SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  50
Télécharger pour lire hors ligne
DOKUMEN
TIM KERJA PENGARUSUTAMAAN REDD+
KE DALAM SISTEM PERENCANAAN
PEMBANGUNAN

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN
Pengarusutamaan REDD+
Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+ Indonesia

PEDOMAN GREENING MP3EI
DALAM KERANGKA REDD+
PEDOMAN GREENING MP3EI
DALAM KERANGKA REDD+

DESEMBER 2013
Penanggung Jawab:
Lukito Dinarsyah Tuwo, Wakil Menteri PPN/ Wakil Kepala Bappenas sebagai Ketua Tim Kerja
Pengarusutamaan REDD+ ke dalam Sistem Perencanaan Pembangunan
Tim Pengarah:
Endah Murniningtyas, Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Bappenas,
selaku Wakil Ketua Tim Kerja Pengarusutamaan REDD+ ke dalam Sistem Perencanaan Pembangunan
Basah Hernowo, Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air, Bappenas, selaku Sekretaris
Tim Kerja Pengarusutamaan REDD+ ke dalam Sistem Perencanaan Pembangunan
Tim Penulis:
Bahruni Said
Haryanto R. Putro
Mahawan Karuniasa
Rebekka S. Angelyn
Sudarsono Soedomo

Editor:
Ahmad Bahri R, Dadang Jainal Mutaqin, Medrilzam, Miranti Triana Zulkifli, Mohammad Showam, Nita
Kartika, Nur Hygiawati Rahayu, Pungky Widiaryanto
Kontributor Utama:
Hariadi Kartodihardjo, Herry Darwanto, Mesdin C. Simarmata, Syamsidar Thamrin, Wahyuningsih
Daradjati

Tata Letak:
AKSARA BUANA
Penerbit:
…
Kata Pengantar
Pedoman Greening MP3EI ini dibuat dengan maksud untuk lebih menambah kepastian bahwa
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan ekonomi telah memperhatikan isu lingkungan dan isu
sosial sehingga hasil pembangunan yang dicapai dapat berkelanjutan. Untuk itu perlu dikembangkan
kriteria dan indikator dari setiap isu pembangunan yang harus dipenuhi agar pembangunan yang
dilakukan mempunyai peluang yang lebih tinggi untuk berkelanjutan. Namun, kriteria dan indikator
yang disajikan dalam pedoman ini lebih bersifat panduan umum dan minimum, sehingga pengguna
pedoman ini dapat melakukan penyesuaian dan penambahan sesuai dengan kebutuhan lokal. Ide
sentralnya adalah bahwa keberlanjutan pembangunan sangat tergantung kepada berbagai jenis
kapital, sehingga level kapital harus terus dijaga agar tidak mengalami penurunan. Sampai batas
tertentu, penurunan level dari satu kapital dapat digantikan dengan peningkatan level dari kapital
lainnya.
Secara lebih sempit, pedoman ini memberi panduan bagaimana mencapai pertumbuhan ekonomi
yang tinggi sebagaimana tertuang dalam dokumen MP3EI dengan sejauh mungkin menekan
deforestasi, yang juga barmakna menekan emisi, khususnya emisi karbon. Oleh karena itu, greening
lebih difokuskan kepada sektor-sektor yang berpeluang lebih tinggi bagi terjadinya deforestasi, yakni
sektor-sektor yang berbasis lahan seperti kehutanan, pertanian, dan pertambangan. Hal ini sekaligus
juga menunjukkan bahwa pedoman ini lebih memfokuskan diri pada emisi jangka pendek, karena
menghindari membuka hutan hari ini tidak berarti akan menghasilkan emisi karbon yang lebih
rendah dalam jangka panjang, misalnya karena jarak tempuh yang lebih jauh akan membutuhkan
bahan bakar yang lebih banyak.
Sangat disadari bahwa pedoman greening MP3EI ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran dari siapapun demi perbaikan akan sangat dihargai. Ketidaksempurnaan seharusnya tidak
menghalangi kita untuk melangkah ke arah yang lebih baik, betapapun kecilnya langkah tersebut.
Jika menunggu sempurna terlebih dahulu sebelum membuat langkah perbaikan, maka tidak akan
pernah ada langkah perbaikan yang dilakukan. Semoga pedoman ini bermanfaat.
DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN	
1.1. Latar Belakang	
1.2. Tujuan	
1.3. Ruang Lingkup Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+	
1.4. Landasan Hukum	

1
1
4
6
9

BAB 2. PRINSIP DAN PENDEKATAN GREENING MP3EI	11
2.1. Prinsip Dasar Pembangunan Berkelanjutan	
11
2.2. Prinsip, Kriteria dan Indikator Greening MP3EI bidang REDD+	
11
2.2.1. Kriteria dan Indikator Ekonomi	
13
2.2.2. Kriteria dan Indikator Lingkungan	
13
2.2.3. Kriteria dan Indikator Sosial	
14
2.3. Pendekatan Greening MP3EI	14
BAB 3. INTEGRASI PEDOMAN GREENING KE DALAM MP3EI	
3.1. Perencanaan dan Pelaksanaan MP3EI	
3.2. Objek Greening MP3EI	
3.3. Pengguna Pedoman Greening MP3EI	
3.4. Mekanisme Penggunaan Pedoman Greening MP3EI	

19
19
20
20
21

BAB 4. TAHAPAN PELAKSANAAN GREENING MP3EI	
4.1. Kerangka Kerja Pelaksanaan Greening MP3EI	
4.2. Pelaksanaan Greening MP3EI	
4.2.1. Tahap 1: Penapisan Objek Greening MP3EI	
4.2.2. Tahap 2: Penapisan Keberlanjutan MP3EI	
4.2.3. Tahap 3: Analisis Trade off	
4.2.3.1. Identifikasi sasaran pembangunan	
4.2.3.2. Analisis trade off MP3EI	
4.3. Pengambilan Keputusan Hasil Greening MP3EI Bidang REDD+	
4.4. Identifikasi Prasyarat Keberlanjutan	

23
23
26
26
27
29
29
32
33
35
BAB 5. DOKUMENTASI PUBLIKASI DAN PENJAMINAN
KUALITAS GREENING MP3EI BIDANG REDD+	
5.1. Dokumentasi Greening MP3EI	
5.2. Akses Publik dalam Greening MP3EI	
5.3. Penjaminan Kualitas Greening MP3EI	

37
37
37
37

BAB 6. PENUTUP	39

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kebutuhan analisis pada setiap cakupan wilayah greening MP3EI
bidang REDD+	
Tabel 2. Program dan kegiatan MP3EI terkait bidang REDD+	
Tabel 3. Penyajian informasi untuk penapisan
keberlanjutan menurut analisis kesesuaian ruang MP3EI	
Tabel 4. Identifikasi potensi keberlanjutan MP3EI menurut
tipologi sensitivitas ruang	
Tabel 5. Target penurunan emisi GRK menurut sektor	

17
26
28
28
31

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Kerja MP3EI	
Gambar 2. Transformasi MP3EI melalui Greening bidang REDD+	
Gambar 3. Prinsip dasar greening bidang REDD+	
Gambar 4. Keberlanjutan lingkungan, sosial dan ekonomi
greening bidang REDD+	
Gambar 5. Keterkaitan MP3EI dan isu REDD+
di dalam rencana pembangunan	
Gambar 6. Perluasan Perhitungan Ekonomi (Cato, 2009)	
Gambar 7. Harmonisasi sasaran pembangunan melalui
Greening MP3EI bidang REDD+	
Gambar 8. Kerangka tahapan pelaksanaan greening MP3EI	
Gambar 9. Aspirasi pencapaian PDB Indonesia (MP3EI, 2011)	
Gambar 10. Baseline MP3EI dan kemungkinan
kondisi proyeksi indikator greening MP3EI bidang REDD+
di dalam analisis trade off	

3
5
6
8
9
12
16
23
30

33
BAB 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPPC) memperkirakan suhu permukaan bumi
telah meningkat sebesar 0,740 C selama periode tahun 1906 – 2005. Kenaikan suhu ini terkait
dengan meningkatnya emisi gas rumah kaca, khususnya meningkatnya jumlah CO2 di atmosfir,
yaitu dari 280 ppm pada masa revolusi industri tahun 1750 menjadi 383 ppm pada tahun 2007.
Apabila kondisi ini tetap berlangsung atau dalam kondisi business as usual, diperkirakan pada
tahun 2100 suhu permukaan bumi akan meningkat 1,70 C – 4,50 C. Peningkatan ini berpotensi
melampaui batas kenaikan suhu yang dapat diterima untuk keberlanjutan kehidupan manusia
di bumi, yaitu 20 C . Setelah negara-negara yang turut serta dalam KTT Bumi di Rio de Janeiro,
Brasil tahun 1992 meratifikasi pembentukan United Nation Framework Convention on Climate
Change (UNFCCC), upaya menghadapi perubahan iklim menjadi isu dan aksi global. Dalam
upaya pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Indonesia turut aktif dalam berbagai
pembahasan isu maupun aksi lingkungan global tersebut.
Sebagian besar emisi GRK dihasilkan oleh negara maju. Dalam menghadapi kondisi ini,
telah dilakukan beberapa upaya meliputi kebijakan, formulasi, program dan implementasi
proyek, sampai dengan kegiatan percontohan di beberapa tempat. Beberapa upaya tersebut
berdasarkan pada resolusi international yaitu pengurangan emisi dari degradasi hutan dan
deforestasi (REDD+). Sejak Conferences of the Parties (COP) ke 13 United Nation Framework
Convention on Climate Change (UNFCCC) di Bali tahun 2007, mekanisme REDD+ telah dibahas
dalam konteks pelaksanaannya di Indonesia oleh Kementerian Kehutanan.

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+

1
Pada tanggal 26 Mei 2010, pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah Norwegia telah
menandatangani Letter of Intent (LoI) untuk melakukan kerjasama REDD+ dalam rangka
mengatasi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh degradasi hutan dan deforestasi serta
degradasi lahan gambut di Indonesia. REDD+ memberikan kesempatan kepada negara
berkembang seperti Indonesia untuk melangkah melaksanakan pembangunan karbon rendah
(low carbon development) melalui implementasi REDD+. Sedangkan bagi negara industri seperti
Norwegia, dapat mendukung penanggulangan deforestasi melalui kontribusi pendanaan
untuk pelaksanaan kegiatan tersebut. REDD+ juga memberikan dorongan bagi pemerintah
Indonesia dalam upaya mencapai target Rencana Aksi Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca
(RAN GRK) yang merupakan komitmen sukarela pemerintah Indonesia terhadap dunia untuk
mengurangi emisi sebesar 26% pada tahun 2020 dengan skenario business as usual atau
sebesar 41% apabila dengan dukungan internasional.
Tahap pertama dari kerjasama REDD+ adalah membangun kelembagaan yang memiliki
kapasitas manajemen dan implementasi kegiatan awal REDD+ yang akan dilakukan di
beberapa provinsi prioritas dan wilayah yang tersebar di seluruh Indonesia. Satuan Tugas (Task
Force) telah dibentuk untuk memfasilitasi pembentukan kelembagaan REDD+. Kelompok
kerja (Working Group) juga telah dibentuk untuk membantu pengembangan landasan hukum
lembaga, mendisain mekanisme finansial, serta pengembangan infrastruktur untuk mengukur,
memonitor, pelaporan dan verifikasi stok karbon dan perubahan stok karbon. Kelompok
Kerja (Working Group) lainnya juga dibentuk untuk mendukung pengembangan komunikasi,
pelibatan pemegang kepentingan untuk mendukung pelaksanaan REDD+ (learning by
doing) di beberapa areal percontohan dan provinsi prioritas, selain itu Kelompok Kerja untuk
harmonisasi REDD+ kedalam pembangunan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Implementasi REDD+ akan menjadi langkah penting untuk pengembangan ekonomi rendah
karbon (low emission development) di Indonesia yang memiliki hutan tropis dengan berbagai
kekayaan hayatinya serta sebagai suatu peluang untuk pemerintah Indonesia untuk melakukan
perbaikan tata kelola pengelolaan hutan dan lahan gambut di Indonesia.

2

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
Dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025
(RPJPN) dan untuk melengkapi dokumen perencanaan guna meningkatkan daya saing
perekonomian nasional yang lebih solid, diperlukan adanya masterplan percepatan dan
perluasan pembangunan ekonomi Indonesia yang memiliki arah yang jelas, strategi yang
tepat, fokus dan terukur. Berdasarkan pertimbangan tersebut, pemerintah menetapkan
Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Substansi dari Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 adalah pengembangan koridor
ekonomi Indonesia menggunakan tiga strategi utama yaitu pengembangan potensi ekonomi,
penguatan konektivitas nasional dan penguatan kemampuan sumber daya manusia dan iptek
(ilmu pengetahuan dan teknologi) nasional, ditunjukkan pada Gambar 1.

KERANGKA KERJA MP3EI
VISI
INDONESIA
2025
Inisiatif
Strategis
MP3EI

STRATEGI
UTAMA
MP3EI

PRINSIP
DASAR
MP3EI

“Mewujudkan
masyarakat Indonesia yang
Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur”
1. Mendorong realisasi Investasi skala besar di 22 kegiatan ekonomi utama
2. Sinkronisasi rencana aksi nasional untuk merevitalisasi kinerja sektor riil
3. Pengembangan center of excellence di setiap koridor ekonomi
pengembangan
potensi ekonomi
melalui koridor
ekonomi

PENGUATAN
KONEKTIVITAS
NASIONAL

PENGUATAN
KEMAMPUAN
SDM DAN IPTEK
NASIONAL

PRINSIP DASAR DAN PRASYARAT KEBERHASILAN
PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI

Sumber : Kementerian Koordinator Dalam Kerangka Perekonomian. 2011. MP3EI 2011-2025

Gambar 1 Kerangka Kerja MP3EI

MP3EI adalah bagian dari Pembangunan Nasional, dengan pembangunan berkelanjutan
sebagai salah satu prinsip dasar MP3EI. Untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan MP3EI,
dibutuhkan beberapa prasyarat keberhasilan, yaitu peran pemerintah dan dunia usaha,
reformasi kebijakan keuanga Negara, reformasi birokrasi, penciptaan konektivitas antar
wilayah, kebijakan ketahanan pangan, air dan energi, serta jaminan sosial dan penanggulangan

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+

3
kemiskinan. Selain berpedoman pada prinsip dasar dan terpenuhinya prasyarat keberhasilan,
dengan adanya komitmen nasional untuk pengurangan gas rumah kaca untuk menghadapi
perubahan iklim, MP3EI juga perlu dirumuskan dengan memperhatikan RAN GRK.
Sebagai bagian integral dan komplementer Rencana Pembangunan Jangka Panjang 20052025, MP3EI menyesuaikan dengan sistem perencanaan pembangunan nasional maupun
prasyarat yang dibutuhkan untuk keberhasilan pelaksanaannya. Berdasarkan Undang-Undang
No 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, kunci keberhasilan
integrasi MP3EI dalam perencanaan pembangunan berada pada tahapan proses perencanaan
pembangunan, yang terdiri dari empat tahapan, yaitu (1) penyusunan rancangan awal
rencana pembangunan, (2) penyiapan rancangan rencana kerja, (3) musyawarah perencanaan
pembangunan dan (4) penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.
Untuk mendukung upaya reduksi emisi GRK dalam MP3EI, diperlukan upaya integrasi MP3EI
dalam perencanaan pembangunan dengan mempertimbangkan RAN GRK yang telah
ditetapkan sebagai kebijakan pemerintah melalui Peraturan Presiden No 61 tahun 2011.
Melalui Kepres No 19 tahun 2010 dan Kepres No 25 tahun 2011 tentang Satgas Persiapan
Kelembagaan REDD+, implementasi REDD+ di Indonesia dapat menjadi langkah utama
integrasi RAN GRK dalam pembangunan yang akan menghasilkan pembangunan rendah
karbon. Mempertimbangkan pentingnya peran implementasi REDD+ yang menjadi bagian
RAN GRK dalam pembangunan rendah karbon, selain perlunya mainstreaming REDD+ dalam
perencanaan pembangunan, integrasi MP3EI dalam perencanaan pembangunan perlu disertai
dengan pertimbangan implementasi REDD+. Untuk itu dibutuhkan adanya suatu pedoman
Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+ atau pedoman integrasi MP3EI dalam perencanaan
pembangunan yang mempertimbangkan implementasi REDD+, agar percepatan dan
perluasan ekonomi yang menjadi tujuan MP3EI dengan tetap mempertimbangkan aspek
pembangunan rendah karbon, khususnya dalam Kerangka REDD+. Implementasi REDD+
dalam MP3EI untuk pembangunan rendah karbon, telah sesuai dengan salah satu prinsip
dasar MP3EI yaitu pembangunan berkelanjutan.

1.2 Tujuan
Tujuan Greening MP3EI Dalam Kerangka REDD+ adalah mewujudkan pembangunan
berkelanjutan sebagai prinsip dasar MP3EI melalui pembangunan rendah karbon dalam
percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia dengan mengintegrasikan
implementasi REDD+ yang meliputi aspek lingkungan, sosial dan ekonomi sebagai bagian
yang tidak terpisah dari komitmen penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 26% atas
tindakan sendiri berbasis Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs), dan 41% dengan

4

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
dukungan internasional (international supported NAMAs), ataupun sasaran program REDD+
lainnya.
Tujuan penyusunan Pedoman Greening MP3EI Dalam Kerangka REDD+ adalah memberikan
pedoman integrasi prinsip, kriteria dan indikator pembangunan berkelanjutan yang meliputi
aspek lingkungan, sosial dan ekonomi ke dalam kegiatan MP3EI yang akan dituangkan dalam
perencanaan pembangunan di tingkat nasional maupun daerah.
MP3EI sebagai kebijakan pembangunan ekonomi dinyatakan sebagai not business as usual
atau kebijakan pembangunan yang memiliki perubahan mendasar, khususnya perubahan
perilaku dan pengembangan konektivitas pusat-pusat pertumbuhan melalui pembangunan
infrastruktur dan pengembangan kegiatan ekonomi dengan skala investasi besar. Meskipun
dinyatakan MP3EI memperhatikan keberlanjutan tetapi yang lebih tampak adalah sasaran
pembangunan ekonomi, sehingga menimbulkan tidak terpenuhinya prinsip keberlanjutan.
Greening dilakukan untuk mengarahkan pemenuhan prinsip keberlanjutan yang selaras
dengan sasaran program REDD+. Gambar sederhana dari potensi tidak berkelanjutan menuju
keberlanjutan disajikan pada Gambar 2.

NOT BUSINESS AS USUAL
(SUSTAINABLE)

NOT BUSINESS AS USUAL
(NOT SUSTAINABLE)

GREENING

Gambar 2. Transformasi MP3EI melalui Greening dalam Kerangka REDD+

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+

5
1.3 Ruang Lingkup Greening MP3EI Yang Terkait Dengan REDD+
Ruang lingkup meliputi ruang lingkup Greening MP3EI Dalam Kerangka REDD+ dan ruang
lingkup pedoman Greening MP3EI Dalam Kerangka REDD+.

1.	

Ruang lingkup Greening MP3EI Yang Terkait Dengan REDD+
Pelingkupan Greening MP3EI Dalam Kerangka REDD+ didasarkan pada tujuannya yaitu
untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan sebagai prinsip dasar MP3EI melalui
pembangunan rendah karbon dalam percepatan dan perluasan pembangunan
ekonomi Indonesia dengan mengintegrasikan implementasi REDD+ yang meliputi aspek
lingkungan, sosial dan ekonomi. Ruang lingkup Greening MP3EI Dalam Kerangka REDD+
berdasarkan pendekatan substansi tujuan yang akan dicapai yaitu sebagai berikut:
Evaluasi terhadap dokumen/draft/presentasi dokumen SRAP REDD+ yang telah disiapkan
oleh kelompok kerja di 11 Provinsi prioritas menunjukkan ragam format dan substansi
yang dituangkan ke dalam dokumen. Dalam perspektif sistem perencanaan, proses
pengarus-utamaan dinilai akan mengalami kendala akibat berbagai faktor berikut:
a.	 Pembangunan Berkelanjutan sebagai prinsip dasar Greening MP3EI
Ruang lingkup Greening MP3EI Dalam Kerangka REDD+ berada dalam kerangka pikir
pembangunan berkelanjutan dengan tiga pilar utamanya, yaitu lingkungan, sosial
dan ekonomi. Berdasarkan kerangka pikir pembangunan berkelanjutan ini, maka
upaya integrasi implementasi REDD+ dalam MP3EI selain mempertimbangkan aspek
lingkungan dan sosial juga tetap menjaga upaya percepatan dan perluasan dalam
Kerangka ekonomi yang akan dicapai.

PRINSIP DASAR GREENING MP3EI:
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
ECONOMIC

SUSTAINABLE
DEVELOPMENT

ENVIRONMENT

SOCIAL
Gambar 3 Prinsip dasar greening dalam Kerangka REDD+

6

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
b.	 Kebijakan pembangunan rendah karbon sebagai pedoman Greening MP3EI
RAN GRK adalah sebuah rencana aksi untuk mewujudkan pembangunan rendah
karbon. Ruang lingkup Greening MP3EI Dalam Kerangka REDD+ adalah implementasi
REDD+ yang merupakan bagian dari RAN GRK. Lingkup RAN GRK meliputi kegiatan
inti dan kegiatan pendukung. Dalam RAN GRK kegiatan inti terdiri dari pertanian,
kehutanan dan lahan gambut, energi dan transportasi, industri, pengolahan limbah.
Untuk kegiatan dalam Kerangka REDD+ ruang lingkupnya meliputi kegiatan
pertanian, kehutanan dan lahan gambut, serta kegiatan berbasis lahan lainnya.
Muatan MP3EI terdiri atas kegiatan ekonomi utama dan kegiatan ekonomi lainnya
di setiap koridor, lokasi kegiatan dan skala berupa volume produksi atau luas
areal pembangunan, regulasi dan kebijakan, infrastruktur (konektivitas), dan
pengembangan SDM serta teknologi untuk mendukung pelaksanaan setiap jenis
kegiatan ekonomi utama itu di masing-masing koridor ekonomi (MP3EI 2011-2025)
c.	 Aspek lingkungan, sosial dan ekonomi implementasi REDD+ sebagai pedoman
penyusunan kriteria dan indikator Greening MP3EI
Berdasarkan prinsip dan ruang lingkup implementasi REDD+ dalam Strategi
Nasional (Stranas) REDD+ serta kriteria dan indikator mainstreaming REDD+ dalam
perencanaan pembangunan, terdapat tiga aspek penting yang menjadi prinsip
dasar Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+, yaitu prinsip lingkungan, sosial dan
ekonomi. Prinsip ini selaras dengan tiga pilar pembangunan berkelanjutan yang
menjadi prinsip dasar MP3EI. Tiga prinsip Greening MP3EI Dalam Kerangka REDD+
ini dioperasionalisasikan dalam perencanaan pembangunan yang mengintegrasikan
kegiatan MP3EI untuk menjamin bahwa percepatan dan perluasan pembangunan
menjamin keberlanjutan lingkungan, sosial dan ekonomi.
Sasaran penurunan GRK ataupun REDD+ secara rinci menurut Strategi Nasional
REDD+ adalah :
a.	 Penurunan emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan ataupun
lahan gambut sebesar 26% atas tindakan sendiri, dan 41% dengan dukungan
internasional
b.	 Pemeliharaan dan peningkatan cadangan karbon melalui konservasi,
pengelolaan hutan lestari, rehabilitasi dan restorasi kawasan yang rusak
c.	

Peningkatan manfaat karbon melalui :
c.1. 	 Peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal
c.2. 	 Peningkatan kelestarian keanekaragaman hayati
c.3. 	 Peningkatan kelestarian produksi jasa ekosistem hutan

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+

7
KONSEP KEBERLANJUTAN
LINGKUNGAN, SOSIAL DAN EKONOMI

EKONOMI
LINGKUNGAN

SOSIAL

Gambar 4. Keberlanjutan lingkungan, sosial dan ekonomi greening dalam Kerangka REDD+

2.	 Ruang Lingkup Pedoman Greening MP3EI Yang Terkait Dengan
REDD+
Ruang lingkup Pedoman Greening MP3EI Dalam Kerangka REDD+ terdiri dari (1)
Konsep dasar greening, yang berlandaskan pada salah satu prinsip dasar MP3EI
yaitu pembangunan berkelanjutan, (2) Prinsip, kriteria dan indikator greening yang
dikembangkan dari tiga pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu meliputi aspek
lingkungan, sosial dan ekonomi, (3) Mekanisme greening yaitu merupakan proses yang
terdiri dari tahapan Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+.

8

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
Dinamika Perubahan

Sistem Perencanaan
dan Penganggaran
UU 25/2004-UU 17/2003

•	
•	
•	

Lingkungan global (krisis 2008,
BRICS, dll)
Komitmen internasional (G20,
APEC, FTA, ASEAN, Climate
Change)
Perkembangan sosial-economi
domestik

Tuntutan untuk
mempercepat transformasi
ekonomi nasional

RPJPN 2005-2025
1
RPJMN
2010-2014

RKP/RAPBN

Masterplan Percepatan &
Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia

Rencana Aksi/Proyek

RAN-GRK	REDD
RTRWN

Investasi
Swasta dan PPP

Gambar 5. Keterkaitan MP3EI dan isu REDD+ di dalam rencana pembangunan

Isi Pedoman Greening MP3EI Dalam Kerangka REDD+ meliputi (1) Pendahuluan, (2)
Prinsip dan pendekatan greening MP3EI, (3) Integrasi pedoman greening ke dalam
MP3EI, (4) Tahapan pelaksanaan greening kegiatan MP3EI dalam Kerangka REDD+, (5)
Dokumentasi, publikasi dan penjaminan kualitas greening MP3EI (6) Penutup.

