SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  176
Télécharger pour lire hors ligne
i
KATA PENGANTAR
Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan yang besar untuk mengelola dan
menggerakkan sumber daya yang ada dalam rangka mewujudkan visi daerahnya dan
menciptakan kesejahteraan rakyatnya. Ini merupakan implikasi dari diterapkannya otonomi
yang ditumpukan kepada kabupaten/kota sejak tahun 2004. Dalam melaksanakan
pembangunan daerah, UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencaan Pembangunan
Nasional dan PP No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian
dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah telah memberikan dasar hukum dan
acuan bagi daerah untuk mengelola sumber daya tersebut melalui perencanaan pembangunan
daerah. Selain itu, PP No. 38 Tahun 2007 Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota juga
telah memberikan batasan kewenangan kabupaten/kota dalam urusan perencanaan dan
pengendalian pembangunan daerah.
Dalam pelaksanaan pembangunan daerah, tahapan perencanaan menjadi salah satu proses
yang penting, karena hasil pembangunan yang baik senantiasa didahului oleh perencanaan
yang baik pula. Kajian ini mengulas proses perencanaan pembangunan daerah yang
difokuskan pada penyusunan RKPD Kabupaten di tujuh kabupaten di Kalimantan, yaitu
Kabupaten Kutai Barat, Berau, Kotabaru, Kotawaringin Timur, Barito Timur, Sanggau dan
Bengkayang. Dimana proses perencanaan pembangunan tersebut dilihat dari aspek proses,
substansi, dan partisipasi publik. Kemudian aspek dampak sebagai hasil dari implementasi
pembangunan akan dikaji secara khusus dalam kajian yang lain.
Dengan terlaksananya kajian ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
secara langsung maupun tidak langsung turut mendukung kegiatan ini, terutama kepada para
Bupati dan Kepala Bappeda beserta seluruh staf Kabupaten Kutai Barat, Berau, Kotabaru,
Kotawaringin Timur, Barito Timur, Sanggau dan Bengkayang yang telah memberikan
fasilitasi Pelaksanaan FGD (Focus Group Disscusion) bagi Tim Peneliti dan juga atas
kebaikan hati dan kerjasama yang baik sehingga kami bisa memperoleh akses data berkaitan
dengan dokumen rencana pembangunan daerah. Juga terima kasih kepada seluruh SKPD di
tujuh kabupaten tersebut yang telah ikut berpartisipasi dan memberikan informasi yang
bermanfaat kepada Tim Peneliti baik melalui forum FGD maupun interview secara langsung.
Akhirnya dengan selesainya kajian ini kami berharap bahwa hasil kajian ini bisa memberikan
manfaat bagi daerah dalam penyusunan perencanaan pembangunan yang menjadi lebih baik
pada masa mendatang, dan juga bagi semua pihak yang memiliki perhatian terhadap isu-isu
pembangunan. Terima kasih!
Samarinda, Oktober 2009
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iv
RINGKASAN EKSEKUTIF v
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang
B. Perumusan Masalah
C. Kerangka Berpikir
D. Tujuan
E. Ruang Lingkup
F. Waktu dan Tahapan Penelitian
1
2
2
4
4
4
BAB II KERANGKA KONSEPTUAL PERENCANAAN PEMBANGUNAN
DAERAH
6
A. Pengertian Perencanaan Pembangunan
B. Kewenangan Kabupaten/Kota Dalam Perencanaan Pembangunan
C. Pendekatan Perencanaan Pembangunan
D. Mekanisme Perencanaan Pembangunan Daerah
E. Efektivitas Perencanaan Pembangunan
6
9
13
16
21
BAB III PROSES PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DI
DAERAH
25
A. Kabupaten Kutai Barat
B. Kabupaten Berau
C. Kabupaten Kotabaru
D. Kabupaten Kotawaringin Timur
E. Kabupaten Barito Timur
F. Kabupaten Sanggau
G. Kabupaten Bengkayang
25
39
50
68
87
104
126
BAB IV EFEKTIFITAS PENYUSUNAN PERENCANAAN
PEMBANGUNAN DI DAERAH
140
A. Proses Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah
B. Prioritas dalam Perencanaan Pembangunan Daerah
C. Partisipasi Masyarakat dalam Proses Perencanaan Pembangunan
Daerah
D. Aturan Hukum Perencanaan Pembangunan Daerah
E. Kendala dalam Proses Penyusunan Perencanaan Pembangunan
Daerah
F. Sinkronisasi RKPD dengan RTRW
G. Efektifitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah
140
142
148
151
153
155
157
BAB V PENUTUP 162
A. Kesimpulan
B. Saran
162
163
DAFTAR PUSTAKA 164
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Lokus Kajian 4
Tabel 2.1. Urusan Kabupaten/Kota dalam Bidang Perencanaan Pembangunan 10
Tabel 2.2. Alternatif Pendekatan Perencanaan 16
Tabel 3.1. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kabupaten Kutai Barat Menurut
Kecamatan Tahun 2007
26
Tabel 3.2 Daftar Usulan Pembangunan Sarana/Prasarana Fisik dan Non Fisik
Hasil Musrenbang Kampung Barong Tongkok Tahun 2009
29
Tabel 3.3. Jadwal Kegiatan Pokok Perencanaan Program dan Penganggaran
Daerah Kab. Kubar Tahun Anggaran 2010
32
Tabel 3.4. Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Berau 39
Tabel 3.5. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Berau Tahun
