Seri Penelitian Administrasi Negara
PKP2A III LAN Samarinda
Tahun 2010
(mendokumentasikan hasil kerja lebih 1 dekade yang lalu, sebagai salah satu legacy agar tetap bisa memberi kemanfaatan bagi publik)
1. KAJIAN DAMPAK IMPLEMENTASI PERENCANAAN
PEMBANGUNAN DAERAH DI KALIMANTAN
LAPORAN HASIL KAJIAN
PUSAT KAJIAN DAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN APARATUR III
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
2010
2. i
KATA PENGANTAR
Perencanaan pembangunan daerah yang telah disusun perlu dijabarkan dan
direalisasikan dalam bentuk tindakan nyata berupa pembangunan disegala sektor,
termasuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha.
Keberhasilan nyata pembangunan daerah dapat diteropong dari pencapaian-
pencapaian pembangunan setiap tahunnya yang terus menanjak naik dan mampu
mencapai sasaran yang telah ditetapkan dalam rencana pembangunan daerah.
Untuk menilai hal tersebutlah, PKP2A III LAN melaksanakan kajian lanjutan terhadap
efektivitas perencanaan pembangunan daerah yang telah disusun oleh pemerintah
daerah dari sisi dampaknya (impact analysis).
PP No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, secara terang menyebutkan
bahwa proses penyelenggaraan perencanaan daerah harus dapat memberikan
arahan bagi peningkatan pengembangan sosial-ekonomi dan kemampuan
masyarakat. Berangkat dari hal tersebut, Kajian Dampak Implementasi Perencanaan
Pembangunan Daerah yang disusun ini akan menyoroti pencapaian pembangunan
daerah-daerah sampel dari tinjauan ekonomi, sosial, dan juga lingkungan.
Perencanaan pembangunan daerah yang telah disusun tentunya diharapkan dapat
memberikan efek positif terhadap pembangunan dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat, oleh karenanya kajian ini hendak menggambarkan kaitan antara
perencanaan pembangunan yang telah disusun dengan implementasinya
dilapangan dengan berpijak pada tinjauan-tinjauan yang telah disebutkan
sebelumnya. Dalam kajian ini dihasilkan pula beberapa solusi alternatif yang
diharapkan dapat berguna bagi pemerintah daerah, mulai dari penyusunan
dokumen perencanaan pembangunan daerah hingga tiba pada tahapan evaluasi
dampak perencanaan pembangunan daerah yang telah disusun.
Akhir kata, Tim Peneliti menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih
kepada berbagai pihak yang telah membantu terlaksananya kajian ini, khususnya
kepada para pejabat di daerah sampel dan narasumber/ pakar. Selain itu, Tim
Peneliti juga menyadari bahwa kajian ini masih mengandung banyak kelemahan dan
kekurangan, baik secara metodologis maupun substansinya. Untuk itu, Tim Peneliti
sangat terbuka terhadap kritik, saran, serta komentar cerdas dan konstruktif dari
berbagai pihak, demi tersusunnya kajian yang lebih bermanfaat dan lebih baik lagi.
Samarinda, Desember 2010
Tim Peneliti
3. ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... vii
EXECUTIVE SUMMARY ............................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 3
C. Tujuan dan Kegunaan......................................................................... 3
D. Hasil yang Diharapkan ....................................................................... 4
E. Metode Penelitian.............................................................................. 4
F. Waktu dan Tahapan Penelitian ......................................................... 5
G. Sistematika Penulisan Laporan .......................................................... 6
H. Pola Pikir Kajian ................................................................................. 7
BAB II KERANGKA TEORI EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN
PEMBANGUNAN DAERAH
A. Perencanaan Pembangunan Daerah.................................................. 8
B. Evaluasi Dampak Perencanaan Pembangunan .................................. 11
C. Pembangunan Daerah dan Kaitannya Dengan Pembangunan
Nasional .............................................................................................. 18
BAB III TINGKAT CAPAIAN DAN REALISASI PEMBANGUNAN DAERAH DALAM
PERIODE PELAKSANAAN RPJMD
A. Kabupaten Kutai Barat
1. Gambaran Umum Kabupaten Kutai Barat .................................... 21
2. RPJMD Kabupaten Kutai Barat Tahun 2006 – 2011 ...................... 22
3. Capaian Pembangunan Dalam Periode Pelaksanaan RPJMD ....... 26
B. Kabupaten Berau
1. Gambaran Umum Kabupaten Berau ............................................. 31
2. RPJMD Kabupaten Berau Tahun 2006 – 2010............................... 32
3. Capaian Pembangunan Dalam Periode Pelaksanaan RPJMD ....... 34
C. Kabupaten Kotabaru
1. Gambaran Umum Kabupaten Kotabaru........................................ 42
2. RPJMD Kabupaten Kotabaru Tahun 2006 – 2010 ......................... 43
3. Capaian Pembangunan Dalam Periode Pelaksanaan RPJMD ....... 46
4. iii
D. Kabupaten Kotawaringin Timur
1. Gambaran Umum Kabupaten Kotabaru .................................. 53
2. RPJMD Kabupaten Kotawaringin Timur Tahun 2006 – 2010 ... 53
3. Capaian Pembangunan Dalam Periode Pelaksanaan RPJMD .. 61
E. Kabupaten Barito Timur
1. Gambaran Umum Kabupaten BaritoTimur .............................. 67
2. RPJMD Kabupaten Barito Timur Tahun 2008 – 2013 ............... 68
3. Pembangunan di Kabupaten Barito Timur ............................... 72
F. Kabupaten Sanggau
1. Gambaran Umum Kabupaten Sanggau .................................... 78
2. RPJMD Kabupaten Sanggau Tahun 2005 – 2008 ..................... 78
3. Capaian Pembangunan Dalam Periode Pelaksanaan RPJMD .. 80
G. Kabupaten Bengkayang
1. Gambaran Umum Kabupaten Bengkayang ................................... 87
2. RPJMD Kabupaten Bengkayang Tahun 2006 – 2010..................... 88
3. Capaian Pembangunan Dalam Periode Pelaksanaan RPJMD ....... 90
BAB IV EVALUASI DAMPAK IMPLEMENTASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN
DAERAH DI KALIMANTAN
A. Aspek Ekonomi .................................................................................... 96
B. Aspek Sosial ......................................................................................... 98
C. Aspek Lingkungan ................................................................................ 102
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 107
B. Rekomendasi ....................................................................................... 108
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 109
5. iv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kutai barat Tahun 2005-2008 ...... 26
Tabel 3.2 Persentase Kontribusi Sektor Ekonomi Terhadap PRDB Kabupaten
Kutai Barat Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2005-2008 ..................... 27
Tabel 3.3 Jumlah Sekolah, Guru, dan Murid Swasta di Kabupaten Kutai
Barat Tahun 2006-2008 ........................................................................ 28
Tabel 3.4 Fasilitas Kesehatan dan Tenaga Kesehatan di Kabupaten Kutai
Barat Tahun 2005-2008 ........................................................................ 30
Tabel 3.5 Panjang Jalan di Kabupaten Kutai Barat Tahun 2005-2008 ................. 31
Tabel 3.6 Perkembangan Luas Panen dan Produksi Padi Sawah di Kabupaten
Berau Tahun 2005-2008 ....................................................................... 34
Tabel 3.7 Perkembangan Jumlah Sekolah, Murid, dan Guru di Kabupaten
Berau Tahun 2005-2008 ....................................................................... 35
Tabel 3.8 Angka Partisipasi Murni (APM) di Kabupaten Berau Tahun
2005-2008 ............................................................................................. 36
Tabel 3.9 Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Berau Tahun 2005-2008 ................. 37
Tabel 3.10 Derajat Kesehatan Keluarga di Kabupaten Berau Tahun 2006-2009 ... 37
Tabel 3.11 Panjang Jalan Kabupaten dan Provinsi Menurut Jenis Permukaan
dan Kondisi Tahun 2004 dan 2008 ....................................................... 38
Tabel 3.12 Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) di Kabupaten Berau
Tahun 2006-2008.................................................................................. 39
Tabel 3.13 Jumlah Sarana Ibadah di Kabupaten Berau Tahun 2007-2008............. 40
Tabel 3.14 Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Berau Tahun
2006-2009 ............................................................................................. 40
Tabel 3.15 PDRB Kabupaten Kotabaru Tahun 2006-2008 ..................................... 46
Tabel 3.16 Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Kotabaru Atas Dasar Harga
Berlaku Menurut Lapangan Usaha tahun 2006-2008 .......................... 47
Tabel 3.17 Pertumbuhan PDRB Kabupaten Kotabaru Atas Dasar Harga
Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2008 ......................... 48
Tabel 3.18 PDRB Perkapita Kabupaten Kotabaru Tahun 2006-2008 ..................... 49
6. v
Tabel 3.19 Fasilitas Kesehatan dan Tenaga Kesehatan di Setiap Kecamatan
Di Kabupaten Kotabaru Tahun 2005-2008 ........................................... 50
Tabel 3.20 Jumlah Sekolah, Guru, dan Murid di Kabupaten Kotabaru Tahun
2006-2008 ............................................................................................ 51
Tabel 3.21 Panjang Jalan Kabupaten Menurut Jenis Permukaan dan Kondisi
Jalan Tahun 2006-2008 ........................................................................ 52
Tabel 3.22 Persentase Pertumbuhan PDRB Kabupaten Kotawaringin Timur
Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha
Tahun 2006-2008.................................................................................. 61
Tabel 3.23 Persentase Distribusi PDRB Kabupaten Kotawaringin Timur Atas
Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2008 .... 62
Tabel 3.24 PDRB Perkapita di Kabupaten Kotawaringin Timur Atas Dasar
Harga Konstan Tahun 2006-2008 ......................................................... 63
Tabel 3.25 Pendapatan Daerah Kabupaten Kotawaringin Timur
Tahun 2007-2008.................................................................................. 64
Tabel 3.26 Jumlah Sekolah dan Guru di Kabupaten Kotawaringin Timur
Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2006-2008................................... 65
Tabel 3.27 Perkembangan APM Tingkat Pendidikan Dasar Sampai Menengah
Di Kabupaten Kotawaringin Timur Tahun 2006-2008 .......................... 66
Tabel 3.28 Fasilitas Kesehatan dan Tenaga Kesehatan di Kabupaten
Kotawaringin Timur Tahun 2005-2007 ................................................. 66
Tabel 3.29 Panjang Jalan Menurut Kategori dan Kondisi Jalan di Kabupaten
Kotawaringin Timur Tahun 2008 .......................................................... 67
Tabel 3.30 Persentase Kontribusi Sektor Ekonomi terhadap PDRB Atas Harga
Konstan di Kabupaten Barito Timur 2002 – 2007 ................................ 73
Tabel 3.31 Pertumbuhan PDRB Menurut Kelompok Sektor Atas Dasar Harga
Konstan 2000 di Kabupaten Barito Timur Tahun 2002-2007 ............... 74
Tabel 3.32 Sarana Sekolah, Guru, dan Murid di Kabupaten Barito Timur Tahun
2007/2008 ............................................................................................ 75
Tabel 3.33 Banyak Rumah Sakit, Puskesmas dan Puskesmas Pembantu di
Kabupaten Barito Timur Tahun 2005-2007 ......................................... 76
Tabel 3.34 Indeks Pembanguan Manusia (IPM) Kabupaten Barito Timur Tahun
2004-2006 ............................................................................................. 77
7. vi
Tabel 3.35 Panjang Jalan Menurut Status dan Kondisi Jalan di Kabupaten Barito
Timur Tahun 2008 ................................................................................ 77
Tabel 3.36 Realisasi Investasi PMDN dan PMA di Kabupaten Sanggau Tahun
2005-2007 ............................................................................................ 81
Tabel 3.37 Banyaknya Industri di Kabupaten Sanggau Tahun 2005-2008 ............ 82
Tabel 3.38 Jumlah Sekolah, Guru dan Murid di Kabupaten Sanggau Tahun 2005-
2008 ...................................................................................................... 82
Tabel 3.39 Fasilitas Kesehatan dan Tenaga Kesehatan di Kabupaten Kotawaringin
Timur Tahun 2006-2008 ....................................................................... 84
Tabel 3.40 Panjang Jalan Kabupaten Menurut Jenis Permukaan dan Kondisi
Jalan Tahun 2005-2008 ........................................................................ 85
Tabel 3.41 Pelayanan Listrik Menurut Kecamatan Di Kabupaten Sanggau Tahun
2005-2008 ............................................................................................ 86
Tabel 3.42 Kontribusi Sektor Pertanian terhadap PDRB, Jumlah Unit Koperasi
dan Volume Usaha Koperasi di Kabupaten Bengkayang Tahun
2005-2008 ............................................................................................ 90
Tabel 3.43 Realisasi Penerimaan Daerah Kabupaten Bengkayang Tahun
2006-2008 ............................................................................................ 91
Tabel 3.44 Jumlah Sekolah, Guru dan Murid di Kabupaten Bengkayang Tahun
2005-2008 ............................................................................................ 92
Tabel 3.45 Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Bengkayang Tahun 2006-2008 ....... 93
Tabel 3.46 Panjang Jalan Kabupaten Menurut Jenis Permukaan dan Kondisi
Jalan Tahun 2005-2008 ........................................................................ 94
Tabel 3.47 Persentase Rumah tangga dan Sumber Penerangan di Kabupaten
Bengkayang Tahun 2006-2008 ............................................................. 95
Tabel 4.1 Potensi Rawan Banjir dan Longsor di Kabupaten Bengkayang Tahun
2010 ...................................................................................................... 105
8. vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Pola Pikir Kajian Dampak Implemetasi Perencanaan Pembangunan
Daerah di Kalimantan ......................................................................... 7
Gambar 2.1 Kerangka Monitoring dan Evaluasi .................................................... 14
Gambar 2.2 Kriteria Relevansi dalam Evaluasi Perencanaan Pembangunan ........ 15
Gambar 2.3 Kriteria Efektifitas dalam Evaluasi Perencanaan Pembangunan ....... 16
Gambar 2.4 Kriteria Efisiensi dalam Evaluasi Perencanaan Pembangunan .......... 16
Gambar 2.5 Kriteria Dampak dalam Evaluasi Perencanaan Pembangunan .......... 17
Gambar 2.6 Kriteria Keberlanjutan dalam Evaluasi Perencanaan Pembangunan. 18
Gambar 2.7 Indikator Kinerja Ekonomi Regional .................................................. 20
Gambar 3.1 Produksi Perikanan Laut di Kabupaten Berau Tahun 2004-2008 ...... 35
Gambar 3.2 Kontribusi Sektor Industri Terhadap PDRB Kabupaten Sanggau
Tahun 2004-2008 ............................................................................... 81
Gambar 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Kabupaten di Kalimantan Tahun
2006-2008 .......................................................................................... 96
Gambar 4.2 Pertumbuhan PDRB Per Kapita Beberapa Kabupaten di Kalimantan
Tahun 2006-2008 ............................................................................... 98
Gambar 4.3 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Beberapa Kabupaten di
Kalimantan Tahun 2006-2008 ........................................................... 99
Gambar 4.4 Tingkat Kemiskinan di Beberapa Kabupaten di Kalimantan Tahun
2006-2008 .......................................................................................... 101
Gambar 4.5 Tingkat Pengangguran di Beberapa Kabupaten di Kalimantan Tahun
2006-2008 .......................................................................................... 102
Gambar 4.6 Perbandingan Luas Kawasan Hutan dan Luas Kerusakan Kawasan
Hutan di Kabupaten Sanggau Tahun 2008 – 2009 ............................ 105
9. viii
EXECUTIVE SUMMARY
KAJIAN DAMPAK IMPLEMENTASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DI
KALIMANTAN
Dalam Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN), dijelaskan bahwa pembangunan nasional adalah
upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai
tujuan bernegara. Agar pembangunan dapat berjalan efektif dan efisien maka
diperlukan sebuah perencanaan. Perencanaan pembangunan daerah merupakan
suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai
unsur pemangku kepentingan didalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian
sumber daya yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam
suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu.
