Dokumen tersebut membahas tentang pengembangan instrumen tes kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematis. Secara khusus dibahas tentang pengertian evaluasi, tujuan evaluasi pendidikan, jenis-jenis evaluasi seperti penilaian, pengukuran dan tes, indikator kemampuan pemahaman konsep matematis, serta kemampuan komunikasi matematis.
1. PENGEMBANGAN INSTRUMEN TES KEMAMPUAN
PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIS
Oleh :
Prilly Ayu Saraswati
1001038
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2013
2. strumen Tes
Berdasarkan istilah yang dikemukakan oleh Edwind Wandt dan
Gerald W.Brown (1977): Evaluation Refer To The Act Or Process To
Determining The Value Of Something. Menurut definisi diatas, instrumen
atau evaluasi mengandung pengertian bahwa suatu tindakan atau proses
untuk menentukan nilai dari sesuatu dalam dunia pendidikan. Secara
umum yang dimaksud dengan instrumen atau evaluasi adalah suatu alat
yang memenuhi persyaratan sehingga dapat digunakan sebagai alat untuk
mengukur suatu objek. Mengingat sangat luasnya pembicaraan tentang
penilaian pendidikan, oleh karena itu Lembaga Administrasi Negara
mengemukakan batasan mengenai evaluasi pendidikan sebagai berikut: (1)
proses/kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan, dibandingkan
dengan tujuan yang telah ditentukan dan (2) usaha untuk memperoleh
informasi berupa umpan balik (feed back) bagi penyempurnaan
pendidikan.
Tujuan evaluasi pendidikan sebagai berikut: (1) untuk
menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan bukti mengenai
taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami oleh peserta didik,
setlah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam waktu tertentu dan
(2) untuk mengetahui tingkat efektivitas dari metode-metode pengajaran
yang telah dipergunakan dalam proses pembelajaran selama jangka waktu
tertentu.. Adapun tiga hal yang berkaitan dengan evaluasi atau instrumen
pendidikan, diantaranya adalah: (1) penilaian, (2) pengukuran, dan (3) tes.
Blaustein, D. et al. (Siahaan, nd) menyatakan bahwa penilaian
adalah proses megumpulkan informasi dan membuat keputusan
berdasarkan informasi itu. Dengan kata lain penilaian bertujuan untuk
mendapatkan umpan balik (feedback) tentang ketercapaian tujuan atau
kompetensi yang telah dirumuskan. Penilaian dapat dilakukan dengan cara
tes secara lisan maupun tertulis. Pemilihan jenis tes bisa dipertimbangkan
materi yang diajarkan serta waktu yang akan diberikan kepada siswa.
3. Pengukuran merupakan pemberian angka kepada suatu pertanyaan
berdasarkan kriteria tertentu. Pengukuran biasanya bersifat kuantitatif,
hasil pengukurannya merupakan keterangan-keterangan yang berupa
angka-angka atau bilangan-bilangan. Pada pembelajaran, alat ukur
berfungsi sebagai alat untuk membantu mengungkap kemampuan yang
ada pada siswa yang sering disebut dengan tes hasil belajar. Gambaran
mengenai kemampuan peserta didik, dapat dijadikan sebagai indikator
keberhasilan untuk mencapai tujuan dalam kurikulum.
Dari segi istilah, Anne Anastasi (Sudijono, 2007) menjelaskan
bahwa tes merupakan alat pengukur yang mempunyai standar yang
obyektif sehingga dapat digunakan secara meluas, serta dapat betul-betul
digunakan untuk mengukur dan membandngkan keadaan psikis atau
tingkah laku individu. Sedangkan menurut F.L Goodenough (Sudijono,
2007) menyatakan bahwa tes adalah suatu tugas yang diberikan kepada
individu atau sekelompok individu dengan maksud membandingkan
kecakapan mereka atau dengan yang lainnya.sehingga dalam evaluasi
pendidikan tes dapat diartikan sebagai suatu alat ukur yang digunakan
untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam memperoleh
informasi kemampuan atau kompetensi.
