerjaan Umum.
4.2.2 Rapat Konsultasi Teknis Regional
Rapat Konsultasi Teknis regional yang dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum.
4.2.3 Rencana Kegiatan Definitif
Penandatanganan Rencana Kegiatan definitif antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota.
4.3 Tahap Seleksi Lokasi
Tahap kegiatan setelah penandatanganan nota kesepahaman oleh stakeholder, program Sanitasi Lingkungan
Berbasis Masyarakat (SLBM) diikuti dengan persiapan Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) baik yang berasal dari
pemerintah kabupaten/kota maupun masyarakat, Penyusunaan Daftar Panjang (Longlist), Penetapan Daftar
Pendek (Shortlist), Presentasi/Sosialisasi Kampung, dan Seleksi Kampung/Masyarakat. Kegiatan penyusunan
daftar panjang dapat dilakukan bersamaan dengan kegiatan persiapan fasilitator lapangan.
4.3.1 Penyiapan Tenaga Fasilitator Lapangan
4.3.1.1 Seleksi TFL
Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) terdiri dari TFL Pemda yang ditugaskan oleh Dinas penanggung jawab dan
TFL masyarakat. TFL tersebut diseleksi sesuai dengan kriteria sebagai berikut:
1. Pendidikan minimal D3/sederajat
2. Penduduk asli/setempat atau mampu berkomunikasi dan menguasai bahasa serta adat setempat
3. Sehat jasmani dan rohani
4. Mengenal kondisi lingkungan calon lokasi.
5. Memiliki cukup waktu untuk melaksanakan tugas TFL
6. Memiliki pengetahuan/pengalaman dasar tentang air limbah, persampahan dan drainase
7. Bersedia tinggal dan bekerjasama dengan masyarakat di lokasi terpilih
8. ............................................ (syarat tambahan oleh Masyarakat)
4.3.1.2 Pelatihan Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL)
Tujuan diselenggarakan pelatihan adalah memberi bekal pengetahuan tentang program dan tahapan sanitasi
berbasis masyarakat kepada fasilitator, serta meningkatkan kemampuan (capacity) fasilitator, sehingga fasilitator
dapat membantu masyarakat dalam mengidentifikasi masalah, merencanakan, melaksanakan, memutuskan dan
mengelola Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM). Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis
Masyarakat (SLBM) mencakup 70% kegiatan pemberdayaan dan 30% kegiatan teknis. Untuk itu pelaksanaan
pelatihan TFL perlu memasukkan pengetahuan dasar teknologi dan teknis disamping segi pemberdayaan
masyarakat.
Program pelatihan dirancang berdasarkan kebutuhan yang diidentifikasi dan dianalisis dengan metode yang
sistematis dan partisipatif, yaitu dengan RPA dan dikombinasikan dengan metode/teknik lain yang dianggap
efektif, misalnya observasi, wawancara, review dokumen-dokumen yang berkaitan dengan tugas pekerjaan dari
kelompok sasaran dan tujuan kegiatan pada tahap seleksi masyarakat dan penyusunan rencana kerja
masyarakat (tahap perencanaan), tahap konstruksi dan capacity building (tahap pelaksanaan konstruksi) serta
tahap evaluasi dan support OM (fase pascakonstruksi).
12
21. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Penyampaian surat oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum ke masing-masing
Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mengusulkan nama calon fasilitator dalam rangka pemilihan tenaga
fasilitator lapangan sesuai kriteria, yang terdiri dari 1 (satu) orang fasilitator teknis dan 1 (satu) orang
fasilitator pemberdayaan masyarakat untuk masing-masing rencana lokasi kegiatan Sanitasi Lingkungan
Berbasis Masyarakat (SLBM).
2. Penyampaian nama calon fasilitator oleh Bupati/Walikota ke Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian
Pekerjaan Umum untuk mengikuti pelatihan.
3. Pelatihan tenaga fasilitator lapangan diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian
Pekerjaan Umum.
Materi pelatihan TFL disesuaikan dengan tugas dan tanggung jawab yang ada, antara lain:
1. Prinsip-prinsip dasar Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM);
2. Tahap-tahap pelaksanaan Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) secara umum;
3. Prinsip dan metode seleksi masyarakat
• Longlist dan shortlist kampung
• Rapid Participatory Assessment (RPA)
• Community self selection stakeholders meeting
4. Penyusunan rencana kerja masyarakat (RKM)
• Penentuan calon penerima manfaat/pengguna sarana
• Pemetaan rumah dan infrastruktur sanitasi kampung
• Pemilihan sarana teknologi sanitasi
• Kontribusi masyarakat
• Lembaga Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) di tingkat masyarakat
• Penyusunan buku RKM dan Legalisasi RKM
5. Penyusunan Rencana Teknis Rinci (Detail Engineering Design/DED) sarana teknologi Kegiatan Sanitasi
Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) dan penyusunan Rencana Anggaran Biaya untuk persiapan fase
pelaksanaan konstruksi berdasarkan sarana dan teknologi yang dipilih oleh masyarakat.
6. Capacity Building (pelatihan-pelatihan dalam Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM))
• Pelatihan KSM
• Pelatihan Mandor/Tukang
• Pelatihan Operator dan Pengguna
7. Evaluasi dan Support untuk operasi dan pemeliharaan
• Support OP pascakonstruksi
• Kampanye kesehatan bagi para pengguna Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM)
• Pengukuran dampak program (pengukuran dampak kesehatan dan pengukuran kualitas air di sekitar
sarana Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM)).