Seiring dengan diberikannya kewenangan, kesempatan dan peluang yang lebih
besar kepada daerah untuk mengelola sumberdaya di wilayahnya melalui
penerapan otonomi daerah. Maka kreatifitas dan inovasi daerah dalam
merencanakan dan melaksanakan pembangunan merupakan terobosan yang bisa
berpengaruh dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi daerah.
Dampak implementasi perencanaan pembangunan daerah dapat diketahui dengan
memperhatikan indikator ekonomi, sosial, dan lingkungan daerah bersangkutan. Hal
ini sejalan dengan PP No. 8 Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,
Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah yang
menyebutkan bahwa proses penyelenggaraan perencanaan harus dapat
memberikan arahan bagi peningkatan pengembangan sosial-ekonomi dan
kemampuan masyarakat.
Untuk mengurai dan menemukan fakta-fakta terkait kajian dampak implementasi
perencanaan pembangunan daerah di Kalimantan, maka dilakukan pengumpulan
informasi melalui wawancara, pengumpulan data sekunder, serta pengumpulan
informasi melalui website. Data yang terkumpul kemudian dieksplor dengan
melihat realisasi pelaksanaan pembangunan di daerah. Adapun daerah yang mejadi
sampel dalam kajian ini adalah Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Berau, Kabupaten
Kotabaru, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Barito Timur, Kabupaten
Sanggau, dan Kabupaten Bengkayang.
Berdasarkan perbandingan data angka pertumbuhan ekonomi di setiap daerah dari
tahun 2006 hingga 2008, terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi di semua
kabupaten positif, dengan tingkat pertumbuhan yang bervariasi. Variasi ini muncul
karena dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor yang dominan dalam PDRB. Secara
umum, perekonomian kabupaten-kabupaten di pulau Kalimantan masih didominasi
oleh sektor primer yaitu sektor pertanian dan pertambangan. Sektor primer
menjadi unggulan di daerah tersebut karena sektor-sektor lain masih belum mampu
berkontribusi secara signifikan terhadap perekonomian daerah.
10. ix
Untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat, sedikit banyak pertumbuhan
ekonomi dapat menggambarkan hal tersebut. Namun karena dalam nilai PDRB
masih terdapat komponen-komponen yang tidak dapat dinikmati oleh masyarakat
secara Iangsung dan belum memperhitungkan jumlah penduduk, maka penggunaan
PDRB perkapita dinilai lebih baik. Pertumbuhan PDRB perkapita di beberapa
kabupaten di Kalimantan menunjukkan kecenderungan yang positif dan meningkat,
meskipun ada fluktuasi. Hanya ada satu kabupaten yang pertumbuhan PDRB
perkapitanya melambat, yaitu Kabupaten Sanggau. Pertumbuhan PDRB Per Kapita
yang cenderung meningkat ini menunjukkan peningkatan kesejahteraan penduduk
melalui pembangunan ekonomi.
Selain indikator ekonomi, indikator sosial yang terdiri dari IPM, tingkat kemiskinan
dan tingkat pengangguran, juga dapat digunakan untuk melihat dampak
implementasi perencanaan pembangunan di daerah. IPM merupakan paramater
pembangunan di bidang SDM yang menggabungkan dimensi kesehatan, pendidikan
dan ekonomi. IPM yang tinggi mencerminkan kualitas pembangunan manusia yang
baik, sebaliknya IPM yang rendah mencerminkan kualitas pembangunan manusia
yang buruk. IPM di beberapa kabupaten di Kalimantan dari tahun 2006 hingga 2008
mengalami perkembangan secara positif. Pada tahun 2008, diantara kabupaten-
kabupaten yang menjadi sampel, Kabupaten Kotawaringin memiliki IPM tertinggi
(72,9), sedangkan IPM Kabupaten Bengkayang menjadi yang terendah (66,81). IPM
yang meningkat ini menunjukkan semakin baiknya SDM di kabupaten tersebut.
Namun demikian, masih dipandang perlu untuk menempuh langkah akselerasi guna
mencapai tingkat IPM ideal menurut UNDP atau Bank Dunia yakni 80.
Sedangkan tingkat kemiskinan dan pengangguran di beberapa kabupaten yang
menjadi sampel dalam kajian ini menunjukkan kondisi yang cukup
menggembirakan. Tingkat kemiskinan dan pengangguran menunjukkan penurunan,
dengan tingkat penurunan yang bervariasi antar daerah. Penurunan tingkat
kemiskinan dan pengangguran di beberapa kabupaten ini menunjukkan bahwa
kesejahteraan masyarakat di kabupaten tersebut cenderung meningkat. Meskipun
demikian, selama ini garis kemiskinan yang ditetapkan oleh pemerintah dirasa
masih terlalu rendah sehingga masih banyak warga yang sebenarnya miskin tetapi
dimasukkan dalam golongan tidak miskin. Oleh karena itu perlu ada usaha yang
lebih keras lagi bagi pemerintah daerah untuk menangani kemiskinan di daerahnya.
Indikator lain yang kadang terlupakan dalam melihat dampak implementasi
perencanaan pembangunan di daerah adalah lingkungan. Selama ini, pertumbuhan
ekonomi biasanya diiringi dengan penurunan kualitas lingkungan, khususnya
perekonomian yang tergantung pada sektor yang mengeksploitasi sumberdaya
alam seperti pertambangan. Ketergantungan ekonomi pada sektor pertambangan
membawa konsekuensi kepada kerusakan lingkungan karena akan merusak
berbagai kekayaan hayati di atasnya. Hutan di Kabupaten Kotabaru dan Sanggau
baik secara kuantitas maupun kualitas telah banyak musnah dan rusak akibat
aktivitas penebangan hutan. Bahkan di Kabupaten Kotabaru, akibat kerusakan
hutan terjadi bencana banjir yang cukup besar. Sedangkan di Kabupaten
11. x
Bengkayang berdasarkan data yang ada, 18,4 persen wilayahnya rawan dan sangat
rawan terhadap bencana banjir. Selain itu 20,3 persen wilayah Kabupaten
Bengkayang rawan dan sangat rawan terhadap bencana longsor.
Upaya untuk mengendalikan dampak lingkungan akibat pembangunan sebenarnya
telah dilakukan oleh pemerintah daerah, diantaranya ada institusi pemerintah
daerah yang menangani urusan lingkungan hidup. Selain itu, hampir semua
kabupaten yang menjadi sampel dalam kajian ini menyatakan pentingnya
kelestarian lingkungan hidup dalam RPJMD mereka. Namun, upaya yang dilakukan
pemerintah pusat dan daerah tersebut belum optimal mengingat kegiatan
pengendalian lingkungan tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan yang
dihasilkan dari kegiatan ekonomi.
Berdasarkan uraian pembahasan terhadap dampak implementasi perencanaan
pembangunan daerah di Kalimantan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut.
1. Tingkat capaian pembangunan daerah dalam periode pelaksanaan RPJMD di
beberapa kabupaten cukup bervariasi. Kegiatan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan kualitas SDM relatif telah berjalan dengan baik.
Sedangkan pembangunan infrastruktur dasar, khususnya jalan, cenderung
lambat.
2. Realisasi pembangunan di beberapa kabupaten di Kalimantan relatif telah
sesuai dengan dokumen perencanaan, namun masih cenderung berorientasi
pada output (output oriented).
3. Jika ditinjau dari sisi ekonomi dan sosial, implementasi perencanaan
pembangunan di daerah memiliki dampak yang positif, dimana mampu
meningkatkan pembangunan ekonomi daerah dan kualitas SDM. Sedangkan
jika dilihat dari sisi lingkungan, memiliki dampak yang negatif, dimana kualitas
lingkungan hidup menurun seiring dengan pembangunan yang dilakukan.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang ditemukan terkait dampak
implementasi perencanaan pembangunan daerah di Kalimantan, dapat diberikan
rekomendasi sebagai berikut.
1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah dengan
memprioritaskan sektor ekonomi yang berbasiskan renewable resources.
2. Terus meningkatkan kualitas SDM melalui peningkatan pelayanan pendidikan
dan kesehatan.
3. Mendorong gerakan pembangunan hijau (green development) di semua sektor
pembangunan.
4. Dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala dalam rangka pencapaian
target-target dalam RPJMD.
5. Perlu ada perubahan paradigma pembangunan daerah dari yang berorientasi
pada output ke outcome sehingga akan memberikan dampak yang lebih
optimal.
6. Meningkatkan keterlibatan swasta dan masyarakat dalam rangka mewujudkan
pembangunan daerah yang berkelanjutan.
12. Page | 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan pada hakekatnya ditujukan untuk kesejahteraan rakyat.
Dalam Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN), dijelaskan bahwa pembangunan nasional adalah
upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai
tujuan bernegara. Adapun tujuan dibentuknya negara ini telah termaktub dalam
pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Agar pembangunan
dapat berjalan efektif dan efisien maka diperlukan sebuah perencanaan.
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional membagi perencanaan
pembangunan menjadi 3 (tiga), yaitu Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP),
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di
tingkat pusat dan daerah. Mengingat pembangunan daerah merupakan bagian dari
kesatuan sistem pembangunan nasional, maka perencanaan pembangunan di
daerah harus mengacu pada perencanaan pembangunan nasional.
Menurut PP No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah,
Pembangunan daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek pendapatan,
kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses terhadap pengambilan kebijakan,
berdaya saing, maupun peningkatan indeks pembangunan manusia. Agar kegiatan
pembangunan dapat dirumuskan secara efisien dan efektif untuk mendapatkan
hasil yang optimal, maka perlu dilakukan perencanaan.
Perencanaan pembangunan daerah merupakan suatu proses penyusunan
tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan
didalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah
dalam jangka waktu tertentu. Dalam melakukan penyusunan perencanaan
pembangunan, digunakan beberapa pendekatan yaitu pendekatan politik,
teknokratik, atas-bawah (top down) dan bawah-atas (bottom up). Penerapan
beberapa pendekatan tersebut dimaksudkan agar perencanaan pembangunan
daerah bisa mengakomodir berbagai aspirasi dan masukan karena pembangunan
bersifat komprehensif.
13. Page | 2
Seiring dengan diberikannya keleluasan kepada daerah untuk mengatur
dan mengelola sumber daya di wilayahnya melalui penerapan otonomi daerah
dengan memberikan kewenangan, kesempatan dan peluang yang lebih besar
kepada kepala daerah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Maka
kreatifitas dan inovasi daerah dalam merencanakan dan melaksanakan
pembangunan merupakan terobosan yang bisa berpengaruh dan menunjang
terhadap penyelesaian permasalahan-permasalahan yang dihadapi daerah.
Perencanaan pembangunan merupakan titik kritis dalam proses
pembangunan. Keberhasilan pembangunan daerah sangat tergantung dari
perencanaan yang baik dengan memperhatikan semua aspek yang ada dan
direncanakan secara komprehensif. Perencanaan pembangunan daerah juga perlu
memperhatikan kondisi daerah di sekitarnya, sehingga sinkronisasi dan koordinasi
antar daerah menjadi sesuatu yang penting dan perlu dilakukan. Namun
perencanaan yang baik harus ditindaklanjuti dengan implementasi yang baik pula
berdasarkan perencanaan yang telah dibuat. Karena perencanaan dan implementasi
yang baik diasumsikan akan memberikan dampak atau hasil yang baik.