1997-2007
40
Tabel 3.6. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Berau Atas Dasar
Harga Berlaku (PDRB-ADHB) Tahun 2004-2007
41
Tabel 3.7. Penduduk Kabupaten Kotabaru 2004 52
Tabel 3.8. Persentase Penduduk Usia Kerja Menurut Kegiatan Utama
Kabupaten Kotabaru
52
Tabel 3.9. PDRB ADHB Kabupaten Kotabaru (Milyar Rp) 53
Tabel 3.10. Pertumbuhan PDRB Kabupaten Kotabaru Per Sektor 54
Tabel 3.11. Ringkasan Perkiraan Kerangka Makro Ekonomi Kabupaten
Kotabaru Tahun 2006-2010
54
Tabel 3.12. Program dan Kegiatan Pembangunan Infrastruktur Penunjang
Pembangunan Kabupaten Kotabaru
65
Tabel 3.13 Wilayah Administrasi Kabupaten Kotawaringin Timur 69
Tabel 3.14. Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Kabupaten Kotawaringin Timur
Tahun 2007
69
Tabel 3.15. Luas wilayah dan Jumlah penduduk Kabupaten Bartim Tahun 2007 88
Tabel 3.16. Kecamatan Dalam Wilayah Kabupaten Sanggau Tahun 2007 104
Tabel 3.17. Pertumbuhan Pendapatan Regional dan Angka Perkapita Atas Dasar
Harga Konstan 2000 Kabupaten Sanggau Tahun 2004 – 2006
106
Tabel 3.18. Arah kebijakan pembangunan Kabupaten Sanggau Tahun 2009 119
Tabel 3.19. Contoh Matriks Program dan Kegiatan Rencana Kerja Pemerintah
Daerah Kabupaten Sanggau Tahun 2009
123
Tabel 3.10. Kecamatan Dalam Wilayah Kabupaten Bengkayang 127
Tabel 3.11. Batas Kemampuan (Kapasitas) Fiskal Pemerintah Kabupaten
Bengkayang
133
Tabel 4.1. Perbandingan Program Prioritas Pembangunan Daerah 142
Tabel 4.2. Isu-Isu Dalam Pembangunan Daerah 146
Tabel 4.3. Aturan Hukum Daerah yang Berkaitan dengan Penyusunan
Perencanaan Pembangunan di Daerah
152
Tabel 4.4. Pencantuman PP No. 8 Tahun 2008 sebagai Konsideran dalam
Dokumen RKPD 2009
152
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Aspek Efektivitas Perencanaan Pembangunan 3
Gambar 1.2. Tahapan Penelitian 5
Gambar 2.1. Posisi Strategis Bappeda Dalam Penyusunan Perencanaan
Pembangunan Daerah
10
Gambar 2.2. Pola ‘S shape’ dalam Penyusunan Perencanaan Pembangunan 21
Gambar 3.1. Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Kutai Barat Atas Dasar
Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007
28
Gambar 3.2. Alur Pelaksanaan Musrenbang di Kabupaten Barito Timur 96
Gambar 3.3. Agenda Program dan Kegiatan Penyusunan Perencanaan
Pembangunan Daerah Kabupaten Sanggau Tahun 2010
110
Gambar 3.4. Alur Pikir Perencanaan Pembangunan Kabupaten Bengkayang 132
Gambar 4.1. Model Hubungan RTRW dengan RPJPD dan RJPMD 156
Gambar 4.2. Model Hubungan Interaksi Pemerintah, Masyarakat dan DPRD
dalam Musrenbang
161
v
RINGKASAN EKSEKUTIF
Keberhasilan pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan akan terlihat dari sejauh
mana perubahan yang terjadi setelah program dan kegiatan pembangunan daerah tersebut
diimplementasikan. Namun demikian, pembangunan yang baik juga didahului oleh proses
perencanaan yang baik pula. Karena pembangunan merupakan serangkaian proses panjang
yang dimulai dari perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi. Perencanaan
pembangunan daerah bisa dilihat dari 2 (dua) aspek yaitu aspek proses penyusunan rencana
pembangunan dan aspek isi rencana pembangunan yang akan diimplementasikan (Moeljarto
Tjokrowinoto, 1993). Dalam kajian ini, dua aspek tersebut di-breakdown lagi menjadi 4
(empat) aspek yaitu aspek proses, partisipasi, substansi, dan dampak.
Aspek Proses, proses perencanaan pembangunan dilihat dari jadwal penyusunan
perencanaan, instansi yang terlibat dalam penyusunan perencanaan, alat koordinasi yang
digunakan, serta tahapan-tahapan yang dilalui. Aspek Substansi, dilihat apakah perencanaan
pembangunan sudah mempertimbangkan faktor-faktor seperti gender sensitive, conflict
sensitive, prinsip pro poor, pro job, pro lingkungan, pro investment. Aspek Partisipasi
Publik, dilihat sejauh mana peran masyarakat dilibatkan dalam proses perencanaan
pembangunan. Aspek Dampak, dilihat sejauh mana perubahan yang terjadi dalam rangka
pencapaian target, tujuan dan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan. Berkaitan tentang
aspek dampak akan dikaji secara khusus dalam kajian lain, sehingga untuk kajian ini akan
difokuskan pada aspek proses, partisipasi dan substansi penyusunan perencanaan
pembangunan daerah, secara spesifik adalah RKPD Kabupaten.
Penyusunan perencanaan pembangunan daerah telah diatur dengan UU No. 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan PP No. 8 Tahun 2007 tentang
Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah. Dalam skala daerah juga telah diamanatkan oleh UU No. 25 Tahun
2004 pasal 27 ayat (2) bahwa tata cara penyusunan RPJP Daerah, RPJM Daerah, Renstra-
SKPD, RKPD, Renja-SKPD dan pelaksanaan Musrenbang Daerah diatur dengan Peraturan
Daerah (Perda). Sehingga tiga peraturan perundangan tersebut menjadi landasan hukum dan
acuan bagi proses perencanaan pembangunan daerah.