4.3.1.3 Tugas dan Tanggung Jawab TFL
Setiap TFL (Dinas & Masyarakat) mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
1. Tahap Seleksi Masyarakat
a. TFL Pemda
• Mengadakan rapat koordinasi dengan instansi terkait untuk mendapatkan daftar kampung dari dinas-
dinas bersangkutan;
• Menyiapkan daftar longlist kampung padat/kumuh/miskin sesuai form dan membuat laporan kepada
Kepala Dinas;
• Melakukan pengecekan lapangan sesuai persyaratan teknis minimal bersama TFL-masyarakat dan
pendamping/Satker Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Provinsi;
• Mengisi form shortlist kampung berdasarkan hasil pengecekan lapangan dan minta pengesahan dari
Kepala Dinas;
13
22. • Mengundang stakeholder masyarakat (dalam shortlist) untuk menyelenggarakan pertemuan/
sosialisasi Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM);
• Melakukan RPA (Rapid Participatory Appraisal atau penilaian cepat secara partisipatif) di kampung
yang mengirim undangan dan memfasilitasi community self-selection stakeholders meeting atau
pertemuan masyarakat untuk seleksi sendiri bersama dengan tim TFL pendamping;
• Membuat Berita Acara seleksi kampung serta menyusun laporan berkala ke dinas penanggung
jawab kabupaten/kota serta Satker Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Provinsi.
b. TFL Masyarakat
• Membantu TFL Pemda menyiapkan daftar longlist kampung;
• Mengkomunikasikan kepada Pendamping dan Satker Pengembangan Penyehatan Lingkungan
Permukiman Provinsi;
• Melakukan pengecekan lapangan sesuai persyaratan teknis minimal bersama TFL Pemda;
• Mengisi form shortlist kampung berdasarkan hasil pengecekan lapangan bersama TFL Pemda;
• Membantu TFL Pemda untuk mengundang stakeholder masyarakat (dalam shortlist) untuk sosialisasi
Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM);
• Menindaklanjuti penjelasan kepada masyarakat (jika ada permintaan) bersama TFL Pemda;
• Melakukan RPA di kampung yang mengirim undangan dan memfasilitasi community self-selection
stakeholders meeting bersama dengan tim pendamping;
• Membuat Berita Acara seleksi kampung.
2. Tahap Penyusunan Rencana Kerja Masyarakat (RKM)
a. TFL Pemda
• Melakukan pertemuan awal dengan masyarakat (bersama TFL-masyarakat);
• Mengkomunikasikan kepada Pimpinan Kegiatan/Kepala Dinas tentang jadwal dan agenda pertemuan
untuk penyusunan RKM;
• Memfasilitasi pertemuan masyarakat (bersama dengan TFL-masyarakat)untuk penentuan calon
penerima manfaat program, pemilihan sarana teknologi sanitasi, pembentukan dan pengesahan
KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat), penyusunan rencana kontribusi, dan kegiatan lain sampai
tersusunnya RKM;
• Membantu masyarakat melakukan survey harga-harga material yang dibutuhkan;
• Membuat dokumen RKM dan meminta pengesahan/legalisasi RKM kepada semua stakeholder
(bersama TFL-masyarakat);
• Mengadakan pertemuan koordinasi dengan dinas-dinas terkait untuk melaporkan perkembangan
kegiatan Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM);
• Membuat Berita Acara kegiatan sesuai kebutuhan dan menyusun laporan secara berkala ke dinas
penanggung jawab di Kabupaten/Kota dan Satker Pengembangan Penyehatan Lingkungan
Permukiman Provinsi.
b. TFL Masyarakat
• Melakukan pertemuan awal dengan masyarakat (bersama TFL Pemda);
• Mengkomunikasikan kepada pendamping/Satker Pengembangan Kinerja Pengelolaan PLP Provinsi
tentang jadwal dan agenda pertemuan untuk penyusunan RKM;
• Memfasilitasi pertemuan masyarakat (bersama dengan TFL Pemda) untuk penentuan calon
penerima manfaat program, pemilihan sarana teknologi sanitasi, pembentukan dan pengesahan
KSM/Kelompok Swadaya Masyarakat, penyusunan rencana kontribusi, dan kegiatan lain sampai
tersusunnya RKM;
• Membantu masyarakat melakukan survey harga-harga material yang dibutuhkan;
• Membuat dokumen RKM dan meminta pengesahan/legalisasi RKM kepada semua stakeholder
(bersama TFL Pemda);
• Membantu TFL Pemda untuk mengadakan pertemuan koordinasi dengan dinas-dinas terkait untuk
melaporkan perkembangan Kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM);
• Membuat Berita Acara kegiatan sesuai kebutuhan.
14
23. 3. Tahap Konstruksi dan Capacity Building
a. TFL Pemda
• Melakukan persiapan (survey dan pengukuran) dengan masyakarat untuk pembangunan sarana
(bersama dengan TFL-Masyarakat);
• Menyelenggarakan pelatihan KSM, Mandor/pengawas dan Tukang sesuai perencanaan (bersama
dengan TFL- Masyarakat);
• Meyakinkan bahwa semua rencana berjalan sesuai RKM, termasuk kontribusi dari berbagai pihak,
tenaga kerja, tukang, material dan gudang, alat-alat pengawasan material, dsb;
• Memfasilitasi pertemuan rutin masyarakat (bersama dengan TFL- Masyarakat);
• Memberikan persetujuan terhadap semua pengeluaran dana KSM dan administrasi keuangannya
untuk pelaporan;
• Ikut memberikan persetujuan keluar-masuknya material sesuai kualitas yang dipersyaratkan;
• Menyusun laporan keuangan dan ajuan pencairan dana sesuai perkembangan fisik;
• Melakukan pengawasan pekerjaan fisik dan tenaga kerja (bersama TFL- Masyarakat);
• Membuat Berita Acara pengecekan final teknis, kelembagaan, dan keuangan
• Melaporkan seluruh perkembangan kegiatan dan kemajuan pekerjaan kepada Pimpinan
Kegiatan/Kepala Dinas.
b. TFL-Masyarakat
• Melakukan persiapan (survey dan pengukuran) dengan masyakarat untuk pembangunan sarana
(bersama dengan TFL Pemda);
• Menyelenggarakan pelatihan KSM, Mandor/pengawas dan Tukang sesuai perencanaan (bersama
dengan TFL Pemda);
• Meyakinkan bahwa semua rencana berjalan sesuai RKM, termasuk kontribusi dari berbagai pihak,
tenaga kerja, tukang, material dan gudang, alat-alat pengawasan material, dsb;
• Memfasilitasi pertemuan rutin masyarakat (bersama dengan TFL Pemda);
• Memberikan persetujuan terhadap semua pengeluaran dana KSM dan administrasi keuangannya
untuk pelaporan;
• Ikut memberikan persetujuan keluar-masuknya material sesuai kualitas yang dipersyaratkan;
• Membantu TFL Pemda dalam menyusun laporan keuangan dan ajuan pencairan dana sesuai
perkembangan fisik;
• Melakukan pengawasan pekerjaan fisik dan tenaga kerja (bersama TFL Pemda);
• Membuat Berita Acara pengecekan final teknis, kelembagaan, dan keuangan
• Melaporkan seluruh perkembangan kegiatan dan kemajuan pekerjaan kepada Satker
Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Provinsi .