Dalam menyusun perencanaan pembangunan, sering kali ditemui
pembangunan yang dalam pelaksanaannya hanya menekankan pada pembangunan
fisik dengan mengeksploitasi kekayaan alam. Sedangkan pembangunan non fisik
seperti pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) kurang mendapat perhatian
yang cukup. Pembangunan daerah pada dasarnya bertujuan untuk mengurangi
disparitas antar daerah, antar sub daerah, serta antar warga masyarakat
(pemerataan dan keadilan); memberdayakan masyarakat dan mengentaskan
kemiskinan; menciptakan atau menambah lapangan kerja; meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat daerah; mempertahankan atau menjaga
kelestarian sumber daya alam agar bermanfaat bagi generasi sekarang dan
mendatang (Dadang Solihin, 2005).
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) merupakan
perencanaan pembangunan periode 5 tahunan yang memuat beberapa arah
kebijakan daerah. Diasumsikan sebelumnya bahwa perencanaan dan implementasi
yang baik akan memberikan dampak yang baik, sehingga perlu dilakukan evaluasi,
tidak sebatas pada hasil implementasi/output, namun lebih lanjut perlu dilihat
outcome dan dampak dari pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah.
Dengan mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD), dilakukan evaluasi dampak perencanaan pembangunan daerah. Evaluasi
dampak lebih untuk mempelajari akibat/hasil akhir yang berupa kesejahteraan,
bukan hanya sebatas melihat hasil pelaksanaan (output) pembangunan.
Ukuran dampak dari perencanaan pembangunan daerah dapat diketahui
dengan memperhatikan kinerja ekonomi daerah yang bersangkutan, melalui
tinjauan indikator ekonomi dan indikator sosial. Hal ini sejalan dengan PP No. 8
Tahun 2008 Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi
14. Page | 3
Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah yang menyebutkan bahwa proses
penyelenggaraan perencanaan harus dapat memberikan arahan bagi peningkatan
pengembangan sosial-ekonomi dan kemampuan masyarakat. Dengan demikian
suatu perencanaan pembangunan daerah dikatakan berhasil apabila output dan
outcome-nya memiliki dampak pada pertumbuhan sosial dan ekonomi
masyarakatnya.
Dari latar belakang diatas, maka dianggap perlu melakukan pengkajian
mengenai sejauhmana keberhasilan pembangunan yang dilakukan dan dampak
yang dihasilkan di daerah terkait dengan kebijakan yang diambil pemerintah daerah
dalam upaya mengimplementasikan perencanaan pembangunan yang telah
disusun. Oleh karenanya, PKP2A III LAN sebagai kontribusinya dalam mewujudkan
peningkatan kinerja pemerintahan daerah merasa perlu melakukan pengkajian
mengenai “Dampak Implementasi Perencanaan Pembangunan Daerah di
Kalimantan”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, terdapat sejumlah masalah
yang akan digali dan dianalisis untuk diperoleh alternatif solusinya melalui
penelitian ini. Adapun sejumlah permasalahan tersebut dapat dirumuskan sebagai
berikut.
1. Bagaimakah tingkat capaian pembangunan daerah dalam periode
pelaksanaan RPJMD, khususnya di Bidang Ekonomi, SDM, dan Infrastruktur?
2. Bagaimanakah kesesuaian realisasi pembangunan dengan dokumen
perencanaan yang disusun ?
3. Apa saja dampak yang dijumpai ditinjau dari aspek ekonomi, sosial, dan
lingkungan dalam implementasi perencanaan pembangunan di daerah?
C. Tujuan dan Kegunaan
Kajian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dampak dari
implementasi perencanaan pembangunan daerah di Kalimantan. Dalam hal ini
sejauh mana dampak dari implementasi perencanaan pembangunan daerah jika
ditinjau dari aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Sehingga dapat dipelajari untuk
menghasilkan rekomendasi perencanaan pembangunan selanjutnya. Adapun
kegunaan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bahan bagi pengambil kebijakan dalam rangka mengevaluasi
capaian pembangunan daerah;
2. Sebagai bahan bagi pengambil kebijakan dalam rangka mengevaluasi sistem
perencanaan pembangunan di daerah;
3. Sebagai bahan bagi pengambil kebijakan dalam rangka mengidentifikasi
kendala-kendala yang dijumpai dalam implementasi perencanaan
pembangunan daerah.
15. Page | 4
D. Hasil yang Diharapkan
Melalui kajian ini diharapkan akan diperoleh beberapa informasi atau hasil
kajian sebagai berikut:
1. Diketahuinya tingkat capaian pembangunan daerah dalam periode
pelaksanaan RPJMD, khususnya di Bidang Ekonomi, SDM, dan Infrastruktur;
2. Teridentifikasinya kesesuaian realisasi pembangunan dengan dokumen
perencanaan yang telah disusun;
3. Diketahuinya dampak implementasi perencanaan pembangunan di daerah
ditinjau dari aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif
dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian ini lebih mengeksplorasi data sekunder
dengan melihat realisasi pelaksanaan pembangunan di daerah dan dampak yang
ditimbulkan dengan menggunakan beberapa indikator pembangunan baik indikator
ekonomi, indikator sosial, dan indikator lingkungan. Dalam metode analisis
deskriptif ini hipotesis tidak digunakan, namun peneliti dituntut untuk kreatif dan
peka dalam menangkap fenomena yang ada dan menganalisis hubungan sebab
akibat yang terjadi. Sedangkan pendekatan kuantitatif artinya data-data yang
digunakan sebagai bahan untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini
adalah data-data yang bersifat kuantitatif. Namun demikian bukan berarti data
kualitatif tidak digunakan, data-data kualitatif tetap digunakan tetapi hanya sebagai
pelengkap atau pendukung untuk menguatkan data-data kuantitatif yang ada.
2. Lokasi Penelitian
Mengingat penelitian ini berkaitan dengan penelitian sebelumnya
mengenai Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan
dan untuk menindaklanjuti dan melihat dampak penerapan perencanaan tersebut,
maka lokus penelitiannya pun sama dengan penelitian sebelumnya. Adapun wilayah
penelitian ini mencakup empat Propinsi di Pulau Kalimantan, yaitu Kalimantan
Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat. Dari keempat
Provinsi tersebut dipilih 7 (tujuh) kabupaten sebagai sampel/lokus penelitian,
dimana setiap Provinsi masing-masing 2 (dua) kabupaten terkecuali Provinsi
Kalimantan Selatan yang hanya 1 (satu) kabupaten.
Kabupaten-kabupaten yang menjadi sampel/lokus dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
16. Page | 5
a. Dari wilayah Provinsi Kalimantan Timur terdapat 2 (dua) kabupaten yang
dijadikan sampel/lokus penelitian yaitu :
1) Kabupaten Kutai Barat
2) Kabupaten Berau
b. Dari wilayah Provinsi Kalimantan Selatan terdapat 1 (satu) kabupaten
yang dijadikan sampel/lokus penelitian yaitu :
1) Kabupaten Kotabaru
c. Dari wilayah Provinsi Kalimantan Tengah terdapat 2 (dua) kabupaten yang
dijadikan sampel/lokus penelitian yaitu :
1) Kabupaten Kotawaringin Timur
2) Kabupaten Barito Timur
d. Dari wilayah Provinsi Kalimantan Barat terdapat 2 (dua) kabupaten yang
dijadikan sampel/lokus penelitian yaitu :
1) Kabupaten Sanggau
2) Kabupaten Bengkayang
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu wawancara dan
pengumpulan data-data sekunder. Perpaduan kedua metode pengumpulan data
tersebut diharapkan bisa melengkapi semua data yang diperlukan dalam melakukan
analisis secara komprehensif.
a) Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap para key informant di tingkat pemerintah
kabupaten, yang terlibat dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan
pemerintahan. Wawancara ini dilakukan untuk menyerap segala
informasi yang berkaitan dengan perencanaan pembangunan di daerah
dan hasil-hasilnya beserta permasalahan yang muncul dalam kegiatan
tersebut.
b) Data Sekunder
Data sekunder merupakan data-data pendukung yang digunakan untuk
melengkapi informasi yang dibutuhkan. Data sekunder ini diantaranya
adalah RPJMD, RKPD, Daerah dalam Angka, laporan, dan dokumen lain
yang mendukung.
F. Waktu dan Tahapan Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Januari - Oktober 2010
dengan beberapa tahapan sebagai berikut:
Tahapan I : Persiapan penelitian yang meliputi penyusunan proposal penelitian
atau term of reference (TOR) dan instrumen penelitian, penetapan
lokus dan sampel penelitian, penyempurnaan desain penelitian
(research design), serta persiapan administratif lainnya seperti
17. Page | 6
pembentukan dan konsolidasi tim, penyusunan rencana survei
lapangan, dan sebagainya.
Tahapan II : Kegiatan pengumpulan dan penggalian data-data di lapangan melalui
wawancara dan pengumpulan data-data sekunder dari responden
maupun dari sumber lain.
Tahapan III : Kegiatan analisis terhadap data-data yang diperoleh dari lapangan.
jika masih diperlukan, data aktual yang terolah perlu dilakukan
klarifikasi ulang ke lokus penelitian untuk memperoleh akurasi
informasi, sehingga analisis dapat dijamin lebih akurat.
Tahapan IV : Penyusunan laporan penelitian yang disertai rekomendasi bagi para
pengambil kebijakan berkaitan dengan permasalahan dalam
perencanaan pembangunan di daerah. Laporan penelitian tersebut
juga akan diberikan kepada pihak-pihak yang berkompeten dalam
proses pengambilan keputusan dalam perencanaan pembangunan
daerah, lembaga penelitian, serta daerah-daerah di Kalimantan
terutama yang menjadi lokus dalam penelitian ini.
G. Sistematika Penulisan Laporan
Sistematika penulisan laporan atau hasil penelitian ini akan dikemukakan
sebagai berikut.
Bab I Pendahuluan
Bab ini menjelaskan latar belakang dilakukannya penelitian dan merumuskan
masalah yang akan dibahas, serta menyebutkan tujuan dan hasil yang
diharapkan dari penelitian. Selain itu, dalam bab ini dijelaskan pula
metodologi penelitian yang digunakan, tahapan penelitian dan sistematika
penulisan laporan penelitian.
Bab II Kerangka Teori Evaluasi Dampak Perencanaan Pembangunan Daerah
Bab ini memuat tinjauan teoretik mengenai perencanaan pembangunan dan
perencanaan pembangunan daerah. Dilanjutkan dengan penjelasan tentang
teori evaluasi dampak perencanaan pembangunan dan keterkaitan
perencanaan pembangunan daerah dengan pembangunan nasional.
Bab III Tingkat Capaian dan Realisasi Pembangunan Daerah Dalam Periode
Pelaksanaan RPJMD
Bab ini berisi gambaran atau penjelasan tentang capaian-capaian pelaksanaan
pembangunan sesuai dengan patron yang telah digariskan didalam RPJMD.
Adapun pencapaian pembangunan dalam periode pelaksanaan RPJMD
tersebut dibagi ke dalam 3 (tiga) bidang yaitu, pembangunan ekonomi,
sumber daya manusia, dan infrastruktur.
18. Page | 7
Bab IV Evaluasi Dampak Implementasi Perencanaan Pembangunan Daerah di
Kalimantan
Bab ini berisi tentang analisis data beserta pembahasannya terkait evaluasi
dampak pembangunan yang telah dicapai selama periode pelaksanaan
RPJMD. Evaluasi tersebut ditinjau dari aspek ekonomi, aspek sosial, dan aspek
lingkungan hidup.
Bab V Penutup
Bab ini merupakan bab yang memberikan beberapa kesimpulan yang dapat
diambil setelah mempelajari dan menganalisis keseluruhan data. Selain itu
diajukan pula rekomendasi yang sekiranya dapat berguna dalam penyusunan
dan penerbitan suatu kebijakan yang berkaitan dengan perencanaan
pembangunan daerah.
H. Pola Pikir Kajian
Perencanaan pembangunan daerah yang telah disusun tentunya
diharapkan dapat memberikan efek positif terhadap pembangunan dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat, oleh karenanya kajian ini hendak
menggambarkan kaitan antara perencanaan pembangunan yang telah disusun
dengan implementasinya dilapangan. Adapun pola pikir pelaksanaan kajian dampak
implementasi perencanaan pembangunan daerah ini, dapat digambarkan sebagai
berikut.
Gambar 1.1
Pola Pikir Kajian Dampak Implementasi Perencanaan Pembangunan Daerah di
Kalimantan
19. Page | 8
BAB II
KERANGKA TEORI EVALUASI DAMPAK PERENCANAAN PEMBANGUNAN
DAERAH
A. Perencanaan Pembangunan Daerah
Perencanaan pembangunan merupakan fungsi utama dari manajemen
pembangunan. Dengan perencanaan pembangunan yang baik, kegiatan
pembangunan dapat dirumuskan secara efisien dan efektif dengan hasil yang
optimal. Dengan demikian, perencanaan merupakan bagian terpenting dalam
kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Bahkan pemerintah
melalui UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (SPPN) memberikan jaminan bahwa perencanaan pembangunan
disusun agar kegiatan pembangunan berjalan efektif, efisien, dan bersasaran.
Berbagai pengertian telah diberikan terhadap istilah perencanaan
pembangunan. Menurut UU No 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional dan juga PP No. 8 Tahun 2008 tentang Tata Cara
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Perencanaan
Pembangunan, menyebutkan perencanaan adalah suatu proses untuk
menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan
memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Sedangkan Perencanaan
Pembangunan Daerah merupakan suatu proses penyusunan tahapan-tahapan
kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan didalamnya,
guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah
dalam jangka waktu tertentu.