1.4 Landasan Hukum
Landasan hukum yang mendasari Pedoman Greening MP3EI Dalam Kerangka REDD+ yaitu
sebagai berikut:
•	

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya

•	

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nation Framework
Convention on Climate Change

•	

Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan

•	

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2004 tentang Pengesahan Protokol Kyoto

•	

Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+

9
•	
•	

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
2005-2025

•	

Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah jo no UU no 32
tahun 2004

•	

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup

•	

Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan

•	

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/
Kota

•	

Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014

•	

Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025

•	

Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi
Gas Rumah Kaca (RAN GRK)

•	

10

Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

Keputusan Presiden Nomor 25 tahun 2011 tentang Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan
REDD+

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
BAB 2
Prinsip dan Pendekatan Greening MP3EI
2.1 Prinsip Dasar Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan digunakan sebagai prinsip dasar greening berdasarkan pada
MP3EI yang menempatkan pembangunan berkelanjutan sebagai salah satu prinsip dasar,
selain itu juga sesuai UU nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup bahwa pembangunan suatu wilayah dan atau kebijakan, program serta
kegiatan berdasarkan pada pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek
lingkungan hidup, sosial dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin
keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan dan mutu generasi
masa kini dan generasi masa depan. Pembangunan berkelanjutan merupakan implementasi
konsep sustainability (keberlanjutan). Keberlanjutan didefinisikan sebagai kemampuan
berbagai sistem dan sub sistem pendukung kehidupan yang ada di bumi, termasuk sistem sosial
(budaya dan ekonomi) untuk dapat bertahan dan menyesuaikan diri menghadapi perubahan
kondisi lingkungan secara terus menerus. Keberlanjutan adalah konsep dasar permasalahan
lingkungan. Permasalahan lingkungan akan muncul apabila terdapat gangguan keberlanjutan.
Implikasi dari prinsip dasar pembangunan berkelanjutan dalam greening MP3EI adalah
mengarusutamakan konsep keberlanjutan dalam greening MP3EI baik keberlanjutan sistem
lingkungan (ekosistem) dan sistem sosial dan sistem ekonomi. Berdasarkan prinsip dasar
pembangunan berkelanjutan, Greening MP3EI akan menghasilkan keberlanjutan pembangunan
ekonomi, sosial dan lingkungan di Indonesia.

2.2 Prinsip, Kriteria dan Indikator Greening MP3EI dalam Kerangka
REDD+
Pedoman Greening MP3EI Dalam Kerangka REDD+ memiliki prinsip, kriteria dan indikator yang
merupakan penjabaran secara lebih operasional dari konsep pembangunan berkelanjutan.
Prinsip adalah fundamental yang menjadi dasar suatu kebijakan, yang pada umumnya
dinyatakan sebagai suatu yang ideal dan menjadi payung dari kriteria dan indikator. Kriteria
adalah standar untuk mengetahui atau menilai apakah suatu pelaksanaan kebijakan dapat
memenuhi prinsip-prinsip yang ditetapkan, biasanya dinyatakan sebagai sesuatu yang harus
terjadi atau harus dilaksanakan. Indikator adalah sesuatu yang dapat mengindikasikan suatu
kondisi yang diperlukan oleh kriteria.

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+

11
Percepatan pembangunan dapat diterima sejauh tidak mengorbankan keberlanjutan dari
sistem yang kita bangun dalam jangka panjang. Untuk itu, pelaksanaan MP3EI perlu dipandu
oleh beberapa prinsip agar tujuan dari MP3EI dapat tercapai, sementara resiko yang mengancam
keberlanjutan ekonomi dalam jangka panjang dapat dikendalikan sejauh mungkin. Beberapa
prinsip tersebut diturunkan dari pandangan dan keyakinan bahwa ekonomi konvensional
berada dan bekerja di dalam ekonomi sumberdaya sosial dan ekonomi sumberdaya sosial
berada dan bekerja di dalam ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan (Gambar 6). Tiga
prinsip yang perlu diperhatikan adalah:
1)	 Pelaksanaan MP3EI harus hemat dalam menggunakan natural capital, tetapi pada saat yang
sama meningkatkan human capital, physical capital, dan financial capital ekonomi setempat
(prinsip ekonomi);
2)	 Pelaksanaan MP3EI tidak boleh melampaui daya dukung lingkungan (prinsip lingkungan).
Salah satu titik kritis penerapan prinsip ini adalah batas dari lingkungan yang dimaksud.
Daerah Aliran Sungai merupakan salah satu alternatif batas lingkungan yang layak
dipertimbangkan;
3)	 Pelaksanaan MP3EI harus semakin memperkuat kapital sosial (prinsip sosial). Kapital sosial
sering terabaikan dalam pembangunan sehingga timbul konflik yang dapat mengancam
capaian pembangunan itu sendiri.
Atas dasar prinsip ini, kriteria dan indikator dikembangkan untuk tiga dalam Kerangka, yakni
ekonomi, lingkungan, dan sosial.

NATURAL RESOURCES ECONOMY
Absorption of
waste

nd

THE FORMAL ECONOMY
Incomes
b o ur, ca p
it
, la

Unpaid labour in
household,
parenting and
community service

La

al

Common cultural
inheritance
(arts and skills)

Business

oo
ds and ser

G
Consumer
spending

vic
es

Households
All forms of
social cooperation

Reproduction of plant
and animal life

SOCIAL RESOURCES
ECONOMY

Production of
minerals

Business
receipts

Subsistence
agriculture

Production of
energy

Gambar 6. Perluasan Perhitungan Ekonomi (Cato, 2009)

12

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
2.2.1. Kriteria dan Indikator Ekonomi
Kriteria ekonomi yang digunakan adalah (1) pengembangan potensi ekonomi
wilayah, terdiri atas 4 indikator dan (2) peningkatan konektivitas nasional, terdiri atas
3 indikator. Adapun indikator yang digunakan untuk setiap kriteria adalah sebagai
berikut:
1). 	 Pengembangan potensi ekonomi wilayah dengan indikator
a)	 PDRB. Ini merupakan indikator kegiatan ekonomi yang paling banyak
digunakan dan datanya paling tersedia.
b)	 Stok sumberdaya alam. Pada dasarnya, semua kegiatan ekonomi diawali
dari sumberdaya alam. Stok sumberdaya alam yang lebih tinggi memberi
peluang yang lebih tinggi bagi ekonomi untuk berkembang.
c)	 Nisbah anggaran pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan
terhadap nilai sumberdaya alam yang tereksploitasi dari daerah yang
bersangkutan. Pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh stok dari
kapital, baik berupa kapital buatan, kapital alam, kapital manusia, maupun
kapital sosial. Indikator ini dimaksudkan untuk menangkap bagaimana
pengurangan satu jenis kapital diimbangi dengan reinvestasi untuk
memupuk kapital lainnya.
2). 	 Peningkatan konektivitas nasional dengan indikator
a)	 Stok kapital buatan (jembatan, jalan, pelabuhan) per kapita. Konektivitas
sangat ditentukan oleh ketersediaan kapital buatan. Stok kapital buatan
per kapita akan menentukan tingkat keterlayanan atau kemudahan yang
dinikmati oleh seseorang. Harapannya, stok kapital buatan per kapita
meningkat dengan waktu hingga mencapai steady state.
b)	 Arus barang dan orang per satuan waktu. Melalui pembangunan, arus
barang dan orang per satuan waktu diharapkan dapat meningkat secara
signifikan.

2.2.2. Kriteria dan Indikator Lingkungan
Kriteria lingkungan terdiri dari:
1.	 Keberlanjutan fungsi pengaturan dengan indikator stok karbon/emisi, tata air,
biodiversitas, dan habitat.
2.	 Keberlanjutan fungsi penyediaan dengan indikator ketahanan pangan
ketersediaan hasil hutan.
3.	 Keberlanjutan fungsi kultural dengan indikator terjaganya situs-situs yang
berperan dalam kegiatan ritual dan kultural.

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+

13
2.2.3. Kriteria dan Indikator Sosial
Kriteria sosial mencakup 1) peningkatan kapital sosial, terdiri atas 6 indikator sosial,
2) peningkatan keadilan sosial, terdiri atas 4 indikator.
1). 	 Peningkatan kapital sosial dengan indikator. Kapital sosial sebenarnya masih
menjadi perdebatan dan tingkat akumulasinya paling sullit diukur. Indikator
berikut diharapkan dapat mencerminkan tingkat akumulasi kapital sosial,
meskipun beberapa indikator sebenarnya lebih tepat disebut sebagai indikator
kapital manusia.
(a)		 Konflik di masyarakat.
(b)	 Tingkat partisipasi dalam kegiatan bersama.
(c)		 Indeks pembangunan manusia (IPM/HDI)
(d)	 Laju pertumbuhan penduduk.
2). 	 Peningkatan keadilan sosial dengan indikator. Keadilan sosial merupakan isu
sentral dari pembangunan. Tidak jarang kegagalan pembangunan bersumber
dari kegagalan dalam melakukan pemerataan hasil pembangunan yang dipacu
pada laju pertumbuhan yang sangat tinggi.
(a)	 Perimbangan pembagian hasil dari sumberdaya alam, baik langsung
maupun tidak langsung, antara pusat dan daerah. Banyak daerah merasa
tidak puas dengan perimbangan pembagian hasil dari sumberdaya alam
yang dieksploitasi di wilayahnya. Semakin kecil bagian daerah semakin
eksploitatif pemanfaatan sumberdaya alam yang terjadi dan berimplikasi
semakin jauh dari prinsip kelestarian.
(b)	 Gini ratio. Ini merupakan indikator pembagian pendapatan yang umum
digunakan. Bila ketimpangan distribusi pendapatan berlangsung lama,
maka kemungkinan akan terjadi ketimpangan akumulasi kapital dan
selanjutnya akan semakin memperparah distribusi pendapatan. Jadi, gini
ratio merupakan peringatan dini kinerja suatu ekonomi.
(c)	 Tingkat pengangguran/ penyerapan tenaga kerja. Ini merupakan
indikator ekonomi yang sering menimbulkan masalah sosial. Masyarakat
dengan tingkat pengangguran yang tinggi secara umum menghadapi
problem sosial yang lebih berat dibandingkan dengan masyarakat
dengan tingkat pengangguran lebih rendah.
(d)	 Partisipasi/ akses masyarakat lokal/ adat di dalam kegiatan ekonomi/
pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan
yang penting merupakan memupuk kapital sosial yang akan berdampak
pada kinerja ekonomi.

2.3 Pendekatan Greening MP3EI
MP3EI dinyatakan sebagai not business as usual dalam pengertian adanya cara baru untuk
memperluas dan mempercepat pembangunan ekonomi. Cara baru tersebut adalah
membangun infrastruktur untuk konektivitas pusat-pusat pertumbuhan wilayah di enam

14

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
koridor ekonomi. Konektivitas itu menjadi sarana perluasan pembangunan di seluruh wilayah
Indonesia. Percepatan pembangunan ekonomi dilakukan dengan cara pengembangan
kegiatan ekonomi utama di setiap koridor atau pusat pertumbuhan, yang saling terkoneksi,
sehingga diharapkan perluasan dan percepatan pembangunan ekonomi dapat terwujud.
Di pihak lain, ada program REDD+ yang juga menuntut not business as usual, tetapi kedua hal
ini memiliki makna yang berbeda. Not business as usual pada MP3EI bernuansa eksploitatif
terhadap sumberdaya alam dan lingkungan untuk pertumbuhan ekonomi, sedangkan pada
REDD+ bernuansa sebaliknya, mengurangi eksploitasi sumberdaya alam, khususnya hutan dan
lahan gambut.
Greening MP3EI dilakukan pada berbagai tingkat, yaitu tingkat makro setara kegiatan ekonomi
atau investasi pada wilayah nasional atau koridor ekonomi, tingkat mezo setara wilayah pusat
pertumbuhan, tingkat provinsi atau daerah aliran sungai, tingkat mikro setara tingkat kegiatan
ekonomi/investasi pada wilayah kabupaten. MP3EI merupakan rencana pembangunan
ekonomi yang telah dituangkan di dalam Perpres No. 32 Tahun 2011. Pelaksanaan greening
pada kebijakan MP3EI nasional yaitu 6 koridor dilakukan melalui proses integrasi greening
pada dokumen MP3EI. Hasil greening berupa rekomendasi terhadap MP3EI yang sudah ada
tersebut, untuk disesuaikan menjadi rencana MP3EI yang memenuhi prinsip keberlanjutan.
Rencana lebih detil MP3EI (operasional) berupa rencana kegiatan ekonomi atau investasi pada
wilayah pusat pertumbuhan, provinsi atau kabupaten belum disusun. Greening pada rencana
kegiatan ekonomi atau investasi pada tingkat provinsi atau pada tingkat kabupaten dilakukan
secara bersama-sama dengan proses perencanaan kegiatan MP3EI di wilayah itu. Hasil greening
adalah dokumen rencana MP3EI yang sudah memenuhi prinsip keberlanjutan (sustainable
development). Secara umum greening rencana kegiatan ekonomi atau investasi disajikan pada
Gambar 7 di bawah ini.
Pendekatan greening menyangkut metode pelaksanaan pada setiap tingkatan wilayah tersebut
di atas, yaitu menggunakan pendekatan kerangka pikir Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
yang disesuaikan dengan kebutuhan dalam Kerangka REDD+, kebutuhan tingkat kedalaman
analisis di setiap tingkatan rencana pelaksanaan MP3EI, cakupan aspek ekonomi, lingkungan
dan sosial di dalam analisis trade off dan adaptasi di setiap alternative kegiatan ekonomi. Atas
dasar ini greening MP3EI adalah wujud pelaksanaan KLHS dengan pengembangan pendekatan
sesuai kebutuhan REDD+ (metode greening).

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+

15
Konservasi &
Rehabilitasi
Pengelolaan
Bentang Alam
Berkelanjutan

1. Pertumbuhan Ekonomi
2. Penyerapan tenaga kerja

Pertanian,
Kehutanan &
Pertambangan

1. Reduksi emisi
2. Peningkatan cadangan karbon
3. Keanekaragaman Hayati & jasa lingkungan
3. Pertumbuhan Ekonomi

Program Strategis REDD+

MP3EI
Kegiatan Ekonomi
Kegiatan Infrastuktur
Wilayah:
Koridor Ekonomi
Provinsi, Kabupaten
Program Utama & Kegiatan
(8/22)
Berbasis Lahan/Berpengaruh
terhadap Lahan:
1. Pertanian
2. Pertambangan
3. Energi
4. Transportasi
5. Kawasan

Sasaran Pembangunan
Gambar 7. Harmonisasi sasaran pembangunan melalui Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+

Metode greening sebagai pengembangan kerangka pikir atau kerangka kerja KLHS
terletak pada :
a)	 Tahapan pelaksanaan penapisan greening MP3EI terkait dengan menjawab pertanyaan
apakah kegiatan MP3EI berada di ruang yang sesuai dengan RTRW ataupun di dalam area
program REDD+.
b)	 Penggunaan analisis trade off terhadap setiap alternatif yang direncanakan untuk
mengharmoniskan sasaran MP3EI dengan sasaran REDD+, menggunakan bukan saja
indikator lingkungan hidup (isu strategis lingkungan hidup) tetapi juga aspek ekonomi
dan sosial.
c)	 Tingkat kedalaman analisis trade off untuk setiap tingkat wilayah, pada tingkat nasional/
koridor ekonomi analisis kualitatif tren perubahan sumberdaya dan lingkungan jangka
panjang, di rencana atau program tingkat wilayah provinsi atau kabupaten analisis
kualitatif dan kuantitatif.
d)	Proses greening sebagai bagian proses perencanaan secara terpadu, hasilnya menjadi

16

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
dokumen rencana pembangunan (renstra, RPJMN, RPJMD) yang memenuhi prinsip
keberlanjutan.
Pendekatan greening pada setiap tingkat wilayah membutuhkan tingkat kedalaman yang
berbeda. Gambaran kedalaman analisis disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kebutuhan analisis pada setiap cakupan wilayah greening MP3EI dalam Kerangka REDD+
Wilayah
No

1

Nasional, Koridor
Ekonomi

Pendekatan Greening

Fokus analisis

•	

•	

2

Kedalaman & metode
analisis keberlanjutan

•	
•	

Provinsi, Pusat
Pertumbuhan, DAS

Prinsip
keberlanjutan
ekonomi
lingkungan &
sosial
Kondisi semua
pemungkin/
prasyarat

•	

Analisis kualitatif
Nilai Finansial

•	

•	

•	

Kabupaten

Prinsip
keberlanjutan
ekonomi
(termasuk
sumberdaya),
lingkungan, sosial
Kondisi prasyarat
(tata ruang,
tenurial)

•	

Analisis kualitatif/
kuantitatif
Nilai ekonomi
total (ekonomi
lingkungan)

•	

•	

•	

Prinsip
keberlanjutan
ekonomi
(termasuk
sumberdaya),
lingkungan, sosial
Kondisi prasyarat
(tata ruang,
tenurial)
Analisis kualitatif/
kuantitatif
Nilai ekonomi
total (ekonomi
lingkungan)

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+

17
18

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
BAB 3
Integrasi Pedoman Greening ke Dalam MP3EI
3.1. Perencanaan dan Pelaksanaan MP3EI
Berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Dalam Kerangka Perekonomian Nomor PER-06/M.
EKON/08/2011 tentang organisasi dan tata kerja KP3EI 2011-2025, tugas KP3EI adalah (1)
melakukan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan MP3EI, (2) melakukan pemantauan dan
evaluasi pelaksanaan MP3EI dan (3) menetapkan langkah-langkah da kebijakan dalam rangka
penyelesaian penyelesaian dan hambatan pelaksanaan MP3EI. Selain itu, KP3EI dilengkapi
dengan perangkat organisasi antara lain tim kerja, yang terdiri dari (1) tim kerja regulasi, (2) tim
kerja konektivitas dan (3) tim kerja sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Proses perencanaan dan pelaksanaan MP3EI di masing-masing tim kerja adalah sebagai uraian
berikut.
Proses perencanaan dan pelaksanaan MP3EI untuk Tim Kerja Regulasi:
•	 Proses kajian dan identifikasi kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang
menghambat pelaksanaan MP3EI
•	 Proses penyusunan rekomendasi dan langkah-langkah strategis penyelesaian
permasalahan dan hambatan kebijakan dan perundang-undangan yang terkait dengan
pelaksanaan MP3EI
•	 Proses sinkronisasi kebijakan dan perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan
MP3EI
•	 Proses pemantauan pelaksanaan kebijakan dan perundang-undangan yang terkait
dengan pelaksanaan MP3EI
Proses perencanaan dan pelaksanaan MP3EI untuk Tim Kerja Konektivitas:
•	 Proses kajian dan identifikasi kebutuhan dan ketersediaan infrastruktur untuk mendukung
peningkatan konektivitas dalam pelaksanaan MP3EI
•	 Proses penyusunan rekomendasi dan langkah-langkah strategis dalam rangka sinkronisasi
penyediaan infrastruktur untuk mendukung peningkatan konektivitas dalam pelaksanaan
MP3EI
•	 Proses sinkronisasi kebijakan penyediaan infrastruktur untuk mendukung peningkatan
konektivitas dalam pelaksanaan MP3EI
Proses perencanaan dan pelaksanaan MP3EI untuk Tim Kerja sumber daya manusia dan ilmu
pengetahuan dan teknologi:
•	 Proses kajian dan identifikasi kebutuhan dan ketersediaan sumber daya manusia dan ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk mendukung pelaksanaan MP3EI
•	 Proses penyusunan rekomendasi dan langkah-langkah strategis dalam rangka sinkronisasi
penyediaan sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
mendukung pelaksanaan MP3EI
•	 Proses sinkronisasi kebijakan sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan dan teknologi
untuk mendukung pelaksanaan MP3EI
PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+

19
Dalam proses perencanaan dan pelaksanaan MP3EI, tim kerja juga didukung oleh tim kerja
koridor ekonomi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara, serta koridor
ekonomi Papua dan Maluku.

3.2. Objek Greening MP3EI
Dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (UU PPLH) pasal 15 bahwa pemerintah wajib memastikan bahwa pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/
atau kebijakan, rencana dan/atau program. MP3EI adalah dokumen perencanaan yang telah
ditetapkan menjadi kebijakan pemerintah melalui Peraturan Presiden No 32 Tahun 2011. MP3EI
telah menempatkan pembangunan berkelanjutan sebagai salah satu prinsip MP3EI.
Selain menggunakan prinsip pembangunan berkelanjutan, MP3EI juga mempertimbangkan
RAN GRK sebagai implementasi kebijakan atas komitmen Indonesia terhadap dunia
internasional untuk melakukan upaya reduksi emisi gas rumah kaca. Kebijakan RAN GRK
telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden No 61 Tahun 2011 yang terdiri dari lima kegiatan
utama dan satu kegiatan pendukung. Lima kegiatan utama yaitu dalam Kerangka Pertanian,
Kehutanan dan Lahan Gambut, Energi dan Transportasi, Industri serta Pengolahan Limbah.
RAN GRK dimaksudkan untuk mendorong pembangunan rendah karbon.
Satgas Persiapan Kelembagaan REDD+ yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 25 Tahun 2011 memiliki tugas antara lain mengkoordinasikan penyusunan
strategi nasional REDD+. Meskipun belum ditetapkan menjadi suatu peraturan perundangan,
Strategi Nasional REDD+ adalah pedoman implementasi REDD+ di Indonesia. Strategi
Nasional REDD+ mentapkan ruang lingkup implementasi REDD+, yaitu di lahan berhutan
dan lahan bergambut baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan atau Areal
Penggunaan Lain (APL). Implementasi REDD+ sebagai isu strategis dalam Greening MP3EI
memberikan batasan atau ruang lingkup kegiatan yang menjadi objek Greening MP3EI yaitu
kegiatan pertanian dan kehutanan serta kegiatan RAN GRK lainnya yang memberikan dampak
signifikan terhadap perubahan penutupan lahan di lahan berhutan dan lahan bergambut baik
di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan atau Areal Penggunaan Lain (APL).
Kegiatan-kegiatan yang menjadi objek Greening MP3EI tersebut selanjutnya disebut sebagai
kegiatan MP3EI berbasis lahan.

3.3. Pengguna Pedoman Greening MP3EI
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 tentang MP3EI (Perpres MP3EI)
menetapkan bahwa MP3EI merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun

20

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) 2005 – 2025 dan melengkapi dokumen perencanaan. Perpres MP3EI
juga menetapkan fungsi MP3EI adalah sebagai berikut:
(1)	 Acuan bagi menteri dan pimpinan lembaga pemerintah non kementrian untuk
menetapkan kebijakan sektoral dalam rangka pelaksanaan percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi Indonesia di dalam Kerangka tugas masing-masing, yang
dituangkan dalam dokumen rencana strategis masing-masing kementrian/lembaga
pemerintah non kementrian sebagai bagian dari dokumen perencanaan pembangunan.
(2)	 Acuan penyusunan kebijakan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi
Indonesia pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota terkait.
Berdasarkan Perpres MP3EI pasal 4 ayat (2), Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi (KP3EI) memiliki tugas antara lain melakukan koordinasi perencanaan dan
pelaksanaan MP3EI. Mempertimbangkan peran KP3EI dan fungsi MP3EI, maka pengguna
Pedoman Greening MP3EI yaitu:
(1)	 Para menteri, pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian dan penyusun dokumen
rencana strategis masing-masing kementerian/lembaga pemerintah nonkementrian.
(2)	 KP3EI, para gubernur, bupati, walikota dan penyusun dokumen rencana percepatan
dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia pada tingkat nasional, provinsi dan
kabupaten/kota.

3.4. Mekanisme Penggunaan Pedoman Greening MP3EI
Berdasarkan pengguna Pedoman Greening MP3EI, mekanisme penggunaan terdiri dari
(1) Penggunaan Pedoman Greening MP3EI untuk penyusunan dokumen rencana strategis
kementrian/lembaga pemerintah nonkementrian dan (2) Penggunaan Pedoman Greening
MP3EI untuk penyusunan dokumen rencana percepatan dan perluasan pembangunan
ekonomi Indonesia pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota.
(1)	 Penggunaan Pedoman Greening MP3EI untuk penyusunan dokumen rencana strategis
kementrian/lembaga pemerintah non kementrian/pemda
Penggunaan Pedoman Greening MP3EI untuk penyusunan dokumen rencana strategis
kementerian/lembaga pemerintah nonkementrian mengikuti mekanisme penyusunan
dokumen rencana strategis kementerian/lembaga pemerintah nonkementrian berdasarkan
pasal 9 Undang-Undang No 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
yang menjelaskan bahwa Penyusunan RPJM Nasional dan Rencana Strategis Kementerian/
Lembaga Nonkementrian (Renstra K/L) dilakukan melalui urutan kegiatan sebagai berikut:
a.	 Penyiapan rancangan awal Renstra K/L
b.	 Penyiapan rancangan rencana kerja

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+

21
c.	
d.	

