2. • Perbedaan Regresi Logistik
Sederhana dan Berganda
• Aplikasi Regresi Logistik
Sederhana Pada SPPS
Today’s
Topics
3. Perbedaan Regresi Logistik
Sederhana dan Berganda
•Regresi logistik merupakan pendekatan model
matematis untuk menganalisa hubungan antara satu
atau beberapa variabel independen (kategori dan
numerik) dengan variabel dependen kategorik yang
bersifat dikotom/biner.
4. Perbedaan Regresi Logistik
Sederhana dan Berganda
•Variabel kategorik dikotom: variabel dengan dua
nilai variasi atau kategori
•Misal status patah tulang (1=patah tulang, 0= tidak
patah tulang), status BBLR (0=BBLR, 1=normal), dan
status PJK (0=tidak PJK, 1= PJK) dan sebagainya.
•Regresi logistik sederhana untuk mengolah data
dengan satu variabel independen atau faktor resiko.
•Regresi logistik berganda untuk mengolah data
lebih dari satu variabel independen atau faktor
resiko.
5. Model regresi logistik dapat digunakan pada penelitian yang
menggunakan metode potong lintang (cross sectional), kasus
kontrol (case control), maupun kohort (cohort).
Regresi logistik mengevaluasi efek dari satu faktor paparan
atau lebih, dan biasa digunakan untuk:
a. Membandingkan variabel outcome diantara 2 kategori dari
variabel paparan atau perlakuan/perawatan.
b. Membandingkan lebih dari dua kelompok paparan atau
faktor resiko.
c. Menganalisis efek variabel paparan baik kategori maupun
kontinus (numerik).
6. Pertama, perhatikan rumus dasar Odds rasio
Odds para kelompok terpapar = Odds pada kelompok tidak
terpapar x OR variabel X
Odds Rasio variabel X = Odds pada kelompok terpapar
Odds pada kelompok tidak terpapar
Kedua, Formula dasar pemodelan regresi logistik adalah
Odd Rasio* = Baseline x paparan (Exposure) ................(1 paparan)
Odd Rasio *= Baseline x paparan1 (Exposure1) x paparan2
(Exposure2) ..........(2 paparan)
*OR outcome/penyakit/kondisi kesehatan
7. Odds Ratio tiap kelompok terdiri dari 2 model parameter :
a.Baseline odds, nilai odds pada kelompok yang tidak
terpapar.
b.OR (odds ratio) outcome, menggambarkan efek paparan
atau faktor resiko/variabel independen terhadap odd rasio
penyakit.
Grup paparan Odds outcome Odds outcome, pada
regresi logistik
Terpapar (group 1) Baseline odds x OR
faktor paparan
Baseline x faktor
paparan/variabel
independen
Tidak terpapar
(group 0)
Baseline Odds Baseline
8. Aplikasi Regresi Logistik Sederhana
(Aplikasi SPSS)
STUDI KASUS 3:
• Peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian patah tulang
pinggul pada lansia di Geelong, Australia?
• Variabel independenya:
1)geometri pada tulang pinggul (Kepadatan tulang/Bone Mineral
Density/BMD);
2) umur (current age);
3) berat badan (weight);
4) tinggi badan (height);
5) status minum alkohol(drink status);
6) status merokok (D1, smoking);
7) riwayat patah tulang pada keluarga (Hip_fracture_parents_spine_hip);
8). konsumsi kalsium dan vitamin D (Calcium_VitD2);
9) status menopause (F5xmenoadj),
10) penggunaan steroid/kortisteroid(Steroid2)
9. BUKA DATA : kasus_iii_hip_fracture1.sav
SUMBER DATA: Najmah, Margaret Henry, Lyle Gurrin, Julie
Pasco, 2009, STUDI GEELONG OSTEOPOROSIS STUDY /GOS,
MELBOURNE, AUSTRALIA, Thesis: 2009, University of
Melbourne
10.