Riyadi dan Deddy Supriady B. (2005:7) mengartikan perencanaan
pembangunan sebagai suatu proses perumusan alternatif-alternatif atau
keputusan-keputusan yang didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang akan
digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan/aktivitas
kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik (material) maupun nonfisik (mental
spiritual), dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik. Kemudian untuk
konteks daerah, perencanaan pembangunan daerah diartikan sebagai suatu
proses perencanaan pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan
perubahan menuju arah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas
masyarakat, pemerintah dan lingkungannya dalam wilayah tertentu, dengan
memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada, dan
harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap, tapi tetap berpegang
pada azas prioritas.
Ginanjar Kartasasmita (1997) mengartikan perencanaan pembangunan
daerah sebagai instrumen bagi penentuan alokasi sumber daya pembangunan
20. Page | 9
dan lokasi kegiatan di daerah yang telah direncanakan terpusat yang berguna
untuk mencegah terjadinya kesenjangan ekonomi antar daerah (Bratakusumah
dan Riyadi, 2005:43). Sedangkan Siagiaan mengartikan perencanaan adalah
keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang menyangkut hal-
hal yang akan dikerjakan di masa datang dalam rangka mencapai tujuan yang
telah ditentukan sebelumnya.
Dan secara sederhana, Indra Bastian (2006) mengartikan bahwa
perencanaan pembangunan daerah sebagai sebuah proses pengambilan
keputusan mengenai kebijakan dan program pembangunan daerah oleh
Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/ Kota yang dilakukan secara
terpadu yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
daerah yang bersangkutan dengan memanfaatkan dan memperhitungkan
kemampuan sumber daya, informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
memperhatikan perkembangan dunia global. Perencanaan pembangunan juga
memikul tanggung jawab pelaksanaan fungsi manajemen pemerintahan dan
pembangunan, dari penyiapan kebijakan sampai dengan pertanggungjawaban
kinerja kebijakan-kebijakan pembangunan yang ditetapkan (Mustopadidjaja AR,
2009).
Menurut Anen (2000) yang dikutip Syaiful Sagala (2007), perencanaan
jika dilihat dari dimensi jenisnya/prosesnya/hirarki penyusunannya terbagi
menjadi beberapa perencanaan sebagai berikut.
1. Perencanaan dari atas ke bawah (top down planning), yaitu perencanaan
yang dibuat oleh pusat yang cenderung mengakomodasi kepentingan pusat;
2. Perencanaan dari bawah ke atas (bottom up planning), yaitu perencanaan
yang disusun berdasarkan usulan daerah yang cenderung mengakomodasi
kepentingan daerah;
3. Perencanaan menyerong kesamping (diagonal planning), yaitu perencanaan
yang dibuat oleh pejabat bersama dengan pejabat bawah diluar struktur;
4. Perencanaan mendatar (horizontal planning), yaitu perencanaan lintas
sektoral oleh pejabat se-level;
5. Perencanaan menggelinding (rolling planning), yaitu perencanaan
berkelanjutan mulai rencana jangka pendek, menengah dan panjang;
6. Perencanaan gabungan atas ke bawah dan bawah ke atas (top down and
buttom up planning), yaitu perencanaan untuk mengakomodasi kepentingan
pusat dengan wilayah/daerah.
Sedangkan jika dilihat dari dimensi waktu, perencanaan dapat dibagi
menjadi :
1. Perencanaan jangka panjang (long term planning) yang dalam hal ini
diposisikan sebagai RPJPD, yaitu perencanaan berjangka 10 tahun keatas,
bersifat prospektif, idealis dan belum ditampilkan sasaran-sasaran yang
bersifat kuantitatif;
21. Page | 10
2. Perencanaan jangka menengah (medium term planning) yang dalam hal ini
diposisikan sebagai RPJMD, yaitu perencanaan berjangka 3 sampai 8 tahun,
merupakan penjabaran dan uraian rencana jangka panjang. Dalam dokumen
ini sudah ditampilkan sasaran-sasaran yang diproyeksikan secara kuantitatif,
meski masih bersifat umum;
3. Perencanaan jangka pendek (short term planning) yang dalam hal ini
diposisikan sebagai RKPD, yaitu perencanaan berjangka 1 tahunan yang
disebut juga perencanaan jangka pendek tahunan (annual plan) atau
perencanaan operasional tahunan (annual opperational planning).
Perencanaan tahunan ini bersifat operasional dan dibuat berdasarkan
dokumen perencanaan di atasnya yaitu RPJMD.
Proses perencanaan seharusnya dilaksanakan dengan memasukkan
prinsip pemberdayaan, pemerataan, demokratis, desentralistik, transparansi,
akuntabel, responsif, dan partisipatif dengan melibatkan seluruh unsur lembaga
negara, lembaga pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan. Proses
perencanaan pembangunan di daerah pun perlu melibatkan 3 (tiga) pilarnya,
yaitu pemerintah, masyarakat dan swasta. Menurut Dadang Solihin (2008),
perencanaan yang ideal memiliki prinsip-prinsip :
1. Prinsip partisipatif, yaitu masyarakat yang akan memperoleh manfaat dari
perencanaan harus turut serta dalam prosesnya;
2. Prinsip kesinambungan, yaitu perencanaan tidak hanya berhenti pada satu
tahap, tetapi harus berlanjut sehingga menjamin adanya kemajuan terus-
menerus dalam kesejahteraan dan jangan sampai terjadi kemunduran;
3. Prinsip holistik, yaitu masalah dalam perencanaan dan pelaksanaannya tidak
dapat hanya dilihat dari satu sisi atau sektor tetapi harus dilihat dari berbagai
aspek, dan dalam keutuhan keseluruhan konsep secara keseluruhan;
4. Mengandung sistem yang dapat berkembang (a learning and adaptive
system);
5. Terbuka dan demokratis (a pluralistic social setting).
Adapun manfaat digunakannya perencanaan dalam pembangunan
daerah adalah sebagai berikut.
1. Sebagai pedoman bagi pelaksanaan kegiatan dalam mencapai tujuan;
2. Sebagai alat ukur, standar pengawasan, atau evaluasi;
3. Sebagai bahan perkiraan penentuan alternatif terbaik dalam skala
penggunaan sumber-sumber daya yang tersedia.
Sementara itu dalam penjelasan umum PP No 8 Tahun 2008 disebutkan
bahwa tujuan utama perencanaan pembangunan daerah adalah untuk :
1. Meningkatkan konsistensi antar kebijakan yang dilakukan berbagai organisasi
publik dan antara kebijakan makro dan mikro maupun antara kebijakan dan
pelaksanaan;
22. Page | 11
2. Meningkatkan transparansi dan partisipasi dalam proses perumusan
kebijakan dan perencanaan program;
3. Menyelaraskan perencanaan program dan penganggaran;
4. Meningkatkan akuntabilitas pemanfaatan sumberdaya dan keuangan publik;
5. Terwujudnya penilaian kinerja kebijakan yang terukur, perencanaan, dan
pelaksanaan, sesuai RPJMD sehingga tercapai efektivitas perencanaan.
Terkait dengan perencanaan pembangunan daerah, ada beberapa
faktor yang menurut Dadang Solihin menyebabkan kegagalan pembangunan di
daerah yang diantaranya adalah :
1. Penyusunan perencanaan tidak tepat, yang kemungkinan disebabkan oleh:
a. informasinya kurang lengkap;
b. metodologinya belum dikuasai;
c. perencanaannya tidak realistis sehingga tidak mungkin pernah bisa
terlaksana;
d. pengaruh politis terlalu besar sehingga pertimbangan teknis
perencanaan diabaikan.
2. Perencanaannya mungkin baik, tetapi pelaksanaannya tidak seperti yang
diharapkan. Kondisi ini bisa terjadi karena beberapa hal berikut.
a. tidak berkaitnya perencanaan dengan pelaksanaannya;
b. aparat pelaksana tidak siap atau tidak kompeten;
c. masyarakat tidak punya kesempatan berpartisipasi sehingga tidak
mendukungnya.
3. Perencanaan mengikuti paradigma yang ternyata tidak sesuai dengan
perkembangan kondisi dan tidak dapat mengatasi masalah yang mendasar.
Kondisi ini bisa terjadi karena beberapa hal berikut.
a. orientasi semata-mata pada pertumbuhan yang menyebabkan makin
melebarnya kesenjangan;
b. pemahaman falsafah atau konsep di balik perencanaan yang keliru.
4. Perencanaan diartikan sebagai pengaturan total kehidupan manusia sampai
yang paling kecil sekalipun. Kondisi ini menunjukkan beberapa hal berikut.
a. perencanaan tidak memberikan kesempatan bagi perkembangan
prakarsa individu dan pengembangan penuh kapasitas serta potensi
masyarakat secara penuh;
b. sistem ini bertentangan dengan hukum penawaran dan permintaan
karena pemerintah mengatur semuanya;
c. perencanaan seperti ini disebut sebagai sistem perencanaan terpusat
(centrally planned system).
B. Evaluasi Dampak Perencanaan Pembangunan
Menurut Siagian dalam bukunya Filsafat Administrasi menyebutkan
bahwa evaluasi (penilaian) didefinisikan sebagai proses pengukuran dan
23. Page | 12
pembandingan dari hasil-hasil pekerjaan yang nyatanya dicapai dengan hasil-
hasil yang seharusnya dicapai. Sementara itu tujuan evaluasi adalah untuk
menilai secara keseluruhan pengaruh dan dampak pada akhir program, yang
akan menjadi landasan untuk meningkatkan atau menyempurnakan kebijakan
berkenaan dengan program selanjutnya. Namun secara konseptual ada
pandangan yang menyatakan bahwa evaluasi dapat dilakukan pada seluruh
periode kegiatan, karenanya evaluasi dapat dibedakan mejadi tiga
(Bratakusumah dan Riyadi, 2005), yaitu:
1. Pra evaluasi
Evaluasi yang dilakukan pada saat program belum berjalan/beroperasi pada
tahap perencanaan. Evaluasi difokuskan pada persiapan suatu kegiatan
ataupun pada hasil pelaksanaan sebelumnya. Evaluasi pada periode ini
biasanya meliputi analisis aspek keuangan dan analisis ekonomis dari suatu
kegiatan (cost and benefits analysis).
2. Evaluasi pada saat program tengah berjalan
Dikenal dengan on-going evaluation atau in-operation evaluation. Evaluasi
pada tahap ini difokuskan pada penilaian dari setiap tahap kegiatan yang
sudah dilaksanakan, walaupun belum bisa dilakukan penilaian terhadap
keseluruhan proses program. Pada saat program tengah berjalan analisis
evaluasi bersumber pada hasil pemantauan yang dilaksanakan terhadap
tahapan-tahapan kegiatan secara berkelanjutan dan akan memberi umpan
balik untuk perencana dan pelaksana pembangunan.
3. Evaluasi setelah program selesai atau setelah program berakhir.
Evaluasi ini disebut post evaluation atau evaluasi pasca-program. Pada
evaluasi ini dilakukan penilaian terhadap seluruh tahapan program yang
dikaitkan dengan tingkat keberhasilannya, sesuai dengan indikator yang
ditetapkan dalam rumusan sasaran atau tujuan program. Pada saat
berakhirnya implementasi, analisis evaluasi lebih ditekankan pada dampak
program, khususnya dampak ekonomi dan sosial terhadap kelompok sasaran
dan masyarakat sekitarnya.
Dadang Solihin (2008) membedakan evaluasi menurut waktu
pelaksanaannya menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang dilaksanakan pada waktu pelaksanaan
program dan bertujuan untuk memperbaiki pelaksanaan program. Temuan
utamanya berupa masalah-masalah dalam pelaksanaan program;
2. Evaluasi summatif, yaitu evaluasi yang dilaksanakan pada saat pelaksanaan
program sudah selesai dan bertujuan untuk menilai hasil pelaksanaan
program. Temuan utamanya berupa capaian-capaian dari pelaksanaan
program.
Sedangkan menurut tujuannya, maka evaluasi dapat dibedakan menjadi
tiga, yaitu:
24. Page | 13
1. Evaluasi proses, yaitu evaluasi dilakukan untuk mengkaji bagaimana program
berjalan dengan fokus pada masalah penyampaian pelayanan (service
delivery);
2. Evaluasi biaya-manfaat, yaitu evaluasi yang dilakukan untuk mengkaji biaya
program relatif terhadap alternatif penggunaan sumberdaya & manfaat dari
program;
3. Evaluasi dampak, yaitu evaluasi yang dilakukan untuk mengkaji apakah
program memberikan pengaruh yang diinginkan terhadap individu, rumah
tangga, masyarakat, dan kelembagaan.
Evaluasi untuk pelaksanaan sebuah rencana adalah bagian dari kegiatan
perencanaan pembangunan yang secara sistematis mengumpulkan dan
menganalisis data dan informasi untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan dan
kinerja pembangunan. Evaluasi ini dilaksanakan berdasarkan indikator dan
sasaran kinerja yang tercantum dalam dokumen rencana pembangunan.
Indikator kinerja dalam evaluasi adalah ukuran ringkas dengan menggunakan
ukuran kuantitatif dan kualitatif yang mengindikasikan pencapaian suatu sasaran
atau tujuan yang telah disepakati atau ditetapkan. Indikator dan sasaran kinerja
mencakup masukan (input), keluaran (output), hasil (outcome), dan dampak
(impact) (Modul SAKIP LAN, 2003).
Masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar kegiatan
dan program dapat berjalan atau dalam rangka memberikan kontribusi dalam
menghasilkan output. Input diantaranya adalah anggaran (dana), SDM, peralatan,
material, dan masukan lainnya yang dipergunakan untuk kegiatan melaksanakan
kegiatan. Dengan melihat distribusi sumberdaya sebagai input dapat dianalisis
apakah alokasi sumberdaya yang dimiliki telah sesuai dengan rencana stratejik
yang ditetapkan atau tidak. Ketepatan dalam mengalokasikan atau
mendistribusikan sumberdaya akan sangat berpengaruh terhadap hasil yang
dicapai.
Keluaran (output) adalah produk barang atau jasa yang secara langsung
dihasilkan dari pelaksanaan suatu kegiatan dan program berdasarkan masukan
yang digunakan. Output biasanya dijadikan landasan untuk menilai keberhasilan
suatu kegiatan dan program apabila dikaitkan dengan sasaran kegiatan yang
terdefinisi dengan baik dan terukur. Jika output dari kegiatan dan program telah
sesuai dengan yang diharapkan, maka kegiatan dan program tersebut bisa
dikatakan telah berjalan dengan baik.
Hasil (outcome) adalah sesuatu yg mencerminkan berfungsinya keluaran
atau output. Indikator outcome sebenarnya lebih baik dibandingkan dengan
output dalam hal menjelaskan keberhasilan dari sebuah kegiatan. Walaupun
barang dan jasa yang dihasilkan oleh kegiatan telah berhasil dicapai, namun
belum tentu secara outcome kegiatan tersebut telah berhasil. Outcome
menggambarkan tingkat pencapaian atas hasil yang lebih tinggi yang mungkin
25. Page | 14
menyangkut kepentingan banyak pihak. Outcome merupakan ukuran yang dapat
digunakan oleh instansi untuk mengetahui seberapa jauh output dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya dan memberikan kegunaan yang besar bagi
masyarakat.
Dampak (impact) adalah hasil pembangunan yang diperoleh dari
outcome atau ukuran tingkat pengaruh secara makro dari sisi sosial, ekonomi,
lingkungan atau kepentingan umum lainnya yang dimulai oleh capaian kinerja
setiap indikator dalam suatu kegiatan. Impact merupakan perubahan positif
maupun negatif yang dihasilkan oleh sebuah intervensi pembangunan, baik
secara langsung maupun tidak dan disengaja atau tidak. Indikator impact
memperlihatkan pengaruh yang ditimbulkan dari manfaat yang diperoleh dari
hasil kegiatan. Indikator ini baru dapat diketahui dalam jangka waktu menengah
dan panjang. Indikator dampak menunjukkan dasar pemikiran mengapa kegiatan
dilaksanakan, dan menggambarkan aspek makro pelaksanaan kegiatan, tujuan
kegiatan secara sektoral, regional dan nasional.
Selama ini seringkali evaluasi hanya dilakukan dan berfokus pada
masukan (input), dan keluaran (output), sedangkan hasil (outcome) dan dampak
(impact) kurang diperhatikan. Sehingga pemerintah sebagai organisasi sektor
publik tidak akan mampu melihat keberadaannya sendiri bahwa ia ada untuk
melayani masyarakat. Pengukuran outcome di sektor publik adalah mengukur
dampak atas aktivitas atau pelayanan yang diberikan oleh organisasi sektor
publik terhadap masyarakat. Sementara impact merupakan konsekuensi lanjutan
dari outcome, sehingga outcome dan impact adalah suatu kesatuan (Mahmudi,
2005).
Sumber : ADB, 2006, “Impact Evaluation Methodological and Operational Issues”
Gambar 2.1
Kerangka Monitoring dan Evaluasi
26. Page | 15
Evaluasi dampak (impact evaluation) sebenarnya tidak jauh berbeda
dengan evaluasi yang telah ada, yang membedakan hanyalah evaluasi dampak
lebih menitikberatkan pada outcome dan impact. Istilah “impact” secara harfiah
dimaksudkan sebagai akibat jangka panjang baik itu dampak positif maupun
negatif, yang diharapkan ataupun tidak diharapkan.
Menurut Development Assistance Committee (DAC), pelaksanaan
evaluasi yang baik seharusnya fokus pada lima kriteria, termasuk impact atau
dampak itu sendiri (Peter Ellis, 2006). Adapun lima kriteria tersebut adalah :
1. Relevance (were the objectives right?);
2. Effectiveness (how well were the objectives achieved?);
3. Efficiency (was it value for money?);
4. Impact;
5. Sustainability (will benefits, particularly in systems or institutions, be
sustained?).
Relevansi (relevance) adalah kriteria evaluasi perencanaan
pembangunan yang dimaksudkan untuk melihat sejauh mana kegiatan dalam
pembangunan sejalan dengan prioritas dan kebijakan yang telah dibuat (Dadang
Solihin, 2008). Ketika kegiatan pembangunan yang dilakukan sesuai dengan
perencanaan yang telah dibuat maka pelaksanaan perencanaan pembangunan
tersebut telah relevan. Sebaliknya, jika kegiatan pembangunan yang dilakukan
tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan perencanaan yang telah dibuat
maka pelaksanaan perencanaan pembangunan tersebut tidak relevan.
Sumber : Dadang Solihin, 2008
Gambar 2.2
Kriteria Relevansi dalam Evaluasi Perencanaan Pembangunan
Efektifitas (effectiveness) adalah kriteria evaluasi perencanaan
pembangunan yang dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana sebuah kegiatan
dalam pembangunan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Dadang
Solihin, 2008). Ketika kegiatan yang dilakukan sesuai dengan yang direncanakan
dan memiliki nilai yang signifikan dalam mencapai tujuan, maka pelaksanaan
27. Page | 16
perencanaan pembangunan bisa dikatakan telah berjalan efektif. Sebaliknya jika
kegiatan yang dilakukan tidak memiliki nilai yang signifikan terhadap pencapaian
tujuan yang telah ditentukan maka pelaksanaan perencanaan pembangunan
tersebut tidak efektif.
Sumber : Dadang Solihin, 2008
Gambar 2.3
Kriteria Efektifitas dalam Evaluasi Perencanaan Pembangunan
Efisiensi (efficiency) adalah kriteria evaluasi perencanaan pembangunan
yang dimaksudkan untuk mengukur output (keluaran), kualitatif dan kuantitatif,
dalam hubungannya dengan input (masukan) (Dadang Solihin, 2008). Kriteria ini
digunakan untuk melihat apakah input atau sumber daya lainnya telah digunakan
secara optimal dalam kegiatan-kegiatan pembangunan. Namun dalam penelitian
ini, kriteria efisiensi tidak digunakan dalam mengevaluasi perencanaan
pembangunan. Hal ini dikarenakan tidak tersedianya data tentang input, baik
anggaran maupun sumberdaya lainnya, yang digunakan untuk melaksanakan
setiap kegiatan dalam pembangunan.
Sumber : Dadang Solihin, 2008
Gambar 2.4
Kriteria Efisiensi dalam Evaluasi Perencanaan Pembangunan
28. Page | 17
Dampak (impact) adalah kriteria evaluasi perencanaan pembangunan
yang dimaksudkan untuk melihat perubahan positif atau negatif yang dihasilkan
oleh sebuah intervensi pembangunan, secara langsung maupun tidak, dan
disengaja maupun tidak (Dadang Solihin, 2008). Kriteria ini digunakan untuk
melihat apakah kegiatan pembangunan yang dilakukan membawa perubahan
yang positif atau negatif. Adapun indikator yang umumnya digunakan untuk
melihat perubahan akibat pembangunan ada tiga, yaitu indikator ekonomi,
sosial, dan lingkungan. Ketika ketiga indikator tersebut menunjukkan perubahan
yang positif maka perencanaan pembangunan dan pembangunan memberikan
dampak yang positif. Sebaliknya, ketika menunjukkan perubahan yang negatif
maka dapat dikatakan bahwa perencanaan pembangunan dan pembangunan
yang telah dilakukan memberikan dampak yang negatif. Lebih jauh adalah bahwa
sebuah perencanaan pembangunan bisa disebut efektif apabila pencapaian
target, tujuan dan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan bisa terwujud.
Sumber : Dadang Solihin
Gambar 2.5
Kriteria Dampak dalam Evaluasi Perencanaan Pembangunan
Berkelanjutan (sustainability) adalah kriteria evaluasi perencanaan
pembangunan yang dimaksudkan untuk mengukur apakah manfaat suatu
kegiatan dapat terus dinikmati setelah anggaran tidak diberikan lagi (Dadang
Solihin, 2008). Dengan kata lain, apakah output dari kegiatan pembangunan
tersebut kedepan dapat berjalan dengan sendirinya meskipun tanpa ada
intervensi dari pemerintah. Setiap output dari kegiatan pembangunan yang tetap
ada dan berfungsi sebagaimana mestinya menunjukkan nilai keberlanjutan.
29. Page | 18
Sumber : Dadang Solihin
Gambar 2.6
Kriteria Keberlanjutan dalam Evaluasi Perencanaan Pembangunan
C. Pembangunan Daerah dan Kaitannya dengan Pembangunan Nasional
Perencanaan pembangunan yang disusun oleh suatu daerah merupakan
perwujudan asas desentralisasi terhadap berbagai kewenangan penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan politik, dan pengelolaan pembangunan dari pusat
kepada daerah. Keberhasilan pembangunan di daerah-daerah akan membawa
dampak positif terhadap pembangunan nasional secara keseluruhan.
Pembangunan yang dilaksanakan di daerah merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional, dimana perencanaan pembangunan yang dilaksanakan
oleh daerah tidak terlepas dari pola perencanaan pembangunan yang
dilaksanakan oleh pusat. Bintoro Tjokroamidjojo, menyatakan bahwa masalah
pemerintah daerah dilihat pula dari segi apakah pemerintah daerah dapat
berfungsi secara konsisten dalam usaha pembangunan nasional, termasuk
pembangunan daerahnya yang berarti bahwa rencana kebijakan maupun
program-program pembangunan nasional harus memperhatikan pertimbangan
regional.
Di pihak lain, pemerintah daerah diharapkan mampu untuk memberikan
sumbangan terhadap pertimbangan regional tersebut sesuai dengan penglihatan
daerah, di samping tetap konsisten dalam rangka pencapaian tujuan-tujuan
nasional. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perencanaan pembangunan
daerah (PPD) dalam konteks pembangunan nasional memiliki peran dan fungsi
yang sangat penting bagi pencapaian tujuan-tujuan pembangunan nasional,
kewenangan daerah dengan otonominya tetap memperhatikan kepentingan
nasionalnya (Bratakusumah dan Riyadi, 2005).
Dijelaskan di atas bahwa pembangunan daerah merupakan bagian dari
kesatuan Sistem Pembangunan Nasional yang dilaksanakan oleh semua
komponen masyarakat dan pemerintah menurut prakarsa daerah dalam
kerangka NKRI dimana Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
30. Page | 19
menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka
menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara
dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah. Dalam rangka pelaksanaan amanat
UU No 25/2004 tentang sistem Perencanaan Pembangunan Nasional tersebut
juga UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara, dan UU No 32/2004 tentang
Pemerintahan Daerah maka Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyusun
RPJP/D (dokumen perencanaan periode 20 tahunan), RPJM/D (dokumen
perencanaan periode 5 tahunan), dan RKP/D (dokumen perencanaan periode 1
tahunan).
Konsep perencanaan pembangunan daerah tersebut pada dasarnya
bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan potensi daerah sekaligus
mengurangi ketimpangan pembangunan antar daerah. Dengan kata lain,
pembangunan daerah adalah upaya pemanfaatan sumber daya yang dimiliki
untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek
pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses terhadap pengambilan
kebijakan, berdaya saing, maupun peningkatan indeks pembangunan manusia.
Untuk konteks pembangunan daerah, beberapa sasaran fundamental
pembangunan yang berusaha dicapai banyak daerah adalah meningkatnya laju
pertumbuhan ekonomi daerah, meningkatnya pendapatan perkapita,
mengurangi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan (Mudrajad Kuncoro,
2006).
Dalam melakukan evaluasi dampak terhadap pembangunan daerah
tentunya diperlukan indikator-indikator pembangunan daerah. Indikator-
indikator pembangunan ini merupakan parameter yang diperlukan untuk menilai
keberhasilan pembangunan. Jika dikaitkan dengan otonomi daerah yang saat ini
tengah berlangsung, maka keberhasilan otonomi daerah juga secara langsung
mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan pembangunan daerah. kondisi ini
dapat diukur dari seberapa jauh daerah tersebut menghasilkan kondisi yang lebih
maju dibandingkan dengan kondisi sebelumnya. Jawa Pos Institute of Pro-
Otonomi (JPIP) telah melakukan monitoring dan evaluasi pemerintah daerah
dengan menerapkan tiga parameter yang akan dipantau perkembangannya
setiap tahun. Ketiga parameter keberhasilan otonomi daerah tersebut adalah
(JPIP, 2001) :
- Parameter Pengembangan Ekonomi;
Dengan indikator penilaian yaitu pertumbuhan, pemerataan, dan
pemberdayaan ekonomi lokal.
- Parameter Layanan Publik,
Dengan indikator penilaian yaitu pendidikan, kesehatan, dan administrasi
dasar.
- Parameter Performa Politik Lokal.
Dengan indikator penilaian yaitu partisipasi publik, akuntabilitas publik dan
kesinambungan politik
31. Page | 20
Mengakumulasi hal tersebut dan berdasarkan penelahaan terhadap
teori-teori yang ada, secara garis besar beberapa indikator atau parameter kunci
pembangunan daerah dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) yaitu indikator
ekonomi dan indikator sosial (Mudrajad Kuncoro, 2006). Indikator ekonomi
dalam pembangunan daerah dapat dilihat dari tingkat Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) dan laju pertumbuhan ekonomi. Sedangkan indikator sosial dapat
dilihat dari tingkat kemiskinan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM), dan tingkat
pengangguran (Bonny P. I. Brotoadinagoro, 2010).