Kewenangan kabupaten/kota dalam Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Daerah
menurut PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota adalah (1)
Perumusan Kebijakan; (2) Bimbingan, Konsultasi dan Koordinasi; dan (3) Monitoring dan
Evaluasi (Monev). Kewenangan tersebut dilaksanakan oleh Bappeda sebagai sebuah SKPD
yang memiliki posisi strategis dalam mengkoordinasikan proses perencanaan pembangunan
daerah.
Pendekatan yang digunakan dalam penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah sesuai
dengan PP No. 8 Tahun 2008 adalah menggunakan pendekatan (1) Politik; (2) Teknokratik;
(3) Partisipatif; (4) Atas-bawah (top down), dan (5) Bawah-atas (bottom up). Pendekatan
politik tercermin dari dituangkannya visi dan misi kepala daerah terpilih ke dalam dokumen
RPJM Daerah, selanjutnya RPJM Daerah tersebut merupakan acuan bagi penyusunan RKPD.
Pendekatan teknokratik bisa dilakukan dengan pelibatan tenaga ahli atau konsultan dalam
proses penyusunan rencana pembangunan. Untuk itu, penggunaan naskah akademik bisa
dimungkinkan sebagai upaya untuk menghasilkan rencana pembangunan yang relevan
vi
dengan kemampuan dan kebutuhan daerah. Pendekatan partisipatif dan bawah atas (bottom
up) tercermin proses penyerapan yang melibatkan masyarakat dan aparat pemerintahan di
tingkat desa/kelurahan dan kecamatan sehingga perencanaan yang dihasilkan bisa
mengakomodasi kepentingan masyarakat di tingkat bawah. Sedangkan pendekatan atas
bawah (top down) merupakan peran dari Bappeda yang menyusun rancangan awal rencana
pembangunan daerah.
Dari 7 (tujuh) daerah sampel kajian berkaitan dengan penyusunan RKPD yaitu Kabupaten
Kutai Barat, Berau, Kotabaru, Kotawaringin Timur, Barito Timur, Sanggau dan Bengkayang,
ternyata hanya 2 daerah saja yang telah memiliki Perda tentang tata cara penyusunan
perencanaan pembangunan daerah. Yaitu Kabupaten Kotabaru yang telah memiliki Perda No.
14 Tahun 2005, dan Kabupaten Sanggau yang telah memiliki Perda No. 5 Tahun 2008. Di
Kabupaten Berau tata cara mengenai penyusunan perencanaan pembangunan daerah justru
dituangkan ke dalam Peraturan Bupati (Perbup), bukan Perda. Sedangkan daerah lain bahkan
belum memiliki Perda tersebut.
Dalam penyusunan RKPD, dari proses penyerapan aspirasi masyarakat melalui forum
Musrenbang yang dimulai sejak awal bulan Januari di tingkat desa/kelurahan ternyata ada
beberapa forum insiatif yang dilakukan daerah, yaitu:
1. Adanya forum “Kumpul Warga” di lingkungan RT sebelum dilakukan Musrenbang
Desa/Kelurahan (Kab. Kotim)
2. Pertemuan atau diskusi instansi/SKPD serumpun sebelum Forum SKPD untuk
mensinkronkan program kerja agar tidak terjadi overlapping (Kab. Kotim, Berau,
Kotabaru)
Di satu sisi inisiatif tersebut memiliki nilai positif bagi proses pelaksanaan perencanaan
pembangunan daerah, yaitu pertama bisa mempermudah pelaksanaan Musrenbang karena
materi sudah dibahas dalam forum inisiatif tersebut. Dan kedua bisa memberi kesempatan
masyarakat yang tidak terlibat dalam Musrenbang Desa/Kelurahan untuk menyampaikan
aspirasinya dalam forum Kumpul Warga. Namun di sisi lain menambah banyak kegiatan
dalam proses perencanaan pembangunan daerah sehingga tidak efisien baik dari aspek waktu
maupun anggaran. Dan menjadikan pelaksanaan Musrenbang hanya menjadi formalitas
karena sudah dibahas sebelumnya dalam forum-forum tersebut.
Partisipasi masyarakat yang dilakukan melalui forum Musrenbang dalam penyusunan RKPD
cukup baik terlihat dari kehadiran dalam Musrenbang. Namun usulan masyarakat dalam
RKPD melalui Musrenbang lebih dominan usulan proyek-proyek fisik, sedikit sekali usulan
yang sifatnya non fisik seperti pemberdayaan masyarakat, pengembangan ekonomi dan
sebagainya. Di sisi lain realisasi usulan masyarakat dalam RKPD masih minim sehingga hal
ini mengakibatkan apatisme dan menurunnya antusias masyarakat untuk mengikuti proses
perencanaan pembangunan melalui forum Musrenbang pada masa berikutnya.