Secara umum, fungsi tes adalah sebagai berikut: (1) mengukur
tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh siswa setelah
menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu dan
(2) mengukur keberhasilan program pengajaran melalui tes dengan
mengetahui sejauh mana program pengajaran telah dicapai oleh siswa.
Secara esensial, tes, pengukuran, dan penilaian saling berhubungan antara
satu dengan yang lainnya. Penilaian hasil belajar akan didapatkan dengan
baik, jika dilakukan pengukuran secara tepat terhadap hasil belajar. Jika
tes yang diberikan baik tetapi pengukuran yang digunakannya tidak tepat
maka hasil penilaian akan menjadi tidak baik. Sehingga tes dan
pengukuran yang baik berpengaruh pada penilaian hasil belajar yang baik.
4. Tes hasil belajar merupakan salah satu jenis tes yang digunakan
untuk mengukur perkembangan atau kemajuan belajar siswa, setelah siswa
melakukan proses pembelajaran. Berdasarkan bentuk dan jenisnya, tes
dibedakan menjadi tes uraian dan objektif. Dalam kajian ini, sebagai alat
pengukur perkembangan dan kemajuan belajar siswa salah satunya dapat
dilihat dari tes hasil belajar bentuk uraian. Tes uraian (essay tes) sering
dikenal dengan istilah tes subyektif yang merupakan jenis hasil tes belajar
yang berbentuk pertanyaan atau perintah yang menuntut kepada siswa
untuk menjelaskan secara rinci dengan cara komentar, menafsirkan,
membandingkan, membedakan, dan menghubungkan pengetahuan atau
fakta-fakta yang ada dalam pemikiran siswa. Tes uraian biasanya
digunakan sebagai salah satu cara mengetahui sejauh mana daya ingat dan
pemahaman siswa saat menghadapi soal yang diberikan.
Tes hasil belajar bentuk uraian mempunyai keunggulan
diantaranya sebagai berikut: (1) cocok untuk mengintegrasikan berbagai
konsep/ide dari berbagai sumber kedalam satu pikiran utama,
(2) memberikan kesempatan kepada siswa berspekulasi, karena tidak bisa
memilih jawaban tes seperti pada tes objektif, (3) dapat mengetahui
tingkat penguasaan siswa tentang suatu masalah, dan (4) dapat mengetahui
pandangan siswa terhadap suatau masalah dari jawaban yang diberikan.
Selain itu ada pula kelamahan dari tes hasil belajar bentuk uraian,
diantaranya sebagai berikut: (1) dalam mengerjakan soal tes memerlukan
waktu yang cukup lama, (2) pemeriksaan jawaban tes memerlukan banyak
waktu untuk memeriksanya, dan (3) jawaban siswa terhadap soal
terkadang tidak fokus karena kurangnya menguasai materi.
Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis
Hal terpenting dalam proses pembelajaran adalah untuk mencapai
tujuan pembelajaran, dengan mengetahui bahwa siswa mampu memahami
sesuatu berdasarkan pengalaman belajarnya. Karso dan Damarjo
(Ruhyadi, 2012) menyatakan bahwa mempelajari matematika tidak lepas
5. dari penelaahan bentuk-bentuk atau struktur yang abstrak, kemudian kita
mempelajarinya dengan mencari hubungan-hubungan diantara hal-hal itu.
Untuk mempelajari struktur-struktur atau hubungan-hubungannya, maka
kita perlu memahami konsep-konsep yang ada dalam matematika. Proses
berpikir siswa yang dirancang oleh Bruner, Goodnow, dan Austin
bertujuan untuk membantu para siswa mempelajari konsep-konsep yang
dapat dipakai untuk mengorganisasikan informasi sehingga dapat memberi
kemudahan bagi siswa untuk mempelajari konsep itu dengan cara yang
lebih efektif.