Selain kedua indikator diatas, indikator lingkungan juga perlu
diperhitungkan, mengingat pertumbuhan di bidang ekonomi akan berpengaruh
terhadap kualitas lingkungan. Selama ini kegiatan ekonomi tidak
memperhitungkan berkurangnya SDA dan rusaknya lingkungan. Deplesi dan
degradasi SDA belum diperhitungkan sebagai biaya, bahkan biaya pencegahan
dan perbaikan lingkungan justru dihitung sebagai pendapatan. Akhirnya, struktur
perekonomian menjadi semu karena tidak dapat mencerminkan tingkat
kesejahteraan masyarakat yang sesungguhnya akibat kerusakan lingkungan
(Bonny P. I. Brotoadinagoro, 2010).
Sumber : Dr. KRA. Bonny P. I. Brotoadinagoro, “Regional Economic Development”, 2010
Gambar 2.7
Indikator Kinerja Ekonomi Regional
Pertumbuhan ekonomi bukanlah satu-satunya yang ingin dicapai dalam
pembangunan, sehingga mengabaikan faktor-faktor non-ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi memang diperlukan dalam pembangunan, tetapi kualitas sosial
masyarakat dan lingkungan juga perlu diperhatikan. Pertumbuhan ekonomi yang
tinggi tidak akan berarti apa-apa jika kualitas SDM dan lingkungannya rendah
karena akan rentan terhadap permasalahan-permasalahan yang terkait dengan
sosial kemasyarakatan dan lingkungan. Jika dapat menyeimbangkan ketiga sektor
tersebut, maka akan menjadikan pembangunan yang dilakukan benar-benar
berkualitas dan berkelanjutan.
32. Page | 21
BAB III
TINGKAT CAPAIAN DAN REALISASI PEMBANGUNAN DAERAH DALAM PERIODE
PELAKSANAAN RPJMD
A. Kabupaten Kutai Barat
1. Gambaran Umum Kabupaten Kutai Barat
Kabupaten Kutai Barat dengan Ibukota di Sendawar, merupakan
kabupaten pemekaran di Provinsi Kalimantan Timur dari wilayah sebelumnya
yaitu Kabupaten Kutai. Kabupaten Kutai Barat dibentuk berdasarkan Undang-
Undang Nomor 47 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan,
Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota
Bontang. Kabupaten Kutai Barat memiliki luas wilayah sekitar 31.628,70 km2
,
secara astronomis terletak antara 113o
48’49” sampai dengan 116o
32’43” Bujur
Timur serta diantara 1o
31’05” Lintang Utara dan 1o
09’33” Lintang Selatan.
Adapun wilayah yang menjadi batas Kabupaten Kutai Barat adalah sebagai
berikut:
Sebelah utara : Kabupaten Malinau dan Serawak
Sebelah timur : Kabupaten Kutai Kartanegara
Sebelah Selatan : Kabupaten Penajam Paser Utara
Sebelah Barat : Propinsi Kalimantan Tengah dan
Propinsi Kalimantan Barat
Dengan luas wilayah kurang lebih 15% dari luas Propinsi Kalimantan
Timur, Kabupaten Kutai Barat terbagi menjadi 21 Kecamatan dan 223 Kampung.
Daerah Kabupaten Kutai Barat didominasi dengan wilayah dengan topografi
bergelombang, dari kemiringan landai sampai curam dengan ketinggian berkisar
antara 0-1.500 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan antara 0-60
persen. Daerah dataran rendah pada umumnya dijumpai di kawasan danau dan
kawasan sepanjang DAS (Daerah Aliran Sungai). Sedangkan daerah perbukitan
dan pegunungan memiliki ketinggian rata-rata lebih dari 1.000 meter diatas
permukaan laut dengan kemiringan 30% terdapat dibagian barat laut, yang
berbatasan langsung dengan wilayah Malaysia.
Secara spesifik wilayah berbukit dan bergunung dijumpai di bagian hulu
Sungai Mahakam, terutama di Kecamatan Long Bagun, Long Pahangai, dan Long
Apari. Kondisi wilayah dengan topografi tersebut berpotensi menimbulkan
bahaya alami berupa gerakan tanah baik dalam volume besar (longsor) ataupun
volume kecil (tanah retak). Besar kecilnya volume gerakan tanah tersebut
dipengaruhi oleh besarnya curah hujan, jenis tanah, serta besar kemiringan
lereng. Berdasarkan peta bahaya lingkungan yang dikeluarkan oleh
BAKOSURTANAL tahun 1999, sebagian besar Kabupaten Kutai Barat potensial
33. Page | 22
terjadi bahaya longsor karena mempunyai jenis tanah dengan tekstur
berlempung, curah hujan yang tinggi, dan kemiringan lereng yang besar.
Topografi yang khas dari Kabupaten Kutai Barat secara tidak langsung
akan menghambat perkembangan kegiatan perkotaan. Hal tersebut disebabkan
karena adanya faktor penghambat alami berupa kemiringan lereng yang
menyebabkan luasan lahan untuk menampung kegiatan perkotaan menjadi
berkurang. Untuk memecahkan keterisolasian wilayah yang disebabkan topografi
wilayah maka pemerintah Kabupaten Kutai Barat membagi Kabupaten Kutai
Barat menjadi 3 (tiga) wilayah pembangunan yaitu Wilayah Pembangunan Hulu
Riam, Wilayah Pembangunan Dataran Tinggi, dan Wilayah Pembangunan
Dataran Rendah.
Jumlah penduduk Kabupaten Kutai Barat pada tahun 2008 mencapai
168.900 jiwa. Di mana Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbesar
adalah Kecamatan Barong Tongkok yaitu sebesar 20.005 jiwa. Pertambahan
jumlah penduduk di Kecamatan Barong Tongkok cukup pesat disebabkan
perkembangan kecamatan ini yang cepat dimana Kantor Kabupaten dan
beberapa kantor instansi vertikal dipusatkan di kecamatan ini. Sedangkan
Kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah Kecamatan Laham
yaitu sebesar 2.420 jiwa. Dibandingkan dengan data penduduk Kabupaten Kutai
Barat pada tahun 2007 yang tercatat sebesar 167.706 jiwa, maka laju
pertumbuhan penduduk Kabupaten Kutai Barat adalah sebesar 0,71 persen.
2. RPJMD Kabupaten Kutai Barat Tahun 2006-2011
Pemerintah Kabupaten Kutai Barat pada tahun 2006 telah menetapkan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) melalui Perda No. 03
Tahun 2006. Dalam RPJMD tersebut telah ditetapkan visi 2006-2011 yaitu “Kutai
Barat yang Masyarakatnya Sejahtera, Cerdas, Sehat dan Produktif Berbasiskan
Ekonomi Kerakyatan”. Visi tersebut dimaksudkan untuk mencapai tujuan pada
akhir masa jabatan kepala daerah terpilih yaitu masyarakat Kutai Barat yang
sejahtera, cerdas, sehat dan produktif yang dimotori oleh pengembangan
ekonomi kerakyatan sebagai leading sector. Visi kabupaten merupakan visi
kepala daerah terpilih hasil Pemilu Kepala Daerah sehingga direncanakan untuk
masa jabatan Kepala Daerah yang bersangkutan. Visi tersebut kemudian
diturunkan ke dalam 7 (tujuh) misi sebagai langkah-langkah operasional untuk
mewujudkan visi, beserta arah kebijakan umum yang telah digariskan yaitu
sebagai berikut:
a) Meningkatkan mutu SDM melalui pendidikan, kesehatan, agama, kepastian
hukum, pemuda, olah raga dan pemberdayaan peran perempuan.
Kebijakan yang akan diambil untuk mewujudkan misi tersebut adalah
sebagai berikut:
1) Kebijakan peningkatan angka melek huruf;
2) Kebijakan peningkatan prosentase jumlah siswa yang lulus ujian akhir;
34. Page | 23
3) Kebijakan peningkatan angka partisipasi kasar (APK) dan angka
partisipasi murni (APM);
4) Kebijakan pengembangan kurikulum yang bermuatan adat budaya lokal
diprioritaskan pada pengembangan kurikulum bermuatan nilai-nilai adat
lokal;
5) Kebijakan pengembangan perguruan tinggi lokal;
6) Kebijakan peningkatan indeks harapan hidup (IHH);
7) Kebijakan pembentukan keluarga sehat, bahagia dan sejahtera;
8) Kebijakan penurunan tingkat kematian bayi dan ibu melahirkan;
9) Kebijakan pengendalian penyakit menular;
10) Kebijakan pengendalian tingkat penyebaran penyakit menular;
11) Kebijakan pengurangan jumlah penderita folio dan TBC;
12) Kebijakan pengurangan penderita gizi buruk;
13) Kebijakan peningkatan kualitas lingkungan hunian yang sehat;
14) Kebijakan pengendalian tingkat penyalahgunaan NAPZA;
15) Kebijakan peningkatan supremasi hukum;
16) Kebijakan pembinaan keagamaan;
17) Kebijakan pengingkatan peran generasi muda di bidang olah raga dan
kebudayaan baik di tingkat provinsi maupun nasional;
18) Kebijakan peningkatan peran perempuan (gender) di bidang ekonomi,
politik, dan sosial lainnya.
b) Mewujudkan sistem pemerintahan yang efektif, efisien, responden, dan
bertanggung jawab.
Misi ini akan diwujudkan melalui beberapa kebijakan yaitu:
1) Kebijakan peningkatan kualitas SDM Aparatur Pemerintah Daerah;
2) Kebijakan peningkatan kinerja Pemerintah Kabupaten Kutai Barat;
3) Kebijakan peningkatan kinerja pengelolaan keuangan daerah;
4) Kebijakan peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan
keputusan/kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten;
5) Kebijakan peningkatan kinerja lembaga legislatif;
6) Kebijakan peningkatan kualitas data/informasi yang dapat diakses oleh
masyarakat;
7) Fasilitasi kebijakan peningkatan kinerja Pemerintah Kampung;
8) Kebijakan pembinaan dan pemeliharaan keamanan, ketentraman, dan
ketertiban masyarakat.
c) Memfasilitasi terciptanya pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja bagi
masyarakat lokal dengan cara menciptakan iklim ekonomi yang kondusif dan
pola kemitraan dalam mendukung pengembangan ekonomi kerakyatan ayng
berbasis kampung.
Beberapa kebijakan yang akan diambil untuk mewujudkan misi tersebut
adalah sebagai berikut:
1) Kebijakan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah (PDRB) dan
pendapatan perkapita serta pemerataan pendapatan;
35. Page | 24
2) Kebijakan peningkatan arus investasi masuk (inflow invesment) ke Kutai
Barat;
3) Kebijakan penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat lokal dalam upaya
mengurangi tingkat pengangguran;
4) Kebijakan pemantapan ketahanan pangan;
5) Kebijakan pemberantasan kemiskinan.
d) Mewujudkan infrastruktur untuk mengatasi keterisolasian wilayah, baik fisik
dan komunikasi.
Untuk mewujudkan misi ini maka diambil beberapa kebijakan yaitu:
1) Kebijakan peningkatan akses jalan dan jembatan;
2) Kebijakan penyediaan jaringan listrik untuk kampung yang belum
tersentuh oleh listrik;
3) Kebijakan pengembangan wilayah perbatasan dan daerah terisolir;
4) Kebijakan pengembangan wilayah strategis cepat tumbuh;
5) Kebijakan pengembangan dan rehabilitasi sarana dan prasarana akibat
bencana alam dan bencana sosial;
6) Kebijakan peningkatan aksesibilitas masyarakat Kutai Barat terhadap
media komunikasi dan informasi.
e) Memfasilitasi pendirian dan operasional lembaga penelitian yang hasilnya
digunakan untuk kepentingan pemerintah, pendidikan, ekonomi dan
masyarakat.
Tidak disebutkan kebijakan-kebijakan apa yang akan diambil untuk
mewujudkan misi ini, sebagaimana misi-misi yang lain sebelumnya.
f) Mengembangkan hubungan antar etnik yang harmonis dan kehidupan
masyarakat yang damai dan kondusif.
Misi ini akan diwujudkan melalui beberapa kebijakan sebagai berikut:
1) Kebijakan pengembangan dan optimalisasi peran lembaga adat dan para
pemangku adat dalam menciptakan kondisi yang harmonis dan
kondusif;
2) Kebijakan peningkatan pemahaman dan wawasan masyarakat dalam
upaya menciptakan interaksi inter dan antar umat beragama;
3) Kebijakan pelestarian dan pemberdayaan adat budaya lokal;
4) Kebijakan peningkatan kehidupan masyarakat yang aman, tentram, dan
tertib.
g) Pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang berbasiskan kelestarian
lingkungan untuk kepentingan ekonomi, pendidikan dan pariwisata.
Beberapa kebijakan berkaitan dengan pengelolaan SDA sebagai upaya
mewujudkan misi ketujuh ini adalah sebagai berikut:
1) Kebijakan perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ruang wilayah
sesuai dengan daya dukung lahan;
36. Page | 25
2) Kebijakan peningkatan dan pelestarian SDA dan lingkungan hidup dalam
mendukung kualitas kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi secara
serasi, seimbang, dan lestari;
3) Pengelolaan hutan berbasiskan masyarakat/kampung;
4) Kebijakan penyediaan sarana air bersih dan sanitasi dasar yang
berbasiskan kampung-kampung;
5) Kebijakan pembangunan sarana dan prasarana dasar pemukiman
berbasiskan kampung;
6) Kebijakan peningkatan pariwisata alam (eko wisata) di Kabupaten Kutai
Barat.