Beberapa program prioritas yang secara umum menjadi perhatian utama di semua daerah dan
tertuang dalam dokumen RKPD mencakup sektor pendidikan, kesehatan, perekonomian
rakyat, infrastruktur dan tata kelola pemerintahan yang baik. Kemudian dari program
prioritas yang telah ditetapkan daerah bisa diklasifikasikan ke dalam kelompok isu-isu yang
pro terhadap pertumbuhan, kemiskinan, ketenagakerjaan, lingkungan, investasi, gender
sensitive serta conflict sensitive. Dari program dan pengklasifikasian isu tersebut terlihat
bahwa fokus dan prioritas pembangunan di masing-masing daerah juga beragam. Namun
vii
secara umum isu pertumbuhan merupakan isu utama yang dijadikan prioritas di semua
daerah yaitu melalui program pengembangan usaha kecil menengah dan koperasi, atau
dengan sebutan ekonomi kerakyatan dan sejenisnya. Hal ini menunjukkan bahwa
pembangunan daerah masih menganggap pertumbuhan sebagai prioritas penting yang harus
segera diwujudkan di daerah.
Isu-isu yang berkaitan dengan pemberantasan kemiskinan, penanganan pengangguran atau
ketenagakerjaan serta lingkungan juga mendapat mendapat perhatian di sebagian besar
daerah. Program dan kegiatan pembangunan yang pro poor terlihat menjadi perhatian di
Kabupaten Kubar, Berau, Kotabaru, Barito Timur dan Sanggau. Walaupun persoalan
kemiskinan selama ini dipecahkan dari berbagai aspek seperti aspek kesehatan, pendidikan,
infrastruktur dan sebagainya namun dalam hal ini program dan kegiatan yang secara langsung
dan eksplisit menjadi perhatian utama dan secara langsung tercermin dalam program
pembangunan di beberapa daerah tersebut. Program yang pro job juga terlihat di kabupaten
Kubar, Berau, Kotabaru, Barito Timur dan Sanggau. Sedangkan program yang pro
lingkungan terlihat di Kabupaten Kubar, Kotabaru, Barito Timur, Kotawaringin Timur dan
Bengkayang. Persoalan lingkungan merupakan persoalan yang cukup menonjol di wilayah
Kalimantan, namun ternyata belum semua daerah menjadikan isu tersebut sebagai prioritas
dalam perencanaan pembangunan di daerahnya. Selanjutnya sebagai pendukung
pertumbuhan daerah yaitu program-program yang pro investasi ternyata hanya terlihat secara
eksplisit di Kabupaten Kotabaru, Barito Timur dan Sanggau. Kemudian untuk isu-isu yang
gender sensitive dan conflict sensitive hanya menjadi perhatian di sedikit daerah.
Masih sedikit daerah yang menjadikan isu-isu tersebut sebagai mainstream dalam
perencanaan pembangunan daerah. Kabupaten Berau menjadi isu gender sebagai mainstream
dalam perencanaan pembangunan daerahnya. Sehingga pembangunan yang dilakukan oleh
berbagai sektor harus memperhatikan faktor kesetaraan gender. Kemudian Kabupaten
Sanggau jauh lebih luas, yaitu dengan dituangkannya enam prinsip pengarusutamaan sebagai
landasan operasioanl pembangunan daerah, yaitu pengarusutamaan partisipasi masyarakat,
pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan, pengarusutamaan gender, pengarusutamaan
tata kelola kepemrintahan yang baik (good governance), pengarusutamaan pengurangan
kesenjangan antar wilayah dan percepatan pembangunan daerah tertinggal, dan
pengarusutamaan desentralisasi dan otonomi daerah.
Beberapa kendala terkait proses penyusunan RKPD yang terjadi adalah:
1. Minimnya sosialisasi rencana penyusunan RKPD kepada masyarakat
2. Masyarakat menjadi apatis dan enggan terlibat aktif dalam perencanaan pembangunan
daerah karena usulan masyarakat seringkali tidak bisa direalisasikan akibat terjadinya
pemotongan/pemangkasan berbagai usulan yang masuk.
3. Terjadi perubahan/tambahan kegiatan yang sebelumnya tidak masuk dalam usulan
SKPD.
4. Tidak ada koordinasi dan sinkronisasi antara program yang dibiayai dana community
development dari perusahaan dengan program yang dibiayai APBD (Kab. Kubar)
5. Pelaksanaan proses perencanaan membutuhkan proses yang cukup panjang karena
adanya tupoksi yang saling bersinggungan antar SKPD (Kab. Berau, Bengkayang)
6. SKPD sering terlambat/tidak tepat waktu dalam menyampaikan Renja dan daftar
prioritas kegiatan kepada Bappeda sebagai bahan Musrenbang Kabupaten
7. Pelaksanaan forum SKPD dan Musrenbang Kabupaten terlalu singkat sedangkan
bahan yang harus dibahas cukup banyak
viii
8. Besarnya usulan yang masuk seringkali lebih merupakan keinginan, bukan kebutuhan
daerah. Sehingga harus dilakukan pemilahan dan skala prioritas terhadap usulan-
usulan yang masuk
9. RKPD yang telah ditetapkan, terkadang belum digunakan sebagai pedoman oleh
SKPD dalam menyusun rencana kerjanya
10. Banyak instansi yang berdasarkan hasil pemeriksaan Inspektorat yang dilakukan
belum memiliki Renstra (Kab. Bengkayang)
11. Belum disetujuinya RTRW Provinsi oleh Pemerintah Pusat sehingga penyusunan
perencanaan pembangunan daerah menjadi terhambat (Kab. Kubar dan Berau)
Dari hasil penggalian data di lapangan dan analisis disimpulkan bahwa penyusunan RKPD di
beberapa daerah secara umum masih kurang efektif karena beberapa alasan:
1. Dari aspek proses. Alokasi waktu pelaksanaan Musrenbang sebagai bagian penting
penyusunan RKPD sangat singkat, sedangkan agenda yang dibahas banyak sehingga
Musrenbang yang dilakukan untuk menyerap aspirasi masyarakat cenderung hanya
bersifat formalitas untuk memenuhi persyaratan formal perencanaan pembangunan.