4. Tahap Evaluasi dan Support Operasional dan Pemeliharaan
a. TFL Pemda
• Menyelenggarakan pelatihan bagi operator dan pengguna (bersama dengan TFL- Masyarakat);
• Menyelenggarakan evaluasi kegiatan bersama dengan dinas-dinas terkait;
• Memberikan pedoman monitoring kualitas air dan hasil survei Indeks Status Perilaku Kesehatan
kepada dinas terkait;
• Menyelenggarakan kegiatan evaluasi partisipatif bersama masyarakat (TFL- Masyarakat);
• Membantu persiapan peresmian sarana;
• Menyusun laporan keuangan dan ajuan pencairan dana sesuai perkembangan fisik;
• Melakukan pengawasan pekerjaan fisik dan tenaga kerja;
• Membuat Berita Acara kegiatan sesuai kebutuhan.
b. TFL-Masyarakat
• Menyelenggarakan pelatihan bagi operator dan pengguna (bersama dengan TFL Pemda);
• Membantu masyarakat melakukan persiapan peresmian sarana;
• Meyakinkan bahwa semua rencana berjalan sesuai RKM, termasuk kontribusi dari berbagai pihak,
tenaga kerja, tukang, material dan gudang, alat-alat pengawasan material, dsb;
15
24. • Memfasilitasi pertemuan rutin masyarakat (bersama TFL Pemda);
• Memberikan persetujuan terhadap semua pengeluaran dana KSM dan administrasi keuangannya
untuk pelaporan;
• Menyelenggarakan kegiatan evaluasi partisipatif bersama masyarakat (TFL Pemda);
• Menyusun laporan keuangan dan ajuan pencairan dana sesuai perkembangan fisik;
• Melakukan pengawasan pekerjaan fisik dan tenaga kerja (bersama dengan TFL Pemda);
• Membuat Berita Acara kegiatan sesuai kebutuhan.
4.3.2 Seleksi Lokasi
1. Seleksi Lokasi dimulai dengan Pemerintah Kota/Kabupaten menetapkan calon lokasi penerima Sanitasi
Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) dalam bentuk daftar-panjang permukiman/kampung/kelurahan.
2. Penetapan daftar-panjang (minimal 5 lokasi) didasarkan pada wilayah yang merupakan urutan prioritas
Pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal berbasis masyarakat, Pengembangan
pengurangan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse, dan recycle) berbasis masyarakat, Pengembangan
prasarana dan sarana drainase mandiri yang berwawasan lingkungan berbasis masyarakat. Oleh karena itu
perlu disusun pemetaan prasarana dan sarana sanitasi lingkungan sehingga penanganan sanitasi
lingkungan akan lebih tepat sasaran dan skala prioritas.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota bersama dengan fasilitator pendamping akan menyusun daftar-pendek sesuai
persyaratan teknis minimal yang ditetapkan dan melalui pengecekan lapangan.
4. Penentuan lokasi terpilih dilakukan dengan metode seleksi-sendiri atau oleh perwakilan masyarakat dengan
sistem kompetisi terbuka.
4.3.3 Syarat Lokasi
1. Kawasan permukiman padat, kumuh dan rawan sanitasi yang terdaftar dalam administrasi pemerintahan
Kabupaten/Kota, atau kawasan pasar dan permukiman sekitarnya (permukiman atau pasar legal sesuai
peruntukannya dalam RTRW Kabupaten/Kota)
2. Memiliki permasalahan sanitasi yang mendesak untuk segera ditangani seperti pencemaran limbah,
banyaknya sampah tidak terangkut atau terjadinya genangan.
3. Tersedia lahan yang cukup; 100 m2 untuk 1 (satu) unit bangunan Instalasi Pengolah Air Limbah/IPAL, 150 m2
untuk 1 (satu) MCK Plus++, atau 200 m2 untuk pengolahan sampah pola 3R dan kolam yang sebaiknya cukup
menampung 150 m3/ha kawasan permukiman untuk drainase mandiri
4. Tersedia sumber air (PDAM/sumur/mata air/air tanah).
5. Adanya saluran/sungai/badan air untuk menampung efluen pengolahan air limbah dan drainase mandiri.
6. Masyarakat yang bersangkutan menyatakan tertarik dan bersedia untuk berpartisipasi melalui kontribusi,
baik dalam bentuk uang, barang maupun tenaga.
4.3.4 Daftar Panjang Lokasi
Daftar panjang merupakan data sekunder calon lokasi yang diusulkan oleh pemerintah daerah kota/ kabupaten
pada saat MoU, dengan ketentuan memiliki kriteria kelayakan sebagai berikut:
a. Kriteria Umum:
1. Lokasi yang berada di kawasan permukiman perkotaan
2. Lokasi yang rawan sanitasi
b. Kriteria lokasi kegiatan pengelolaan air limbah skala kawasan:
1. Kepadatan > 700 jiwa/Km2 (Wilayah Jawa & Bali);
2. Kumuh secara fisik;
3. Lingkungan masyarakat berpendapatan rendah (kumuh miskin, bukan kumuh kaya);
4. Memiliki masalah kesehatan/kasus diare kejadian luar biasa;
5. Terdapat masalah fisik sanitasi;
6. Selalu masuk di semua program penataan kampung kumuh/penataan kawasan di semua dinas.
c. Kriteria lokasi kegiatan pengelolaan persampahan skala kawasan:
1. Batasan administrasi lahan TPST dalam batas administrasi yang sama dengan area pelayanan
16
25. pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat.