Musyawarah perencanaan pembangunan
Penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan

Pedoman Greening MP3EI digunakan pada setiap tahapan penyusunan Renstra K/L. Penggunaan
Pedoman Greening MP3EI pada tahapan tersebut menjamin bahwa proses greening terjadi
pada setiap tahapan penyusunan Renstra K/L tersebut dan sebelum Renstra K/L tersusun.
(2)	 Penggunaan Pedoman Greening MP3EI untuk penyusunan dokumen rencana percepatan
dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia pada tingkat nasional, provinsi dan
kabupaten/kota
Mekanisme kerja KP3EI tertuang dalam Peraturan Menteri Koordinator Dalam Kerangka
Perekonomian Nomor PER-06/M.EKON/08/2011 tentang organisasi dan tata kerja KP3EI 20112025, dengan mekanisme kerja utama adalah sebagai berikut:
a.	 Penyusunan arah kebijakan dan strategi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan
evaluasi MP3EI
b.	 Penyusunan rencana aksi MP3EI
c.	 Pelaksanaan rencana aksi
d.	 Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan aksi
Berdasarkan mekanisme kerja utama tersebut, Pedoman Greening MP3EI digunakan pada
tahapan (a) penyusunan arah kebijakan dan strategi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan
dan evaluasi MP3EI serta (b) penyusunan rencana aksi MP3EI.

22

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
BAB 4
Tahapan Pelaksanaan Greening MP3EI
4.1. Kerangka Kerja Pelaksanaan Greening MP3EI
Kerangka tahapan kerja greening menggambarkan proses yang dilakukan sampai mencapai
rencana MP3EI melewati penapisan dengan indikator Redd+, pembangunan berkelanjutan
dan keberlanjutan. Kerangka kerja ini akan diuraikan pada setiap tahap pelaksanaan greening
secara lebih rinci. Kerangka tahapan kerja greening ditunjukan pada Gambar 8 bagan alir
berikut ini.
TIDAK

STOP:
MP3EI BUKAN OBJEK
GREENING

KEGIATAN
MP3EI
MP3EI
OBJEK
GREENING?

I/1

YA

APAKAH MP3EI
BERKELANJUTAN
?

I/2

YA
I/3

PENILAIAN C/I
KEGIATAN REDD+

PENILAIAN C/I
MP3EI -1
(BERKELANJUTAN)

TIDAK

I/5

ANALISIS GREENING:
•	 ALTERNATIF LOKASI
•	 MUATAN MP3EI
•	 ADAPTASI/ MITIGASI

ANALISIS
TRADE OFF -1

I/6

ANALISIS PRASYARAT

I/7

STOP:
MP3EI “NOT GREEN”

II/2
PENILAIAN C/I
MP3EI-1a
(TANPA GREENING)

ANALISIS
TRADE OFF -2

PENILAIAN C/I
MP3EI-1b
(DENGAN GREENING)

PRINSIP KEBERLANJUTAN:
C&I EKONOMI-LINGKUNGAN-SOSIAL

RTRW, SRAP,
AREAL REDD+

•	 KONDISI RUANG
•	 STAKEHOLDERS

KEGIATAN
REDD+

II/3

I/8

PENGAMBILAN
KEPUTUSAN
OPTIMAL
REDD+ VS MP3EI

I/4

PENGAMBILAN
KEPUTUSAN

MP3EI
“GREEN”

Gambar 8. Kerangka tahapan pelaksanaan greening MP3EI

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+

23
Kerangka kerja greening dapat dipilih satu proses keputusan MP3EI berkelanjutan (proses
greening MP3EI) atau dapat dilanjutkan dengan proses keputusan pemilihan alternative
kegiatan pembangunan optimal (proses pengoptimalan). Proses yang kedua ini dilakukan jika
stakeholders sepakat menginginkan bahwa perlu memperoleh rencana penggunaan ruang
terbaik dari alternative MP3EI atau REDD+. Kedua proses diuraikan di bawah ini.
1.	 Pengambilan keputusan MP3EI berkelanjutan. Proses ini MP3EI melalui adopsi kerangka
kerja KLHS untuk menjadikan kegiatan MP3EI keberlanjutan. Hal ini dilandasi oleh
pemikiran bahwa kebijakan/rencana/program MP3EI di areal REDD+ merupakan kegiatan
pembangunan yang harus dilakukan. Yang diperlukan adalah menjadikan kegiatan MP3EI
itu memenuhi syarat keberlanjutan. Dengan demikian yang semula di lokasi tersebut
untuk kegiatan REDD+ dipergunakan oleh kegiatan MP3EI yang berkelanjutan.
	
Kegiatan pelaksanaan proses greening MP3EI pada Gambar 8 bagan alir di atas ditandai
dengan kode I/1 sampai I/8, dengan tanda garis penuh/utuh.
2.	 Pengambilan keputusan penggunaan ruang optimal diantara alternative MP3EI dan
Redd+. Hal ini dilandasi pemikiran bahwa kegiatan REDD+ atau MP3EI harus memenuhi
keberlanjutan, dan kedua alternative kegiatan itu adalah bebas dipilih untuk dilaksanakan
di lokasi tersebut. Yang diperlukan adalah membuat keputusan penggunaan ruang yang
optimal diantara kedua alternative kegiatan pembangunan tersebut.
	 Kegiatan pelaksanaan proses optimalisasi pada Gambar 8 bagan alir di atas ditandai
dengan kode II dengan kegiatan 1 sampai 3 (ditulis II/1 sampai dengan II/3), dengan tanda
garis putus-putus.
Dari delapan kegiatan pelaksanaan greening MP3EI dalam Kerangka REDD+ dapat
dikelompokkan menjadi 3 Tahap Kegiatan Utama Greening MP3EI, sebagai berikut:
Tahap ke-1:
Penapisan Objek Greening MP3EI, yaitu penapisan lingkup kegiatan MP3EI yang
menjadi objek greening dalam Kerangka REDD+. Input yang diperlukan adalah
RTRW, SRAP khususnya peta lokasi dan kegiatan REDD+ serta kegiatan MP3EI.
Hasil penapisan, yang menjadi objek greening adalah MP3EI yang berada di areal
(rencana) REDD+.
Tahap ke-2:
Penapisan Keberlanjutan MP3EI, yaitu untuk menjawab apakah MP3EI
berkelanjutan? Ini proses mengidentifikasi kesesuaian ruang pada areal REDD+
tersebut untuk kegiatan MP3EI, berdasarkan kondisi biofisik, sosial budaya &
peraturan perundangan. Analisis dapat dilakukan dengan menggunakan matriks
untuk identifikasi kondisi ruang dan kegiatan MP3EI yang memiliki potensi tinggi
atau rendah menimbulkan kerusakan atau dampak negative terhadap sumberdaya
atau lingkungan dan sosial budaya. Keluaran dari tahap ini adalah MP3EI potensial
tidak berkelanjutan atau berkelanjutan.
Analisis Greening dilakukan terhadap kegiatan MP3EI yang potensial tidak
berkelanjutan, yaitu alternative tindakan yang diperlukan untuk menjadikan
kegiatan MP3EI memenuhi prinsip keberlanjutan. Hasil kegiatan ini adalah rencana
kegiatan MP3EI yang memenuhi keberlanjutan.

24

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
Tahap ke-3 :
Analisis Trade Off terhadap kegiatan MP3EI yang potensial tidak berkelanjutan,
yaitu antara kegiatan MP3EI awal (“MP3EI tanpa greening”) dan “MP3EI dengan
greening”. Analisis trade off dapat dilakukan melalui penilaian indikator ekonomi,
lingkungan dan sosial secara kualitatif atau kuantitatif sesuai kedalaman analisis
yang diperlukan menurut tingkat wilayah greening MP3EI (sesuai dengan uraian
pada Tabel 1), ataupun disesuaiakan dengan efisiensi (ketersediaan data, waktu,
biaya dll). Hasil analisis trade off menunjukkan adakah perbaikan kinerja kegiatan
MP3EI dengan greening tersebut dibandingkan kegiatan semula. Informasi analisis
trade off menjadi input proses pengambilan keputusan.
Tahap ke-4 :
Pengambilan Keputusan greening MP3EI, sehingga diperoleh rencana MP3EI yang
berkelanjutan, mengharmoniskan aspek ekonomi, lingkungan dan sosial. MP3EI
yang memiliki keberlanjutan dihasilkan pada tahap ke-2 langsung masuk tahap
ke-4, sedangkan yang keberlanjutannya tidak terpenuhi melalui tahap ke-3 baru
ke tahap ke-4.
Pengambilan keputusan ini memerlukan input hasil penilaian C/I dari kegiatan
MP3EI semula (tanpa greening) dan kegiatan yang sudah ada upaya greening, serta
analisis trade off antara keduanya. Hasil proses keputusan apakah kegiatan MP3EI
itu dapat diterima diimplimentasikan di areal REDD+ itu, atau ditolak karena tidak
memenuhi keberlanjutan.
Hasilnya menjadi dokumen rencana pembangunan dengan isi kegiatan MP3EI memenuhi
syarat keberlanjutan, sasaran pembangunan yang akan dicapai (ukuran C/I), prasyarat/ kondisi
pemungkin yang harus dipenuhi agar sasaran dapat dicapai.
Setelah hasil greening MP3EI diperoleh dilakukan Proses Optimalisasi. Meskipun proses
optimalisasi bersifat pilihan (optional) sesuai kebutuhan dan kesepakatan stakeholders,tetapi
sebaiknya dilakukan, untuk memperoleh penggunaaan/ pembangunan yang optimal. Ada 3
tahapan proses optimalisasi, yaitu :
Tahap ke-1:
Penilaian kriteria / indikator (C/I) pada aspek lingkungan, ekonomi dan sosial,
yang ditimbulkan oleh kegiatan REDD+ yang lokasinya direncanakan juga untuk
kegiatan MP3EI.
Tahap ke-2:
Analisis trade off antara REDD+ dengan MP3EI. Instrumen yang dipakai adalah hasil
penilaian C/I kegiatan REDD+ dan MP3EI.
Tahap ke-3 :
Proses pengambilan keputusan atas dasar hasil analisis trade off. Pengambilan keputusan
melalui proses partisipasi stakeholders (termasuk pihak yang potensial terkena dampak).
Mekanisme pengambilan keputusan disertai dengan informasi/ penjelasan yang cukup
tentang makna hasil trade off dan implikasi keputusan yang diambil.

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+

25
4.2. Pelaksanaan Greening MP3EI
4.2.1. Tahap 1: Penapisan Objek Greening MP3EI
Penapisan Areal REDD+ ini diperlukan informasi yaitu a) muatan atau kegiatan MP3EI dan
b) tata ruang wilayah atau kawasan hutan tetap atau areal berhutan di luar kawasan hutan
yang ditujukan untuk program REDD+ tingkat nasional, provinsi atau kabupaten, 11 daerah
provinsi prioritas telah menyusun SRAP, yang memuat skenario ruang dan kegiatan yang
diproyeksikan untuk jangka panjang sampai 2020, untuk komitmen reduksi emisi karbon
Kebutuhan informasi ruang disesuaikan menurut wilayah yang menjadi objek greening
MP3EI.
Kegiatan melalui superimpose peta RTRW, peta rencana areal REDD+ dengan peta MP3EI
menurut koridor ekonomi ataupun peta lokasi kegiatan ekonomi utama dan ekonomi
lainnya, lokasi infrastruktur konektivitas. Hasil penapisan hanya MP3EI yang berada di areal
REDD+ yang menjadi objek greening, sedangkan yang berada di luar areal REDD+ bukan
objek greening dalam Kerangka REDD+.
MP3EI yang terkait dengan REDD+ adalah kegiatan yang berbasis lahan, atau yang
mempengaruhi hutan dan lahan. Dari 8 program MP3EI diidentifikasi 5 dalam Kerangka
yang terkait program REDD+,ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Program dan kegiatan MP3EI terkait dalam Kerangka REDD+
No
1

Program & Kegiatan

Koridor Ekonomi
1

Pertanian:
a	 Kelapa sawit
b	Karet
c Kakao
d	Perkayuan
e	Peternakan
f	

Perikanan (tambak)

g	 Tanaman Pangan
2

Pertambangan
a	 Besi Baja
b	Nikel
c	Tembaga
d	Bauksit

3

Energi
a	 Batu Bara

26

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+

2

3

4

5

6
b	Migas
4

Perhubungan/
Transportasi
a	Pelabuhan
b	 Jalan mobil
	 atau jalan kereta api

5

Kawasan KSN Selat
Sunda, Jabodetabek

1= Sumatera; 2= Jawa; 3= Kalimantan; 4= Sulawesi & Maluku Utara; 5= Bali & Nusa Tenggara; 6=
Papua & Kep Maluku
Identifikasi kegiatan MP3EI di setiap koridor ekonomi terdiri atas:
a.	 Kegiatan ekonomi utama
b.	 Kegiatan ekonomi lainnya
c.	 Kegiatan pembangunan infrastruktur untuk konektivitas
d.	 Kebijakan atau regulasi untuk mendukung kegiatan ekonomi ataupun konektivitas
e.	 Pengembangan sumberdaya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi

4.2.2. Tahap 2 : Penapisan Keberlanjutan MP3EI.
Program MP3EI yang terkait dalam Kerangka REDD+ dan menjadi objek greening (MP3EI
di dalam areal REDD+) dikaji potensi keberlanjutannya menurut kesesuaian ruang
lokasi kegiatan MP3EI. Kesesuaian ruang ini berpengaruh terhadap pemenuhan prinsip
keberlanjutan pembangunan. Ruang pembangunan yang juga merupakan ruang
komponen ekosistem dan berlangsungnya proses-proses ekologis, sehingga menentukan
kelestarian fungsi ekosistem. Fungsi ekosistem ini mencakup fungsi penyediaan hasil hutan
(kayu dan non kayu); penyediaan pangan; fungsi pengaturan (melalui proses ekologis)
berupa penyerapan atau emisi GRK, tata air, biodiversitas, habitat satwaliar, iklim mikro dan
lain-lain; fungsi kultural yaitu terbentuknya budaya lokal, pengetahuan masyarakat lokal di
dalam pengelolaan atau pemanfaatan sumberdaya alam.
Untuk penapisan keberlanjutan MP3EI melalui analisis kesesuaian ruang maka informasi
kondisi biofisik sosial budaya dan aspek legal lokasi kegiatan MP3EI disajikan. Dari data/
informasi dianalisis derajat sensitivitasnya untuk setiap data kondisi ekosistem tersebut.
Contoh penyajian informasi disajikan pada Tabel 3.
Hubungan kegiatan pembangunan dengan kelestarian fungsi ekosistem ataupun
sebaliknya penurunannya akan berpengaruh secara signifikan terhadap aspek ekonomi
dan sosial. Prinsip pembangunan berkelanjutan didalam operasionalisasi Penapisan
Keberlanjutan MP3EI dianalisis menggunakan matriks tipologi sensitivitas/resiko ruang

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+

27
(derajat sensitivitas/resiko) pada aspek lingkungan, ekonomi dan sosial. Secara umum dapat
digambarkan matriks tipologi potensi keberlanjutan atau tidak keberlanjutan MP3EI pada
kondisi biofisik dan sosial ekonomi pada ruang kegiatan MP3EI itu.
Tabel 3. Penyajian informasi untuk penapisan keberlanjutan menurut analisis kesesuaian ruang MP3EI

Koridor Ekonomi

No

Program &
Kegiatan
MP3EI

Kesesuaian Ruang (ha)
KL

1

IH

FHt

TA

HS

Perhubungan

5

IL

Energi

4

Gbt

Pertambangan

3

DAS

Pertanian

2

KB

Kawasan

Ket: Kl: kws lindung; Kb: kws budidaya; DAS: daerah aliran sungai; Gbt : tanah gambut; TL: tutupan
lahan; TH=tipe hutan; FHt : fungsi hutan (HK, HL, HP, HPK); TA: tanah adat/ulayat; REDD+: kws hutan
dan non kws htn untuk areal REDD+; HS: habitat satwa
Tabel 4. Identifikasi potensi keberlanjutan MP3EI menurut tipologi sensitivitas ruang
Aspek

Derajat Risiko Ketidakberlanjutan Menurut Kondisi Ruang
Kondisi -1

Kondisi -2

Kondisi -3

Lingkungan

Risiko Tinggi

Risiko sedang

Risiko rendah

Sosial Budaya

Risiko Tinggi

Risiko sedang

Risiko rendah

Berdasarkan Gambar 8 hasil penapisan keberlanjutan ada dua kemungkinan, yaitu a) jika “ya”
berarti kegiatan MP3EI potensial berkelanjutan, b) jika “tidak” berarti kegiatan MP3EI potensial tidak
memenuhi prinsip keberlanjutan. Jika hasil analisis “MP3EI potensial berkelanjutan”, selanjutnya
dilakukan Penilaian kriteria atau indikator (C/I) lingkungan, ekonomi, dan sosial, pada Gambar
8 ditunjukan penilaian C/I MP3EI-1 (berkelanjutan). Setelah penilaian MP3EI-1 (berkelanjutan),
kemudian masuk pada proses Pengambilan Keputusan MP3EI keberlanjutan. Pada MP3EI potensial
tidak berkelanjutan perlu dilakukan proses greening MP3EI melalui Analisis Greening dengan berbagai
alternative, misal penerapan teknologi adaptasi atau mitigasi kerusakan atau resiko lingkungan itu.
Hasil berupa penyesuaian rencana kegiatan MP3EI, yang selanjutnya dilakukan proses Penilaian C/I
aspek ekonomi, lingkungan, sosial budaya pada “MP3EI dengan greening”. Proses greening MP3EI
dapat dilakukan secara berulang-ulang (iterative) terhadap alternative-alternatif yang diajukan.
Dengan demikian hasil penilaian MP3EI “dengan greening” dapat terdiri atas beberapa nilai untuk
setiap alternative yang dipilih/disimulasikan. Disisi lain diperlukan penilaian C/I kegiatan MP3EI awal,
pada Gambar 8 Penilaian C/I MP3EI-1a (tanpa greening).

28

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
4.2.3. Tahap 3: Analisis Trade off
Analisis trade off dilakukan dengan masukan hasil penilaian pencapaian prinsip
keberlanjutan melalui indikator-indikator ketiga aspek tersebut. Penilaian C/I keberlanjutan
dapat dipilih beberapa metode yaitu check list dampak, bagan alir dampak, matriks dampak
keberlanjutan, ataupun valuasi nilai ekonomi total (nilai ekonomi ekologi). Untuk keperluan
analisis trade off dibutuhkan hasil penilaian kriteria dan indikator keberlajutan yang cukup
memungkinkan dilakukan komparasi antara MP3EI tanpa greening dan MP3EI dengan
greening. Untuk itu cukup memadai dengan pendekatan matriks, dilakukan identifikasi sifat
dampak (positif atau negative) yang ditimbulkannya terhadap aspek ekonomi, lingkungan
dan sosial. Matriks identifikasi ini juga menyajikan besar dampak menurut skala, misal skala
1 sampai 5.
Di samping penilaian indikator ketika MP3EI “tanpa greening” maupun “dengan greening”,
diperlukan identifikasi sasaran pembangunan yang menjadi aspirasi para pihak
(stakeholders), mencakup aspek ekonomi, lingkungan dan sosial. Hasil penapisan trade off
dan sasaran pembangunan menjadi input di dalam proses pengambilan Keputusan. Hal
ini penting untuk evaluasi terhadap keberhasilan mencapai sasaran pembangunan pada
MP3EI, setelah implementasi investasi dilakukan.

4.2.3.1. Identifikasi sasaran pembangunan
a.	

Pertumbuhan ekonomi di atas 7-9% per tahun untuk sektor yang menyerap banyak
tenaga kerja, seperti tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan
perikanan. Secara umum, pertumbuhan sektor ekonomi yang banyak menyerap
tenaga kerja tersebut jauh di bawah laju pertumbuhan ekonomi nasional. Hal
ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak dirasakan oleh rakyat
banyak. Kecenderungan ini tidak boleh diteruskan karena akan membahayakan
kehidupan sosial yang sangat kurang mendapat perhatian di dalam MP3EI. Strategi
ini juga akan lebih efektif dalam mengurangi jumlah orang miskin.

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+

29
2045
2025
POB: “USD 15,0 -17,5 triliun
POB: “USD 4,0 - 4,5 triliun Pendapatan/kapita
diperkirakan” USD
Pendapatan/kapita
POB: USD 700 Miliar diperkirakan” USD
44.500 - 49.000
Pendapatan/ kapita 14.250 - 15.500 (negara
USD 3.000
berpendapatan tinggi
2010

Note: Untuk mencapai target itu perlu pertumbuhan ekonomi riil 6,4-7,5% & inflasi 6,5% periode 2011-2014,
pertumbuhan ekonomi 8,0-9,0% & inflasi menjadi 3% periode 2015-2025.

Gambar 9. Aspirasi pencapaian PDB Indonesia (MP3EI, 2011)

b.	 Lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana diamanatkan oleh UU 41
tahun 2009 harus segera diwujudkan agar konversi ke penggunaan lain segera dapat
dihentikan. Penyediaan pangan secara berdaulat merupakan langkah strategis bagi
kepentingan jangka panjang yang tidak dapat ditunda tanpa menimbulkan masalah
di kemudian hari. Konversi lahan beririgasi harus dapat dicegah karena meskipun
lahan yang bersangkutan milik pribadi tetapi investasi publik bagi lahan tersebut
sangat besar.
c.	 Penggunaan dan pencemaran air untuk setiap unit output harus dapat diturunkan
secara signifikan. Secara umum, sumber air di Indonesia sangat melimpah, tetapi
banyak banyak penduduk yang belum memiliki akses ke air bersih. Sementara itu,
perluasan pencemaran air berjalan sangat cepat.
d.	 Kekayaan keanekaragaman hayati harus dapat dijaga agar tidak berkurang. Untuk
itu, sebagai langkah awal adalah melakukan inventarisasi keanekaragaman hayati
yang kita miliki. Pengrusakan keanekaragaman hayati terjadi karena kerusakan
hutan, sehingga perlu perlindungan atau konservasi keanekaragaman hayati yang
dalam jangka panjang potensi sebagai sumber pangan dan produk inovatif lainnya
(perlindungan nilai harapan masa akan datang).
e.	 Pelestarian satwaliar dan sekaligus perlindungan dan perbaikan kualitas habitatnya.
Kepunahan satwaliar langka dan endemic sangat ini cukup mengkhawatirkan, maka
perlu perlindungan atau konservasi satwaliar dan habitatnya.

30

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
f.	

Laju pertumbuhan penduduk nol persen harus segera ditetapkan kapan hendak
dicapai. Isu sangat penting ini tidak sekalipun disebutkan dalam dokumen MP3EI.
Saat ini laju pertumbuhan penduduk Indonesia masih di atas 1,0% per tahun. Angka
ini harus dapat diturunkan terus hingga mencapai nol persen. Dalam jangka waktu
25 hingga 50 tahun pertumbuhan penduduk nol persen per tahun harus dapat
dicapai.
g.	 Konflik sosial atas sumberdaya alam terselesaikan secara tuntas. Klaim negara secara
sepihak atas tanah milik masyarakat dihentikan. Kepastian hak akses atau aset segera
diberikan agar masyarakat terdorong untuk melakukan investasi jangka panjang
pada tanah yang dikuasainya.
h.	 Penurunan emisi karbon dari degradasi dan deforestasi 26% dan 41% pada tahun
2020. Target REDD+ dalam penurunan emisi disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 5. Target penurunan emisi GRK menurut sector
Sektor

Rencana Penurunan
Emisi (Giga Ton CO2e)
26%

Rencana Aksi

K/L Pelaksana

41%

Kehutanan &
Lahan
Gambut

0,7672

1,039

Pengendalian kebakaran hutan & Kemenhut, KLH, Kemen PU
lahan; Pengelolaan sistem jaringan Kementan
& tata air; Rehabilitasi hutan & lahan,
HTI; Pemberantasan illegal logging;
Pencegahan deforestasi; Pemberdayaan
masyarakat

Pertanian

0,008

0,011

Introduksi varitas padi rendah emisi, Kementan, KLH, Kemen PU
efisiensi air irigasi, penggunaan pupuk
organik

Energi
& 0,038
Transportasi

0,056

Penggunaan
biofuel,
mesin Kemenhub, Kemen ESDM,
dengan standar efisiensi BBM lebih Kemen PU, KLH
tinggi, memperbaiki TDM, kualitas
transportasi umum dan jalan, demand
side management, efisiensi energi,
pengembangan renewable energy

Industri

0,001

0,005

Efisiensi energi, penggunaan renewable Kemenperin, KLH
energy, dll

Limbah

0,046

0,076

Pembangunan TPA, pengelolaan sampah Kemen PU, KLH
dengan 3R, dan pengelolaan air limbah
terpadu di perkotaan

0,767

1,189

Sumber : Bappenas, 2011. Pedoman pelaksanaan rencana aksi penurunan emisi gas rumah kaca

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+

31
4.2.3.2. Analisis trade off MP3EI
Analisis trade off mencakup komparasi nilai indikator keberlanjutan aspek ekonomi,
lingkungan dan sosial antara MP3EI “tanpa greening” (base line) terhadap MP3EI “dengan
greening”. Analisis trade off diperlukan untuk mengevaluasi apakah greening MP3EI yang
dilakukan cukup efektif untuk mencapai harmonisasi kondisi ekonomi, lingkungan dan
sosial budaya. Analisis trade off secara lebih detil dan komprehensif kuantitatif adalah
analisis dengan valuasi nilai ekonomi ekologi (nilai ekonomi total). Nilai ekonomi total
ini terdiri atas :
a)	 Nilai guna langsung dari fungsi penyediaan ekosistem berupa hasil hutan
b)	 Nilai guna tidak langsung dari fungsi pengaturan ekosistem berupa jasa ekologis,
seperti penyerapan karbon, wisata alam, pengendalian banjir, pengaturan air dan
lain-lain
c)	 Nilai harapan penggunaan di masa akan datang, dari kegiatan perlindungan/
konservasi keanekaragaman hayati dan habitat yang dilakukan saat ini.
d)	 Nilai eksistensi ekosistem, dari perlindungan/konservasi ekosistem secara
keseluruhan.
Analisis trade off menggunakan matriks pada greening MP3EI lebih memberikan
kepraktisan pada greening MP3EI tingkat nasional, koridor, DAS atau provinsi. Sedangkan
greening MP3EI di tingkat kabupaten, satu unit kegiatan investasi dapat menggunakan
analisisi kuantitatif, seperti aspek ekonomi dengan nilai ekonomi konvensional maupun
nilai ekonomi total.
Berdasarkan basis informasi kegiatan MP3EI diproyeksi nilai indikator ekonomi,
lingkungan dan sosial budaya ke masa depan. Dalam konsep MP3EI, program ini
dipandang sebagai not business as usual untuk mencapai tujuan ekonomi, dibandingkan
dengan business as usual pada RPJM. Di sisi lain, dalam konteks emisi, MP3EI ini sebagai
business as usual, seperti program pembangunan lainnya yang kurang memperhatikan
aspek lingkungan, antara lain hal emisi karbon. Jadi dalam konteks greening MP3EI,
baseline MP3EI “tanpa greening” adalah business as usual dan MP3EI “dengan greening”
sebagai not business as usual selama periode waktu tertentu (sampai 2020 atau 2045).
Hasil analisis trade off menunjukkan berapa pencapaian sasaran pembangunan,
misalkan besar pertumbuhan ekonomi MP3EI dan pendapatan masyarakat bisa tercapai
seperti yang ditargetkan pada MP3EI, setelah MP3EI disesuaikan dengan kepentingan
lingkungan dan sosial (MP3EI hijau). Pada konteks REDD+ dapat diidentifikasi atau
proyeksi reduksi emisi karbon dari MP3EI.