Selain itu aktor yang terlibat dalam tahapan proses perencanaan pembangunan sering
berganti-ganti mulai dari awal hingga akhir, sehingga sering kurang memahami
pembahasan isu dan substansi pada tahapan sebelumnya.
2. Dari aspek partisipasi. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan
melalui forum Musrenbang cukup tinggi tetapi usulan-usulan dari masyarakat sering
tidak bisa diakomodir dan diimplementasikan dalam RKPD sehingga keterlibatan
masyarakat hanya sebagai formalitas (benign neglect) bahwa proses perencanaan telah
melibatkan masyarakat. Hal ini menyebabkan masyarakat enggan dan apatis terhadap
proses penyusunan rencana pembangunan untuk masa berikutnya.
3. Dari aspek prioritas. Kegiatan-kegiatan yang diusulkan menjadi prioritas dalam
rencana pembangunan mudah berubah dan bahkan bisa dipangkas pada tahapan/proses
tingkat selanjutnya. Dan juga persepsi para aktor tentang prioritas usulan berbeda-beda
sehingga prioritas menurut masyarakat bisa dianggap bukan prioritas oleh aktor yang
lain.
4. Dari aspek normatif (aturan hukum). Masih banyak daerah yang belum memiliki
Peraturan Daerah (Perda) tentang tata cara penyusunan perencanaan pembangunan
daerah sesuai amanat UU No. 25 Tahun 2004 Pasal 27 Ayat (2). Dari beberapa daerah
sampel kajian hanya Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Sanggau yang telah memiliki
Perda tersebut. Selain itu masih banyak daerah belum menggunakan PP No. 8 Tahun
2008 sebagai konsiderans dalam dokumen RKPD, artinya belum menggunakan PP
tersebut sebagai pedoman penyusunan RKPD, kecuali Kabupaten Kotabaru dan
Kabupaten Sanggau. Padahal PP tersebut telah terbit sebelum dokumen RKPD di
beberapa daerah disahkan. Fenomena ini menunjukkan masih minimnya sosialisasi
peraturan perundangan mengenai perencanaan pembangunan daerah, serta kurang
aktifnya para perencana pembangunan di daerah dalam mengupdate peraturan
perundangan terkait.
Selanjutnya disarankan beberapa hal yang harus dilakukan daerah berkaitan dengan proses
penyusunan RKPD, yaitu:
ix
1. Alokasi waktu pelaksanaan penyusunan RKPD perlu diperpanjang, berkaitan dengan
pelaksanaan Musrenbang perlu agenda yang jelas berisi
a. Arahan Bupati
b. Arahan DPRD
c. Penyampaian aspirasi perwakilan masyarakat
d. Pembahasan materi dengan melibatkan legislatif
2. Aktor yang mengikuti penyusunan RKPD haruslah continues (tidak berganti-ganti) dan
mengikuti proses perencanaan dari awal hingga akhir urutan kegiatan
3. Dilakukan penyusunan Perda tentang tata cara penyusunan perencanaan pembangunan
daerah bagi daerah yang belum memilikinya dan dilakukan sosialisasi PP No. 8 Tahun
2008
4. Perlunya sosialisasi rencana penyusunan RKPD melalui media disertai agenda kegiatan
yang jelas agar masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan tersebut;
5. Pemandu Musrenbang perlu lebih aktif dalam menstimulus peserta sehingga usulan
yang masuk lebih luas dan komprehensif berdasar prioritas kebutuhan masyarakat,
bukan hanya usulan proyek-proyek fisik yang berdasar keinginan semata;
6. Transparansi dalam alokasi dana pembangunan yang dianggarkan untuk masing-masing
SKPD, sehingga setiap SKPD bisa menyusun usulan program yang sesuai dengan kuota
anggaran yang ada;
7. Perlu adanya pelibatan Legislatif dalam proses penyusunan RKPD dari awal termasuk
dalam Musrenbang untuk meningkatkan fungsi kontrol dan sekaligus mendapatkan
dukungan penganggaran terhadap hasil perencanaan pembangunan daerah;
8. Meningkatkan koordinasi dan sinergi dengan forum-forum Rembug Warga serta
program community development di luar forum resmi RKPD;
9. Perlunya penyempurnaan instrumen perencanaan pembangunan di daerah, khususnya
untuk meminimalisir munculnya kemungkinan pengaruh dari kepentingan-kepentingan
pragmatis dan politis dalam penyusunan program pembangunan daerah.
10. Kemudian saran bagi pemerintah pusat agar segera menyelesaikan pembahasan dan
persetujuan RTRW Provinsi sehingga proses penyusunan perencanaan pembangunan
daerah tidak terhambat.
Akhirnya diharapkan selalu ada perbaikan yang secara terus menerus dilakukan dalam
penyusunan perencanaan pembangunan daerah dengan melakukan berbagai kombinasi
pendekatan yang ada. Proses tersebut diharapkan bisa mengakomodasikan berbagai aspirasi
masyarakat dan juga mewujudkan rencana pembangunan daerah (RKPD) yang relevan
dengan kebutuhan dan kemampuan daerah dalam rangka mewujudkan visi daerah yang telah
dirumuskan.
***
1 | P a g e
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan yang mendasar dalam pemerintahan daerah di Indonesia setelah bergulirnya
reformasi adalah diterapkannya pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat.