2. Status kepemilikan lahan milik pemerintah atau lainnya dengan surat pernyataan bersedia digunakan
untuk prasarana dan sarana pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat.
3. Ukuran lahan minimal 200 m2
4. Mempunyai program lingkungan berbasis masyarakat.
5. Masalah sampah sudah mulai mengganggu masyarakat
d. Kriteria lokasi kegiatan pengelolaan drainase mandiri berwawasan lingkungan berbasis masyarakat:
1. Lokasi berada di kawasan permukiman perkotaan
2. Lokasi merupakan kawasan rawan genangan
3. Pembuatan Kolam Retensi dan Sistem Polder disusun dengan memperhatikan faktor sosial ekonomi
antara lain perkembangan kota dan rencana prasarana dan sarana kota serta dilaksanakan berdasarkan
prioritas zona yang telah ditentukan dalam Rencana Induk Sistem Drainase.
4. Kelayakan pelaksanaan Kolam Retensi dan Sistem Polder harus berdasarkan tiga faktor antara lain:
biaya konstruksi, biaya operasi dan biaya pemeliharaan.
5. Ketersediaan dan tata guna lahan
Daftar panjang tersebut bertujuan untuk mempermudah TFL dalam menentukan lingkup lokasi, survey,
identifikasi lokasi dan sosialisasi awal, sehingga efektifitas dan target sasaran dapat tercapai. Sebaiknya data
sekunder calon lokasi sejumlah minimal 5 (lima) kampung lokasi kumuh/miskin/padat penduduk perkotaan.
4.3.5 Daftar Pendek Lokasi
Daftar Pendek merupakan data primer yang ditentukan berdasarkan hasil survai dan identifikasi daftar panjang
(longlist) yang dilakukan oleh TFL dan dinas penanggung jawab kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis
Masyarakat (SLBM) berdasarkan kriteria kelayakan maksimal. Tujuan penyusunan daftar pendek adalah
mempermudah dan mengefektifkan sosialisasi stakeholder kampung dan seleksi kampung sasaran program.
Syarat kriteria kelayakan lokasi sasaran kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM):
a. Kriteria lokasi kegiatan pengelolaan air limbah skala kawasan:
1. Terdaftar dalam administrasi pemerintahan Kabupaten/Kota (Legal/proses legal) & cakupan 50-100 KK –
RT/RW/Lingkungan/Kampung;
2. Memiliki masalah fisik sanitasi yang sama (tidak terpengaruh batas RT/RW);
3. Tersedia lahan:
4. Luas min. 100 m2 (Simplified Sewerage System (SSS) atau komunal) dan min. 150 m2 (untuk Community
Sanitation Center (CSC) atau MCK Plus++)
5. Jarak dengan jalan besar ± 100 m.
6. Tersedia sumber air (PDAM, sumur gali, mata air), dan saluran untuk pembuangan air limbah (saluran
drainase/riol kota/sungai).
7. Bersedia untuk berkontribusi (in cash + in kind).
8. Tertarik untuk mengimplementasikan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM).
b. Kriteria lokasi kegiatan pengelolaan persampahan skala kawasan:
1) Kriteria Fisik lingkungan:
1. Permukaan air tanah di TPST >10 m
2. Lahan yang diusulkan memang telah di manfaatkan/ difungsikan sebagai lokasi TPS Sampah.
3. Berada didalam area yang memang direncanakan diperuntukkan sebagai lokasi TPS Sampah atau
Rencana pemanfaatan rendah untuk fasilitas umum/taman.
4. Bebas banjir.
5. Berada di lahan datar.
6. Jalan keluar/masuk menuju dan dari TPST datar dengan kondisi baik dan lebar jalan yang cukup
untuk mobilisasi keluar/masuk motor/gerobak sampah.
7. Jarak lokasi ke permukiman lebih dari 200 m dari permukiman.
8. Terletak 500 m dari jalan raya
17
26. 9. Berdampak minimal terhadap tata guna lahan.
10. Terdapat zona penyangga dan kegiatan operasionalnya tidak terlihat dari luar.
2) Kriteria Sosial Ekonomi
1. Cakupan pelayanan mendekati 600 KK.
2. Ada tokoh masyarakat yang disegani dan mempunyai wawasan lingkungan yang kuat.
3. Penerimaan masyarakat untuk melaksanakan program 3R merupakan kesadaran masyarakat secara
spontan.
4. Masyarakat bersedia membayar retribusi pengolahan sampah.
5. Sudah memiliki kelompok aktif di masyarakat seperti PKK, Forum-forum kepedulian terhadap
lingkungan, karang taruna, remaja mesjid, klub jantung sehat, club manula, pengelola
kebersihan/sampah, dll
c. Kriteria lokasi kegiatan pengelolaan drainase berwawasan lingkungan berbasis masyarakat:
1. Daerah genangan dan parameter genangan yang meliputi luas genangan, tinggi genangan, lamanya
genangan dan frekuensi genangan;
2. Elevasi muka air di muara saluran lebih tinggi dari elevasi muka tanah di daerah genangan;
3. Lokasi Kolam Retensi yang akan dijadikan tempat penampungan kelebihan air permukaan dan
perkirakan batas luas Kolam Retensi tersebut;
4. Daerah pengaliran saluran primer (DPSAL) yang mengalir ke Kolam Retensi melalui peta topografi.
5. Adanya sistem, arah aliran dan outlet
6. Muka air di kolam retensi/kolam polder direncanakan dari dasar muka tanah terendah di daerah
perencanaan dan ditarik dengan lamanya tertentu sesuai dengan kemiringan lahan.
7. Adanya badan air/sungai berada dekat lokasi kegiatan
8. Masyarakat bersedia mengoperasikan dan memelihara sistem sendiri serta bersedia membentuk
kelompok pengurus O/P
Pemilihan maksimal 3 (tiga) kampung yang masuk dalam Daftar Pendek (shortlist) yang dilakukan oleh TFL
(Pemda dan Masyarakat) dan disahkan oleh Kepala Dinas penanggung jawab.