Depdikbud, 1989 (Rakman, 2009) menyatakan bahwa pemahaman
berasal dari bahasa Inggris “comprehension” yang berarti memahami
sesuatu dengan pikiran. Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata
pemahaman mengandung arti kesanggupan intelegensi untuk menangkap
suatu situasi atau perbuatan. Dalam suatu pembelajaran matematika
diharapkan adanya kesanggupan intelegensi siswa untuk memahami suatu
konsep. Suherman (nd) menyatakan bahwa pemahaman konsep ialah
meningkatkan kemampuan untuk belajar dengan cara yang lebih mudah
dan efektif di masa depan. Cockcroft (Nainggolan, 2011) menyatakan
bahwa pemahaman konsep matematis merupakan isyarat dari suatu
kemampuan untuk mengenali dan memanfaatkan suatu konsep matematis
dalam berbagai macam keadaan, mencakup beberapa hal yang tidak
dikenal secara umum.
Kilpatrick, et al. (2001) menyatakan: Student with conceptual
understanding know more than isolated facts and methods Because fact
and methods learned with understanding are connected, they are easier to
remember and use, and they can be reconstructed when forgotten. Siswa
dikatakan sudah memahami suatu konsep, jika ia sudah dapat mengerjakan
suatu masalah matematis yang dihubungkannya dengan pemahaman yang
ia dapatkan sebelumnya. Selain itu, siswa dapat dengan mudah
mengkonstruksi ilmu yang sudah ia dapatkan ketika ia lupa, sehingga
dapat membantunya terhindar dari banyak kesalahan dalam suatu
6. pemecahan masalah. Sejalan dengan hal diatas, Depdiknas (Kesumawati,
2008) menyatakan bahwa pemahaman konsep merupakan salah satu
kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai
dalam belajar matematika. Pemahaman konsep matematika dapat
ditunjukkan berdasarkan sesuatu yang telah dipelajari siswa, sehingga
siswa mampu menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan
konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat.
Pencapaian konsep yang dinyatakan oleh Joyce dan Weil
(Suherman dan Winaputra, 1993) memiliki tiga fase kegiatan sebagai
berikut: (1) penyajian data dan identifikasi konsep diantaranya yaitu: (a)
guru menyajikan contoh yang sudah diberi label, (b) para pelajar
mambandingkan ciri-ciri dalam contoh positif dan contoh negatif,
(c) para pelajar membuat dan mengetes hipotesis, dan (d) para pelajar
membuat definisi tentang konsep atas dasar ciri-ciri utama/esensial.
(2) mengetes pencapaian konsep diantaranya yaitu: (a) para pelajar
mengidentifikasi tambahan contoh yang tidak diberi label dengan
menyatakan ya atau bukan dan (b) guru menegaskan hipotesis, nama
konsep, dan menyatakan kembali definisi konsep sesuai dengan
ciri-ciri yang esensial. (3) menganalisis strategi berpikir diantaranya yaitu:
(a) para pelajar mengungkapkan pemikirannya, (b) para pelajar
mendiskusikan hipotesis dan ciri-ciri konsep, dan (c) para pelajar
mendiskusikan tipe dan jumlah hipotesis.
Kilpatrick, et al. (2001) menyatakan: A significant indicator of
conceptual understanding is being able to represent mathematical
situations in different purposes. To find one’s way around the
mathematical terrain, it is important to see how the various
representations connect with each other, how they are similar, and how
they are different. The degree of students’ conceptual understanding is
related to the richness and extent of the connections they have made.
Siswa dapat dikatakan sudah memahami konsep matematis jika ia sudah
dapat memahami suatu konsep matematika dengan berbagai permasalahan
7. matematis. kemudian ia menghubungkan informasi yang sudah didapatkan
sebelumnya dengan informasi yang baru, yang kemudian ia jadikan suatu
pemahaman baru yang membantunya untuk menyelesaikan masalah
matematis.