Sebelumnya, kepala daerah baik gubernur, bupati maupun walikota dipilih oleh DPRD
masing-masing daerah. Kepala daerah dalam proses pemilihan umum kepala daerah
mengajukan visi dan misinya sebagai janji calon kepala daerah yang harus diwujudkan
apabila terpilih menjadi kepala daerah nantinya. Visi dan misi tersebut akan dijadikan
sebagai dokumen daerah, artinya visi dan misi kepala daerah menjadi rujukan dalam
penyusunan rencana pembangunan di daerah. Pergantian kepala daerah hasil pemilihan
secara langsung bisa membawa implikasi pada prioritas pembangunan daerah. Dimana
setiap kepala daerah memiliki visi dan misi yang bisa berbeda-beda antara kepala daerah
terdahulu dengan kepala daerah penerusnya. Ditambah lagi dengan peran kepala daerah
sebagai pembina kepegawaian di daerah, peran ini bisa membawa pergantian atau
mutasi besar-besaran para pejabat di daerah. Sehingga setiap pergantian kepala daerah
akan membawa implikasi yang besar terhadap proses pembangunan dan pelayanan
publik di daerah. Apabila hal ini terjadi maka kesinambungan dalam pembangunan
daerah menjadi terabaikan, karena masing-masing kepala daerah terpilih lebih
memprioritaskan program-programnya yang telah dituangkan dalam visi dan misinya
selama kampanye.
Untuk mewujudkan targetnya, tidak jarang pembangunan yang dilaksanakan hanya
menekankan pada pembangunan fisik dengan mengeksploitasi kekayaan alam.
Sedangkan pembangunan non fisik seperti pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM)
kurang mendapat perhatian yang cukup. Pembangunan daerah pada dasarnya bertujuan
untuk mengurangi disparitas antar daerah, antar sub daerah, serta antar warga
masyarakat (pemerataan dan keadilan); memberdayakan masyarakat dan mengentaskan
kemiskinan; menciptakan atau menambah lapangan kerja; meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan masyarakat daerah; mempertahankan atau menjaga kelestarian
sumber daya alam agar bermanfaat bagi generasi sekarang dan mendatang
(berkelanjutan), http://www.slideshare.net/DadangSolihin/perencanaan-pembangunan-
daerah-konsep-strategi-tahapan-dan-proses/. Dalam proses pembangunan daerah,
Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) merupakan perangkat daerah yang
memiliki peran besar dalam mengkoordinasikan dan menyusun program-program
pembangunan daerah.
Dalam konteks makro, model pembangunan yang pernah digunakan oleh pemerintah
Indonesia yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi mendapat kritik karena
pendekatan ini menimbulkan efek baru yaitu kesenjangan. Trickle down effect (dampak
menetes ke bawah) yang diharapkan tidak terjadi, yang terjadi justru trickle up effect
yaitu masyarakat miskin yang justru memberikan keuntungan kepada para pelaku
ekonomi (Moeljarto Tjokrowinoto: 1996). Belajar dari kegagalan model pertumbuhan,
kemudian muncul model alternatif yang menekankan pada pemerataan. Yaitu
pembangunan harus bisa mengurangi kesenjangan antara masyarakat miskin dan kaya.
Model-model pendekatan pembangunan kemudian bermunculan dengan penekanannya
masing-masing, seperti model pembangunan berkelanjutan, pembangunan berwawasan
2 | P a g e
lingkungan, pembangunan yang berdimensi manusia, dan sebagainya. Tetapi intinya
bahwa pembangunan pada akhirnya adalah untuk kesejahteraan manusia.
Dalam konteks pembangunan daerah, dengan diberikannya keleluasan kepada daerah
untuk mengatur dan mengelola wilayahnya melalui penerapan desentralisasi dalam
pembangunan telah memberikan kewenangan, kesempatan dan peluang yang lebih besar
kepada kepala daerah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Dalam hal
ini pilihan model-model dan pendekatan pembangunan daerah yang diambil akan
menentukan hasil pembangunan daerahnya ke depan. Dalam proses pembangunan
daerah, dua pendekatan biasa digunakan adalah pertama pendekatan spasial. Dalam
pendekatan ini, proses pembangunan dilaksanakan berdasarkan batas-batas wilayah
daerah dengan mekanisme bottom-up. Usulan dihimpun dari masyarakat di tingkat
bawah, kemudian secara bertahap diajukan kepada pemerintah diatasnya melalui forum
musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). Pendekatan kedua adalah
pendekatan sektoral, yaitu bahwa proses pembangunan didasarkan atas prioritas sektoral
atau instansi teknis. Perencanaan, menurut Coralie Bryant & Louise G. White, pada
hakekatnya adalah upaya pemerintah untuk memperbesar kapasitasnya membuat pilihan
guna mempertimbangkan dan menentukan alternatif yang akan ditempuhnya di antara
alternatif-alternatif yang tersedia. Namun seringkali perencanaan justru menjadi
kambing hitam atas kegagalan pencapaian tujuan-tujuan pembangunan (Coralie Bryant
& Louise G. White: 1987).
Keberhasilan pembangunan daerah sangat tergantung dari perencanaan yang baik
dengan memperhatikan semua aspek yang ada dan direncanakan secara komprehensif.
Karena efektivitas pembangunan daerah tidak hanya karena didukung oleh sumber daya
alam yang melimpah, tetapi juga banyak faktor lain yang mempengaruhi, diantaranya
adalah perencanaan. Untuk itu dipandang perlu dilakukan kajian berkaitan dengan
efektivitas pembangunan daerah di Kalimantan dengan judul: Kajian Efektivitas
Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan tersebut maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana perencanaan pembangunan daerah di Kalimantan dilakukan, dan siapa
saja yang terlibat dalam proses perencanaan tersebut.