4.3.6 Sosialisasi Kampung
Presentasi atau sosialisasi kampung dilaksanakan oleh dinas penanggung jawab kegiatan kota/ kabupaten
bersama dengan TFL dan bertempat di dinas penanggung jawab kegiatan. Undangan terdiri dari 3-5 orang wakil
dari masing-masing stakeholder kampung yang masuk dalam shortlist (telah memenuhi syarat kelayakan).
Materi presentasi/sosialisasi berupa penjelasan tentang kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat
(SLBM) oleh Dinas penanggung jawab dan TFL. Sosialisasi kampung merupakan syarat mengikuti seleksi
kampung, dengan hasil yang diharapkan antara lain:
• Adanya surat undangan dari stakeholder kampung kepada TFL dan dinas penanggung jawab kegiatan untuk
melakukan presentasi kepada stakeholder kampung yang berminat di balai pertemuan Kampung/
Lingkungan/RT/RW.
• Adanya surat undangan dari masyarakat untuk melakukan survai cepat partisipatif (Rapid Paticipatory
Assessment/ RPA).
4.3.7 Seleksi Kampung
Kegiatan seleksi kampung dilakukan dengan metode Rapid Participatory Assessment (RPA) dan Community
Self Selection Stakeholders Meeting.
4.3.7.1 Rapid Participatory Assessment (RPA)
Rapid Participatory Assessment (RPA) merupakan metode yang digunakan untuk melakukan pemetaan kondisi
sanitasi masyarakat, masalah yang mereka hadapi, serta kebutuhan untuk memecahkan masalah sanitasi
secara cepat dan dilakukan secara partisipatif, atau bersama-sama masyarakat.
18
27. Alasan penggunaan metode ini adalah :
1. Memposisikan masyarakat sebagai subyek;
2. Memberikan ”ruang” kepada masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan keinginannya;
3. Sebagai salah satu media pemberdayaan masyarakat pada tingkat bawah (grass root level).
Dalam tahap implementasi kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM), RPA dilakukan setelah
kegiatan Presentasi Konsep Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) kepada stakeholder masyarakat.
RPA akan dilakukan hanya jika ada undangan atau permintaan dari masyarakat setelah mereka memahami
konsep kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM) melalui presentasi. Hal ini sesuai dengan
pendekatan Demand Responsive Approach (DRA), dimana undangan/permintaan menjadi salah satu indikator
kebutuhan untuk memecahkan masalah sanitasi yang mereka hadapi.
Hasil RPA ini akan dipresentasikan pada sesi Seleksi Lokasi Sendiri oleh masyarakat bersama-sama dengan
hasil RPA dari kampung lain dalam 1 (satu) kabupaten/kota. Sesi ini dinamakan Self-Selection Stakeholders
Meeting, yang bertujuan untuk menentukan lokasi masyarakat yang paling siap untuk implementasi Sanitasi
Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM).
Tujuan RPA
Secara umum, tujuan RPA adalah teridentifikasinya masalah sanitasi dan keinginan masyarakat untuk
memecahkannya atas dasar kemampuan sendiri yang dilakukan secara partisipatif, sistematis, dan cepat.
Tujuan akhirnya adalah terseleksinya masyarakat yang paling siap untuk implementasi kegiatan Sanitasi
Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM).
Untuk menilai kesiapan masyarakat akan diukur dengan 5 (lima) variabel, yaitu :
1. Pengalaman membangun infrastruktur kampung;
2. Kesiapan masyarakat untuk berkontribusi;
3. Kelayakan teknis untuk infrastruktur Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM);
4. Kesiapan lembaga setempat untuk mengelola sarana;
5. Prioritas perbaikan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM).
Tabel 4.1. Jenis Informasi dan Alat RPA yang digunakan
No Jenis Informasi RPA Tools
1 Pengalaman membangun infrastruktur kampung Timeline
2 Kesiapan masyarakat untuk berkontribusi Ladder—1
3 Kelayakan teknis untuk infrastruktur sanitasi Transect Walk
4 Kesiapan lembaga setempat untuk mengelola Venn Diagram
5 Prioritas perbaikan sanitasi Problem Tree
19
28. Pemetaan Sanitasi Kampung
Diagram Venn Transect Walk
Timeline Ladder-1
Problem Tree
Community Self-selection Stakeholder Meeting
Gambar 4.2. Skema dan Prosedur Implementasi
Partisipan RPA
Partisipan RPA terdiri dari maksimum 20 orang berasal dari berbagai komponen masyarakat yang ada di
kampung yang bersangkutan, yaitu perempuan, laki-laki, kaya-miskin, dan tokoh formal maupun informal.
Prinsipnya semakin banyak komponen masyarakat yang terlibat dalam proses pelaksanaan RPA ini adalah
semakin baik. Sebelum RPA dimulai, komponen masyarakat yang perlu terlibat dalam RPA harus dibicarakan
secara jelas dengan ketua RT/RW setempat.
Fasilitator (TFL) sangat berperan penting dalam RPA karena bertanggung jawab atas proses dan hasil RPA
sesuai dengan rencana. TFL bertugas memberikan ”tongkat komando” kepada masyarakat ketika mereka sudah
siap dan memahami tujuan dan cara kerjanya.
Penetapan Skor dan Pembobotan (Nilai)
Dalam RPA, setiap indikator dalam variabel akan diberi skor. Kemudian skor tersebut akan dikonversikan ke
dalam nilai. Skor berkisar antara 0, 1, 2, 3, dan 4; sedangkan Nilai berkisar antara 0, 25, 50, 75, dan 100. Nilai
tersebut merupakan kuantifikasi dari setiap pernyataan yang bersifat kualitatif. Penetapan skor dan pembobotan
(nilai) ini penting dalam rangka penyederhanaan dalam memberikan penilaian tentang kondisi masyarakat
secara obyektif. Skor ini sangat penting gunanya dalam Self-selection Stakeholder Meeting, dimana penentuan
kampung yang lolos seleksi didasarkan pada total skor yang dimiliki oleh masing-masing kampung. Logikanya :
semakin miskin kondisi kampung dan semakin besar tingkat keswadayaan masyarakat, maka semakin tinggi
skornya, dan begitu pula sebaliknya. Maka, kampung yang mengumpulkan skor nilai tertinggi yang dianggap
paling siap untuk implementasi Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM).