Indikator kemampuan pemahaman konsep menurut NCTM dapat
dilihat jika siswa mampu: (1) memaknai secara verbal dan tulisan konsep
yang ditemukan, (2) mengidentifikasi masalah dan membuat contoh atau
bukan contoh, (3) menggunakan model diagram dan simbol-simbol untuk
mempresentasikan suatu konsep, (4) mengubah suatu bentuk bentuk
representasi kebentuk yang lainnya, (5) mengenal berbagai konsep yang
bermakna dan mampu menginterpretasikan konsep, (6) mengidentifikasi
konsep yang diberikan dan memahami konsep tersebut, dan
(7) membandingkan dan membedakan konsep.
Depdikbud, 1994 (Rakman, 2012) terdapat indikator yang
menunjukkan bahwa siswa sudah memiliki pemahaman yang baik yaitu:
(1) menangkap ide yang dipelajarinya melalui pengamatan yang
dilakukan. hal-hal yang diamati dapat bersumber dari apa yang dilakukan
sendiri ataupun dari apa yang ditunjukkan oleh guru,
(2) menggabungkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah
ada, (3) mengorganisasikan kembali pengetahuan yang telah terbentuk,
dan (4) membangun pemahaman pada setiap belajar matematika akan
memperluas pengetahuan matematika yang dimiliki.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa pemahaman konsep matematis adalah kemampuan
menyerap atau memahami ide atau konsep abstrak kemudian dihubungkan
dengan konsep matematik, sehingga terbentuk pemahaman baru yang
menghidarkan siswa dari kesalahan pada saat menyelesaikan suatu
masalah matematik.
Kemampuan Komunikasi Matematis
8. Komunikasi merupakan hal yang sangat mendasar dalam
kehidupan manusia. Secara sederhana komunikasi dapat terjadi apabila
ada kesamaan antara penyampai pesan dengan orang yang menerima
pesan. Pada hakikatnya, komunikasi dalam proses pembelajaran
merupakan proses komunikasi antara guru dan siswa, dimana ada yang
menjadi komunikan dan ada pula yang menjadi komunikator. Proses
komunikasi yang mungkin terjadi selama proses pembelajaran adalah:
(1) komunikasi searah; komunikasi ini terjadi dari guru ke siswa dimana
guru sebagai komunikator dan siswa sebagai komunikannya, kegiatan
belajar bersifat demonstrasi, (2) komunikasi dua arah; komunikasi ini
terjadi antara guru dengan siswa ataupun siswa dengan guru dimana siswa
bisa menjadi komunikan ataupun komunikator begitu pula dengan guru,
kegiatan belajarnya menggunaka metodologi, dan (3) komunikasi banyak
arah; komunikasi ini terjadi antara siswa dengan guru, atau guru dengan
siswa, atau siswa dengan siswa, kegiatan belajarnya bersifat demonstrasi
maupun bersifat eksperimen (Darhim, 2007).
Komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin
“communis” atau dalam bahasa Inggris “commun” yang artinya sama atau
sama maknanya atau pengertian bersama. Komunikasi selalu melibatkan
dua orang atau lebih dalam berinteraksi dengan berbagai niat, motivasi,
dan kemampuan. Komunikasi yang efektif ditandai dengan keaktifan
penerima menanggapi pesan atau informasi yang diperoleh berupa
pertanyaan, jawaban pertanyaan atau berupa perbuatan baik. Suherman
dan Winaputra (1993) menyatakan bahwa komunikasi adalah proses atau
cara penyampaian ide-ide, pandangan, pemikiran atau menjelaskan
pengertian antar sesama pribadi yaitu komunikator dengan komunikan.
Jenis komunikasi ada 4 macam, yaitu: (1) komunikasi bersifat informatif,
(2) komunikasi bersifat edukatif, (3) komunikasi bersifat persuasif, dan (4)
komunikasi bersifat resprektif.