2. Isu atau pertimbangan apa yang dijadikan dasar dalam menyusun program
perencanaan pembangunan di daerah.
3. Sejauh mana proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah di Kalimantan
telah sesuai dengan kaidah normatif penyusunan perencanaan pembangunan.
C. Kerangka berpikir
Penyusunan perencanaan pembangunan daerah mengacu pada visi dan misi yang telah
ditetapkan daerah. Kemudian dari visi dan misi daerah tersebut diturunkan dan
diuraikan ke dalam target dan sasaran pembangunan daerah. sehingga harus ada benang
merah dalam penyusunan perencanaan pembangunan dengan visi dan misi daerah.
3 | P a g e
Efektivitas perencanaan pembangunan daerah bisa dilihat dari 4 aspek, yaitu proses,
substansi, partisipasi publik dan dampak yang ditimbulkan setelah perencanaan tersebut
diterapkan. Dari aspek proses (mikro), proses perencanaan pembangunan dilihat dari
jadwal penyusunan perencanaan, instansi yang terlibat dalam penyusunan perencanaan,
alat koordinasi yang digunakan, serta tahapan-tahapan yang dilalui. Dari aspek
substansi (makro) dilihat apakah perencanaan pembangunan sudah mempertimbangkan
faktor-faktor seperti gender sensitive, conflict sensitive, prinsip pro poor, pro
lingkungan hidup, pro investment. Dari aspek partisipasi publik, dilihat sejauh mana
peran masyarakat dilibatkan dalam proses perencanaan pembangunan. Dari aspek
dampak, efektivitas perencanaan pembangunan bisa dilihat dari indikator-indikator
ekonomi dan social. Apakah ada perubahan kondisi indikator social dan ekonomi dari
sebelumnya dan apakah perubahan tersebut merupakan dampak dari hasil penerapan
perencanaan pembangunan ataukah karena pengaruh dari faktor lain.
Gambar 1.1.
Aspek Efektivitas Perencanaan Pembangunan
Pada kajian ini akan dilihat aspek proses, substansi dan partisipasi publik dalam
perencanaan pembangunan daerah. Sedangkan terhadap dampak implementasi
perencanaan pembangunan akan dilakukan dalam kajian yang lain.
Menurut PP No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian
dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, perencanaan pembangunan
daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan
berbagai unsur pemangku kepentingan di dalamnya, guna pemanfaatan dan
pengalokasian sumber daya yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial
dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan
pelaksanaan tugas dan fungsi perencanaan pembangunan berada di bawah tanggung
jawab Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Maka Bappeda
memilik peran yang strategis dalam penyusunan perencanaan pembangunan di daerah.
- Jadual
- Instansi
- Alat koordinasi
- Tahapan
- Gender sensitive
- Conflict sensitive
- Pro-poor
- Pro-lingkungan
- Pro-investasi
Output, outcome,
impact, benefit
- Dis-engagement
- Benign neglect
Efektivitas
perencanaan
pembangunan
Proses
Subtansi
Partisipasi
Dampak
4 | P a g e
Efektivitas proses penyusunan perencanaan pembangunan bisa dilihat dari sejauh mana
proses penyusunan perencanaan pembangunan tersebut memenuhi kaidah normatif yang
ada. Serta sejauh mana pencapaian visi, misi, target dan sasaran pembangunan bisa
tercapai.
D. Tujuan
Kajian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana proses penyusunan
perencanaan pembangunan daerah, isu-isu yang dijadikan pertimbangan serta peran
masyarakat dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah di wilayah
Kalimantan. Selanjutnya bisa dihasilkan rekomendasi kebijakan dalam penyusunan
perencanaan pembangunan di daerah.
E. Ruang Lingkup
Kajian ini dilakukan dengan mengambil wilayah/lokus di daerah Kalimantan yang
mencakup empat propinsi, yaitu Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan
Tengah dan Kalimantan Barat. Pengambilan sampel dalam kajian/penelitian ini
menggunakan metode random, dengan sampel untuk masing-masing propinsi adalah
sebagai berikut:
Tabel 1.1.
Lokus Kajian
No Wilayah Sampel
1 Kalimantan Timur 1. Kabupaten Kutai Barat
2. Kabupaten Berau
2 Kalimantan Selatan 3. Kabupaten Kota Baru
3 Kalimantan Tengah 4. Kabupaten Kota Waringin Timur
5. Kabupaten Barito Timur
4 Kalimantan Barat 6. Kabupaten Sanggau
7. Kabupaten Bengkayang
Penelitian ini lebih difokuskan pada proses penyusunan perencanaan pembangunan
tahunan yaitu Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) kabupaten di Kalimantan.
Sedangkan dampak dari implementasi rencana pembangunan tahunan tersebut perlu
dilakukan kajian tersendiri pada masa mendatang setelah implementasi perencanaan
dilakukan.