Penentuan Waktu dan Tempat
Waktu pelaksanaan RPA perlu disepakati bersama antara tim fasilitator dengan masyarakat (misalnya ketua
RT/RW dan tokoh masyarakat) agar proses pelaksanaan dapat berjalan lancar, dan minimal 1 minggu
sebelumnya.
Waktu yang dibutuhkan untuk implementasi RPA adalah 390 menit (6,5 jam). Jika ditambah untuk introduksi, ice
breaking, pembagian kelompok, dan penutupan maksimal 90 menit (1,5 jam). Maka, total waktu yang dibutuhkan
adalah 480 menit (8 jam) atau 1 hari efektif.
Tempat yang dibutuhkan untuk pelaksanaan RPA adalah tempat pertemuan besar (untuk pertemuan
awal/introduksi dan pertemuan akhir/presentasi hasil) dan tempat pertemuan kecil (untuk penerapan teknik-
20
29. teknik RPA). Tempat pertemuan ini diusahakan di tempat yang luas dan mudah dijangkau/diakses oleh
masyarakat.
Alat dan Bahan yang perlu disiapkan
Alat dan bahan yang diperlukan untuk kegiatan RPA terdiri dari : Kertas lebar (plano), Kain lebar, Spidol besar
aneka warna, Spidol kecil aneka warna, Lem/perekat, Selotip, Gunting, Alat tulis, Bahan-bahan lokal seperti biji-
bijian atau kacang-kacangan, Lampu (jika ada kegiatan di malam hari). Akan sangat baik jika ada rekaman
video/kamera yang dapat dipergunakan untuk melengkapi laporan.
4.3.7.2 Peta Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM)
Pemetaan kampung adalah salah satu teknik PRA (participatory rural appraisal) untuk memfasilitasi masyarakat
dalam mengungkapkan keadaan wilayah di kampung mereka beserta lingkungannya. Hasil yang diharapkan
adalah peta atau sketsa keadaan sumber daya umum kampung atau peta dengan topik tertentu (peta sanitasi).
Media pemetaan dapat dilakukan di atas tanah, papan tulis atau di atas kertas. Metode penyusunan peta
kampung umumnya menggunakan simbol-simbol dan peralatan yang sederhana seperti tongkat, batu-batuan,
daun-daunan dan biji-bijian. Untuk menggambar di atas media tanah, yang perlu diperhatikan adalah proporsi
luas lahan yang akan digunakan sehingga banyak orang/masyarakat yang dapat terlibat. Jika digambar di tanah,
hasilnya harus digambar kembali di atas kertas agar hasilnya tidak hilang. Untuk itu lebih efektif dan efisien
penggambaran peta sanitasi langsung di atas kertas besar/ plano.
Tabel 4.2. Contoh Timeline
No Proyek Pembangunan Tahun Pendanaan
Informasi yang diharapkan dari kegiatan timeline adalah:
1. Sejarah terbentuknya pembangunan bersangkutan, asal-usul perintis pembangunan, perkembangan yang
terjadi dan siapa yang terlayani.
2. Terjadinya wabah penyakit (malaria, muntaber, DB, dsb)
3. Sejarah organisasi kelurahan dan sistem pengorganisasian pada saat melaksanakan pembangunan.
Indikator dan Variabel penilaian TIMELINE
Tabel 4.3. CS1.1 Pengalaman Membangun Prasarana* secara Gotong-Royong
Pilihan Skor Konversi ke
Tidak ada pengalaman/belum pernah dilakukan 0 0
Pernah dilakukan, berbentuk hibah/ bantuan dari luar 1 25
Pernah dilakukan, masyarakat berkontribusi in-kind (tenaga+material) 2 50
Pernah dilakukan, masyarakat berkontribusi uang dan in-kind 3 75
(tenaga+material)
Pernah dilakukan, masyarakat berkontribusi uang dan in-kind 4 100
(tenaga+material), panitia pembangunan dan pengelola yang dibentuk
masih ada sampai sekarang
Keterangan * = untuk masing-masing kegiatan prioritas (pengelolaan air limbah skala kawasan, pengelolaan
persampahan skala kawasan dan pengelolaan drainase lingkungan)
21
30. 4.3.7.3 Ladder-1 (Kesediaan Berkontribusi)
Ladder-1 bertujuan untuk mengenali dan mengkaji manfaat dan nilai guna iuran yang dirasakan oleh masyarakat
dalam kegiatan pembangunan sarana sanitasi kampung; serta digunakan untuk menilai kesiapan masyarakat
berkontribusi dalam pembangunan infrastruktur sanitasi.
Proses Ladder-1 adalah :
1. Kegiatan dilakukan secara terpisah antara masyarakat laki-laki dan perempuan, dan antar masyarakat kaya
dan miskin (jika memungkinkan);
2. TFL menjelaskan tujuan, maksud, dan cara penerapan teknik ini;
3. Mulai berdiskusi mengenai manfaat yang dirasakan oleh masyarakat terhadap sarana sanitasi yang ada saat
ini, kemudian ditulis pada kertas flip chart (satu kartu satu manfaat) dengan tulisan, simbol, atau gambar;
4. TFL memfasilitasi dan mengarahkan peserta untuk memberikan penilaian atas manfaat yang dapat
dirasakan dibandingkan dengan besarnya iuran yang telah mereka berikan terhadap pembangunan sarana
sanitasi;
5. Gunakan biji-bijian untuk menghitung skor;
6. Skor untuk nilai manfaat dan nilai iuran dijumlahkan dan diisikan ke kolom total, lalu dibuat rata-ratanya;
7. Berdasarkan hasil analisis ini, TFL mengajak peserta untuk menilai kesanggupan mereka untuk berkontribusi
terhadap pembangunan/perbaikan sarana sanitasi yang akan dilakukan dengan cara memilih kartu-kartu
yang didalamnya sudah ada nilai yang disediakan oleh TFL;
8. Kartu yang dipilih adalah nilai yang dimiliki oleh masyarakat yang nanti akan dijumlahkan dengan skor yang
lain pada sesi Community Self-selection Stakeholders Meeting.