Misi dan indikator capaian kinerja yang telah dirumuskan tersebut
dituangkan ke dalam Perda yang artinya sudah disepakati oleh rakyat melalui
wakil-wakilnya di DPRD. Dengan demikian, pencapaian visi, misi dan target
kinerja pada 2011 menjadi tanggung jawab semua pihak atau para pemangku
kepentingan (stakeholder) di Kabupaten Kutai Barat, baik Pemerintah Kabupaten,
DPRD, kalangan swasta dan juga masyarakat. Namun demikian peran Pemerintah
Kabupaten Kutai Barat sebagai aktor utama memiliki tanggung jawab terbesar
karena visi dan misi tersebut merupakan visi misi kepala daerah terpilih. Oleh
karena itu, menjadi tugas bagi kepala daerah terpilih dan juga segenap jajaran
aparatur di daerahnya untuk melibatkan dan mengoptimalkan keterlibatan
semua pihak (para pemangku kepentingan) dalam pembangunan di daerahnya.
Karena sebagus apapun kebijakan dan program pembangunan daerah yang telah
dirumuskan apabila tidak didukung oleh semua pihak terkait maka akan sulit
diwujudkan secara efektif.
Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut, beberapa prioritas
pembangunan telah ditetapkan untuk masa pemerintahan 2006-2011 di
Kabupaten Kutai Barat. Prioritas pembangunan merupakan program yang
mendesak untuk diwujudkan sehingga harus menjadi perhatian bagi para pelaku
pembangunan di daerah. Penentuan prioritas pembangunan ini dilakukan
berdasarkan potensi dan kebutuhan daerah. Beberapa prioritas pembangunan
yang mendesak untuk diwujudkan di Kabupaten Kutai Barat adalah sebagai
berikut:
1. Mengembangkan sumber daya manusia melalui pendidikan dan
kesehatan.
2. Mengembangkan ekonomi kerakyatan berbasis kampung.
3. Mewujudkan infrastuktur.
4. Mengembangkan budaya dan adat lokal.
5. Melestarikan lingkungan hidup.
Untuk menjaga dan memastikan terwujudnya berbagai program
tersebut, baik program prioritas maupun program yang bukan prioritas, maka
diperlukan evaluasi dan monitoring untuk melihat sejauh mana capaian yang
telah dilakukan. Pada tahun 2008, pelaksanaan RPJMD tersebut dievaluasi untuk
37. Page | 26
menilai seberapa jauh capaian yang telah berhasil diwujudkan di tengah
pelaksanaan RPJMD. Evaluasi tersebut dilakukan terhadap kinerja selama 2
tahun yaitu 2006 hingga 2008, sehingga masih dimungkinkan untuk dilakukan
evaluasi kembali pada tahun-tahun berikutnya menjelang maupun setelah
berakhirnya masa RPJMD pada 2011.
3. Capaian Pembangunan Dalam Periode Pelaksanaan RPJMD
Kinerja pembangunan daerah bisa dilihat dari capaian yang telah
diwujudkan dalam berbagai bidang, seperti bidang ekonomi, pendidikan,
kesehatan, infrastruktur dan sebagainya. Seberapa besar perubahan yang terjadi
dari tahun ke tahun berikutnya mencerminkan seberapa besar keberhasilan
daerah yang bersangkutan. Menurut RPJMD Kabupaten Kutai Barat, 3 (tiga)
prioritas pembangunan tekait dengan pembangunan ekonomi, SDM, dan
infrastruktur.
a) Bidang Ekonomi
Dalam bidang perekonomian, hasil yang telah dicapai oleh Kabupaten
Kutai Barat salah satunya terlihat dari profil pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Kutai Barat mengalami fluktuasi dari tahun
2004 hingga 2008. Pada awal masa pemerintahan yang sedang berjalan
pertumbuhan ekonomi tahun 2005 terjadi lonjakan yang cukup tinggi mencapai
8,25% dibandingkan tahun 2004 yang sebesar 5,44%. Namun pada tahun 2006
terjadi penurunan menjadi 6,11%. Tren kenaikan selanjutnya terjadi dari tahun
2006 hingga 2008, mulai 6,115 naik menjadi 6,45% pada 2007 dan kemudian
6,83% pada 2008.
Tabel 3.1
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Kutai Barat Tahun 2005-2008
Tahun
Pertumbuhan Ekonomi
(%)
(1) (2)
2005 8,25
2006 6,11
2007 6,45
2008 6,83
Sumber: PDRB Kabupaten Kutai Barat Menurut Lapangan Usaha 2000-2008
Struktur perekonomian di Kabupaten Kutai Barat masih didominasi oleh
sektor pertambangan dan penggalian yang masuk sebagi sektor primer dimana
sektor tersebut memberikan kontribusi terbesar dalam perekonomian dan
pembangunan. Selain itu, sektor pertanian juga menjadi andalan sehingga kedua
sektor tersebut merupakan sektor primer yang menjadi penopang pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan di Kabupaten Kutai Barat. Sektor sekunder ditempati
38. Page | 27
oleh sektor industri pengolahan non migas, sektor listrik, air dan gas, serta sektor
konstruksi/bangunan. Sedangkan sektor tersier ditempati oleh sektor
perdagangan, sektor angkutan dan komunikasi, sektor keuangan dan sektor jasa-
jasa.1
Perbandingan struktur ekonomi Kabupaten Kutai Barat dari tahun ke
tahun mulai 2005 hingga 2008 tersebut secara rinci bisa terlihat dari tabel
berikut. Dimana sektor pertambangan dan penggalian terlihat mendominasi
hingga mampu menembus lebih dari 50% pada tahun 2005 dan 2008. Sedangkan
sektor pertanian dan bangunan/konstruksi juga mempunyai kontribusi yang
cukup signifikan hingga mampu menembus lebih dari 10%.
Tingkat capaian pembangunan bidang ekonomi di Kabupaten Kutai
Barat sudah cukup baik. Perekonomian setiap tahun tumbuh dan PDRB Per
Kapita Kabupaten Kutai Barat tahun 2008 tercatat 17,9 juta, melebihi target yang
ingin dicapai pada tahun 2011, yaitu sebesar 17,5 juta.
Tabel 3.2
Persentase Kontribusi Sektor Ekonomi Terhadap PDRB Kabupaten Kutai Barat
Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2005-2008
Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008*)
(1) (2) (3) (4) (5)
Pertanian 18,87 18,51 18,48 15,69
Pertambangan & Penggalian 50,31 49,47 47,52 52,61
Industri pengolahan 1,78 1,75 1,85 1,73
Listrik, gas & air bersih 0,21 0,19 0,18 0,18
Bangunan 17,07 18,12 19,13 17,76
Perdag, hotel & restauran 5,69 5,79 6,00 6,01
Pengangkutan & komunikasi 1,38 1,43 1,53 1,52
Keuangan, persewaan & jasa persh 1,80 1,83 2,03 1,73
Jasa-jasa 2,89 2,91 3,27 2,79
Total 100 100 100 100
Sumber: PDRB Kabupaten Kutai Barat Menurut Lapangan Usaha 2000-2008
*)
Angka sementara
b) Bidang Sumber Daya Manusia
Pembangunan SDM dapat dilakukan melalui pembangunan bidang
pendidikan dan kesehatan. Pembangunan bidang pendidikan, dan kesehatan
akan menjadi dasar di kemudian hari untuk menyiapkan salah satu modal dasar
pembangunan yaitu modal manusia.
1
Lihat PDRB Kabupaten Kutai Barat Menurut Lapangan Usaha 2000-2008
39. Page | 28
Bidang pendidikan merupakan bagian dari muatan misi yang pertama
Pemerintah Kabupaten Kutai Barat. Dilihat dari sisi anggaran, pendidikan di
Kabupaten Kutai Barat memperoleh alokasi anggaran sekitar 12,7% dari APBD,
dan tidak termasuk anggaran belanja rutin. Di bidang pendidikan, secara
kuantitas ada peningkatan jumlah sekolah baik sekolah tingkat SD, SMP, dan
SMU/SMK seiring dengan penambahan jumlah murid dari tahun ke tahun. Tetapi
di sisi lain jumlah guru berdasarkan data pada tabel berikut mengalami
penurunan. Hal ini menjadi aneh karena penambahan jumlah sekolah dan jumlah
murid tidak disertai dengan penambahan jumlah guru yang diperlukan untuk
mengisi kekurangan yang ada.
Rasio guru dan murid dari tahun 2006 hingga 2008 mengalami
penurunan. Sebagai contoh pada tahun 2006 rasio guru SD dengan murid adalah
1:11,9 artinya rata-rata diantara setiap guru terdapat 11 sampai 12 murid.
Kemudian tahun 2009 diantara setiap guru terdapat sekitar 14 hingga 15 siswa.
Dengan demikian berarti beban kerja rata-rata seorang guru di Kabupaten Kutai
Barat meningkat. Namun demikian yang menjadi salah satu kendala di bidang
pendidikan adalah adalah distribusi tenaga pendidik. Para tenaga pendidik/guru
di daerah-daerah terpencil dan di kampung seringkali tidak betah untuk tetap
tinggal di daerah tersebut sehingga setelah diangkat menjadi PNS kemudian ingin
pindah ke daerah lain. Hal ini menyebabkan konsentrasi tenaga pendidik lebih
banyak berada di wilayah-wilayah perkotaan, sedangkan di daerah terpencil
kekurangan.
Tabel 3.3
Jumlah Sekolah, Guru dan Murid Negeri dan Swasta di Kabupaten Kutai Barat
Tahun 2006-2008
KATEGORI 2006 2007 2008
(1) (2) (3) (4)
Jumlah Sekolah:
- SMU/SMK
- SMP
- SD
25
44
219
34
58
222
38
66
228
Jumlah Guru:
- SMU/SMK
- SMP
- SD
441
572
1.874
481
577
1.903
203
511
1.641
Jumlah Murid:
- SMU/SMK
- SMP
- SD
3.646
6.493
22.314
4.540
7.127
23.661
5.433
8.241
24.517
Rasio Guru : Murid
- SMU/SMK
- SMP
- SD
1 : 8,3
1 : 11,4
1 : 11,9
1 : 9,4
1 : 12,4
1 : 12,4
1 : 26,8
1 : 16,0
1 : 14,9
Sumber : Kutai Barat dalam Angka 2008; Kutai Barat dalam Angka 2009; Analisis
Angka IPM Kab. Kubar 2008; diolah.
40. Page | 29
Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah Kabupaten, yaitu pertama
merekrut lulusan SMA dari warga lokal yang berada dalam satu kecamatan
dengan sekolah yang memerlukan tenaga pendidik, kemudian mereka
disekolahkan ke Perguruan Tinggi untuk jurusan khusus yang diperlukan,
misalnya Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, atau Biologi. Hak ini antara lain
dilakukan kerja sama dengan Universitas Mulawarman untuk mendidik para
calon guru tersebut dalam program Diploma 3. Kemudian bagi para siswa,
pemerintah kabupaten membuat program jangka pendek, dengan melakukan
bimbingan belajar gratis bekerja sama dengan lembaga pendidikan Primagama
bagi anak-anak SMA kelas 3 agar mereka bisa masuk perguruan tinggi.2
Pengembangan SDM juga dilakukan dengan memberikan beasiswa kepada
mahasiswa, dan mengirimkan warga untuk sekolah dengan beasiswa ikatan dinas
dalam rangka menyiapkan kebutuhan tenaga di bidang pendidikan. Mereka
harus kembali setelah selesai menempuh pendidikan dan menjalani program PTT
guru.
Kebijakan di sektor pendidikan menyesuaikan dengan kebijakan pusat.
Pemerintah Kabupaten Kutai Barat sejak 2006 membuat kebijakan memberikan
subsidi kepada sekolah-sekolah dan calon siswa, yaitu subsidi biaya pendaftaran
masuk pertama dan SPP untuk calon siswa yang distandarkan dengan biaya
sekolah negeri. Oleh karena itu untuk sekolah swasta yang biaya pendaftaran
dan besaran SPP-nya melampaui standar sekolah negeri maka kekurangan
tersebut dipenuhi sendiri oleh sekolah yang bersangkutan. Sedangkan bagi
tenaga pendidik, pemerintah kabupaten memberikan tunjangan/insentif
berdasarkan lokasi sekolah sebesar Rp 1 juta setiap orang untuk guru di daerah
tidak terpencil, Rp 1,15 juta per orang untuk guru di daerah agak terpencil, dan
Rp 1,25 juta setiap orang untuk guru di daerah terpencil. Selain dari pemerintah
kabupaten, tenaga pendidik juga menerima bantuan dari Pemerintah Provinsi
sebesar Rp 300 ribu untuk setiap guru yang sudah memiliki sertifikat, yaitu
sebanyak 1.335 guru dari 3.400 lebih guru yang ada di Kabupaten Kutai Barat.
Kinerja di bidang pendidikan juga bisa terlihat dari peningkatan angka
indeks melek huruf, yaitu dari 89,7% pada tahun 2005 menjadi 95,49% pada
tahun 2008. Ini mencerminkan adanya perbaikan atau penambahan jumlah
warga yang memiliki kemampuan baca dan tulis. Sedangkan angka partisipasi
sekolah hanya sedikit data yang bisa menggambarkan yaitu untuk angka
partisipasi murni SD, SMP, SMA dan sederajat tahun 2008 saja.
Di sektor kesehatan, ada peningkatan jumlah fasilitas kesehatan dan
tenaga kesehatan. Fasilitas kesehatan dua tahun terakhir cenderung meningkat,
khususnya puskesmas pembantu. Puskesmas pembantu pada tahun 2008
berjumlah 77 unit, meningkat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 60 unit.