32

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
Greening MP3EI (2)
Baseline MP3EI (BAU)
Kriteria & Indikator :
Ekonomi, Lingkungan, Sosial

Greening MP3EI (1)
Greening MP3EI (3)

2010 2011

2014

2020

2025

2045 Waktu

Gambar 10. Baseline MP3EI dan kemungkinan kondisi proyeksi indikator greening MP3EI dalam Kerangka
REDD+ di dalam analisis trade off

4.3. 	Pengambilan Keputusan Hasil Greening MP3EI Dalam Kerangka
REDD+
Hal krusial dalam pengambilan keputusan disini adalah mengantisipasi dampak ekonomi,
lingkungan, dan sosial yang mungkin terjadi dari kebijakan pembangunan yang direncanakan.
Intinya adalah bagaimana mengintegrasikan Pembangunan Berkelanjutan ke dalam proses
pengambilan keputusan oleh lembaga pemerintah yang berwenang. Pengambilan keputusan
dalam pembangunan berkelanjutan pastilah melibatkan tujuan dan kriteria ganda. Pembuatan
prioritas atau bobot dari masing-masing tujuan sebaiknya diserahkan kepada daerah masingmasing, mengingat preferensi satu daerah belum tentu sama dengan preferensi daerah
lainnya.
Pengambilan keputusan tetap menggunakan pendekatan rasional meskipun terbatas (bounded
rational). Pendekatan ini mengharuskan pengambil keputusan untuk: (1) mengidentifikasi
tindakan, rencana, atau program alternatif yang mungkin, (2) menentukan criteria yang
relevan untuk menilai kinerjanya, (3) bila perlu memberi bobot pada criteria sesuai dengan
derajat kepentingannya, (4) menguji berbagai alternatif dengan berpatokan pada kriteria, (5)
mengurutkan berbagai alternatif tersebut sesuai dengan kemanfaatannya secara umum, dan
(6) memilih alternatif terbaik, atau mengulang proses dari awal. Keterbatasan sumberdaya,
informasi, dan juga kognitif merupakan halangan utama digunakannya pendekatan rasional
secara penuh.

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+

33
Ada tiga model yang umum digunakan dalam pengambilan keputusan pembangunan
berkelanjutan yang termasuk dalam ilmu ekonomi arus utama, yaitu:
1.	Model macro-ekonometrika. Model ini telah digunakan secara intensif selama kurang lebih
25 tahun untuk melakukan simulasi ekonomi nasional dalam membuat prakiraan profil
jangka pendek dan menengah dan untuk menilai kebijakan ekonomi. Model ini merupakan
suatu system simulasi yang terdiri dari persamaan simultan yang divalidasi melalui
prosedur statistic pada data time-series atau cross-section. Model ini telah diperluas dengan
memasukkan unsur lingkungan.
2.	Model Computable General Equilibrium (CGE). Model ini didasarkan pada teori ekonomi
neoklasik. Ekonomi nasional digambarkan sebagai sistem pasar yang saling terkait dalam
keseimbangan dan harga menjamin keseimbangan permintaan dan penawaran di setiap
pasar. Saling keterkaitan antara sektor produktif dinyatakan dalam bentuk matrk InputOutput. Tidak seperti model makro-ekonometrik yang divalidasi secara empiric, model CGE
dikalibrasi. Model CGE berorientasi jangka panjang dan tujuan utamanya adalah analisis
kebijakan, bukan prakiraan.
3.	Model optimisasi. Model ini paling banyak digunakan dalam pengambilan keputusan
alokasi sumberdaya yang terbatas secara optimal. Model ini memerlukan fungsi tujuan dan
fungsi kendala.
Tiga model lain yang juga banyak digunakan, tetapi tidak sepopuler tiga model sebelumnya,
adalah model dinamika sistem, model jaringan Bayesian, dan model simulasi agen ganda.
1.	 Model dinamika sistem. Model ini didasarkan pada teori sistem umum. Kabanyakan model
sistem dinyatakan dalam level, laju, dan auxiliaries. Pendekatan dinamika sistem lebih populer
dalam ilmu lingkungan ketimbang ilmu ekonomi atau ilmu politik dimana model dinamika
sistem ini mengalami reputasi yang buruk karena aplikasi terdahulu yang tidak memuaskan.
2.	Model jaringan Bayesian. Model ini pada dasarnya adalah model penilaian resiko yang
didasarkan pada diagram pengaruh dan teori peluang. Campuran representasi grafis
rangkaian sebab-akibat antara kejadian atau variabel dan mekanisme inferensia yang
memungkinkan pengolahan informasi dari kemungkinan sebab ke kemungkinan akibat
menjadikan model ini sebagai alat yang mudah digunakan untuk berbagai pekerjaan, seperti
peringatan dini, diagnosis, prediksi, dan simulasi yang melibatkan peluang.
3.	 Model simulasi agen ganda. Model ini merupakan pendekatan baru dalam dunia pemodelan.
Berbeda dengan model yang lain, model ini tidak diekspresikan dalam variabel, fungsi atau
persamaan tetapi dalam bentuk agen, obyek, dan lingkungan. Blok penyusun model ini
adalah entitas otonom yang berinteraksi dengan yang lain dan dengan lingkungan buatan.
Model agen ganda sering ditampilkan sebagai masyarakat buatan atau ekosistem buatan.

34

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
4.4. Identifikasi Prasyarat Keberlanjutan
Identifikasi dan penyiapan kondisi prasyarat atau kondisi pemungkin dibutuhkan untuk
memberikan kepastian hukum bagi Pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat dalam
pelaksanaan MP3EI.
a.	 Tata ruang yang definitif dan legitimate. Tata ruang harus segera dirumuskan secara
partisipatif dan mempunyai legitimasi kuat. Semua pihak harus menghormati dengan
penegakan hukum yang ketat.
b.	 Kebijakan fiskal yang efisien dan adil. Dukungan fiskal terhadap kegiatan yang
menimbulkan emisi karbon sebaiknya segera dikurangi dan kemudian dialihkan untuk
mendukung kegiatan yang membantu menyerap karbon atau mengurangi emisi karbon.
Nilai barang dan jasa dari ekosistem hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat tetapi
tidak tercatat di pasar sangat tinggi. Politik fiskal pemerintah merupakan andalan utama,
bila bukan satu-satunya, bagi terpeliharanya aliran barang dan jasa dari ekosistem hutan
tersebut.
c.	 Kehadiran pengelola kawasan yang efektif di lapangan. Kawasan tanpa kehadiran
pengelola di lapangan sering dipandang sebagai sumberdaya yang open access, sehingga
siapapun dapat memanfaatkannya tanpa menanggung konsekuensi apapun. Bukti
empirik menunjukkan bahwa sumberdaya yang open access akan mengalami kerusakan
dan tidak lestari.
d.	 Kapasitas kelembagaan. Daerah harus berperan aktif dalam merancang dan
merencanakan pembangunan daerahnya. Oleh karena itu, kapasitas perencana di daerah
perlu ditingkatkan agar mampu membuat rencana pembangunan yang berwawasan
lingkungan dan sesuai dengan kebutuhan setempat.
e.	 Zona REDD+ harus segera ditunjuk, ditetapkan, dan dipetakan. Peta ini sebagai bahan
rujukan implementasi pembangunan yang berbasis lahan. Peta ini juga memberikan
indikasi kemungkinan dilakukan land swap.

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+

35
36

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
BAB 5
Dokumentasi Publikasi dan Penjaminan Kualitas Greening MP3EI
Dalam Kerangka REDD+
5.1. Dokumentasi Greening MP3EI
Dokumentasi pelaksanaan Greening MP3EI terdiri dari:
1.	 Hasil penapisan
2.	 Hasil identifikasi pemangku kepentingan (stakeholders)
3.	 Hasil identifikas isu strategis keberlanjutan
4.	 Hasil identifikasi muatan MP3EI yang tidak berkelanjutan
5.	 Hasil identifikasi sasaran pembangunan
6.	 Hasil identifikasi prasyarat tercapainya keberlanjutan lingkungan, sosial dan ekonomi
7.	 Hasil identifikasi alternatif trade off
8.	Rumusan trade off untuk penyempurnaan MP3EI
9.	 Rumusan penyempurnaan sasaran pembangunan MP3EI
10.	 Rumusan penyempurnaan prasyarat MP3EI
11.	 Rumusan penyempurnaan muatan MP3EI

5.2. Akses Publik dalam Greening MP3EI
Hasil Greening MP3EI adalah dokumen public, sehingga dapat diakses oleh semua pihak, baik
instansi pemerintah, pihak swasta maupun masyarakat. Untuk memudahkan akses public
terhadap Hasil Greening MP3EI perlu dilakukan sosialisasi dan publikasi. Keberatan publik atas
Hasil Greening MP3EI wajib ditanggapi oleh penyusun dan pengguna Pedoman Greening
MP3EI.

5.3. Penjaminan Kualitas Greening MP3EI
Penjaminan kualitas Greening MP3EI adalah upaya untuk memastikan bahwa proses Greening
sudah dilaksanakan sesuai dengan Pedoman Greening MP3EI. Pelaksanaan penjaminan
kualitas menjadi tanggungjawab pelaksana Greening MP3EI.
Secara umum, hal utama yang dapat diperhatikan untuk menilai kualitas pelaksanaan Greening
MP3EI yaitu sebagai berikut:
1.	 Kejelasan muatan MP3EI yang menyebabkan gangguan kebelanjutan lingkungan dan
sosial
2.	 Kejelasan isu strategis MP3EI yang menjadi indikator terganggunya keberlanjutan
lingkungan dan sosial
3.	 Kejelasan sasaran pembangunan untuk keberlanjutan lingkungan, sosial dan ekonomi
4.	 Kejelasan prasyarat tercapainya keberlanjutan lingkungan, sosial dan ekonomi

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+

37
5.	Kejelasan trade off yang dapat menjaga keberlanjutan lingkungan, sosial dan ekonomi
6.	 Kelengkapan dokumentasi
7.	 Kemudahan aksesibilitas public terhadap hasil Greening MP3EI.
Pengendalian atas pelaksanaan kegiatan MP3EI yang telah didasarkan pada Pedoman Greening
MP3EI dalam Kerangka REDD+ dapat dilakukan oleh KP3EI sebagai pengawas dan pembuat
kebijakan MP3EI, Kementerian Lingkungan Hidup, Bappenas sebagai Kementerian yang memegang
kendali atas pelaksanaan dari RAN GRK maupun RAD GRK. Selain itu, pengendalian kegiatan MP3EI
yang berkelanjutan juga dapat dilakukan dengan melakukan kontrol berkala terhadap kesesuaian
pengambilan keputusan dengan penetapan tata ruang provinsi maupun kabupaten dan dokumendokumen pengendalian pengelolaan lingkungan hidup seperti rencana perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup (RPPLH) yang diamanatkan oleh Undang-undang Lingkungan Hidup.

38

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
BAB 6
Penutup
Pembangunan Indonesia mempunyai tujuan untuk menyejahterakan bangsa Indonesia, yang
tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Prinsip dasar yang melandasi pembangunan ini adalah
keadilan pembangunan itu sendiri, sehingga sudah sewajarnya pembangunan itu terjadi menyebar
secara merata di seluruh kepulauan Indonesia, dan merata menjangkau segenap lapisan masyarakat
Indonesia. Prinsip dasar berkelanjutan harus diwujudkan untuk menjamin keadilan pembangunan
antar generasi dan untuk menjamin kesejahteraan secara utuh, bukan saja dari sisi ekonomi tetapi
juga dari hubungan ketergantungan dengan alam di sekitarnya.
Perluasan dan percepatan pembangunan ekonomi Indonesia diarahkan untuk membuka pintupintu investasi bagi para pelaku usaha dan untuk menyeimbangkan pembangunan di wilayah
timur Indonesia dengan pembangunan yang selama ini terfokus di wilayah barat Indonesia.
Rancangan pembukaan koridor maupun pusat kegiatan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia perlu
diimbangi pula dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang dilaksanakan beriringan
dengan rencana pembangunan berdasarkan rancangan MP3EI yang ada. Prinsip pembangunan
berkelanjutan yang terdiri dari prinsip ekonomi, sosial, dan lingkungan berfungsi sebagai ramburambu dalam perencanaan pembangunan berdasarkan MP3EI yang mengendalikan pemanfaatan
sumber daya alam yang efisien, menjaga keseimbangan lingkungan, dan peningkatan kesejahteraan
sosial masyarakat. Dengan integrasi prinsip pembangunan berkelanjutan ini ke dalam pembuatan
maupun kebijakan MP3EI, maka hasil pembangunan MP3EI akan dirasakan oleh seluruh masyarakat
Indonesia.
Panduan greening MP3EI dalam Kerangka REDD+ ini menjadi alat yang memberikan dasar perencanaan
pembangunan yang melibatkan kepentingan para pihak agar dapat diharmoniskan. Keselarasan
pembangunan berkelanjutan yang mencakup dimensi ekonomi, lingkungan hidup, dan nilai-nilai
sosial masyarakat. Pedoman greening MP3EI memberikan panduan bagi para pelaksana MP3EI
untuk mempertimbangkan opsi-opsi dalam pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan
dampak positif maupun negatif dari pembangunan secara holistik. Perencanaan yang didasarkan
pada pedoman greening MP3EI dalam Kerangka REDD+ ini mempertimbangkan pengambilan
keputusan mulai dari isu strategis, seperti kesesuaian pembangunan dengan tata ruang, kesesuaian
pembangunan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan, hingga memberikan opsi-opsi
yang berupa alternative trade off untuk memberikan hasil pembangunan yang berkelanjutan dan
memberikan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat secara umum. Selain itu, pedoman greening
MP3EI juga memberikan panduan untuk dapat menghitung manfaat ekonomi, manfaat lingkungan,
dan manfaat sosial berdasarkan pada hasil analisis perbandingan peta baseline kegiatan MP3EI
dengan proyeksi MP3EI yang berdasarkan pada prinsip, kriteria dan indikator greening MP3EI dalam
Kerangka REDD+ khususnya. Dengan demikian, dengan diterapkanya prinsip, kriteria, dan indikator
greening MP3EI dalam Kerangka REDD+, keputusan yang diambil oleh pembuat kebijakan akan
dapat dipertanggungjawabkan.
PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+

39
Keputusan yang diambil terkait dengan pelaksanaan MP3EI hendaknya sejalan dengan komitmen
penurunan emisi Indonesia sebesar 26% dan 41% dengan bantuan internasional. Dengan harmonisasi
antara komitmen penurunan emisi dengan pelaksanaan MP3EI, khususnya dalam Kerangka REDD+,
maka Indonesia akan menjadi negara pionir dalam menerapkan green economy.

40

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
REFERENCES
Boyce MS, Haney A., editor. 1997. Ecosystem Management. Application for Sustainable Forest and
Wildlife Resources. New Haven and London : Yale University Press.
Cato MS. 2009. Green Economics: An Introduction to Theory, Policy and Practice. Earthscan, London.
Costanza R (editor). 1991. Ecological Economic : The Science and Management of Sustainability. New
York: Columbia University Press.
Daly HE. 1992. Steady State Economics : Concept, Questions, Policies. Bristol (UK) Schumacher
Lectures On Re-Visioning Society : Linking Economics, Ecology and Spiritual Values.
Field BC. 1994. Environmental Economics. An Introduction. New York. Mc Graw-Hill, Inc.
Kementerian Koordinator Dalam Kerangka Perekonomian. 2011. Master Plan Perluasan dan
Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Jakarta.
Kementerian LH & IPB. 2010. Pengembangan Pedoman Evaluasi Pemanfaatan Ruang. Penyempurnaan
Lampiran Permen LH 17/2009. Kerjasama antara Deputi Dalam Kerangka Tata Lingkungan
Kementerian Lingkungan Hidup dengan Pusat Pengkajian Perencanaan Pengembangan Wilayah IPB.
Bogor.
Kementerian Kehutanan. 2010. Cadangan Karbon pada Berbagai Tipe Hutan dan Jenis Tanaman
di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Kementerian
Kehutanan. Bogor.
Kementerian LH. 2010. Pedoman Penggunaan Kriteria dan Standar untuk Aplikasi Daya Dukung
dan Daya Tampung Lingkungan Hidup dalam Pengendalian Perkembangan Wilayah. Deputi Dalam
Kerangka Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup. Jakarta.
Norton BG & Toman MA. 1997. Sustainability: Ecological and economic perspectives. Land Economics,
73(4):pp. 553–568.
Satgas REDD+. 2012. Strategi Nasional REDD+. Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+
Indonesia. Jakarta.
Turner, R.K. 1993. Sustainable Environmental Economics and Management : Principle and Practice.
London : Belhaven Press.

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+

41
42

PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+

Contenu connexe

Similaire à REDDMP3EI

Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CBLaporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CBseptianm
 
Strategi Nasional REDD+
Strategi Nasional REDD+Strategi Nasional REDD+
Strategi Nasional REDD+septianm
 
Ringkasan Eksekutif Tim Kerja Pengarusutamaan
Ringkasan Eksekutif  Tim Kerja PengarusutamaanRingkasan Eksekutif  Tim Kerja Pengarusutamaan
Ringkasan Eksekutif Tim Kerja Pengarusutamaanseptianm
 
Mewujudkan REDD+ Strategi nasional dan pilihan kebijakan
Mewujudkan REDD+ Strategi nasional dan pilihan kebijakanMewujudkan REDD+ Strategi nasional dan pilihan kebijakan
Mewujudkan REDD+ Strategi nasional dan pilihan kebijakanCIFOR-ICRAF
 
Mewujudkan REDD+ Strategi nasional dan pilihan kebijakan
Mewujudkan REDD+Strategi nasional dan pilihan kebijakanMewujudkan REDD+Strategi nasional dan pilihan kebijakan
Mewujudkan REDD+ Strategi nasional dan pilihan kebijakanCIFOR-ICRAF
 
Faq bp redd+
Faq bp redd+Faq bp redd+
Faq bp redd+septianm
 
Presentasi REDD+ JABARSYAH Provinsi Kaltara .pptx
Presentasi REDD+ JABARSYAH Provinsi Kaltara .pptxPresentasi REDD+ JABARSYAH Provinsi Kaltara .pptx
Presentasi REDD+ JABARSYAH Provinsi Kaltara .pptxRizalSitorus2
 
Kebijakan_Perubahan_Iklim_di_Indonesia_dan_Peran_Pemerintah_Daerah_dalam_Penc...
Kebijakan_Perubahan_Iklim_di_Indonesia_dan_Peran_Pemerintah_Daerah_dalam_Penc...Kebijakan_Perubahan_Iklim_di_Indonesia_dan_Peran_Pemerintah_Daerah_dalam_Penc...
Kebijakan_Perubahan_Iklim_di_Indonesia_dan_Peran_Pemerintah_Daerah_dalam_Penc...SubhanRiski
 
Hukum Lingkungan
Hukum LingkunganHukum Lingkungan
Hukum Lingkunganblack511229
 
PASER HIJAU PROPER FINISH.pdf
PASER HIJAU PROPER FINISH.pdfPASER HIJAU PROPER FINISH.pdf
PASER HIJAU PROPER FINISH.pdfFajar Baskoro
 
Siaran pers del ri 18des15 final
Siaran pers del ri 18des15 finalSiaran pers del ri 18des15 final
Siaran pers del ri 18des15 finalPanji Kharisma Jaya
 
Pengelolaan dana REDD+: Indonesian Environment Fund
Pengelolaan dana REDD+: Indonesian Environment FundPengelolaan dana REDD+: Indonesian Environment Fund
Pengelolaan dana REDD+: Indonesian Environment FundCIFOR-ICRAF
 
Paparan Launching CBT dan RCBT (1).pdf
Paparan Launching CBT dan RCBT (1).pdfPaparan Launching CBT dan RCBT (1).pdf
Paparan Launching CBT dan RCBT (1).pdfIcha925318
 
Bappenas: Sustainable Development Goal (SDGs)
Bappenas: Sustainable Development Goal (SDGs)Bappenas: Sustainable Development Goal (SDGs)
Bappenas: Sustainable Development Goal (SDGs)F W
 
Impact Evaluation Study in East Kalimantan: Green Growth Compact
Impact Evaluation Study in East Kalimantan: Green Growth CompactImpact Evaluation Study in East Kalimantan: Green Growth Compact
Impact Evaluation Study in East Kalimantan: Green Growth CompactCIFOR-ICRAF
 
Tugas UAS PPT SKI_Rico Tamara Sitompul
Tugas UAS PPT SKI_Rico Tamara SitompulTugas UAS PPT SKI_Rico Tamara Sitompul
Tugas UAS PPT SKI_Rico Tamara SitompulRico Tamara Sitompul
 
Peluang hambatan REDD dalam pasar karbon
Peluang hambatan REDD dalam pasar karbonPeluang hambatan REDD dalam pasar karbon
Peluang hambatan REDD dalam pasar karbonAndi Samyanugraha
 
Materi-Taksonomi-Hijau-resize_compressed.pdf
Materi-Taksonomi-Hijau-resize_compressed.pdfMateri-Taksonomi-Hijau-resize_compressed.pdf
Materi-Taksonomi-Hijau-resize_compressed.pdfAkuhuruf
 

Similaire à REDDMP3EI (20)

Laporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CBLaporan Sintesis Hasil CB
Laporan Sintesis Hasil CB
 
Strategi Nasional REDD+
Strategi Nasional REDD+Strategi Nasional REDD+
Strategi Nasional REDD+
 
Ringkasan Eksekutif Tim Kerja Pengarusutamaan
Ringkasan Eksekutif  Tim Kerja PengarusutamaanRingkasan Eksekutif  Tim Kerja Pengarusutamaan
Ringkasan Eksekutif Tim Kerja Pengarusutamaan
 
Mewujudkan REDD+ Strategi nasional dan pilihan kebijakan
Mewujudkan REDD+ Strategi nasional dan pilihan kebijakanMewujudkan REDD+ Strategi nasional dan pilihan kebijakan
Mewujudkan REDD+ Strategi nasional dan pilihan kebijakan
 
Mewujudkan REDD+ Strategi nasional dan pilihan kebijakan
Mewujudkan REDD+Strategi nasional dan pilihan kebijakanMewujudkan REDD+Strategi nasional dan pilihan kebijakan
Mewujudkan REDD+ Strategi nasional dan pilihan kebijakan
 
Faq bp redd+
Faq bp redd+Faq bp redd+
Faq bp redd+
 
Presentasi REDD+ JABARSYAH Provinsi Kaltara .pptx
Presentasi REDD+ JABARSYAH Provinsi Kaltara .pptxPresentasi REDD+ JABARSYAH Provinsi Kaltara .pptx
Presentasi REDD+ JABARSYAH Provinsi Kaltara .pptx
 
Kebijakan_Perubahan_Iklim_di_Indonesia_dan_Peran_Pemerintah_Daerah_dalam_Penc...
Kebijakan_Perubahan_Iklim_di_Indonesia_dan_Peran_Pemerintah_Daerah_dalam_Penc...Kebijakan_Perubahan_Iklim_di_Indonesia_dan_Peran_Pemerintah_Daerah_dalam_Penc...
Kebijakan_Perubahan_Iklim_di_Indonesia_dan_Peran_Pemerintah_Daerah_dalam_Penc...
 