Tabel 4.4. Contoh Ladder – 1*
No Proyek Pembangunan Manfaat Biaya dibayarkan (1-10)
Sarana Sanitasi (1-10)
1
dst
Total Skor =
Rata-rata =
Keterangan * = untuk masing-masing kegiatan prioritas (pengelolaan air limbah skala kawasan, pengelolaan
persampahan skala kawasan dan pengelolaan drainase lingkungan)
Informasi yang diharapkan dari kegiatan ladder-1 adalah :
1. Pandangan kelompok mengenai keberadaan setiap jenis manfaat yang dialami oleh mereka.
2. Urutan manfaat-manfaat dengan memperhatikan kesesuaian kontribusi (dalam bentuk uang, waktu, tenaga,
harta benda, atau bentuk lainnya).
3. Manfaat-manfaat yang memperhatikan isu gender dan pelaksanaan pembagiannya.
Indikator dan Variabel penilaian Ladder – 1*
Tabel 4.5. CS2.1 Kesediaan Masyarakat Untuk Mengeluarkan Biaya
Pilihan Skor Konversi ke
Tidak bersedia memberikan kontribusi 0 0
Bersedia memberikan kontribusi hanya untuk biaya pembanguan toilet 1 25
Bersedia memberikan kontribusi untuk pembangunan prasarana & sarana 2 50
serta biaya pengoperasian & perawatan komponen terpilih lainnya
22
31. Pilihan Skor Konversi ke
Bersedia memberikan kontribusi untuk biaya pembangunan toilet, biaya 3 75
pengoperasian & perawatan komponen terpilih lainnya, & sebagian dari
biaya pembangunan komponen lainnya
Bersedia memberikan kontribusi untuk biaya pembangunan prasarana 4 100
& sarana, biaya pengoperasian & perawatan komponen terpilih lainnya,
dan seluruh dari biaya pembangunan komponen lainnya
Keterangan * = untuk masing-masing kegiatan prioritas (pengelolaan air limbah skala kawasan, pengelolaan
persampahan skala kawasan dan pengelolaan drainase lingkungan)
4.3.7.4 Transect Walk (Kesiapan Teknis)
Transect walk bertujuan untuk (1) mengenali dan mengkaji kondisi sarana sanitasi kampung yang sudah ada, (2)
menilai tingkat kepuasan masyarakat terhadap fasilitas sanitasi yang ada, dan (3) menilai tingkat kelayakan
teknis sebagai prasyarat pembangunan infrastruktur sanitasi yang direncanakan dengan cara melakukan
observasi langsung oleh TFL bersama-sama dengan masyarakat.
Tugas TFL dan masyarakat di kegiatan transect walk adalah :
1. Menentukan, mengobservasi serta melakukan diskusi dengan masyarakat, antara lain :
• Lokasi yang dicalonkan masyarakat untuk bangunan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM);
• Sarana sanitasi yang digunakan masyarakat saat ini : jamban, sungai, kolam, dsb;
• Pola penggunaan sarana sanitasi;
• Ketersediaan lahan;
• Muka air tanah;
• Material lokal;
• Saluran drainase.
• (contoh cek list teknis dapat dilihat pada lampiran)
2. Mencatat semua sanitasi yang dibangun oleh proyek sebelumnya atau oleh pribadi. Secara acak pilihlah titik
dengan proporsional (10% dari total) dari masing-masing kategori.
3. Melakukan observasi dan pencatatan kualitas konstruksi dengan menggunakan format observasi
jamban/sanitasi, kemudian mendiskusikan dengan masyarakat yang ada di sekitar lokasi sarana
sanitasi/jamban tentang pemeliharaan (keberadaan dan keteraturannya), lingkup dan pemakaian, serta
konflik kepentingannya. Kemudian catat hasil temuannya. Untuk lokasi yang pernah mendapat proyek
jamban/sarana sanitasi, perlu dipilih secara acak jamban/sarana sanitasi yang dibangun sebelum, selama,
dan setelah intervensi proyek dengan cara menjumlahkan semua jamban/sarana sanitasi pada ketiga
kategori tersebut dan digambarkan persentase perbandingan masing-masing kategori. Penilaian
menggunakan checklist terhadap kualitas konstruksi, operasi, dan pemeliharaan serta menggunakan jamban
keluarga.
4. Menilai kepuasan layanan yang diterima (demand responsiveness), dengan menggunakan skala penilaian
dari setiap rumah tangga yang dikunjungi selama transect. Masyarakat dapat membantu memilih aspek
penilaian kepuasan layanan.
5. Menilai kepuasan penggunaan sarana meliputi tingkat akses layanan, desain, penggunaan untuk anak-anak,
kualitas konstruksi, kemudahan penggunaan dan pemeliharaan, nilai manfaat yang dirasakan dari kontribusi
untuk memperoleh layanan tersebut, laporan mengenai layanan kepada pengguna dengan catatan terpisah
untuk pria dan wanita.
23
32. Indikator dan Variabel penilaian Transect Walk
Tabel 4.6. CS3.1 Kondisi Drainase
Pilihan Skor Konversi ke
Tidak ada saluran drainase 0 0
Ada saluran drainase tetapi sudah rusak 1 25
Ada saluran drainase tetapi mampet 2 50
Ada saluran drainase tetapi air mengalir lambat 3 75
Ada saluran drainase yang mengalir lancar 4 100
Tabel 4.7. CS3.2 Toilet/Jamban
Pilihan Skor Konversi ke
Ada jamban lengkap dengan Tangki Septik di masing-masing rumah 0 0
Ada MCK yang berfungsi, digunakan sebagian kecil penduduk. ATAU.
Setengah dari keseluruhan rumah telah mempunyai jamban + tangki septik 1 25
sendiri
Ada MCK yang berfungsi, digunakan sebagian besar penduduk. ATAU. 2 50
Hanya sebagian kecil Rumah yang mempunyai jamban + tangki septik sendiri
Sebagian kecil penduduk buang air besar di tempat terbuka/sungai. ATAU. 3 75
Sebagian kecil Jamban disalurkan langsung ke sungai.