Peran puskesmas pembantu dalam menyediakan pelayanan kesehatan terhadap
2
Wawancara dengan Sekretaris Bappeda Kabupaten Kutai Barat, Ir. Finsen Allotudang, tanggal 29
April 2010 di Ruang Sekretaris Bappeda Kab. Kubar.
41. Page | 30
masyarakat cukup besar, mengingat tidak semua masyarakat dapat menjangkau
puskesmas yang ada di setiap kecamatan karena kendala transportasi dan lain
sebagainya. Jumlah tenaga kesehatan pun terus meningkat dari tahun ke tahun,
yang menegaskan komitmen pemerintah daerah dalam meningkatkan kesehatan
masyarakat. Tenaga kesehatan yang terdiri dari dokter umum, dokter spesialis,
perawat, bidan, apoteker dan tenaga kesehatan lainnya memang sempat turun
jumlahnya pada tahun 2006, tetapi jumlahnya meningkat kembali di tahun-tahun
berikutnya.
Tabel 3.4
Fasilitas Kesehatan dan Tenaga Kesehatan di Kabupaten Kutai Barat
Tahun 2005-2008
KATEGORI 2005 2006 2007 2008
(1) (2) (3) (4)
Fasilitas Kesehatan
- Rumah Sakit
- Puskesmas
- Puskesmas Pembantu
- Balai Pengobatan
- Dokter Praktek
na
na
na
na
na
na
na
na
na
na
4
21
60
16
28
4
21
77
18
29
Tenaga Kesehatan 375 359 507 623
Sumber : Kutai Barat dalam Angka 2008; Kutai Barat dalam Angka 2009; diolah.
Selain itu usia harapan hidup masyarakat Kabupaten Kutai Barat
mengalami kenaikan secara bertahap. Pada tahun 2005 usia harapan hidup di
Kabupaten Kutai Barat adalah 69,1, kemudian pada tahun 2006 adalah 69,50.
Angka ini terus meningkat pada tahun 2007 pada posisi 69,70 dan pada tahun
2008 adalah 69,89. Pemerintah Kabupaten Kutai Barat masih harus bekerja keras
meningkatkan usia harapan hidup ini ini hingga mencapai target 70 pada tahun
2011.
Upaya pengembangan SDM di sektor kesehatan lebih ditekankan pada
pengiriman pegawai ke sekolah jenjang S-2 di bidang kesehatan seperti bidan,
ahli gizi tingkat madya dengan beasiswa penuh dari Pemerintah Kabupaten
dengan harapan setelah selesai sekolah akan ditempatkan di puskesmas-
puskesmas. Sedangkan untuk pengembangan tenaga medis/dokter
memanfaatkan program dari Kementerian Kesehatan untuk melanjutkan ke
dokter spesialis. Selanjutnya ke depan RSUD didorong bisa menjadi Badan
Layanan Umum Daerah.
c) Bidang Infrastruktur
Kinerja dalam sektor pembangunan infrastruktur, terjadi penambahan
jalan kabupaten baik jalan aspal maupun pengerasan dengan batu. Jalan
42. Page | 31
kabupaten merupakan jalan yang menghubungkan antar kecamatan dalam
wilayah kabupaten dan menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten dalam
pembuatan dan pengelolaannya, termasuk dalam tugas ini adalah perawatan
jalan. Pada tahun 2005 tercatat jalan aspal sepanjang 39,28 km jalan kabupaten
di Kutai Barat. Perkembangan pembangunan jalan kabupaten hingga tahun 2008
mencapai 41 km, artinya selama 3 tahun hanya ada penambahan jalan
kabupaten yang beraspal sepanjang 1,28 km atau 4,38% saja. Sedangkan jalan
kabupaten dengan pengerasan berbatu pada tahun 2005 tercatat sepanjang 28,6
km, dan pada tahun 2008 menjadi 96,2 km sehingga ada penambahan panjang
jalan berbatu sepanjang 67,6 km atau 236,36%.
Sedangkan penambahan jalan provinsi yang beraspal dari tahun 2005
sepanjang 67 km menjadi 198 km pada tahun 2008 yang berarti ada
penambahan panjang jalan aspal 131 km atau 195,52%. Sedangkan jalan berbatu
ada pengurangan dari 163,5 pada tahun 2005 menjadi 19 km tahun 2008 atau
turun sebesar 88,38%. Pengurangan panjang jalan berbatu ini dimungkinkan
karena adanya pengerasan jalan berbatu menjadi jalan aspal.
Tabel 3.5
Panjang Jalan di Kabupaten Kutai Barat Tahun 2005-2008
Indikator Pencapaian Misi
Daerah
Kondisi
2005
Capaian
Indikator
2011
Capaian
2006
Capaian
2007
Capaian
2008
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Panjang Jalan Provinsi
- Pengerasan dengan Aspal 67 km 217 km Na 188 km 198 km
- Pengerasan dengan Batu 163,5 km 213,5 km Na 10 km 19 km
- Tanah 162 km 198 km Na 98 km 291 km
Panjang Jalan Kabupaten
- Pengerasan dengan Aspal 39,28 km 124,28 km Na 60,3 km 41 km
- Pengerasan dengan Batu 28,6 km 193,6 km Na 108,1 km 96,2 km
- Tanah 103,16 km 58,6 km Na 24,4 km 34 km
Sumber: Kabupaten Kubar dalam Angka tahun 2009
B. Kabupaten Berau
1. Gambaran Umum Kabupaten Berau
Kabupaten Berau berada di bagian utara Propinsi Kalimantan Timur
dengan luas wilayah 34.127 Km2
yang meliputi luas daratan dan lautan. Letak
daerah ini berada tidak jauh dari Garis Khatulistiwa dengan posisi berada antara
116° sampai dengan 119° Bujur Timur dan 1° sampai dengan 2°33' Lintang
Utara. Batas wilayah Kabupaten Berau adalah sebagai berikut :
43. Page | 32
Wilayah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bulungan
Wilayah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Kutai Timur
Wilayah Timur dibatasi oleh laut Sulawesi
Wilayah Barat berbatasan dengan Kabupaten Malinau, Bulungan dan
Kutai Timur
Pada tahun 2002 Kabupaten Berau terdiri dari 9 kecamatan dengan 91
desa dan 7 kelurahan. Sedangkan pada tahun 2004 terjadi penambahan 2
kecamatan baru yang merupakan pemekaran dari kecamatan lama, yaitu
Kecamatan Maratua dan Kecamatan Tubaan. Pada tahun 2005 terjadi lagi
pemekaran 2 kecamatan yaitu Kecamatan Biatan dan Kecamatan Batu Putih.
Sampai dengan tahun 2007 jumlah kecamatan di Kabupaten Berau sebanyak 13
kecamatan dengan 97 desa dan 10 kelurahan.
Kondisi ekonomi nasional yang membaik secara langsung berdampak
pada perekonomian Kabupaten Berau. Kebijakan desentralisasi pemerintah
pusat melalui UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25
tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah ikut memacu
pergerakan ekonomi daerah menuju kondisi perekonomian daerah yang semakin
membaik. Produk Regional Domestik Bruto (PDRB) merupakan salah satu
indikator yang dapat digunakan untuk melihat keberhasilan pembangunan.
Pembangunan daerah yang telah dilaksanakan di Kabupaten Berau
selama ini telah menunjukkan kemajuan di berbagai bidang kehidupan
masyarakat yang meliputi bidang ekonomi, pengembangan sumberdaya
manusia, penyediaan sarana prasarana, penataan kehidupan sosial budaya dan
tata pemerintahan yang baik. Disamping banyak kemajuan yang telah dicapai,
masih banyak pula permasalahan dan tantangan yang belum sepenuhnya
terpecahkan, sehingga masih perlu dilanjutkan upaya untuk mengatasinya dalam
pembangunan daerah Kabupaten Berau 20 tahun ke depan.
Pembangunan Kabupaten Berau untuk lima tahun kedepan tidak lepas
dari tuntutan dan tantangan yang diterjemahkan dalam visi, misi serta strategi
Pembangunan Kabupaten Berau. Keberhasilan pencapaian visi dan misi tersebut,
akan sangat ditentukan oleh komitmen dan kesepakatan bersama seluruh pelaku
pembangunan, partisipasi masyarakat dan swasta serta adanya hubungan yang
serasi dan kebersamaan antara Pemerintah Pusat, pemerintah Propinsi dan
pemerintah Kabupaten/kota merupakan kunci sukses pembangunan di masa
yang akan datang.
2. RPJMD Kabupaten Berau Tahun 2006-2010
RPJMD Kabupaten Berau adalah penjabaran visi, misi dan program
Kepala Daerah terpilih yang berpedoman pada RPJP Daerah dengan
memperhatikan RPJMD Provinsi dan RPJM Nasional. RPJM Daerah berisi
informasi tentang sumber daya yang diperlukan, keluaran dan dampak. Keluaran
44. Page | 33
dan dampak yang tercantum di dalam dokumen tersebut merupakan indikasi
yang hendak dicapai oleh Pemerintah Kabupaten Berau. Adapun Visi Kabupaten
Berau untuk tahun 2006-2010 adalah “Menjadikan Kabupaten Berau Sebagai
Daerah Unggulan di Bidang Agribisnis dan Tujuan Wisata Mandiri dan Religius
Menuju Masyarakat Sejahtera”.
Arah dan Kebijakan Pembangunan Kabupaten Berau sangat berkaitan
dengan pembangunan manusia Kabupaten Berau yang sejahtera, baik sebagai
subjek maupun objek pembangunan. Bobot pada pengembangan pendidikan,
kesehatan, dan peningkatan daya beli masyarakat akan menjadi dasar di
kemudian hari untuk menyiapkan salah satu modal dasar pembangunan yaitu
modal manusia.
Hal lainnya yang perlu diperhatikan adalah pengembangan modal sosial,
pembangunan mental aparat dan masyarakat, modal fisik, dan modal alam yang
keseluruhannya merupakan faktor-faktor kritis bagi ketangguhan jangka panjang
perekonomian suatu daerah.
Sesuai RPJMD Kabupaten Berau tahun 2006-2010, secara umum
kebijakan pembangunan Kabupaten Berau diarahkah kepada:
a) Revitalisasi Perekonomian Daerah
Revitalisasi perekonomian daerah dilakukan melalui upaya pembangunan
pertanian dan kelautan sebagai basis perekomian daerah. Untuk
mewujudkan pertanian dan kelautan sebagai basis ekonomi daerah,
pembangunan pertanian diarahkan melalui peningkatan efisiensi,
modernisasi, dan nilai tambah sehingga mampu bersaing di pasar lokal dan
internasional.
b) Pembangunan Sumber Daya Manusia
Pembangunan Sumber Daya Manusia dilakukan dengan melalui upaya
revitalisasi pendidikan dan kesehatan.
c) Pembangunan Infrastruktur
Pembangunan infrastruktur dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan publik serta pengembangan wilayah.
d) Pembangunan Sosial Budaya
Pembangunan sosial budaya pada dasarnya diarahkan untuk mewujudkan,
membina, memelihara, memulihkan dan mengembalikan tata kehidupan
serta tata penghidupan sosial, meteriil dan spiritual yaitu dengan melakukan
usaha pemenuhan kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-
baiknya bagi seseorang, keluarga, maupun masyarakat dengan menjunjung
tinggi hak asasi serta kewajiban sebagai manusia.
45. Page | 34
e) Pengelolaan Sumberdaya Alam yang Berkelanjutan
Kabupaten Berau memiliki banyak Sumber Daya Alam, khususnya bahan
tambang, sehingga perlu pengendalian dalam rangka meminimalkan dampak
pembangunan terhadap kelestarian lingkungan hidup.
f) Pengembangan Hukum dan HAM serta Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih
dan Berwibawa dengan Mengutamakan Kepentingan Publik
3. Capaian Pembangunan Dalam Periode Pelaksanaan RPJMD
Berdasarkan kebijakan pembangunan yang telah disusun dalam RPJMD
Kabupaten Berau, dapat dilihat capaian pembangunan dalam bidang-bidang
tertentu. Seberapa besar perubahan yang terjadi dari tahun ke tahun berikutnya
mencerminkan seberapa besar keberhasilan daerah yang bersangkutan.
a) Bidang Ekonomi
Dalam rangka revitalisasi perekonomian daerah, dilakukan
pembangunan pertanian dan kelautan sebagai basis perekomian daerah. Untuk
mewujudkan pertanian dan kelautan sebagai basis ekonomi daerah,
pembangunan pertanian diarahkan melalui peningkatan efisiensi, modernisasi,
dan nilai tambah sehingga mampu bersaing di pasar lokal dan internasional.
Kabupaten Berau memiliki lahan potensial pertanian untuk tanaman
padi, yang terdiri dari lahan sawah seluas 8.609 ha dan lahan kering 2.189.411
ha. Luas panen dan produksi padi sawah di Kabupaten Berau pada tahun dari
tahun 2004-2008 terus mengalami peningkatan. Namun Peningkatan produksi
padi lebih dipicu oleh peningkatan luas areal bukan peningkatan produktivitas
sedangkan produksi padi ladang menurun seiring dengan berkurangnya luas
panen setiap tahunnya.
Tabel 3.6
Perkembangan Luas Panen dan Produksi Padi Sawah di Kabupaten Berau
Tahun 2005-2008
Tahun
Padi Sawah
Padi Ladang
Luas Panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
Luas Panen
(Ha)
Produksi
(Ton)
(1) (2) (3) (4) (5)
2008
2007
2006
2005
4.291
4.135
3.402
3.414
14.706
14.010
10.305
10.911
6.033
7.106
7.414
7.302
14.901
17.104
18.328
16.898
Sumber : Berau dalam Angka Tahun 2009