Hukum Lingkungan
Hukum LingkunganHukum Lingkungan
Hukum Lingkungan
 
PASER HIJAU PROPER FINISH.pdf
PASER HIJAU PROPER FINISH.pdfPASER HIJAU PROPER FINISH.pdf
PASER HIJAU PROPER FINISH.pdf
 
Msf 4 printed version
Msf 4 printed versionMsf 4 printed version
Msf 4 printed version
 
Siaran pers del ri 18des15 final
Siaran pers del ri 18des15 finalSiaran pers del ri 18des15 final
Siaran pers del ri 18des15 final
 
Pengelolaan dana REDD+: Indonesian Environment Fund
Pengelolaan dana REDD+: Indonesian Environment FundPengelolaan dana REDD+: Indonesian Environment Fund
Pengelolaan dana REDD+: Indonesian Environment Fund
 
Paparan Launching CBT dan RCBT (1).pdf
Paparan Launching CBT dan RCBT (1).pdfPaparan Launching CBT dan RCBT (1).pdf
Paparan Launching CBT dan RCBT (1).pdf
 
Bappenas: Sustainable Development Goal (SDGs)
Bappenas: Sustainable Development Goal (SDGs)Bappenas: Sustainable Development Goal (SDGs)
Bappenas: Sustainable Development Goal (SDGs)
 
Impact Evaluation Study in East Kalimantan: Green Growth Compact
Impact Evaluation Study in East Kalimantan: Green Growth CompactImpact Evaluation Study in East Kalimantan: Green Growth Compact
Impact Evaluation Study in East Kalimantan: Green Growth Compact
 
Tugas UAS PPT SKI_Rico Tamara Sitompul
Tugas UAS PPT SKI_Rico Tamara SitompulTugas UAS PPT SKI_Rico Tamara Sitompul
Tugas UAS PPT SKI_Rico Tamara Sitompul
 
Peluang hambatan REDD dalam pasar karbon
Peluang hambatan REDD dalam pasar karbonPeluang hambatan REDD dalam pasar karbon
Peluang hambatan REDD dalam pasar karbon
 
Materi-Taksonomi-Hijau-resize_compressed.pdf
Materi-Taksonomi-Hijau-resize_compressed.pdfMateri-Taksonomi-Hijau-resize_compressed.pdf
Materi-Taksonomi-Hijau-resize_compressed.pdf
 
#pasarkarbon
#pasarkarbon#pasarkarbon
#pasarkarbon
 

Plus de septianm

God meets you where you are
God meets you where you areGod meets you where you are
God meets you where you areseptianm
 
Presentasi walhi riau moratorium
Presentasi walhi riau moratoriumPresentasi walhi riau moratorium
Presentasi walhi riau moratoriumseptianm
 
Peluang Perhutanan Sosial dan Hutan Adat dalam Mendukung Moratorium
Peluang Perhutanan Sosial dan Hutan Adat dalam Mendukung Moratorium Peluang Perhutanan Sosial dan Hutan Adat dalam Mendukung Moratorium
Peluang Perhutanan Sosial dan Hutan Adat dalam Mendukung Moratorium septianm
 
Maratorium pansus
Maratorium pansusMaratorium pansus
Maratorium pansusseptianm
 
MORATORIUM: SUDAHKAH MELINDUNGI HUTAN DAN GAMBUT TERSISA DI RIAU “URGENSI PE...
MORATORIUM:  SUDAHKAH MELINDUNGI HUTAN DAN GAMBUT TERSISA DI RIAU “URGENSI PE...MORATORIUM:  SUDAHKAH MELINDUNGI HUTAN DAN GAMBUT TERSISA DI RIAU “URGENSI PE...
MORATORIUM: SUDAHKAH MELINDUNGI HUTAN DAN GAMBUT TERSISA DI RIAU “URGENSI PE...septianm
 
Bahan gubri 5 5-2015
Bahan gubri 5 5-2015Bahan gubri 5 5-2015
Bahan gubri 5 5-2015septianm
 
Presentasi Gita Syahrani, SH, LL.M - PB Roadshow Medan
Presentasi Gita Syahrani, SH, LL.M - PB Roadshow MedanPresentasi Gita Syahrani, SH, LL.M - PB Roadshow Medan
Presentasi Gita Syahrani, SH, LL.M - PB Roadshow Medanseptianm
 
Chalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JK
Chalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JKChalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JK
Chalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JKseptianm
 
Siaran Pers Perspektif Baru Roadshow Medan
Siaran Pers Perspektif Baru Roadshow MedanSiaran Pers Perspektif Baru Roadshow Medan
Siaran Pers Perspektif Baru Roadshow Medanseptianm
 
Siaran Pers TELAPAK : Cara Perhutani Menyembunyikan Kinerjanya Yang Buruk
Siaran Pers TELAPAK : Cara Perhutani Menyembunyikan Kinerjanya Yang BurukSiaran Pers TELAPAK : Cara Perhutani Menyembunyikan Kinerjanya Yang Buruk
Siaran Pers TELAPAK : Cara Perhutani Menyembunyikan Kinerjanya Yang Burukseptianm
 
Telapak siaran pers
Telapak    siaran pers Telapak    siaran pers
Telapak siaran pers septianm
 
MEMASUKI MUSIM SEMI PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA: KESEMPATAN...
MEMASUKI MUSIM SEMI PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA:  KESEMPATAN...MEMASUKI MUSIM SEMI PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA:  KESEMPATAN...
MEMASUKI MUSIM SEMI PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA: KESEMPATAN...septianm
 
PERAN HUTAN INDONESIA DALAM UPAYA MITIGASI PERUBAHAN IKLIM NASIONAL DAN GLOBAL
PERAN HUTAN INDONESIA DALAM UPAYA MITIGASI PERUBAHAN IKLIM NASIONAL DAN GLOBALPERAN HUTAN INDONESIA DALAM UPAYA MITIGASI PERUBAHAN IKLIM NASIONAL DAN GLOBAL
PERAN HUTAN INDONESIA DALAM UPAYA MITIGASI PERUBAHAN IKLIM NASIONAL DAN GLOBALseptianm
 
Mengenal Pilihan hukum daerah untuk pengakuan Masyarakat Adat
Mengenal Pilihan hukum daerah untuk pengakuan Masyarakat AdatMengenal Pilihan hukum daerah untuk pengakuan Masyarakat Adat
Mengenal Pilihan hukum daerah untuk pengakuan Masyarakat Adatseptianm
 
Permitting Crime :How palm oil expansion drives illegal logging in Indonesia
Permitting Crime :How palm oil expansion drives illegal logging in IndonesiaPermitting Crime :How palm oil expansion drives illegal logging in Indonesia
Permitting Crime :How palm oil expansion drives illegal logging in Indonesiaseptianm
 
SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...
SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...
SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...septianm
 
Siaran pers prakarsa nasional ppmha melalui redd+ - final
Siaran pers   prakarsa nasional ppmha melalui redd+ - finalSiaran pers   prakarsa nasional ppmha melalui redd+ - final
Siaran pers prakarsa nasional ppmha melalui redd+ - finalseptianm
 
Sambutan kuntoro mangkusubroto (ukp4) program nasional ppmha
Sambutan kuntoro mangkusubroto (ukp4)   program nasional ppmhaSambutan kuntoro mangkusubroto (ukp4)   program nasional ppmha
Sambutan kuntoro mangkusubroto (ukp4) program nasional ppmhaseptianm
 
Konsep deklarasi 1 september 2014
Konsep deklarasi 1 september 2014Konsep deklarasi 1 september 2014
Konsep deklarasi 1 september 2014septianm
 
Deklarasi 1 september 2014
Deklarasi 1 september 2014Deklarasi 1 september 2014
Deklarasi 1 september 2014septianm
 

Plus de septianm (20)

God meets you where you are
God meets you where you areGod meets you where you are
God meets you where you are
 
Presentasi walhi riau moratorium
Presentasi walhi riau moratoriumPresentasi walhi riau moratorium
Presentasi walhi riau moratorium
 
Peluang Perhutanan Sosial dan Hutan Adat dalam Mendukung Moratorium
Peluang Perhutanan Sosial dan Hutan Adat dalam Mendukung Moratorium Peluang Perhutanan Sosial dan Hutan Adat dalam Mendukung Moratorium
Peluang Perhutanan Sosial dan Hutan Adat dalam Mendukung Moratorium
 
Maratorium pansus
Maratorium pansusMaratorium pansus
Maratorium pansus
 
MORATORIUM: SUDAHKAH MELINDUNGI HUTAN DAN GAMBUT TERSISA DI RIAU “URGENSI PE...
MORATORIUM:  SUDAHKAH MELINDUNGI HUTAN DAN GAMBUT TERSISA DI RIAU “URGENSI PE...MORATORIUM:  SUDAHKAH MELINDUNGI HUTAN DAN GAMBUT TERSISA DI RIAU “URGENSI PE...
MORATORIUM: SUDAHKAH MELINDUNGI HUTAN DAN GAMBUT TERSISA DI RIAU “URGENSI PE...
 
Bahan gubri 5 5-2015
Bahan gubri 5 5-2015Bahan gubri 5 5-2015
Bahan gubri 5 5-2015
 
Presentasi Gita Syahrani, SH, LL.M - PB Roadshow Medan
Presentasi Gita Syahrani, SH, LL.M - PB Roadshow MedanPresentasi Gita Syahrani, SH, LL.M - PB Roadshow Medan
Presentasi Gita Syahrani, SH, LL.M - PB Roadshow Medan
 
Chalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JK
Chalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JKChalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JK
Chalid Muhammad : Arah Kebijakan Lingkungan Hidup Pemerintahan Jokowi-JK
 
Siaran Pers Perspektif Baru Roadshow Medan
Siaran Pers Perspektif Baru Roadshow MedanSiaran Pers Perspektif Baru Roadshow Medan
Siaran Pers Perspektif Baru Roadshow Medan
 
Siaran Pers TELAPAK : Cara Perhutani Menyembunyikan Kinerjanya Yang Buruk
Siaran Pers TELAPAK : Cara Perhutani Menyembunyikan Kinerjanya Yang BurukSiaran Pers TELAPAK : Cara Perhutani Menyembunyikan Kinerjanya Yang Buruk
Siaran Pers TELAPAK : Cara Perhutani Menyembunyikan Kinerjanya Yang Buruk
 
Telapak siaran pers
Telapak    siaran pers Telapak    siaran pers
Telapak siaran pers
 
MEMASUKI MUSIM SEMI PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA: KESEMPATAN...
MEMASUKI MUSIM SEMI PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA:  KESEMPATAN...MEMASUKI MUSIM SEMI PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA:  KESEMPATAN...
MEMASUKI MUSIM SEMI PENGELOLAAN HUTAN DAN LAHAN GAMBUT INDONESIA: KESEMPATAN...
 
PERAN HUTAN INDONESIA DALAM UPAYA MITIGASI PERUBAHAN IKLIM NASIONAL DAN GLOBAL
PERAN HUTAN INDONESIA DALAM UPAYA MITIGASI PERUBAHAN IKLIM NASIONAL DAN GLOBALPERAN HUTAN INDONESIA DALAM UPAYA MITIGASI PERUBAHAN IKLIM NASIONAL DAN GLOBAL
PERAN HUTAN INDONESIA DALAM UPAYA MITIGASI PERUBAHAN IKLIM NASIONAL DAN GLOBAL
 
Mengenal Pilihan hukum daerah untuk pengakuan Masyarakat Adat
Mengenal Pilihan hukum daerah untuk pengakuan Masyarakat AdatMengenal Pilihan hukum daerah untuk pengakuan Masyarakat Adat
Mengenal Pilihan hukum daerah untuk pengakuan Masyarakat Adat
 
Permitting Crime :How palm oil expansion drives illegal logging in Indonesia
Permitting Crime :How palm oil expansion drives illegal logging in IndonesiaPermitting Crime :How palm oil expansion drives illegal logging in Indonesia
Permitting Crime :How palm oil expansion drives illegal logging in Indonesia
 
SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...
SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...
SOP PENYELENGGARAAN PEMETAAN PARTISIPATIF DAN PENGENDALIAN KUALITAS PETA PART...
 
Siaran pers prakarsa nasional ppmha melalui redd+ - final
Siaran pers   prakarsa nasional ppmha melalui redd+ - finalSiaran pers   prakarsa nasional ppmha melalui redd+ - final
Siaran pers prakarsa nasional ppmha melalui redd+ - final
 
Sambutan kuntoro mangkusubroto (ukp4) program nasional ppmha
Sambutan kuntoro mangkusubroto (ukp4)   program nasional ppmhaSambutan kuntoro mangkusubroto (ukp4)   program nasional ppmha
Sambutan kuntoro mangkusubroto (ukp4) program nasional ppmha
 
Konsep deklarasi 1 september 2014
Konsep deklarasi 1 september 2014Konsep deklarasi 1 september 2014
Konsep deklarasi 1 september 2014
 
Deklarasi 1 september 2014
Deklarasi 1 september 2014Deklarasi 1 september 2014
Deklarasi 1 september 2014
 