11. Karakteristik/ outcome (patah tulang,
n= 44, tidak patah tulang, n= 454)
OR 95 % CI P Value
Penggunaan hormon
steroid/kortikosteroid, n (%) Ya
Status merokok, n (%) Ya
Status menopause , n (%) Ya
Penggunaan kalsium/multivitamin D , n
(%) Ya
Terapi hormon , n (%)
Physical Activity n, (%)
Riwayat keluarga , n (%) Ya
Status minum alkohol , n (%) Ya
OR 95 % CI P Value
Tinggi badan ,cm
Usia saat ini, tahun
Berat badan, kg
Kadar mineral tulang, g/cm2
Tabel 44. Analisis Regresi Logistik Sederhana
12. Langkah-langkah uji regresi linear
sederhana,aplikasi SPSS :
Variabel Status Merokok (D1)
• Langkah 1: Pada menu bar pilih
Analyze-Regression-Binary
Logistic.
13. Langkah 2 : Masukkan
variabel hip fracture
status (status patah
tulang) pada dependent
variabel, dan masukkan
status merokok (D1)
variabel independen ke
dalam covariate.
15. Langkah 4: Klik continue dan OK.
**Identifikasi Data yang hilang dan pemberian kode variabel dependen oleh SPSS
16.
17. **Nilai OR, 95 % Derajat Kepercayaan dan P value nilai variabel
merokok
18. Output Status Minum Alkohol
Output SPSS BMD (bone mineral density)
Output SPSS Penggunaan Kortiksteroid/Steroid
19. Exercise!
Coba anda lakukan latihan untuk variabel lainnya dengan
langkah yang sama!
Variabel independenya:
1) Geometri pada tulang pinggul (Kepadatan tulang/Bone
Mineral Density/stdNNBMD);
2) umur (current age);
3) berat badan (weight);
4) tinggi badan (height);
5) status minum alkohol(drink status);
6) status merokok (D1, smoking);
7)riwayat patah tulang pada keluarga
(Hip_fracture_parents_spine_hip);
8). konsumsi kalsium dan vitamin D (Calcium_VitD2);
9) status menopause (F5xmenoadj),
10) penggunaan steroid/kortisteroid (Steroid2)
20. Langkah 5: Menuliskan Laporan Tabel dan Interpretasi
Karakteristik/ outcome (patah tulang,
n= 44, tidak patah tulang, n= 454)
OR 95 % CI P Value
Penggunaan hormon
steroid/kortikosteroid, n (%) Ya
0,587 0,175-1,966 0,388
Status merokok, n (%) Ya 1,464 0,781-2,746 0,234
Penggunaan kalsium/multivitamin D , n
(%) Ya
0,383 0,134-1,099 0,074
Aktivitas fisik , n (%) Ya 4,946 2,110-11,589 0,001
Riwayat keluarga , n (%) Ya 0,333 0,044-2,504 0,286
Status minum alkohol, n (%) Ya 0,293 0,141-0,606 0,001
OR 95 % CI P Value
Tinggi badan ,cm 1,009 0,960-1,060 0,715
Usia saat ini, tahun 1,076 1,028-1,127 0,002
Berat badan, kg 0,972 0,946-0,999 0,043
Kadar mineral tulang, g/cm2 0,457 0,314-0,665 0,001
21. Interpretasi untuk hasil numerik:
• Setiap kenaikan ketebalan 1 g/cm2 kadar
mineral tulang, akan menurunkan resiko
patah tulang pinggul sebesar 0.45 kali.
Dengan derajat kepercayaan 95%, di populasi
setiap kenaikan ketebalan 1 g/cm2 kadar
mineral tulang, akan menurunkan resiko
patah tulang pinggul sebesar 0.31 kali hingga
0,67 kali. Nilai P 0.001 menunjukkan adanya
hubungan adanya hubungan antara kadar
mineral tulang dan kejadian patah tulang
pinggul pada wanita di Geelong, Australia
22. Interpretasi untuk hasil numerik:
• Perilaku merokok pada wanita dapat meningkatkan
1,5 kali resiko untuk patah tulang pinggul
dibandingkan dengan lansia yang tidak merokok. Di
populasi, dengan derajat kepercayaan 95%, perilaku
merokok menurunkan 0.78 resiko patah tulang
pinggul (22 % menurunkan resiko) dan meningkatkan
resiko 2,7 untuk patah tulang dibandingkan wanita
perokok.
• Kesimpulan akhir dengan nilai signifikansi 0.23
menunjukkan tidak ada hubungan antara status
merokok dan kejadian patah tulang pinggul pada
wanita di Geelong Australia.
• Coba Anda interpretasikan hasil lainnya!