Menurut Suherman (nd), fungsi kemampuan komunikasi adalah:
(1) memberi keterangan, data, atau fakta yang berguna bagi segala aspek
9. kehidupan, (2) mendidik untuk menuju pencapaian diri, dan
(3) membujuk orang untuk berperilaku sesuai dengan kehendak yang
diharapkan oleh komunikatornya. Juandi, Suhendra, dan Al Jupri (2009)
menyatakan pentingnya komunikasi matematis yang dimiliki oleh siswa
untuk dapat mengemukakakn gagasan dan menyelesaikan masalah, dari
permasalahan biasa hingga permasalahan yang kompleks dalam kehidupan
sehari-hari. Karena begitu pentingnya komunikasi maka perlu
ditumbuhkembangkan dalam suatu proses pembelajaran.
Dalam standar kurikulum matematika untuk kelas 5-8 menurut
NCTM matematika sebagai alat komunikasi dapat: (1) memodelkan situasi
secara lisan, tertulis, gambar grafik, dan secara aljabar,
(2) merefleksi dan mengklarifikasi tentang pemikiran matematis siswa
terhadap suatu masalah matematis (3) mengembangkan pemahaman
umum dari gagasan-gagasan matematis (4) menggunakan keterampilan
membaca, mendengar dan melihat untuk menginterpretasi dan
mengevaluasi gagasan matematika, (5) mengkaji gagasan matematika
melalui konjektur dan alasan yang meyakinkan, dan (6) memahami nilai
dari notasi dan peran matematika dalam pengembangan gagasan
matematis.
Manfaat membangun kemampuan komunikasi matematika bagi
siswa adalah: (1) memodelkan situasi dengan lisan, tertulis, gambar,
grafik, dan secara aljabar, (2) merefleksi dan mengklarifikasi dalam
berpikir mengenai gagasan-gagasan matematika dalam berbagai situasi,
(3) mengembangkan pemahaman terhadap gagasan-gagasan matematika
termasuk peranan definisi-definisi dalam matematika, (4) menggunakan
keterampilan membaca, mendengar, dan menulis untuk
menginterpretasikan dan mengevaluasi gagasan matematika,
(5) mengkaji gagasan matematika melalui konjektur dan alasan yang
meyakinkan, (6) memahami nilai dari notasi dan peran matematika dalam
pengembangan gagasan matematika, (7) membuat model dari suatu situasi
melalui lisan, tulisan, benda, benda konkrit, gambar, grafik, dan metode-
10. metode aljabar, (8) menyusun refleksi dan membuat klasifikasi tentang ide
matematika, (9) mengembangkan penalaran dasar matematika tes masuk
aturan-aturan definisi matematika, (10) menggunakan kemampuan
membaca, menyimak dan mengamati untuk menginterpretasi dan
mengevaluasi suatu ide matematika, (11) mendiskusikan ide-ide membuat
konjektur, menyusun argument, merumuskan definisi dan generalisasi, dan
(12) mengapresiasi nilai-nilai dari suatu notasi matematika termasuk
aturan-aturannya dalam mengembangkan ide matematika (Suherrman, nd).
Dalam proses pembelajaran tidak selalu dapat berjalan lancar,
dalam komunikasi yang terjadi antara siswa dengan guru bisa terjadi
kebingungan, salah pengertian, bahkan menimbulkan kesalahan konsep.
Kesalahan komunikasi dalam proses pembelajaran dapat terjadi
disebabkan oleh: (1) guru sebagai komunikator kurang mampu dalam cara
menyampaikan pesan, (2) adanya perbedaan daya tangkap antara siswa
sebagai komunikan, (3) adanya perbedaan ruang dan waktu antara guru
sebagai komunikator dengan para siswa sebagai komunikan, dan (4)
jumlah siswa sebagai komunikan sangat besar sehingga sukar dijangkau
secara perorangan oleh guru sebagai komunikator (Darhim, 2007).