REDDMP3EI

  • 1. DOKUMEN TIM KERJA PENGARUSUTAMAAN REDD+ KE DALAM SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN Pengarusutamaan REDD+ Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+ Indonesia PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
  • 2.
  • 3. PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+ DESEMBER 2013
  • 4. Penanggung Jawab: Lukito Dinarsyah Tuwo, Wakil Menteri PPN/ Wakil Kepala Bappenas sebagai Ketua Tim Kerja Pengarusutamaan REDD+ ke dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Tim Pengarah: Endah Murniningtyas, Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Bappenas, selaku Wakil Ketua Tim Kerja Pengarusutamaan REDD+ ke dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Basah Hernowo, Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air, Bappenas, selaku Sekretaris Tim Kerja Pengarusutamaan REDD+ ke dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Tim Penulis: Bahruni Said Haryanto R. Putro Mahawan Karuniasa Rebekka S. Angelyn Sudarsono Soedomo Editor: Ahmad Bahri R, Dadang Jainal Mutaqin, Medrilzam, Miranti Triana Zulkifli, Mohammad Showam, Nita Kartika, Nur Hygiawati Rahayu, Pungky Widiaryanto Kontributor Utama: Hariadi Kartodihardjo, Herry Darwanto, Mesdin C. Simarmata, Syamsidar Thamrin, Wahyuningsih Daradjati Tata Letak: AKSARA BUANA Penerbit: …
  • 5. Kata Pengantar Pedoman Greening MP3EI ini dibuat dengan maksud untuk lebih menambah kepastian bahwa perencanaan dan pelaksanaan pembangunan ekonomi telah memperhatikan isu lingkungan dan isu sosial sehingga hasil pembangunan yang dicapai dapat berkelanjutan. Untuk itu perlu dikembangkan kriteria dan indikator dari setiap isu pembangunan yang harus dipenuhi agar pembangunan yang dilakukan mempunyai peluang yang lebih tinggi untuk berkelanjutan. Namun, kriteria dan indikator yang disajikan dalam pedoman ini lebih bersifat panduan umum dan minimum, sehingga pengguna pedoman ini dapat melakukan penyesuaian dan penambahan sesuai dengan kebutuhan lokal. Ide sentralnya adalah bahwa keberlanjutan pembangunan sangat tergantung kepada berbagai jenis kapital, sehingga level kapital harus terus dijaga agar tidak mengalami penurunan. Sampai batas tertentu, penurunan level dari satu kapital dapat digantikan dengan peningkatan level dari kapital lainnya. Secara lebih sempit, pedoman ini memberi panduan bagaimana mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi sebagaimana tertuang dalam dokumen MP3EI dengan sejauh mungkin menekan deforestasi, yang juga barmakna menekan emisi, khususnya emisi karbon. Oleh karena itu, greening lebih difokuskan kepada sektor-sektor yang berpeluang lebih tinggi bagi terjadinya deforestasi, yakni sektor-sektor yang berbasis lahan seperti kehutanan, pertanian, dan pertambangan. Hal ini sekaligus juga menunjukkan bahwa pedoman ini lebih memfokuskan diri pada emisi jangka pendek, karena menghindari membuka hutan hari ini tidak berarti akan menghasilkan emisi karbon yang lebih rendah dalam jangka panjang, misalnya karena jarak tempuh yang lebih jauh akan membutuhkan bahan bakar yang lebih banyak. Sangat disadari bahwa pedoman greening MP3EI ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari siapapun demi perbaikan akan sangat dihargai. Ketidaksempurnaan seharusnya tidak menghalangi kita untuk melangkah ke arah yang lebih baik, betapapun kecilnya langkah tersebut. Jika menunggu sempurna terlebih dahulu sebelum membuat langkah perbaikan, maka tidak akan pernah ada langkah perbaikan yang dilakukan. Semoga pedoman ini bermanfaat.
  • 6. DAFTAR ISI BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Tujuan 1.3. Ruang Lingkup Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+ 1.4. Landasan Hukum 1 1 4 6 9 BAB 2. PRINSIP DAN PENDEKATAN GREENING MP3EI 11 2.1. Prinsip Dasar Pembangunan Berkelanjutan 11 2.2. Prinsip, Kriteria dan Indikator Greening MP3EI bidang REDD+ 11 2.2.1. Kriteria dan Indikator Ekonomi 13 2.2.2. Kriteria dan Indikator Lingkungan 13 2.2.3. Kriteria dan Indikator Sosial 14 2.3. Pendekatan Greening MP3EI 14 BAB 3. INTEGRASI PEDOMAN GREENING KE DALAM MP3EI 3.1. Perencanaan dan Pelaksanaan MP3EI 3.2. Objek Greening MP3EI 3.3. Pengguna Pedoman Greening MP3EI 3.4. Mekanisme Penggunaan Pedoman Greening MP3EI 19 19 20 20 21 BAB 4. TAHAPAN PELAKSANAAN GREENING MP3EI 4.1. Kerangka Kerja Pelaksanaan Greening MP3EI 4.2. Pelaksanaan Greening MP3EI 4.2.1. Tahap 1: Penapisan Objek Greening MP3EI 4.2.2. Tahap 2: Penapisan Keberlanjutan MP3EI 4.2.3. Tahap 3: Analisis Trade off 4.2.3.1. Identifikasi sasaran pembangunan 4.2.3.2. Analisis trade off MP3EI 4.3. Pengambilan Keputusan Hasil Greening MP3EI Bidang REDD+ 4.4. Identifikasi Prasyarat Keberlanjutan 23 23 26 26 27 29 29 32 33 35
  • 7. BAB 5. DOKUMENTASI PUBLIKASI DAN PENJAMINAN KUALITAS GREENING MP3EI BIDANG REDD+ 5.1. Dokumentasi Greening MP3EI 5.2. Akses Publik dalam Greening MP3EI 5.3. Penjaminan Kualitas Greening MP3EI 37 37 37 37 BAB 6. PENUTUP 39 DAFTAR TABEL Tabel 1. Kebutuhan analisis pada setiap cakupan wilayah greening MP3EI bidang REDD+ Tabel 2. Program dan kegiatan MP3EI terkait bidang REDD+ Tabel 3. Penyajian informasi untuk penapisan keberlanjutan menurut analisis kesesuaian ruang MP3EI Tabel 4. Identifikasi potensi keberlanjutan MP3EI menurut tipologi sensitivitas ruang Tabel 5. Target penurunan emisi GRK menurut sektor 17 26 28 28 31 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kerangka Kerja MP3EI Gambar 2. Transformasi MP3EI melalui Greening bidang REDD+ Gambar 3. Prinsip dasar greening bidang REDD+ Gambar 4. Keberlanjutan lingkungan, sosial dan ekonomi greening bidang REDD+ Gambar 5. Keterkaitan MP3EI dan isu REDD+ di dalam rencana pembangunan Gambar 6. Perluasan Perhitungan Ekonomi (Cato, 2009) Gambar 7. Harmonisasi sasaran pembangunan melalui Greening MP3EI bidang REDD+ Gambar 8. Kerangka tahapan pelaksanaan greening MP3EI Gambar 9. Aspirasi pencapaian PDB Indonesia (MP3EI, 2011) Gambar 10. Baseline MP3EI dan kemungkinan kondisi proyeksi indikator greening MP3EI bidang REDD+ di dalam analisis trade off 3 5 6 8 9 12 16 23 30 33
  • 8.
  • 9. BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Intergovernmental Panel on Climate Change (IPPC) memperkirakan suhu permukaan bumi telah meningkat sebesar 0,740 C selama periode tahun 1906 – 2005. Kenaikan suhu ini terkait dengan meningkatnya emisi gas rumah kaca, khususnya meningkatnya jumlah CO2 di atmosfir, yaitu dari 280 ppm pada masa revolusi industri tahun 1750 menjadi 383 ppm pada tahun 2007. Apabila kondisi ini tetap berlangsung atau dalam kondisi business as usual, diperkirakan pada tahun 2100 suhu permukaan bumi akan meningkat 1,70 C – 4,50 C. Peningkatan ini berpotensi melampaui batas kenaikan suhu yang dapat diterima untuk keberlanjutan kehidupan manusia di bumi, yaitu 20 C . Setelah negara-negara yang turut serta dalam KTT Bumi di Rio de Janeiro, Brasil tahun 1992 meratifikasi pembentukan United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC), upaya menghadapi perubahan iklim menjadi isu dan aksi global. Dalam upaya pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Indonesia turut aktif dalam berbagai pembahasan isu maupun aksi lingkungan global tersebut. Sebagian besar emisi GRK dihasilkan oleh negara maju. Dalam menghadapi kondisi ini, telah dilakukan beberapa upaya meliputi kebijakan, formulasi, program dan implementasi proyek, sampai dengan kegiatan percontohan di beberapa tempat. Beberapa upaya tersebut berdasarkan pada resolusi international yaitu pengurangan emisi dari degradasi hutan dan deforestasi (REDD+). Sejak Conferences of the Parties (COP) ke 13 United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Bali tahun 2007, mekanisme REDD+ telah dibahas dalam konteks pelaksanaannya di Indonesia oleh Kementerian Kehutanan. PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+ 1
  • 10. Pada tanggal 26 Mei 2010, pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah Norwegia telah menandatangani Letter of Intent (LoI) untuk melakukan kerjasama REDD+ dalam rangka mengatasi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh degradasi hutan dan deforestasi serta degradasi lahan gambut di Indonesia. REDD+ memberikan kesempatan kepada negara berkembang seperti Indonesia untuk melangkah melaksanakan pembangunan karbon rendah (low carbon development) melalui implementasi REDD+. Sedangkan bagi negara industri seperti Norwegia, dapat mendukung penanggulangan deforestasi melalui kontribusi pendanaan untuk pelaksanaan kegiatan tersebut. REDD+ juga memberikan dorongan bagi pemerintah Indonesia dalam upaya mencapai target Rencana Aksi Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK) yang merupakan komitmen sukarela pemerintah Indonesia terhadap dunia untuk mengurangi emisi sebesar 26% pada tahun 2020 dengan skenario business as usual atau sebesar 41% apabila dengan dukungan internasional. Tahap pertama dari kerjasama REDD+ adalah membangun kelembagaan yang memiliki kapasitas manajemen dan implementasi kegiatan awal REDD+ yang akan dilakukan di beberapa provinsi prioritas dan wilayah yang tersebar di seluruh Indonesia. Satuan Tugas (Task Force) telah dibentuk untuk memfasilitasi pembentukan kelembagaan REDD+. Kelompok kerja (Working Group) juga telah dibentuk untuk membantu pengembangan landasan hukum lembaga, mendisain mekanisme finansial, serta pengembangan infrastruktur untuk mengukur, memonitor, pelaporan dan verifikasi stok karbon dan perubahan stok karbon. Kelompok Kerja (Working Group) lainnya juga dibentuk untuk mendukung pengembangan komunikasi, pelibatan pemegang kepentingan untuk mendukung pelaksanaan REDD+ (learning by doing) di beberapa areal percontohan dan provinsi prioritas, selain itu Kelompok Kerja untuk harmonisasi REDD+ kedalam pembangunan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Implementasi REDD+ akan menjadi langkah penting untuk pengembangan ekonomi rendah karbon (low emission development) di Indonesia yang memiliki hutan tropis dengan berbagai kekayaan hayatinya serta sebagai suatu peluang untuk pemerintah Indonesia untuk melakukan perbaikan tata kelola pengelolaan hutan dan lahan gambut di Indonesia. 2 PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
  • 11. Dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 (RPJPN) dan untuk melengkapi dokumen perencanaan guna meningkatkan daya saing perekonomian nasional yang lebih solid, diperlukan adanya masterplan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia yang memiliki arah yang jelas, strategi yang tepat, fokus dan terukur. Berdasarkan pertimbangan tersebut, pemerintah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Substansi dari Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 adalah pengembangan koridor ekonomi Indonesia menggunakan tiga strategi utama yaitu pengembangan potensi ekonomi, penguatan konektivitas nasional dan penguatan kemampuan sumber daya manusia dan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) nasional, ditunjukkan pada Gambar 1. KERANGKA KERJA MP3EI VISI INDONESIA 2025 Inisiatif Strategis MP3EI STRATEGI UTAMA MP3EI PRINSIP DASAR MP3EI “Mewujudkan masyarakat Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil, dan Makmur” 1. Mendorong realisasi Investasi skala besar di 22 kegiatan ekonomi utama 2. Sinkronisasi rencana aksi nasional untuk merevitalisasi kinerja sektor riil 3. Pengembangan center of excellence di setiap koridor ekonomi pengembangan potensi ekonomi melalui koridor ekonomi PENGUATAN KONEKTIVITAS NASIONAL PENGUATAN KEMAMPUAN SDM DAN IPTEK NASIONAL PRINSIP DASAR DAN PRASYARAT KEBERHASILAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI Sumber : Kementerian Koordinator Dalam Kerangka Perekonomian. 2011. MP3EI 2011-2025 Gambar 1 Kerangka Kerja MP3EI MP3EI adalah bagian dari Pembangunan Nasional, dengan pembangunan berkelanjutan sebagai salah satu prinsip dasar MP3EI. Untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan MP3EI, dibutuhkan beberapa prasyarat keberhasilan, yaitu peran pemerintah dan dunia usaha, reformasi kebijakan keuanga Negara, reformasi birokrasi, penciptaan konektivitas antar wilayah, kebijakan ketahanan pangan, air dan energi, serta jaminan sosial dan penanggulangan PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+ 3
  • 12. kemiskinan. Selain berpedoman pada prinsip dasar dan terpenuhinya prasyarat keberhasilan, dengan adanya komitmen nasional untuk pengurangan gas rumah kaca untuk menghadapi perubahan iklim, MP3EI juga perlu dirumuskan dengan memperhatikan RAN GRK. Sebagai bagian integral dan komplementer Rencana Pembangunan Jangka Panjang 20052025, MP3EI menyesuaikan dengan sistem perencanaan pembangunan nasional maupun prasyarat yang dibutuhkan untuk keberhasilan pelaksanaannya. Berdasarkan Undang-Undang No 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, kunci keberhasilan integrasi MP3EI dalam perencanaan pembangunan berada pada tahapan proses perencanaan pembangunan, yang terdiri dari empat tahapan, yaitu (1) penyusunan rancangan awal rencana pembangunan, (2) penyiapan rancangan rencana kerja, (3) musyawarah perencanaan pembangunan dan (4) penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan. Untuk mendukung upaya reduksi emisi GRK dalam MP3EI, diperlukan upaya integrasi MP3EI dalam perencanaan pembangunan dengan mempertimbangkan RAN GRK yang telah ditetapkan sebagai kebijakan pemerintah melalui Peraturan Presiden No 61 tahun 2011. Melalui Kepres No 19 tahun 2010 dan Kepres No 25 tahun 2011 tentang Satgas Persiapan Kelembagaan REDD+, implementasi REDD+ di Indonesia dapat menjadi langkah utama integrasi RAN GRK dalam pembangunan yang akan menghasilkan pembangunan rendah karbon. Mempertimbangkan pentingnya peran implementasi REDD+ yang menjadi bagian RAN GRK dalam pembangunan rendah karbon, selain perlunya mainstreaming REDD+ dalam perencanaan pembangunan, integrasi MP3EI dalam perencanaan pembangunan perlu disertai dengan pertimbangan implementasi REDD+. Untuk itu dibutuhkan adanya suatu pedoman Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+ atau pedoman integrasi MP3EI dalam perencanaan pembangunan yang mempertimbangkan implementasi REDD+, agar percepatan dan perluasan ekonomi yang menjadi tujuan MP3EI dengan tetap mempertimbangkan aspek pembangunan rendah karbon, khususnya dalam Kerangka REDD+. Implementasi REDD+ dalam MP3EI untuk pembangunan rendah karbon, telah sesuai dengan salah satu prinsip dasar MP3EI yaitu pembangunan berkelanjutan. 1.2 Tujuan Tujuan Greening MP3EI Dalam Kerangka REDD+ adalah mewujudkan pembangunan berkelanjutan sebagai prinsip dasar MP3EI melalui pembangunan rendah karbon dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia dengan mengintegrasikan implementasi REDD+ yang meliputi aspek lingkungan, sosial dan ekonomi sebagai bagian yang tidak terpisah dari komitmen penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 26% atas tindakan sendiri berbasis Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs), dan 41% dengan 4 PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
  • 13. dukungan internasional (international supported NAMAs), ataupun sasaran program REDD+ lainnya. Tujuan penyusunan Pedoman Greening MP3EI Dalam Kerangka REDD+ adalah memberikan pedoman integrasi prinsip, kriteria dan indikator pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek lingkungan, sosial dan ekonomi ke dalam kegiatan MP3EI yang akan dituangkan dalam perencanaan pembangunan di tingkat nasional maupun daerah. MP3EI sebagai kebijakan pembangunan ekonomi dinyatakan sebagai not business as usual atau kebijakan pembangunan yang memiliki perubahan mendasar, khususnya perubahan perilaku dan pengembangan konektivitas pusat-pusat pertumbuhan melalui pembangunan infrastruktur dan pengembangan kegiatan ekonomi dengan skala investasi besar. Meskipun dinyatakan MP3EI memperhatikan keberlanjutan tetapi yang lebih tampak adalah sasaran pembangunan ekonomi, sehingga menimbulkan tidak terpenuhinya prinsip keberlanjutan. Greening dilakukan untuk mengarahkan pemenuhan prinsip keberlanjutan yang selaras dengan sasaran program REDD+. Gambar sederhana dari potensi tidak berkelanjutan menuju keberlanjutan disajikan pada Gambar 2. NOT BUSINESS AS USUAL (SUSTAINABLE) NOT BUSINESS AS USUAL (NOT SUSTAINABLE) GREENING Gambar 2. Transformasi MP3EI melalui Greening dalam Kerangka REDD+ PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+ 5
  • 14. 1.3 Ruang Lingkup Greening MP3EI Yang Terkait Dengan REDD+ Ruang lingkup meliputi ruang lingkup Greening MP3EI Dalam Kerangka REDD+ dan ruang lingkup pedoman Greening MP3EI Dalam Kerangka REDD+. 1. Ruang lingkup Greening MP3EI Yang Terkait Dengan REDD+ Pelingkupan Greening MP3EI Dalam Kerangka REDD+ didasarkan pada tujuannya yaitu untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan sebagai prinsip dasar MP3EI melalui pembangunan rendah karbon dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia dengan mengintegrasikan implementasi REDD+ yang meliputi aspek lingkungan, sosial dan ekonomi. Ruang lingkup Greening MP3EI Dalam Kerangka REDD+ berdasarkan pendekatan substansi tujuan yang akan dicapai yaitu sebagai berikut: Evaluasi terhadap dokumen/draft/presentasi dokumen SRAP REDD+ yang telah disiapkan oleh kelompok kerja di 11 Provinsi prioritas menunjukkan ragam format dan substansi yang dituangkan ke dalam dokumen. Dalam perspektif sistem perencanaan, proses pengarus-utamaan dinilai akan mengalami kendala akibat berbagai faktor berikut: a. Pembangunan Berkelanjutan sebagai prinsip dasar Greening MP3EI Ruang lingkup Greening MP3EI Dalam Kerangka REDD+ berada dalam kerangka pikir pembangunan berkelanjutan dengan tiga pilar utamanya, yaitu lingkungan, sosial dan ekonomi. Berdasarkan kerangka pikir pembangunan berkelanjutan ini, maka upaya integrasi implementasi REDD+ dalam MP3EI selain mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosial juga tetap menjaga upaya percepatan dan perluasan dalam Kerangka ekonomi yang akan dicapai. PRINSIP DASAR GREENING MP3EI: PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN ECONOMIC SUSTAINABLE DEVELOPMENT ENVIRONMENT SOCIAL Gambar 3 Prinsip dasar greening dalam Kerangka REDD+ 6 PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
  • 15. b. Kebijakan pembangunan rendah karbon sebagai pedoman Greening MP3EI RAN GRK adalah sebuah rencana aksi untuk mewujudkan pembangunan rendah karbon. Ruang lingkup Greening MP3EI Dalam Kerangka REDD+ adalah implementasi REDD+ yang merupakan bagian dari RAN GRK. Lingkup RAN GRK meliputi kegiatan inti dan kegiatan pendukung. Dalam RAN GRK kegiatan inti terdiri dari pertanian, kehutanan dan lahan gambut, energi dan transportasi, industri, pengolahan limbah. Untuk kegiatan dalam Kerangka REDD+ ruang lingkupnya meliputi kegiatan pertanian, kehutanan dan lahan gambut, serta kegiatan berbasis lahan lainnya. Muatan MP3EI terdiri atas kegiatan ekonomi utama dan kegiatan ekonomi lainnya di setiap koridor, lokasi kegiatan dan skala berupa volume produksi atau luas areal pembangunan, regulasi dan kebijakan, infrastruktur (konektivitas), dan pengembangan SDM serta teknologi untuk mendukung pelaksanaan setiap jenis kegiatan ekonomi utama itu di masing-masing koridor ekonomi (MP3EI 2011-2025) c. Aspek lingkungan, sosial dan ekonomi implementasi REDD+ sebagai pedoman penyusunan kriteria dan indikator Greening MP3EI Berdasarkan prinsip dan ruang lingkup implementasi REDD+ dalam Strategi Nasional (Stranas) REDD+ serta kriteria dan indikator mainstreaming REDD+ dalam perencanaan pembangunan, terdapat tiga aspek penting yang menjadi prinsip dasar Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+, yaitu prinsip lingkungan, sosial dan ekonomi. Prinsip ini selaras dengan tiga pilar pembangunan berkelanjutan yang menjadi prinsip dasar MP3EI. Tiga prinsip Greening MP3EI Dalam Kerangka REDD+ ini dioperasionalisasikan dalam perencanaan pembangunan yang mengintegrasikan kegiatan MP3EI untuk menjamin bahwa percepatan dan perluasan pembangunan menjamin keberlanjutan lingkungan, sosial dan ekonomi. Sasaran penurunan GRK ataupun REDD+ secara rinci menurut Strategi Nasional REDD+ adalah : a. Penurunan emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan ataupun lahan gambut sebesar 26% atas tindakan sendiri, dan 41% dengan dukungan internasional b. Pemeliharaan dan peningkatan cadangan karbon melalui konservasi, pengelolaan hutan lestari, rehabilitasi dan restorasi kawasan yang rusak c. Peningkatan manfaat karbon melalui : c.1. Peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal c.2. Peningkatan kelestarian keanekaragaman hayati c.3. Peningkatan kelestarian produksi jasa ekosistem hutan PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+ 7
  • 16. KONSEP KEBERLANJUTAN LINGKUNGAN, SOSIAL DAN EKONOMI EKONOMI LINGKUNGAN SOSIAL Gambar 4. Keberlanjutan lingkungan, sosial dan ekonomi greening dalam Kerangka REDD+ 2. Ruang Lingkup Pedoman Greening MP3EI Yang Terkait Dengan REDD+ Ruang lingkup Pedoman Greening MP3EI Dalam Kerangka REDD+ terdiri dari (1) Konsep dasar greening, yang berlandaskan pada salah satu prinsip dasar MP3EI yaitu pembangunan berkelanjutan, (2) Prinsip, kriteria dan indikator greening yang dikembangkan dari tiga pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu meliputi aspek lingkungan, sosial dan ekonomi, (3) Mekanisme greening yaitu merupakan proses yang terdiri dari tahapan Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+. 8 PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
  • 17. Dinamika Perubahan Sistem Perencanaan dan Penganggaran UU 25/2004-UU 17/2003 • • • Lingkungan global (krisis 2008, BRICS, dll) Komitmen internasional (G20, APEC, FTA, ASEAN, Climate Change) Perkembangan sosial-economi domestik Tuntutan untuk mempercepat transformasi ekonomi nasional RPJPN 2005-2025 1 RPJMN 2010-2014 RKP/RAPBN Masterplan Percepatan & Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Rencana Aksi/Proyek RAN-GRK REDD RTRWN Investasi Swasta dan PPP Gambar 5. Keterkaitan MP3EI dan isu REDD+ di dalam rencana pembangunan Isi Pedoman Greening MP3EI Dalam Kerangka REDD+ meliputi (1) Pendahuluan, (2) Prinsip dan pendekatan greening MP3EI, (3) Integrasi pedoman greening ke dalam MP3EI, (4) Tahapan pelaksanaan greening kegiatan MP3EI dalam Kerangka REDD+, (5) Dokumentasi, publikasi dan penjaminan kualitas greening MP3EI (6) Penutup. 1.4 Landasan Hukum Landasan hukum yang mendasari Pedoman Greening MP3EI Dalam Kerangka REDD+ yaitu sebagai berikut: • Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya • Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nation Framework Convention on Climate Change • Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan • Undang-Undang Nomor 17 tahun 2004 tentang Pengesahan Protokol Kyoto • Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+ 9
  • 18. • • Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025 • Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah jo no UU no 32 tahun 2004 • Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup • Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan • Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota • Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 • Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 • Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK) • 10 Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Keputusan Presiden Nomor 25 tahun 2011 tentang Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+ PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
  • 19. BAB 2 Prinsip dan Pendekatan Greening MP3EI 2.1 Prinsip Dasar Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan berkelanjutan digunakan sebagai prinsip dasar greening berdasarkan pada MP3EI yang menempatkan pembangunan berkelanjutan sebagai salah satu prinsip dasar, selain itu juga sesuai UU nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa pembangunan suatu wilayah dan atau kebijakan, program serta kegiatan berdasarkan pada pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan dan mutu generasi masa kini dan generasi masa depan. Pembangunan berkelanjutan merupakan implementasi konsep sustainability (keberlanjutan). Keberlanjutan didefinisikan sebagai kemampuan berbagai sistem dan sub sistem pendukung kehidupan yang ada di bumi, termasuk sistem sosial (budaya dan ekonomi) untuk dapat bertahan dan menyesuaikan diri menghadapi perubahan kondisi lingkungan secara terus menerus. Keberlanjutan adalah konsep dasar permasalahan lingkungan. Permasalahan lingkungan akan muncul apabila terdapat gangguan keberlanjutan. Implikasi dari prinsip dasar pembangunan berkelanjutan dalam greening MP3EI adalah mengarusutamakan konsep keberlanjutan dalam greening MP3EI baik keberlanjutan sistem lingkungan (ekosistem) dan sistem sosial dan sistem ekonomi. Berdasarkan prinsip dasar pembangunan berkelanjutan, Greening MP3EI akan menghasilkan keberlanjutan pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan di Indonesia. 2.2 Prinsip, Kriteria dan Indikator Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+ Pedoman Greening MP3EI Dalam Kerangka REDD+ memiliki prinsip, kriteria dan indikator yang merupakan penjabaran secara lebih operasional dari konsep pembangunan berkelanjutan. Prinsip adalah fundamental yang menjadi dasar suatu kebijakan, yang pada umumnya dinyatakan sebagai suatu yang ideal dan menjadi payung dari kriteria dan indikator. Kriteria adalah standar untuk mengetahui atau menilai apakah suatu pelaksanaan kebijakan dapat memenuhi prinsip-prinsip yang ditetapkan, biasanya dinyatakan sebagai sesuatu yang harus terjadi atau harus dilaksanakan. Indikator adalah sesuatu yang dapat mengindikasikan suatu kondisi yang diperlukan oleh kriteria. PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+ 11
  • 20. Percepatan pembangunan dapat diterima sejauh tidak mengorbankan keberlanjutan dari sistem yang kita bangun dalam jangka panjang. Untuk itu, pelaksanaan MP3EI perlu dipandu oleh beberapa prinsip agar tujuan dari MP3EI dapat tercapai, sementara resiko yang mengancam keberlanjutan ekonomi dalam jangka panjang dapat dikendalikan sejauh mungkin. Beberapa prinsip tersebut diturunkan dari pandangan dan keyakinan bahwa ekonomi konvensional berada dan bekerja di dalam ekonomi sumberdaya sosial dan ekonomi sumberdaya sosial berada dan bekerja di dalam ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan (Gambar 6). Tiga prinsip yang perlu diperhatikan adalah: 1) Pelaksanaan MP3EI harus hemat dalam menggunakan natural capital, tetapi pada saat yang sama meningkatkan human capital, physical capital, dan financial capital ekonomi setempat (prinsip ekonomi); 2) Pelaksanaan MP3EI tidak boleh melampaui daya dukung lingkungan (prinsip lingkungan). Salah satu titik kritis penerapan prinsip ini adalah batas dari lingkungan yang dimaksud. Daerah Aliran Sungai merupakan salah satu alternatif batas lingkungan yang layak dipertimbangkan; 3) Pelaksanaan MP3EI harus semakin memperkuat kapital sosial (prinsip sosial). Kapital sosial sering terabaikan dalam pembangunan sehingga timbul konflik yang dapat mengancam capaian pembangunan itu sendiri. Atas dasar prinsip ini, kriteria dan indikator dikembangkan untuk tiga dalam Kerangka, yakni ekonomi, lingkungan, dan sosial. NATURAL RESOURCES ECONOMY Absorption of waste nd THE FORMAL ECONOMY Incomes b o ur, ca p it , la Unpaid labour in household, parenting and community service La al Common cultural inheritance (arts and skills) Business oo ds and ser G Consumer spending vic es Households All forms of social cooperation Reproduction of plant and animal life SOCIAL RESOURCES ECONOMY Production of minerals Business receipts Subsistence agriculture Production of energy Gambar 6. Perluasan Perhitungan Ekonomi (Cato, 2009) 12 PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