Sebagian besar penduduk buang air besar di tempat terbuka/sungai. ATAU. 4 100
Sebagian besar Jamban disalurkan langsung ke sungai.
Tabel 4.8. CS3.3 Ketersediaan Air
Pilihan Skor Konversi ke
Air tidak mencukupi meskipun untuk minum 0 0
Air hanya mencukupi untuk minum 1 25
Air hanya mencukupi untuk minum, masak, & mencuci 2 50
Air hanya mencukupi untuk minum, masak, mencuci & mandi 3 75
Air mencukupi untuk semua kebutuhan 4 100
Tabel 4.9. CS3.4 Ketersediaan Lahan
Kondisi Skor Konversi ke
Tidak tersedia lahan milik perorangan/negara di dalam atau dekat 0 0
kampung
Ada lahan milik perorangan (100-200 m2) di dekat kampung 1 25
Ada lahan milik negara (100-200 m2) di dekat kampung 2 50
Tersedia lahan milik perorangan (100-200 m2) di dalam kampung 3 75
Tersedia lahan milik negara (100-200 m2) di dalam kampung 4 100
24
33. 4.3.7.5 Venn Diagram
Venn diagram bertujuan untuk mengenali dan mengkaji keberadaan lembaga lokal yang ada dalam masyarakat,
manfaat dan tingkat kedekatan hubungannya dengan masyarakat. Secara khusus dapat digunakan pula untuk
menilai tingkat kesiapan masyarakat untuk mengelola sanitasi secara kelembagaan lokal. Venn diagram
dilaksanakan masyarakat dengan difasilitasi TFL.
Langkah-langkah kegiatan venn diagram sebagai berikut :
1. Meminta warga menuliskan organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada di
kampung mereka;
2. Diskusikan dan urutkan organisasi atau lembaga yang ada berdasarkan nilai ”pentingnya” dalam metaplan
berbeda ukuran (makin penting, ukuran kertas makin besar);
3. Diskusikan dan urutkan organisasi atau lembaga yang ada menurut kedekatannya dengan warga;
4. Buat Lingkaran atau orbit sesuai banyaknya organisasi atau lembaga;
5. Tempatkan organisasi terdekat di lingkaran pertama dan seterusnya.
Tabel 4.10. Contoh Venn Diagram
Organisasi/ Lembaga Tingkat kedekatan dengan masyarakat
A 3
B 1
C 4
D 2
4
3
C 2
1
MASYARAKAT
D
B
A
Gambar 4.3. Contoh Venn Diagram
Indikator dan Variabel penilaian Venn Diagram
Tabel 4.11. CS4.1 Ketersediaan Lembaga-Lembaga Setempat*
Pilihan Skor Konversi ke
Tidak ada lembaga lokal yang sangat penting atau bermanfaat bagi 0 0
sebagian besar warga
Ada lembaga lokal yang penting dan bermanfaat untuk sebagian besar 1 25
warga, tapi tidak dekat dengan masyarakat (jarang berinteraksi dengan
masyarakat)
Ada lembaga lokal yang penting dan bermanfaat untuk sebagian besar 2 50
warga, rutin berinteraksi dengan masyarakat, namun tidak memperoleh
pengakuan resmi dari pemerintah
25
34. Pilihan Skor Konversi ke
Ada lembaga lokal yang penting dan bermanfaat untuk sebagian besar 3 75
warga, rutin berinteraksi dengan masyarakat, dan memperoleh
pengakuan resmi dari pemerintah
Ada lembaga lokal yang penting dan bermanfaat untuk sebagian besar 4 100
warga, rutin berinteraksi dengan masyarakat, memperoleh pengakuan
resmi dari pemerintah, dan memiliki akses keuangan (memiliki rekening
bank, memanfaatkan layanan pembukuan)
Keterangan * = untuk masing-masing kegiatan prioritas (pengelolaan air limbah skala kawasan, pengelolaan
persampahan skala kawasan dan pengelolaan drainase lingkungan)
4.3.7.6 Problem Tree (Rencana Perbaikan Sanitasi)
Kegiatan problem tree bertujuan untuk mengkaji dan mengenali masalah-masalah sanitasi yang ada di
masyarakat dan hubungan sebab-akibat yang timbul dalam masalah sanitasi yang mereka hadapi; menentukan
masalah-masalah inti sanitasi (sanitation core problems); serta mengkaji ide/gagasan/rencana masyarakat untuk
memecahkan masalah sanitasi yang mereka hadapi. Problem tree dilaksanakan oleh masyarakat dengan
difasilitasi oleh TFL.
Langkah-langkah problem tree sebagai berikut :
1. Jelaskan maksud, tujuan, dan proses kajian masalah sanitasi;
2. Tulis masalah secara singkat, padat dan jelas sesuai pandangan/perasaan masyarakat pada kartu-kartu dan
tempelkan pada papan;
3. Mintalah kepada masyarakat untuk menentukan masalah inti;
4. Teliti kartu-kartu lainnya yang menyebabkan terjadinya masalah inti tersebut dan letakkan kartu-kartu
tersebut di bawah masalah inti;
5. Minta warga menulis di kartu lain hal-hal yang menjadi akibat dari masalah inti tersebut, lalu letakkan kartu-
kartu tersebut di atas masalah inti;
6. Lakukan analisis hubungan sebab-akibat dengan cara memberi tanda panah antara kartu satu dengan kartu
lain dan tetap mengacu pada core problemnya;
7. Periksalah diagram secara keseluruhan, dan apabila diperlukan, perbaikilah untuk menjamin keabsahan dan
kelengkapan analisis permasalahan sanitasi.
8. Tanyakan kepada mereka tentang ide/gagasan/rencana/action plan perbaikan sanitasi, lalu tulislah di kertas
lain.
AKIBAT MASALAH SANITASI 1 PENYEBAB MASALAH
SANITASI 1 dst
AKIBAT MASALAH SANITASI 2
PENYEBAB MASALAH
dst
AKIBAT MASALAH SANITASI 3 SANITASI 2
Gambar 4.4. Contoh Rencana Perbaikan Sanitasi
26