Indikator kemampuan siswa dalam komunikasi matematika pada
pembelajaran matematika menurut NCTM dapat dilihat dari:
(1) mampu mengekspresikan gagasan-gagasan matematis melalui lisan,
tulisan, dan mengemukakan serta menggambarkan secara visual, (2)
memahami, menginterpretasi, dan mengevaluasi gagasan-gagasan
matematis beik secara lisan, tulisan atau hal lainnya, dan (3) mampu
menggunakan istilah, notasi, dan struktur matematika untuk menyajikan
gagasan matematis, menggambarkan hubungan matematis, dan contoh
masalah matematis. Makin tinggi intensitas proses belajar yang terjadi
sebagai dampak dari komunikasi, maka semakin baik proses pembelajaran
itu kita nilai. Komunikasi pembelajaran yang tidak menghasilkan proses
belajar yang intensif dapat dinilai sebagai komunikasi yang gagal
(Suherman dan Winataputra, 1993).
11. Pembelajaran merupakan proses komunikasi yang tertuju pada
perubahan diri siswa, sehingga perlu dikaji beberapa prinsip komunikasi
dan perubahan sikap. Krech, dkk (Suherman dan Winataputra, 1993)
menyatakan beberapa prinsip yang berkaitan antara komunikasi dengan
perubahan sikap yang dapat dipakai sebagai pedoman dalam
pembelajaran, antara lain sebagai berikut: (1) sikap seseorang dibentuk
oleh informasi yang ia peroleh atau ia hadapi, (2) keterkaitan seseorang
pada kelompoknya banyak menentukan posisi sikapnya, (3) sikap
seseorang mencerminkan kepribadiannya, (4) perubahan sikap terjadi
melalui penyajian informasi tambahan, perubahan keterkaitan kelompok,
penguatan, dan prosedur perubahan kepribadian, dan (5) arah dan tingkat
perubahan sikap yang disebabkan oleh informasi tambahan yang
merupakan fungsidari faktor-faktor lingkungan, sumber, media, bentuk,
dan isi informasi.
12. DAFTAR PUSTAKA
-------. (2010). Kemampuan Komunikasi Matematika. [Online]. Tersedia:
http://www.scribd.com/doc/135712714/KEMAMPUAN-KOMUNIKASI-
MATEMATIK1
-------. (nd). Pengertian Instrumen. [Online]. Tersedia:
http://www.scribd.com/doc/58312074/Pengertian-Instrumen.
Apriani, Dewi. [2012]. Pengaruh Penggunaan Pendekatan Keterampilan
Metakognitif Dalam Pembelajaran Matematika Terhadap Peningkatan
Kemampuan Berpikir Kreatif pada Siswa SMP. [Online]. Tersedia:
http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=12525
Charles, R., Lester, F., and O’Daffer, P. (1994). How To Evaluate Progress In
Problem Solving.Virginia: National Council of Teacher of Mathematics.
Darhim. 2007. Workshop Matematika Edisi 1. Bandung: Penerbit Universitas
Terbuka.
Departemen Pendidikan Nasional RI (2006). Permendiknas Nomor 22 Tahun
2006 Tentang Standar untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah.
Jakarta: Depdiknas RI.
Faiqoh, Elok. Penerapan Model Transaktif Dalam Pembelajaran Matematika
Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa
SMA :Studi Eksperimen Terhadap Siswa Kelas XI IPS SMAN 20 Bandung.
[Online]. Tersedia: http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=2512
Godino. [nd]. Mathematical Concepts, Their Meanings, and Understanding.
[Online]. Tersedia:
http://www.ugr.es/~jgodino/articulos_ingles/meaning_understanding.pdf.
Juandi,dkk. [2010]. Kemampuan Komunikasi dan Representasi Matematis.
[Online].Tersedia:
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/1964011
71992021-DADANG_JUANDI/Proposal_kompetitif_2010.pdf
Kesumawati. Pemahaman Konsep Matematik Dalam Pembelajaran Matematika.
[Online]. Tersedia: http://eprints.uny.ac.id/6928/1/P-
18%20Pendidikan%28Nila%20K%29.pdf
Kilpatrick, J., Swafford, J., and Findell, B. (2001). Adding It Up: Helping
Children Learn Mathematics. Washington, DC: National Academy Press.