  • 21. 2.2.1. Kriteria dan Indikator Ekonomi Kriteria ekonomi yang digunakan adalah (1) pengembangan potensi ekonomi wilayah, terdiri atas 4 indikator dan (2) peningkatan konektivitas nasional, terdiri atas 3 indikator. Adapun indikator yang digunakan untuk setiap kriteria adalah sebagai berikut: 1). Pengembangan potensi ekonomi wilayah dengan indikator a) PDRB. Ini merupakan indikator kegiatan ekonomi yang paling banyak digunakan dan datanya paling tersedia. b) Stok sumberdaya alam. Pada dasarnya, semua kegiatan ekonomi diawali dari sumberdaya alam. Stok sumberdaya alam yang lebih tinggi memberi peluang yang lebih tinggi bagi ekonomi untuk berkembang. c) Nisbah anggaran pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan terhadap nilai sumberdaya alam yang tereksploitasi dari daerah yang bersangkutan. Pertumbuhan ekonomi sangat ditentukan oleh stok dari kapital, baik berupa kapital buatan, kapital alam, kapital manusia, maupun kapital sosial. Indikator ini dimaksudkan untuk menangkap bagaimana pengurangan satu jenis kapital diimbangi dengan reinvestasi untuk memupuk kapital lainnya. 2). Peningkatan konektivitas nasional dengan indikator a) Stok kapital buatan (jembatan, jalan, pelabuhan) per kapita. Konektivitas sangat ditentukan oleh ketersediaan kapital buatan. Stok kapital buatan per kapita akan menentukan tingkat keterlayanan atau kemudahan yang dinikmati oleh seseorang. Harapannya, stok kapital buatan per kapita meningkat dengan waktu hingga mencapai steady state. b) Arus barang dan orang per satuan waktu. Melalui pembangunan, arus barang dan orang per satuan waktu diharapkan dapat meningkat secara signifikan. 2.2.2. Kriteria dan Indikator Lingkungan Kriteria lingkungan terdiri dari: 1. Keberlanjutan fungsi pengaturan dengan indikator stok karbon/emisi, tata air, biodiversitas, dan habitat. 2. Keberlanjutan fungsi penyediaan dengan indikator ketahanan pangan ketersediaan hasil hutan. 3. Keberlanjutan fungsi kultural dengan indikator terjaganya situs-situs yang berperan dalam kegiatan ritual dan kultural. PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+ 13
  • 22. 2.2.3. Kriteria dan Indikator Sosial Kriteria sosial mencakup 1) peningkatan kapital sosial, terdiri atas 6 indikator sosial, 2) peningkatan keadilan sosial, terdiri atas 4 indikator. 1). Peningkatan kapital sosial dengan indikator. Kapital sosial sebenarnya masih menjadi perdebatan dan tingkat akumulasinya paling sullit diukur. Indikator berikut diharapkan dapat mencerminkan tingkat akumulasi kapital sosial, meskipun beberapa indikator sebenarnya lebih tepat disebut sebagai indikator kapital manusia. (a) Konflik di masyarakat. (b) Tingkat partisipasi dalam kegiatan bersama. (c) Indeks pembangunan manusia (IPM/HDI) (d) Laju pertumbuhan penduduk. 2). Peningkatan keadilan sosial dengan indikator. Keadilan sosial merupakan isu sentral dari pembangunan. Tidak jarang kegagalan pembangunan bersumber dari kegagalan dalam melakukan pemerataan hasil pembangunan yang dipacu pada laju pertumbuhan yang sangat tinggi. (a) Perimbangan pembagian hasil dari sumberdaya alam, baik langsung maupun tidak langsung, antara pusat dan daerah. Banyak daerah merasa tidak puas dengan perimbangan pembagian hasil dari sumberdaya alam yang dieksploitasi di wilayahnya. Semakin kecil bagian daerah semakin eksploitatif pemanfaatan sumberdaya alam yang terjadi dan berimplikasi semakin jauh dari prinsip kelestarian. (b) Gini ratio. Ini merupakan indikator pembagian pendapatan yang umum digunakan. Bila ketimpangan distribusi pendapatan berlangsung lama, maka kemungkinan akan terjadi ketimpangan akumulasi kapital dan selanjutnya akan semakin memperparah distribusi pendapatan. Jadi, gini ratio merupakan peringatan dini kinerja suatu ekonomi. (c) Tingkat pengangguran/ penyerapan tenaga kerja. Ini merupakan indikator ekonomi yang sering menimbulkan masalah sosial. Masyarakat dengan tingkat pengangguran yang tinggi secara umum menghadapi problem sosial yang lebih berat dibandingkan dengan masyarakat dengan tingkat pengangguran lebih rendah. (d) Partisipasi/ akses masyarakat lokal/ adat di dalam kegiatan ekonomi/ pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan yang penting merupakan memupuk kapital sosial yang akan berdampak pada kinerja ekonomi. 2.3 Pendekatan Greening MP3EI MP3EI dinyatakan sebagai not business as usual dalam pengertian adanya cara baru untuk memperluas dan mempercepat pembangunan ekonomi. Cara baru tersebut adalah membangun infrastruktur untuk konektivitas pusat-pusat pertumbuhan wilayah di enam 14 PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
  • 23. koridor ekonomi. Konektivitas itu menjadi sarana perluasan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia. Percepatan pembangunan ekonomi dilakukan dengan cara pengembangan kegiatan ekonomi utama di setiap koridor atau pusat pertumbuhan, yang saling terkoneksi, sehingga diharapkan perluasan dan percepatan pembangunan ekonomi dapat terwujud. Di pihak lain, ada program REDD+ yang juga menuntut not business as usual, tetapi kedua hal ini memiliki makna yang berbeda. Not business as usual pada MP3EI bernuansa eksploitatif terhadap sumberdaya alam dan lingkungan untuk pertumbuhan ekonomi, sedangkan pada REDD+ bernuansa sebaliknya, mengurangi eksploitasi sumberdaya alam, khususnya hutan dan lahan gambut. Greening MP3EI dilakukan pada berbagai tingkat, yaitu tingkat makro setara kegiatan ekonomi atau investasi pada wilayah nasional atau koridor ekonomi, tingkat mezo setara wilayah pusat pertumbuhan, tingkat provinsi atau daerah aliran sungai, tingkat mikro setara tingkat kegiatan ekonomi/investasi pada wilayah kabupaten. MP3EI merupakan rencana pembangunan ekonomi yang telah dituangkan di dalam Perpres No. 32 Tahun 2011. Pelaksanaan greening pada kebijakan MP3EI nasional yaitu 6 koridor dilakukan melalui proses integrasi greening pada dokumen MP3EI. Hasil greening berupa rekomendasi terhadap MP3EI yang sudah ada tersebut, untuk disesuaikan menjadi rencana MP3EI yang memenuhi prinsip keberlanjutan. Rencana lebih detil MP3EI (operasional) berupa rencana kegiatan ekonomi atau investasi pada wilayah pusat pertumbuhan, provinsi atau kabupaten belum disusun. Greening pada rencana kegiatan ekonomi atau investasi pada tingkat provinsi atau pada tingkat kabupaten dilakukan secara bersama-sama dengan proses perencanaan kegiatan MP3EI di wilayah itu. Hasil greening adalah dokumen rencana MP3EI yang sudah memenuhi prinsip keberlanjutan (sustainable development). Secara umum greening rencana kegiatan ekonomi atau investasi disajikan pada Gambar 7 di bawah ini. Pendekatan greening menyangkut metode pelaksanaan pada setiap tingkatan wilayah tersebut di atas, yaitu menggunakan pendekatan kerangka pikir Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang disesuaikan dengan kebutuhan dalam Kerangka REDD+, kebutuhan tingkat kedalaman analisis di setiap tingkatan rencana pelaksanaan MP3EI, cakupan aspek ekonomi, lingkungan dan sosial di dalam analisis trade off dan adaptasi di setiap alternative kegiatan ekonomi. Atas dasar ini greening MP3EI adalah wujud pelaksanaan KLHS dengan pengembangan pendekatan sesuai kebutuhan REDD+ (metode greening). PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+ 15
  • 24. Konservasi & Rehabilitasi Pengelolaan Bentang Alam Berkelanjutan 1. Pertumbuhan Ekonomi 2. Penyerapan tenaga kerja Pertanian, Kehutanan & Pertambangan 1. Reduksi emisi 2. Peningkatan cadangan karbon 3. Keanekaragaman Hayati & jasa lingkungan 3. Pertumbuhan Ekonomi Program Strategis REDD+ MP3EI Kegiatan Ekonomi Kegiatan Infrastuktur Wilayah: Koridor Ekonomi Provinsi, Kabupaten Program Utama & Kegiatan (8/22) Berbasis Lahan/Berpengaruh terhadap Lahan: 1. Pertanian 2. Pertambangan 3. Energi 4. Transportasi 5. Kawasan Sasaran Pembangunan Gambar 7. Harmonisasi sasaran pembangunan melalui Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+ Metode greening sebagai pengembangan kerangka pikir atau kerangka kerja KLHS terletak pada : a) Tahapan pelaksanaan penapisan greening MP3EI terkait dengan menjawab pertanyaan apakah kegiatan MP3EI berada di ruang yang sesuai dengan RTRW ataupun di dalam area program REDD+. b) Penggunaan analisis trade off terhadap setiap alternatif yang direncanakan untuk mengharmoniskan sasaran MP3EI dengan sasaran REDD+, menggunakan bukan saja indikator lingkungan hidup (isu strategis lingkungan hidup) tetapi juga aspek ekonomi dan sosial. c) Tingkat kedalaman analisis trade off untuk setiap tingkat wilayah, pada tingkat nasional/ koridor ekonomi analisis kualitatif tren perubahan sumberdaya dan lingkungan jangka panjang, di rencana atau program tingkat wilayah provinsi atau kabupaten analisis kualitatif dan kuantitatif. d) Proses greening sebagai bagian proses perencanaan secara terpadu, hasilnya menjadi 16 PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
  • 25. dokumen rencana pembangunan (renstra, RPJMN, RPJMD) yang memenuhi prinsip keberlanjutan. Pendekatan greening pada setiap tingkat wilayah membutuhkan tingkat kedalaman yang berbeda. Gambaran kedalaman analisis disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kebutuhan analisis pada setiap cakupan wilayah greening MP3EI dalam Kerangka REDD+ Wilayah No 1 Nasional, Koridor Ekonomi Pendekatan Greening Fokus analisis • • 2 Kedalaman & metode analisis keberlanjutan • • Provinsi, Pusat Pertumbuhan, DAS Prinsip keberlanjutan ekonomi lingkungan & sosial Kondisi semua pemungkin/ prasyarat • Analisis kualitatif Nilai Finansial • • • Kabupaten Prinsip keberlanjutan ekonomi (termasuk sumberdaya), lingkungan, sosial Kondisi prasyarat (tata ruang, tenurial) • Analisis kualitatif/ kuantitatif Nilai ekonomi total (ekonomi lingkungan) • • • Prinsip keberlanjutan ekonomi (termasuk sumberdaya), lingkungan, sosial Kondisi prasyarat (tata ruang, tenurial) Analisis kualitatif/ kuantitatif Nilai ekonomi total (ekonomi lingkungan) PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+ 17
  • 26. 18 PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
  • 27. BAB 3 Integrasi Pedoman Greening ke Dalam MP3EI 3.1. Perencanaan dan Pelaksanaan MP3EI Berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Dalam Kerangka Perekonomian Nomor PER-06/M. EKON/08/2011 tentang organisasi dan tata kerja KP3EI 2011-2025, tugas KP3EI adalah (1) melakukan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan MP3EI, (2) melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan MP3EI dan (3) menetapkan langkah-langkah da kebijakan dalam rangka penyelesaian penyelesaian dan hambatan pelaksanaan MP3EI. Selain itu, KP3EI dilengkapi dengan perangkat organisasi antara lain tim kerja, yang terdiri dari (1) tim kerja regulasi, (2) tim kerja konektivitas dan (3) tim kerja sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses perencanaan dan pelaksanaan MP3EI di masing-masing tim kerja adalah sebagai uraian berikut. Proses perencanaan dan pelaksanaan MP3EI untuk Tim Kerja Regulasi: • Proses kajian dan identifikasi kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang menghambat pelaksanaan MP3EI • Proses penyusunan rekomendasi dan langkah-langkah strategis penyelesaian permasalahan dan hambatan kebijakan dan perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan MP3EI • Proses sinkronisasi kebijakan dan perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan MP3EI • Proses pemantauan pelaksanaan kebijakan dan perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan MP3EI Proses perencanaan dan pelaksanaan MP3EI untuk Tim Kerja Konektivitas: • Proses kajian dan identifikasi kebutuhan dan ketersediaan infrastruktur untuk mendukung peningkatan konektivitas dalam pelaksanaan MP3EI • Proses penyusunan rekomendasi dan langkah-langkah strategis dalam rangka sinkronisasi penyediaan infrastruktur untuk mendukung peningkatan konektivitas dalam pelaksanaan MP3EI • Proses sinkronisasi kebijakan penyediaan infrastruktur untuk mendukung peningkatan konektivitas dalam pelaksanaan MP3EI Proses perencanaan dan pelaksanaan MP3EI untuk Tim Kerja sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan dan teknologi: • Proses kajian dan identifikasi kebutuhan dan ketersediaan sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendukung pelaksanaan MP3EI • Proses penyusunan rekomendasi dan langkah-langkah strategis dalam rangka sinkronisasi penyediaan sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendukung pelaksanaan MP3EI • Proses sinkronisasi kebijakan sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendukung pelaksanaan MP3EI PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+ 19
  • 28. Dalam proses perencanaan dan pelaksanaan MP3EI, tim kerja juga didukung oleh tim kerja koridor ekonomi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara, serta koridor ekonomi Papua dan Maluku. 3.2. Objek Greening MP3EI Dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) pasal 15 bahwa pemerintah wajib memastikan bahwa pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/ atau kebijakan, rencana dan/atau program. MP3EI adalah dokumen perencanaan yang telah ditetapkan menjadi kebijakan pemerintah melalui Peraturan Presiden No 32 Tahun 2011. MP3EI telah menempatkan pembangunan berkelanjutan sebagai salah satu prinsip MP3EI. Selain menggunakan prinsip pembangunan berkelanjutan, MP3EI juga mempertimbangkan RAN GRK sebagai implementasi kebijakan atas komitmen Indonesia terhadap dunia internasional untuk melakukan upaya reduksi emisi gas rumah kaca. Kebijakan RAN GRK telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden No 61 Tahun 2011 yang terdiri dari lima kegiatan utama dan satu kegiatan pendukung. Lima kegiatan utama yaitu dalam Kerangka Pertanian, Kehutanan dan Lahan Gambut, Energi dan Transportasi, Industri serta Pengolahan Limbah. RAN GRK dimaksudkan untuk mendorong pembangunan rendah karbon. Satgas Persiapan Kelembagaan REDD+ yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2011 memiliki tugas antara lain mengkoordinasikan penyusunan strategi nasional REDD+. Meskipun belum ditetapkan menjadi suatu peraturan perundangan, Strategi Nasional REDD+ adalah pedoman implementasi REDD+ di Indonesia. Strategi Nasional REDD+ mentapkan ruang lingkup implementasi REDD+, yaitu di lahan berhutan dan lahan bergambut baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan atau Areal Penggunaan Lain (APL). Implementasi REDD+ sebagai isu strategis dalam Greening MP3EI memberikan batasan atau ruang lingkup kegiatan yang menjadi objek Greening MP3EI yaitu kegiatan pertanian dan kehutanan serta kegiatan RAN GRK lainnya yang memberikan dampak signifikan terhadap perubahan penutupan lahan di lahan berhutan dan lahan bergambut baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan atau Areal Penggunaan Lain (APL). Kegiatan-kegiatan yang menjadi objek Greening MP3EI tersebut selanjutnya disebut sebagai kegiatan MP3EI berbasis lahan. 3.3. Pengguna Pedoman Greening MP3EI Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 tentang MP3EI (Perpres MP3EI) menetapkan bahwa MP3EI merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 20 PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
  • 29. 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 – 2025 dan melengkapi dokumen perencanaan. Perpres MP3EI juga menetapkan fungsi MP3EI adalah sebagai berikut: (1) Acuan bagi menteri dan pimpinan lembaga pemerintah non kementrian untuk menetapkan kebijakan sektoral dalam rangka pelaksanaan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia di dalam Kerangka tugas masing-masing, yang dituangkan dalam dokumen rencana strategis masing-masing kementrian/lembaga pemerintah non kementrian sebagai bagian dari dokumen perencanaan pembangunan. (2) Acuan penyusunan kebijakan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota terkait. Berdasarkan Perpres MP3EI pasal 4 ayat (2), Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi (KP3EI) memiliki tugas antara lain melakukan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan MP3EI. Mempertimbangkan peran KP3EI dan fungsi MP3EI, maka pengguna Pedoman Greening MP3EI yaitu: (1) Para menteri, pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian dan penyusun dokumen rencana strategis masing-masing kementerian/lembaga pemerintah nonkementrian. (2) KP3EI, para gubernur, bupati, walikota dan penyusun dokumen rencana percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota. 3.4. Mekanisme Penggunaan Pedoman Greening MP3EI Berdasarkan pengguna Pedoman Greening MP3EI, mekanisme penggunaan terdiri dari (1) Penggunaan Pedoman Greening MP3EI untuk penyusunan dokumen rencana strategis kementrian/lembaga pemerintah nonkementrian dan (2) Penggunaan Pedoman Greening MP3EI untuk penyusunan dokumen rencana percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota. (1) Penggunaan Pedoman Greening MP3EI untuk penyusunan dokumen rencana strategis kementrian/lembaga pemerintah non kementrian/pemda Penggunaan Pedoman Greening MP3EI untuk penyusunan dokumen rencana strategis kementerian/lembaga pemerintah nonkementrian mengikuti mekanisme penyusunan dokumen rencana strategis kementerian/lembaga pemerintah nonkementrian berdasarkan pasal 9 Undang-Undang No 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang menjelaskan bahwa Penyusunan RPJM Nasional dan Rencana Strategis Kementerian/ Lembaga Nonkementrian (Renstra K/L) dilakukan melalui urutan kegiatan sebagai berikut: a. Penyiapan rancangan awal Renstra K/L b. Penyiapan rancangan rencana kerja PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+ 21
  • 30. c. d. Musyawarah perencanaan pembangunan Penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan Pedoman Greening MP3EI digunakan pada setiap tahapan penyusunan Renstra K/L. Penggunaan Pedoman Greening MP3EI pada tahapan tersebut menjamin bahwa proses greening terjadi pada setiap tahapan penyusunan Renstra K/L tersebut dan sebelum Renstra K/L tersusun. (2) Penggunaan Pedoman Greening MP3EI untuk penyusunan dokumen rencana percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota Mekanisme kerja KP3EI tertuang dalam Peraturan Menteri Koordinator Dalam Kerangka Perekonomian Nomor PER-06/M.EKON/08/2011 tentang organisasi dan tata kerja KP3EI 20112025, dengan mekanisme kerja utama adalah sebagai berikut: a. Penyusunan arah kebijakan dan strategi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi MP3EI b. Penyusunan rencana aksi MP3EI c. Pelaksanaan rencana aksi d. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan aksi Berdasarkan mekanisme kerja utama tersebut, Pedoman Greening MP3EI digunakan pada tahapan (a) penyusunan arah kebijakan dan strategi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi MP3EI serta (b) penyusunan rencana aksi MP3EI. 22 PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
  • 31. BAB 4 Tahapan Pelaksanaan Greening MP3EI 4.1. Kerangka Kerja Pelaksanaan Greening MP3EI Kerangka tahapan kerja greening menggambarkan proses yang dilakukan sampai mencapai rencana MP3EI melewati penapisan dengan indikator Redd+, pembangunan berkelanjutan dan keberlanjutan. Kerangka kerja ini akan diuraikan pada setiap tahap pelaksanaan greening secara lebih rinci. Kerangka tahapan kerja greening ditunjukan pada Gambar 8 bagan alir berikut ini. TIDAK STOP: MP3EI BUKAN OBJEK GREENING KEGIATAN MP3EI MP3EI OBJEK GREENING? I/1 YA APAKAH MP3EI BERKELANJUTAN ? I/2 YA I/3 PENILAIAN C/I KEGIATAN REDD+ PENILAIAN C/I MP3EI -1 (BERKELANJUTAN) TIDAK I/5 ANALISIS GREENING: • ALTERNATIF LOKASI • MUATAN MP3EI • ADAPTASI/ MITIGASI ANALISIS TRADE OFF -1 I/6 ANALISIS PRASYARAT I/7 STOP: MP3EI “NOT GREEN” II/2 PENILAIAN C/I MP3EI-1a (TANPA GREENING) ANALISIS TRADE OFF -2 PENILAIAN C/I MP3EI-1b (DENGAN GREENING) PRINSIP KEBERLANJUTAN: C&I EKONOMI-LINGKUNGAN-SOSIAL RTRW, SRAP, AREAL REDD+ • KONDISI RUANG • STAKEHOLDERS KEGIATAN REDD+ II/3 I/8 PENGAMBILAN KEPUTUSAN OPTIMAL REDD+ VS MP3EI I/4 PENGAMBILAN KEPUTUSAN MP3EI “GREEN” Gambar 8. Kerangka tahapan pelaksanaan greening MP3EI PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+ 23
  • 32. Kerangka kerja greening dapat dipilih satu proses keputusan MP3EI berkelanjutan (proses greening MP3EI) atau dapat dilanjutkan dengan proses keputusan pemilihan alternative kegiatan pembangunan optimal (proses pengoptimalan). Proses yang kedua ini dilakukan jika stakeholders sepakat menginginkan bahwa perlu memperoleh rencana penggunaan ruang terbaik dari alternative MP3EI atau REDD+. Kedua proses diuraikan di bawah ini. 1. Pengambilan keputusan MP3EI berkelanjutan. Proses ini MP3EI melalui adopsi kerangka kerja KLHS untuk menjadikan kegiatan MP3EI keberlanjutan. Hal ini dilandasi oleh pemikiran bahwa kebijakan/rencana/program MP3EI di areal REDD+ merupakan kegiatan pembangunan yang harus dilakukan. Yang diperlukan adalah menjadikan kegiatan MP3EI itu memenuhi syarat keberlanjutan. Dengan demikian yang semula di lokasi tersebut untuk kegiatan REDD+ dipergunakan oleh kegiatan MP3EI yang berkelanjutan. Kegiatan pelaksanaan proses greening MP3EI pada Gambar 8 bagan alir di atas ditandai dengan kode I/1 sampai I/8, dengan tanda garis penuh/utuh. 2. Pengambilan keputusan penggunaan ruang optimal diantara alternative MP3EI dan Redd+. Hal ini dilandasi pemikiran bahwa kegiatan REDD+ atau MP3EI harus memenuhi keberlanjutan, dan kedua alternative kegiatan itu adalah bebas dipilih untuk dilaksanakan di lokasi tersebut. Yang diperlukan adalah membuat keputusan penggunaan ruang yang optimal diantara kedua alternative kegiatan pembangunan tersebut. Kegiatan pelaksanaan proses optimalisasi pada Gambar 8 bagan alir di atas ditandai dengan kode II dengan kegiatan 1 sampai 3 (ditulis II/1 sampai dengan II/3), dengan tanda garis putus-putus. Dari delapan kegiatan pelaksanaan greening MP3EI dalam Kerangka REDD+ dapat dikelompokkan menjadi 3 Tahap Kegiatan Utama Greening MP3EI, sebagai berikut: Tahap ke-1: Penapisan Objek Greening MP3EI, yaitu penapisan lingkup kegiatan MP3EI yang menjadi objek greening dalam Kerangka REDD+. Input yang diperlukan adalah RTRW, SRAP khususnya peta lokasi dan kegiatan REDD+ serta kegiatan MP3EI. Hasil penapisan, yang menjadi objek greening adalah MP3EI yang berada di areal (rencana) REDD+. Tahap ke-2: Penapisan Keberlanjutan MP3EI, yaitu untuk menjawab apakah MP3EI berkelanjutan? Ini proses mengidentifikasi kesesuaian ruang pada areal REDD+ tersebut untuk kegiatan MP3EI, berdasarkan kondisi biofisik, sosial budaya & peraturan perundangan. Analisis dapat dilakukan dengan menggunakan matriks untuk identifikasi kondisi ruang dan kegiatan MP3EI yang memiliki potensi tinggi atau rendah menimbulkan kerusakan atau dampak negative terhadap sumberdaya atau lingkungan dan sosial budaya. Keluaran dari tahap ini adalah MP3EI potensial tidak berkelanjutan atau berkelanjutan. Analisis Greening dilakukan terhadap kegiatan MP3EI yang potensial tidak berkelanjutan, yaitu alternative tindakan yang diperlukan untuk menjadikan kegiatan MP3EI memenuhi prinsip keberlanjutan. Hasil kegiatan ini adalah rencana kegiatan MP3EI yang memenuhi keberlanjutan. 24 PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
  • 33. Tahap ke-3 : Analisis Trade Off terhadap kegiatan MP3EI yang potensial tidak berkelanjutan, yaitu antara kegiatan MP3EI awal (“MP3EI tanpa greening”) dan “MP3EI dengan greening”. Analisis trade off dapat dilakukan melalui penilaian indikator ekonomi, lingkungan dan sosial secara kualitatif atau kuantitatif sesuai kedalaman analisis yang diperlukan menurut tingkat wilayah greening MP3EI (sesuai dengan uraian pada Tabel 1), ataupun disesuaiakan dengan efisiensi (ketersediaan data, waktu, biaya dll). Hasil analisis trade off menunjukkan adakah perbaikan kinerja kegiatan MP3EI dengan greening tersebut dibandingkan kegiatan semula. Informasi analisis trade off menjadi input proses pengambilan keputusan. Tahap ke-4 : Pengambilan Keputusan greening MP3EI, sehingga diperoleh rencana MP3EI yang berkelanjutan, mengharmoniskan aspek ekonomi, lingkungan dan sosial. MP3EI yang memiliki keberlanjutan dihasilkan pada tahap ke-2 langsung masuk tahap ke-4, sedangkan yang keberlanjutannya tidak terpenuhi melalui tahap ke-3 baru ke tahap ke-4. Pengambilan keputusan ini memerlukan input hasil penilaian C/I dari kegiatan MP3EI semula (tanpa greening) dan kegiatan yang sudah ada upaya greening, serta analisis trade off antara keduanya. Hasil proses keputusan apakah kegiatan MP3EI itu dapat diterima diimplimentasikan di areal REDD+ itu, atau ditolak karena tidak memenuhi keberlanjutan. Hasilnya menjadi dokumen rencana pembangunan dengan isi kegiatan MP3EI memenuhi syarat keberlanjutan, sasaran pembangunan yang akan dicapai (ukuran C/I), prasyarat/ kondisi pemungkin yang harus dipenuhi agar sasaran dapat dicapai. Setelah hasil greening MP3EI diperoleh dilakukan Proses Optimalisasi. Meskipun proses optimalisasi bersifat pilihan (optional) sesuai kebutuhan dan kesepakatan stakeholders,tetapi sebaiknya dilakukan, untuk memperoleh penggunaaan/ pembangunan yang optimal. Ada 3 tahapan proses optimalisasi, yaitu : Tahap ke-1: Penilaian kriteria / indikator (C/I) pada aspek lingkungan, ekonomi dan sosial, yang ditimbulkan oleh kegiatan REDD+ yang lokasinya direncanakan juga untuk kegiatan MP3EI. Tahap ke-2: Analisis trade off antara REDD+ dengan MP3EI. Instrumen yang dipakai adalah hasil penilaian C/I kegiatan REDD+ dan MP3EI. Tahap ke-3 : Proses pengambilan keputusan atas dasar hasil analisis trade off. Pengambilan keputusan melalui proses partisipasi stakeholders (termasuk pihak yang potensial terkena dampak). Mekanisme pengambilan keputusan disertai dengan informasi/ penjelasan yang cukup tentang makna hasil trade off dan implikasi keputusan yang diambil. PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+ 25
  • 34. 4.2. Pelaksanaan Greening MP3EI 4.2.1. Tahap 1: Penapisan Objek Greening MP3EI Penapisan Areal REDD+ ini diperlukan informasi yaitu a) muatan atau kegiatan MP3EI dan b) tata ruang wilayah atau kawasan hutan tetap atau areal berhutan di luar kawasan hutan yang ditujukan untuk program REDD+ tingkat nasional, provinsi atau kabupaten, 11 daerah provinsi prioritas telah menyusun SRAP, yang memuat skenario ruang dan kegiatan yang diproyeksikan untuk jangka panjang sampai 2020, untuk komitmen reduksi emisi karbon Kebutuhan informasi ruang disesuaikan menurut wilayah yang menjadi objek greening MP3EI. Kegiatan melalui superimpose peta RTRW, peta rencana areal REDD+ dengan peta MP3EI menurut koridor ekonomi ataupun peta lokasi kegiatan ekonomi utama dan ekonomi lainnya, lokasi infrastruktur konektivitas. Hasil penapisan hanya MP3EI yang berada di areal REDD+ yang menjadi objek greening, sedangkan yang berada di luar areal REDD+ bukan objek greening dalam Kerangka REDD+. MP3EI yang terkait dengan REDD+ adalah kegiatan yang berbasis lahan, atau yang mempengaruhi hutan dan lahan. Dari 8 program MP3EI diidentifikasi 5 dalam Kerangka yang terkait program REDD+,ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2. Program dan kegiatan MP3EI terkait dalam Kerangka REDD+ No 1 Program & Kegiatan Koridor Ekonomi 1 Pertanian: a Kelapa sawit b Karet c Kakao d Perkayuan e Peternakan f Perikanan (tambak) g Tanaman Pangan 2 Pertambangan a Besi Baja b Nikel c Tembaga d Bauksit 3 Energi a Batu Bara 26 PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+ 2 3 4 5 6
  • 35. b Migas 4 Perhubungan/ Transportasi a Pelabuhan b Jalan mobil atau jalan kereta api 5 Kawasan KSN Selat Sunda, Jabodetabek 1= Sumatera; 2= Jawa; 3= Kalimantan; 4= Sulawesi & Maluku Utara; 5= Bali & Nusa Tenggara; 6= Papua & Kep Maluku Identifikasi kegiatan MP3EI di setiap koridor ekonomi terdiri atas: a. Kegiatan ekonomi utama b. Kegiatan ekonomi lainnya c. Kegiatan pembangunan infrastruktur untuk konektivitas d. Kebijakan atau regulasi untuk mendukung kegiatan ekonomi ataupun konektivitas e. Pengembangan sumberdaya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi 4.2.2. Tahap 2 : Penapisan Keberlanjutan MP3EI. Program MP3EI yang terkait dalam Kerangka REDD+ dan menjadi objek greening (MP3EI di dalam areal REDD+) dikaji potensi keberlanjutannya menurut kesesuaian ruang lokasi kegiatan MP3EI. Kesesuaian ruang ini berpengaruh terhadap pemenuhan prinsip keberlanjutan pembangunan. Ruang pembangunan yang juga merupakan ruang komponen ekosistem dan berlangsungnya proses-proses ekologis, sehingga menentukan kelestarian fungsi ekosistem. Fungsi ekosistem ini mencakup fungsi penyediaan hasil hutan (kayu dan non kayu); penyediaan pangan; fungsi pengaturan (melalui proses ekologis) berupa penyerapan atau emisi GRK, tata air, biodiversitas, habitat satwaliar, iklim mikro dan lain-lain; fungsi kultural yaitu terbentuknya budaya lokal, pengetahuan masyarakat lokal di dalam pengelolaan atau pemanfaatan sumberdaya alam. Untuk penapisan keberlanjutan MP3EI melalui analisis kesesuaian ruang maka informasi kondisi biofisik sosial budaya dan aspek legal lokasi kegiatan MP3EI disajikan. Dari data/ informasi dianalisis derajat sensitivitasnya untuk setiap data kondisi ekosistem tersebut. Contoh penyajian informasi disajikan pada Tabel 3. Hubungan kegiatan pembangunan dengan kelestarian fungsi ekosistem ataupun sebaliknya penurunannya akan berpengaruh secara signifikan terhadap aspek ekonomi dan sosial. Prinsip pembangunan berkelanjutan didalam operasionalisasi Penapisan Keberlanjutan MP3EI dianalisis menggunakan matriks tipologi sensitivitas/resiko ruang PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+ 27
  • 36. (derajat sensitivitas/resiko) pada aspek lingkungan, ekonomi dan sosial. Secara umum dapat digambarkan matriks tipologi potensi keberlanjutan atau tidak keberlanjutan MP3EI pada kondisi biofisik dan sosial ekonomi pada ruang kegiatan MP3EI itu. Tabel 3. Penyajian informasi untuk penapisan keberlanjutan menurut analisis kesesuaian ruang MP3EI Koridor Ekonomi No Program & Kegiatan MP3EI Kesesuaian Ruang (ha) KL 1 IH FHt TA HS Perhubungan 5 IL Energi 4 Gbt Pertambangan 3 DAS Pertanian 2 KB Kawasan Ket: Kl: kws lindung; Kb: kws budidaya; DAS: daerah aliran sungai; Gbt : tanah gambut; TL: tutupan lahan; TH=tipe hutan; FHt : fungsi hutan (HK, HL, HP, HPK); TA: tanah adat/ulayat; REDD+: kws hutan dan non kws htn untuk areal REDD+; HS: habitat satwa Tabel 4. Identifikasi potensi keberlanjutan MP3EI menurut tipologi sensitivitas ruang Aspek Derajat Risiko Ketidakberlanjutan Menurut Kondisi Ruang Kondisi -1 Kondisi -2 Kondisi -3 Lingkungan Risiko Tinggi Risiko sedang Risiko rendah Sosial Budaya Risiko Tinggi Risiko sedang Risiko rendah Berdasarkan Gambar 8 hasil penapisan keberlanjutan ada dua kemungkinan, yaitu a) jika “ya” berarti kegiatan MP3EI potensial berkelanjutan, b) jika “tidak” berarti kegiatan MP3EI potensial tidak memenuhi prinsip keberlanjutan. Jika hasil analisis “MP3EI potensial berkelanjutan”, selanjutnya dilakukan Penilaian kriteria atau indikator (C/I) lingkungan, ekonomi, dan sosial, pada Gambar 8 ditunjukan penilaian C/I MP3EI-1 (berkelanjutan). Setelah penilaian MP3EI-1 (berkelanjutan), kemudian masuk pada proses Pengambilan Keputusan MP3EI keberlanjutan. Pada MP3EI potensial tidak berkelanjutan perlu dilakukan proses greening MP3EI melalui Analisis Greening dengan berbagai alternative, misal penerapan teknologi adaptasi atau mitigasi kerusakan atau resiko lingkungan itu. Hasil berupa penyesuaian rencana kegiatan MP3EI, yang selanjutnya dilakukan proses Penilaian C/I aspek ekonomi, lingkungan, sosial budaya pada “MP3EI dengan greening”. Proses greening MP3EI dapat dilakukan secara berulang-ulang (iterative) terhadap alternative-alternatif yang diajukan. Dengan demikian hasil penilaian MP3EI “dengan greening” dapat terdiri atas beberapa nilai untuk setiap alternative yang dipilih/disimulasikan. Disisi lain diperlukan penilaian C/I kegiatan MP3EI awal, pada Gambar 8 Penilaian C/I MP3EI-1a (tanpa greening). 28 PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
  • 37. 4.2.3. Tahap 3: Analisis Trade off Analisis trade off dilakukan dengan masukan hasil penilaian pencapaian prinsip keberlanjutan melalui indikator-indikator ketiga aspek tersebut. Penilaian C/I keberlanjutan dapat dipilih beberapa metode yaitu check list dampak, bagan alir dampak, matriks dampak keberlanjutan, ataupun valuasi nilai ekonomi total (nilai ekonomi ekologi). Untuk keperluan analisis trade off dibutuhkan hasil penilaian kriteria dan indikator keberlajutan yang cukup memungkinkan dilakukan komparasi antara MP3EI tanpa greening dan MP3EI dengan greening. Untuk itu cukup memadai dengan pendekatan matriks, dilakukan identifikasi sifat dampak (positif atau negative) yang ditimbulkannya terhadap aspek ekonomi, lingkungan dan sosial. Matriks identifikasi ini juga menyajikan besar dampak menurut skala, misal skala 1 sampai 5. Di samping penilaian indikator ketika MP3EI “tanpa greening” maupun “dengan greening”, diperlukan identifikasi sasaran pembangunan yang menjadi aspirasi para pihak (stakeholders), mencakup aspek ekonomi, lingkungan dan sosial. Hasil penapisan trade off dan sasaran pembangunan menjadi input di dalam proses pengambilan Keputusan. Hal ini penting untuk evaluasi terhadap keberhasilan mencapai sasaran pembangunan pada MP3EI, setelah implementasi investasi dilakukan. 4.2.3.1. Identifikasi sasaran pembangunan a. Pertumbuhan ekonomi di atas 7-9% per tahun untuk sektor yang menyerap banyak tenaga kerja, seperti tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Secara umum, pertumbuhan sektor ekonomi yang banyak menyerap tenaga kerja tersebut jauh di bawah laju pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak dirasakan oleh rakyat banyak. Kecenderungan ini tidak boleh diteruskan karena akan membahayakan kehidupan sosial yang sangat kurang mendapat perhatian di dalam MP3EI. Strategi ini juga akan lebih efektif dalam mengurangi jumlah orang miskin. PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+ 29
  • 38. 2045 2025 POB: “USD 15,0 -17,5 triliun POB: “USD 4,0 - 4,5 triliun Pendapatan/kapita diperkirakan” USD Pendapatan/kapita POB: USD 700 Miliar diperkirakan” USD 44.500 - 49.000 Pendapatan/ kapita 14.250 - 15.500 (negara USD 3.000 berpendapatan tinggi 2010 Note: Untuk mencapai target itu perlu pertumbuhan ekonomi riil 6,4-7,5% & inflasi 6,5% periode 2011-2014, pertumbuhan ekonomi 8,0-9,0% & inflasi menjadi 3% periode 2015-2025. Gambar 9. Aspirasi pencapaian PDB Indonesia (MP3EI, 2011) b. Lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana diamanatkan oleh UU 41 tahun 2009 harus segera diwujudkan agar konversi ke penggunaan lain segera dapat dihentikan. Penyediaan pangan secara berdaulat merupakan langkah strategis bagi kepentingan jangka panjang yang tidak dapat ditunda tanpa menimbulkan masalah di kemudian hari. Konversi lahan beririgasi harus dapat dicegah karena meskipun lahan yang bersangkutan milik pribadi tetapi investasi publik bagi lahan tersebut sangat besar. c. Penggunaan dan pencemaran air untuk setiap unit output harus dapat diturunkan secara signifikan. Secara umum, sumber air di Indonesia sangat melimpah, tetapi banyak banyak penduduk yang belum memiliki akses ke air bersih. Sementara itu, perluasan pencemaran air berjalan sangat cepat. d. Kekayaan keanekaragaman hayati harus dapat dijaga agar tidak berkurang. Untuk itu, sebagai langkah awal adalah melakukan inventarisasi keanekaragaman hayati yang kita miliki. Pengrusakan keanekaragaman hayati terjadi karena kerusakan hutan, sehingga perlu perlindungan atau konservasi keanekaragaman hayati yang dalam jangka panjang potensi sebagai sumber pangan dan produk inovatif lainnya (perlindungan nilai harapan masa akan datang). e. Pelestarian satwaliar dan sekaligus perlindungan dan perbaikan kualitas habitatnya. Kepunahan satwaliar langka dan endemic sangat ini cukup mengkhawatirkan, maka perlu perlindungan atau konservasi satwaliar dan habitatnya. 30 PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
  • 39. f. Laju pertumbuhan penduduk nol persen harus segera ditetapkan kapan hendak dicapai. Isu sangat penting ini tidak sekalipun disebutkan dalam dokumen MP3EI. Saat ini laju pertumbuhan penduduk Indonesia masih di atas 1,0% per tahun. Angka ini harus dapat diturunkan terus hingga mencapai nol persen. Dalam jangka waktu 25 hingga 50 tahun pertumbuhan penduduk nol persen per tahun harus dapat dicapai. g. Konflik sosial atas sumberdaya alam terselesaikan secara tuntas. Klaim negara secara sepihak atas tanah milik masyarakat dihentikan. Kepastian hak akses atau aset segera diberikan agar masyarakat terdorong untuk melakukan investasi jangka panjang pada tanah yang dikuasainya. h. Penurunan emisi karbon dari degradasi dan deforestasi 26% dan 41% pada tahun 2020. Target REDD+ dalam penurunan emisi disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 5. Target penurunan emisi GRK menurut sector Sektor Rencana Penurunan Emisi (Giga Ton CO2e) 26% Rencana Aksi K/L Pelaksana 41% Kehutanan & Lahan Gambut 0,7672 1,039 Pengendalian kebakaran hutan & Kemenhut, KLH, Kemen PU lahan; Pengelolaan sistem jaringan Kementan & tata air; Rehabilitasi hutan & lahan, HTI; Pemberantasan illegal logging; Pencegahan deforestasi; Pemberdayaan masyarakat Pertanian 0,008 0,011 Introduksi varitas padi rendah emisi, Kementan, KLH, Kemen PU efisiensi air irigasi, penggunaan pupuk organik Energi & 0,038 Transportasi 0,056 Penggunaan biofuel, mesin Kemenhub, Kemen ESDM, dengan standar efisiensi BBM lebih Kemen PU, KLH tinggi, memperbaiki TDM, kualitas transportasi umum dan jalan, demand side management, efisiensi energi, pengembangan renewable energy Industri 0,001 0,005 Efisiensi energi, penggunaan renewable Kemenperin, KLH energy, dll Limbah 0,046 0,076 Pembangunan TPA, pengelolaan sampah Kemen PU, KLH dengan 3R, dan pengelolaan air limbah terpadu di perkotaan 0,767 1,189 Sumber : Bappenas, 2011. Pedoman pelaksanaan rencana aksi penurunan emisi gas rumah kaca PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+ 31
  • 40. 4.2.3.2. Analisis trade off MP3EI Analisis trade off mencakup komparasi nilai indikator keberlanjutan aspek ekonomi, lingkungan dan sosial antara MP3EI “tanpa greening” (base line) terhadap MP3EI “dengan greening”. Analisis trade off diperlukan untuk mengevaluasi apakah greening MP3EI yang dilakukan cukup efektif untuk mencapai harmonisasi kondisi ekonomi, lingkungan dan sosial budaya. Analisis trade off secara lebih detil dan komprehensif kuantitatif adalah analisis dengan valuasi nilai ekonomi ekologi (nilai ekonomi total). Nilai ekonomi total ini terdiri atas : a) Nilai guna langsung dari fungsi penyediaan ekosistem berupa hasil hutan b) Nilai guna tidak langsung dari fungsi pengaturan ekosistem berupa jasa ekologis, seperti penyerapan karbon, wisata alam, pengendalian banjir, pengaturan air dan lain-lain c) Nilai harapan penggunaan di masa akan datang, dari kegiatan perlindungan/ konservasi keanekaragaman hayati dan habitat yang dilakukan saat ini. d) Nilai eksistensi ekosistem, dari perlindungan/konservasi ekosistem secara keseluruhan. Analisis trade off menggunakan matriks pada greening MP3EI lebih memberikan kepraktisan pada greening MP3EI tingkat nasional, koridor, DAS atau provinsi. Sedangkan greening MP3EI di tingkat kabupaten, satu unit kegiatan investasi dapat menggunakan analisisi kuantitatif, seperti aspek ekonomi dengan nilai ekonomi konvensional maupun nilai ekonomi total. Berdasarkan basis informasi kegiatan MP3EI diproyeksi nilai indikator ekonomi, lingkungan dan sosial budaya ke masa depan. Dalam konsep MP3EI, program ini dipandang sebagai not business as usual untuk mencapai tujuan ekonomi, dibandingkan dengan business as usual pada RPJM. Di sisi lain, dalam konteks emisi, MP3EI ini sebagai business as usual, seperti program pembangunan lainnya yang kurang memperhatikan aspek lingkungan, antara lain hal emisi karbon. Jadi dalam konteks greening MP3EI, baseline MP3EI “tanpa greening” adalah business as usual dan MP3EI “dengan greening” sebagai not business as usual selama periode waktu tertentu (sampai 2020 atau 2045). Hasil analisis trade off menunjukkan berapa pencapaian sasaran pembangunan, misalkan besar pertumbuhan ekonomi MP3EI dan pendapatan masyarakat bisa tercapai seperti yang ditargetkan pada MP3EI, setelah MP3EI disesuaikan dengan kepentingan lingkungan dan sosial (MP3EI hijau). Pada konteks REDD+ dapat diidentifikasi atau proyeksi reduksi emisi karbon dari MP3EI. 32 PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
  • 41. Greening MP3EI (2) Baseline MP3EI (BAU) Kriteria & Indikator : Ekonomi, Lingkungan, Sosial Greening MP3EI (1) Greening MP3EI (3) 2010 2011 2014 2020 2025 2045 Waktu Gambar 10. Baseline MP3EI dan kemungkinan kondisi proyeksi indikator greening MP3EI dalam Kerangka REDD+ di dalam analisis trade off 4.3. Pengambilan Keputusan Hasil Greening MP3EI Dalam Kerangka REDD+ Hal krusial dalam pengambilan keputusan disini adalah mengantisipasi dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial yang mungkin terjadi dari kebijakan pembangunan yang direncanakan. Intinya adalah bagaimana mengintegrasikan Pembangunan Berkelanjutan ke dalam proses pengambilan keputusan oleh lembaga pemerintah yang berwenang. Pengambilan keputusan dalam pembangunan berkelanjutan pastilah melibatkan tujuan dan kriteria ganda. Pembuatan prioritas atau bobot dari masing-masing tujuan sebaiknya diserahkan kepada daerah masingmasing, mengingat preferensi satu daerah belum tentu sama dengan preferensi daerah lainnya. Pengambilan keputusan tetap menggunakan pendekatan rasional meskipun terbatas (bounded rational). Pendekatan ini mengharuskan pengambil keputusan untuk: (1) mengidentifikasi tindakan, rencana, atau program alternatif yang mungkin, (2) menentukan criteria yang relevan untuk menilai kinerjanya, (3) bila perlu memberi bobot pada criteria sesuai dengan derajat kepentingannya, (4) menguji berbagai alternatif dengan berpatokan pada kriteria, (5) mengurutkan berbagai alternatif tersebut sesuai dengan kemanfaatannya secara umum, dan (6) memilih alternatif terbaik, atau mengulang proses dari awal. Keterbatasan sumberdaya, informasi, dan juga kognitif merupakan halangan utama digunakannya pendekatan rasional secara penuh. PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+ 33
  • 42. Ada tiga model yang umum digunakan dalam pengambilan keputusan pembangunan berkelanjutan yang termasuk dalam ilmu ekonomi arus utama, yaitu: 1. Model macro-ekonometrika. Model ini telah digunakan secara intensif selama kurang lebih 25 tahun untuk melakukan simulasi ekonomi nasional dalam membuat prakiraan profil jangka pendek dan menengah dan untuk menilai kebijakan ekonomi. Model ini merupakan suatu system simulasi yang terdiri dari persamaan simultan yang divalidasi melalui prosedur statistic pada data time-series atau cross-section. Model ini telah diperluas dengan memasukkan unsur lingkungan. 2. Model Computable General Equilibrium (CGE). Model ini didasarkan pada teori ekonomi neoklasik. Ekonomi nasional digambarkan sebagai sistem pasar yang saling terkait dalam keseimbangan dan harga menjamin keseimbangan permintaan dan penawaran di setiap pasar. Saling keterkaitan antara sektor produktif dinyatakan dalam bentuk matrk InputOutput. Tidak seperti model makro-ekonometrik yang divalidasi secara empiric, model CGE dikalibrasi. Model CGE berorientasi jangka panjang dan tujuan utamanya adalah analisis kebijakan, bukan prakiraan. 3. Model optimisasi. Model ini paling banyak digunakan dalam pengambilan keputusan alokasi sumberdaya yang terbatas secara optimal. Model ini memerlukan fungsi tujuan dan fungsi kendala. Tiga model lain yang juga banyak digunakan, tetapi tidak sepopuler tiga model sebelumnya, adalah model dinamika sistem, model jaringan Bayesian, dan model simulasi agen ganda. 1. Model dinamika sistem. Model ini didasarkan pada teori sistem umum. Kabanyakan model sistem dinyatakan dalam level, laju, dan auxiliaries. Pendekatan dinamika sistem lebih populer dalam ilmu lingkungan ketimbang ilmu ekonomi atau ilmu politik dimana model dinamika sistem ini mengalami reputasi yang buruk karena aplikasi terdahulu yang tidak memuaskan. 2. Model jaringan Bayesian. Model ini pada dasarnya adalah model penilaian resiko yang didasarkan pada diagram pengaruh dan teori peluang. Campuran representasi grafis rangkaian sebab-akibat antara kejadian atau variabel dan mekanisme inferensia yang memungkinkan pengolahan informasi dari kemungkinan sebab ke kemungkinan akibat menjadikan model ini sebagai alat yang mudah digunakan untuk berbagai pekerjaan, seperti peringatan dini, diagnosis, prediksi, dan simulasi yang melibatkan peluang. 3. Model simulasi agen ganda. Model ini merupakan pendekatan baru dalam dunia pemodelan. Berbeda dengan model yang lain, model ini tidak diekspresikan dalam variabel, fungsi atau persamaan tetapi dalam bentuk agen, obyek, dan lingkungan. Blok penyusun model ini adalah entitas otonom yang berinteraksi dengan yang lain dan dengan lingkungan buatan. Model agen ganda sering ditampilkan sebagai masyarakat buatan atau ekosistem buatan. 34 PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
  • 43. 4.4. Identifikasi Prasyarat Keberlanjutan Identifikasi dan penyiapan kondisi prasyarat atau kondisi pemungkin dibutuhkan untuk memberikan kepastian hukum bagi Pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat dalam pelaksanaan MP3EI. a. Tata ruang yang definitif dan legitimate. Tata ruang harus segera dirumuskan secara partisipatif dan mempunyai legitimasi kuat. Semua pihak harus menghormati dengan penegakan hukum yang ketat. b. Kebijakan fiskal yang efisien dan adil. Dukungan fiskal terhadap kegiatan yang menimbulkan emisi karbon sebaiknya segera dikurangi dan kemudian dialihkan untuk mendukung kegiatan yang membantu menyerap karbon atau mengurangi emisi karbon. Nilai barang dan jasa dari ekosistem hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat tetapi tidak tercatat di pasar sangat tinggi. Politik fiskal pemerintah merupakan andalan utama, bila bukan satu-satunya, bagi terpeliharanya aliran barang dan jasa dari ekosistem hutan tersebut. c. Kehadiran pengelola kawasan yang efektif di lapangan. Kawasan tanpa kehadiran pengelola di lapangan sering dipandang sebagai sumberdaya yang open access, sehingga siapapun dapat memanfaatkannya tanpa menanggung konsekuensi apapun. Bukti empirik menunjukkan bahwa sumberdaya yang open access akan mengalami kerusakan dan tidak lestari. d. Kapasitas kelembagaan. Daerah harus berperan aktif dalam merancang dan merencanakan pembangunan daerahnya. Oleh karena itu, kapasitas perencana di daerah perlu ditingkatkan agar mampu membuat rencana pembangunan yang berwawasan lingkungan dan sesuai dengan kebutuhan setempat. e. Zona REDD+ harus segera ditunjuk, ditetapkan, dan dipetakan. Peta ini sebagai bahan rujukan implementasi pembangunan yang berbasis lahan. Peta ini juga memberikan indikasi kemungkinan dilakukan land swap. PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+ 35
  • 44. 36 PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
  • 45. BAB 5 Dokumentasi Publikasi dan Penjaminan Kualitas Greening MP3EI Dalam Kerangka REDD+ 5.1. Dokumentasi Greening MP3EI Dokumentasi pelaksanaan Greening MP3EI terdiri dari: 1. Hasil penapisan 2. Hasil identifikasi pemangku kepentingan (stakeholders) 3. Hasil identifikas isu strategis keberlanjutan 4. Hasil identifikasi muatan MP3EI yang tidak berkelanjutan 5. Hasil identifikasi sasaran pembangunan 6. Hasil identifikasi prasyarat tercapainya keberlanjutan lingkungan, sosial dan ekonomi 7. Hasil identifikasi alternatif trade off 8. Rumusan trade off untuk penyempurnaan MP3EI 9. Rumusan penyempurnaan sasaran pembangunan MP3EI 10. Rumusan penyempurnaan prasyarat MP3EI 11. Rumusan penyempurnaan muatan MP3EI 5.2. Akses Publik dalam Greening MP3EI Hasil Greening MP3EI adalah dokumen public, sehingga dapat diakses oleh semua pihak, baik instansi pemerintah, pihak swasta maupun masyarakat. Untuk memudahkan akses public terhadap Hasil Greening MP3EI perlu dilakukan sosialisasi dan publikasi. Keberatan publik atas Hasil Greening MP3EI wajib ditanggapi oleh penyusun dan pengguna Pedoman Greening MP3EI. 5.3. Penjaminan Kualitas Greening MP3EI Penjaminan kualitas Greening MP3EI adalah upaya untuk memastikan bahwa proses Greening sudah dilaksanakan sesuai dengan Pedoman Greening MP3EI. Pelaksanaan penjaminan kualitas menjadi tanggungjawab pelaksana Greening MP3EI. Secara umum, hal utama yang dapat diperhatikan untuk menilai kualitas pelaksanaan Greening MP3EI yaitu sebagai berikut: 1. Kejelasan muatan MP3EI yang menyebabkan gangguan kebelanjutan lingkungan dan sosial 2. Kejelasan isu strategis MP3EI yang menjadi indikator terganggunya keberlanjutan lingkungan dan sosial 3. Kejelasan sasaran pembangunan untuk keberlanjutan lingkungan, sosial dan ekonomi 4. Kejelasan prasyarat tercapainya keberlanjutan lingkungan, sosial dan ekonomi PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+ 37
  • 46. 5. Kejelasan trade off yang dapat menjaga keberlanjutan lingkungan, sosial dan ekonomi 6. Kelengkapan dokumentasi 7. Kemudahan aksesibilitas public terhadap hasil Greening MP3EI. Pengendalian atas pelaksanaan kegiatan MP3EI yang telah didasarkan pada Pedoman Greening MP3EI dalam Kerangka REDD+ dapat dilakukan oleh KP3EI sebagai pengawas dan pembuat kebijakan MP3EI, Kementerian Lingkungan Hidup, Bappenas sebagai Kementerian yang memegang kendali atas pelaksanaan dari RAN GRK maupun RAD GRK. Selain itu, pengendalian kegiatan MP3EI yang berkelanjutan juga dapat dilakukan dengan melakukan kontrol berkala terhadap kesesuaian pengambilan keputusan dengan penetapan tata ruang provinsi maupun kabupaten dan dokumendokumen pengendalian pengelolaan lingkungan hidup seperti rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (RPPLH) yang diamanatkan oleh Undang-undang Lingkungan Hidup. 38 PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
  • 47. BAB 6 Penutup Pembangunan Indonesia mempunyai tujuan untuk menyejahterakan bangsa Indonesia, yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Prinsip dasar yang melandasi pembangunan ini adalah keadilan pembangunan itu sendiri, sehingga sudah sewajarnya pembangunan itu terjadi menyebar secara merata di seluruh kepulauan Indonesia, dan merata menjangkau segenap lapisan masyarakat Indonesia. Prinsip dasar berkelanjutan harus diwujudkan untuk menjamin keadilan pembangunan antar generasi dan untuk menjamin kesejahteraan secara utuh, bukan saja dari sisi ekonomi tetapi juga dari hubungan ketergantungan dengan alam di sekitarnya. Perluasan dan percepatan pembangunan ekonomi Indonesia diarahkan untuk membuka pintupintu investasi bagi para pelaku usaha dan untuk menyeimbangkan pembangunan di wilayah timur Indonesia dengan pembangunan yang selama ini terfokus di wilayah barat Indonesia. Rancangan pembukaan koridor maupun pusat kegiatan ekonomi di seluruh wilayah Indonesia perlu diimbangi pula dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang dilaksanakan beriringan dengan rencana pembangunan berdasarkan rancangan MP3EI yang ada. Prinsip pembangunan berkelanjutan yang terdiri dari prinsip ekonomi, sosial, dan lingkungan berfungsi sebagai ramburambu dalam perencanaan pembangunan berdasarkan MP3EI yang mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam yang efisien, menjaga keseimbangan lingkungan, dan peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat. Dengan integrasi prinsip pembangunan berkelanjutan ini ke dalam pembuatan maupun kebijakan MP3EI, maka hasil pembangunan MP3EI akan dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Panduan greening MP3EI dalam Kerangka REDD+ ini menjadi alat yang memberikan dasar perencanaan pembangunan yang melibatkan kepentingan para pihak agar dapat diharmoniskan. Keselarasan pembangunan berkelanjutan yang mencakup dimensi ekonomi, lingkungan hidup, dan nilai-nilai sosial masyarakat. Pedoman greening MP3EI memberikan panduan bagi para pelaksana MP3EI untuk mempertimbangkan opsi-opsi dalam pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan dampak positif maupun negatif dari pembangunan secara holistik. Perencanaan yang didasarkan pada pedoman greening MP3EI dalam Kerangka REDD+ ini mempertimbangkan pengambilan keputusan mulai dari isu strategis, seperti kesesuaian pembangunan dengan tata ruang, kesesuaian pembangunan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan, hingga memberikan opsi-opsi yang berupa alternative trade off untuk memberikan hasil pembangunan yang berkelanjutan dan memberikan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat secara umum. Selain itu, pedoman greening MP3EI juga memberikan panduan untuk dapat menghitung manfaat ekonomi, manfaat lingkungan, dan manfaat sosial berdasarkan pada hasil analisis perbandingan peta baseline kegiatan MP3EI dengan proyeksi MP3EI yang berdasarkan pada prinsip, kriteria dan indikator greening MP3EI dalam Kerangka REDD+ khususnya. Dengan demikian, dengan diterapkanya prinsip, kriteria, dan indikator greening MP3EI dalam Kerangka REDD+, keputusan yang diambil oleh pembuat kebijakan akan dapat dipertanggungjawabkan. PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+ 39
  • 48. Keputusan yang diambil terkait dengan pelaksanaan MP3EI hendaknya sejalan dengan komitmen penurunan emisi Indonesia sebesar 26% dan 41% dengan bantuan internasional. Dengan harmonisasi antara komitmen penurunan emisi dengan pelaksanaan MP3EI, khususnya dalam Kerangka REDD+, maka Indonesia akan menjadi negara pionir dalam menerapkan green economy. 40 PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+
  • 49. REFERENCES Boyce MS, Haney A., editor. 1997. Ecosystem Management. Application for Sustainable Forest and Wildlife Resources. New Haven and London : Yale University Press. Cato MS. 2009. Green Economics: An Introduction to Theory, Policy and Practice. Earthscan, London. Costanza R (editor). 1991. Ecological Economic : The Science and Management of Sustainability. New York: Columbia University Press. Daly HE. 1992. Steady State Economics : Concept, Questions, Policies. Bristol (UK) Schumacher Lectures On Re-Visioning Society : Linking Economics, Ecology and Spiritual Values. Field BC. 1994. Environmental Economics. An Introduction. New York. Mc Graw-Hill, Inc. Kementerian Koordinator Dalam Kerangka Perekonomian. 2011. Master Plan Perluasan dan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Jakarta. Kementerian LH & IPB. 2010. Pengembangan Pedoman Evaluasi Pemanfaatan Ruang. Penyempurnaan Lampiran Permen LH 17/2009. Kerjasama antara Deputi Dalam Kerangka Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dengan Pusat Pengkajian Perencanaan Pengembangan Wilayah IPB. Bogor. Kementerian Kehutanan. 2010. Cadangan Karbon pada Berbagai Tipe Hutan dan Jenis Tanaman di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Kementerian Kehutanan. Bogor. Kementerian LH. 2010. Pedoman Penggunaan Kriteria dan Standar untuk Aplikasi Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup dalam Pengendalian Perkembangan Wilayah. Deputi Dalam Kerangka Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup. Jakarta. Norton BG & Toman MA. 1997. Sustainability: Ecological and economic perspectives. Land Economics, 73(4):pp. 553–568. Satgas REDD+. 2012. Strategi Nasional REDD+. Satuan Tugas Persiapan Kelembagaan REDD+ Indonesia. Jakarta. Turner, R.K. 1993. Sustainable Environmental Economics and Management : Principle and Practice. London : Belhaven Press. PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+ 41
  • 50. 42 PEDOMAN GREENING MP3EI DALAM KERANGKA REDD+