Manik. [2009]. Penunjang Belajar Matematika Untuk SMP/Mts. BSE:
Departemen Pendidikan Nasional.
13. Munthe, B. (2009). Desain Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.
Nainggolan. Model Pembelajaran Reflektif Untuk Meningkatkan Pemahaman
Konsep Dan Kemampuan Komunikasi Matematis Studi Eksperimen Di Suatu
Sekolah Dasar Di Bandung. [Online]. Tersedia:
http://repository.upi.edu/tesisview.php?no_tesis=1450
Nuharini, dkk. [2008]. Matematika Konsep dan Aplikasinya. BSE: Departemen
Pendidikan Nasional
Prabawanto, S. (2013). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah,
Komunikasi dan Self-Efficacy Matematis Mahasiswa melalui Pembelajaran
dengan Pendekatan Metacognitive Scaffolding. Bandung: UPI
Rakman. Pembelajaran Matematika Dengan Menggunakan Pendekatan
Metakognitif Untuk Mencapai Kemampuan Pemahaman Konsep Dan
Penalaran Matematis Siswa SMA. [Online]. Tersedia:
http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=9467
Rohim, S. (2009). TEORI KOMUNIKASI Perspektif, Ragam, dan Aplikasi.
Romberg,T.A, et.al. (1989). Curiculum and Evaluation Standards for School
Mathematics. ----: National Council of Teachers of Mathematics.
Ruhyadi. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep dan Koneksi
Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD Disertai Tugas Bentuk Superitem. [Online]. Tersedia:
http://repository.upi.edu/tesisview.php?no_tesis=2110
Rofiah. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematika Pada Siswa Kelas VII
SMPN 2 Depok Yogyakarta Dalam Pembelajaran Matematika Melalui
Pendekatan Inkuiri. [Online]. Tersedia:
http://eprints.uny.ac.id/1426/1/Skripsi___Asiatul_Rofiah_%2806301244083%
29.pdf
Siahaan, P. (nd). Evaluasi, Pengukuran, Tes, Penilaian (ASESMEN), dan
Penilaian Kelas. [Online]. Tersedia:
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._FISIKA/19580301198002
1-
PARSAORAN_SIAHAAN/Presentasi_Kuliah/Pengertian_dasar_Evaluasi_dll-
DOMAIN_BELAJAR.pdf
Sudijono, A. (2007). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
Suherman. (nd). Belajar dan Pembelajaran Matematika.Modul Kuliah.
Suherman. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA
14. Suherman dan Winaputra. (1993). Strategi Belajar Mengajar Matematika.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Suprianto, Hennry. (2011). Meningkatkan Pemahaman Konsep Perkalian
Bilangan Cacah Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Numbered Heads Together (Penelitian Tindakan Kelas Pada Siswa Kelas IV di
SDN 2 Ciramahilir Kecamatan Maniis Kabupaten Purwakarta). [Online].
Tersedia: http://repository.upi.edu/skripsiview.php?no_skripsi=6451
Susetyo, B. (nd). Pengembangan Tes Hasil Belajar dengan Teori Modern.
[Online]. Tersedia:
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/1958090719870
31-BUDI_SUSETYO/Teori_Modern-Tesx.pdf
Suzana, Y. [2012]. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Penalaran
Matematik Siswa Sma Melalui Pembelajran Dengan Pendekatan Metakognitif.
[Online]. Tersedia: http://digilib.upi.edu/digitalview.php?digital_id=215 (20
Juli 2012)
Wagiyo. [2008]. Pegangan Belajar Matematika. BSE: Departemen Pendidikan
Nasional.
Widdiharto. [2008]. Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika SMP dan Alternatif
Proses Remidinya. [Online]. Tersedia:
http://www.p4tkmatematika.org/fasilitasi/22-diagnosis-kesulitan-belajar-
matematika-smp-Rachmad.pdf
Wintarti, dkk. [2008]. Contextual Teaching and Learning Matematika SMP. BSE:
Departemen Pendidikan Nasional.