F. Waktu dan Tahapan Penelitian
Pelaksanaan kajian ini dilakukan selama satu tahun pada tahun 2009 dikonsentrasikan
pada proses pembuatan perencanaan pembangunan di daerah, dengan tahapan sebagai
berikut:
a. Tahapan I : Persiapan penelitian yang meliputi penyusunan proposal penelitian
yang meliputi penetapan lokus dan sampel penelitian, penyusunan
5 | P a g e
instrumen penelitian (questionnaire), penyempurnaan desain
penelitian (research design), serta persiapan administratif lainnya
seperti pembentukan dan konsolidasi tim, penyusunan rencana survei
lapangan, dan sebagainya.
b. Tahapan II : Kegiatan pengumpulan dan penggalian data-data di lapangan
melalui kuesioner, wawancara dan pengumpulan data-data sekunder
dari responden maupun dari sumber lain.
c. Tahapan III : Kegiatan analisis dan interpretasi terhadap data-data yang diperoleh
dari lapangan. Jika masih diperlukan dan memungkinkan , data aktual
yang terolah perlu dilakukan klarifikasi ulang ke lokus penelitian
untuk memperoleh akurasi informasi, sehingga analisis dapat dijamin
lebih akurat.
d. Tahapan IV : Penyusunan laporan awal hasil penelitian yang disertai rekomendasi
bagi para pengambil kebijakan berkaitan dengan permasalahan dalam
perencanaan pembangunan di daerah.
e. Tahapan V : Presentasi publik terhadap hasil penelitian untuk mendapatkan input
dari berbagai pihak baik actor yang terlibat dalam perencanaan
pembanguan daerah maupun ahli/pakar dibidang perencanaan
pembangunan
f. Tahapan VI : Penyusunan laporan akhir hasil penelitian tahun pertama.
Tahapan-tahapan penelitian tersebut bisa digambarkan dalam diagram alir sebagai
berikut:
Gambar 1.2.
Tahapan Penelitian
Laporan akhir penelitian tersebut akan diberikan kepada pihak-pihak yang berkompeten
dalam proses pengambilan keputusan dalam perencanaan pembangunan daerah,
lembaga penelitian, serta daerah-daerah di Kalimantan terutama yang menjadi lokus
dalam kajian ini. Selanjutnya laporan ini akan dijadikan bahan dalam melakukan
penelitian pada tahun berikutnya.
PERSIAPAN
PENELITIAN
PENGUMPULAN
DATA
ANALISIS DAN
INTERPRETASI
DATA
PENYUSUNAN
LAPORAN
AKHIR
PRESENTASI
PUBLIK
PENYUSUNAN
LAPORAN AWAL
6 | P a g e
BAB II
KERANGKA KONSEPTUAL PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
A. Pengertian Perencanaan Pembangunan
Perencanaan pembangunan merupakan tahapan awal dalam proses pembangunan
sebelum diimplementasikan. Pentingnya perencanaan karena untuk menyesuaikan
tujuan yang ingin dicapai dalam pembangunan dengan sumber daya yang ada serta
berbagai alternatif lain yang mungkin diperlukan. Kemudian apa dan bagaimana
sebenarnya perencanaan pembangunan itu? Berbagai pengertian telah diberikan
terhadap istilah perencanaan pembangunan. Penyusunan perencanaan pembangunan di
Indonesia didasarkan pada UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional. Perencanaan pembangunan dalam UU tersebut diartikan
sebagai suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan
pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Definisi tersebut
kemudian diikuti oleh Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata
Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
Daerah.
Kemudian berbagai definisi juga telah diberikan oleh para ilmuwan mengenai
pengertian perencanaan pembangunan. Moeljarto Tjokrowinoto (1993 : 92) memberikan
makna perencanaan pembangunan sebagai konsep yang menyangkut dua aspek yaitu
pertama sebagai suatu proses perumusan rencana pembangunan, dan kedua sebagai
substansi rencana pembangunan itu sendiri. Proses perumusan rencana pembangunan
berkaitan dengan aktivitas bagaimana sebuah perencanaan pembangunan disusun, kapan
dan siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam proses penyusunan perencanaan tersebut.
Sedangkan substansi rencana pembangunan berbicara mengenai apa isi dari rencana
pembangunan yang telah disusun, permasalahan pokok dan isu-isu strategis yang
mendesak untuk diselesaikan dalam pembangunan.
Ginandjar Kartasasmita (1997 : 20-21) mengemukaan bahwa perencanaan sebagai
fungsi manajemen adalah proses pengambilan keputusan dari sejumlah pilihan, untuk
mencapai suatu tujuan yang dikehendaki. Dengan demikian dalam menyusun
perencanaan diperlukan data-data atau informasi yang memadai seperti laporan statistik
sehingga perencanaan yang telah disusun bisa menjawab berbagai kebutuhan secara
realistis. Selain itu dalam melakukan perumusan perencanaan pembangunan pada
umumnya harus memiliki, mengetahui dan memperhitungkan beberapa unsur pokok,
yaitu:
1. Tujuan akhir yang dikehendaki,
2. Sasaran-sasaran dan prioritas untuk mewujudkannya (yang mencerminkan
pemilihan dari berbagai alternatif),
3. Jangka waktu mencapai sasaran-sasaran tersebut,
4. Masalah-masalah yang dihadapi,
5. Modal atau sumber daya yang akan digunakan serta pengalokasiannya,
6. Kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk melaksanakannya,
7. Orang, organisasi, atau badan pelaksananya
8. Mekanisme pemantauan, evaluasi dan pengawasan pelaksanaannya
7 | P a g e
Coralie Bryant & Louise G. White (1987 : 307) mengemukakan bahwa perencanaan
sering berarti penetapan tujuan-tujuan dan prioritas-prioritas serta serangkaian kegiatan
untuk mencapainya. Sehingga dalam proses penyusunan perencanaan sudah ditentukan
arah yang akan ditempuh dan tujuan-tujuan yang akan dicapai. Namun karena
permasalahan dalam pembangunan begitu banyak dan beragam maka perlu dilakukan
prioritasi permasalahan yang mendesak yang harus diselesaikan terlebih dulu sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki.
Riyadi & Deddy Supriady B. (2005 : 7) mengartikan perencanaan pembangunan
diartikan sebagai suatu proses perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan
yang didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang akan digunakan sebagai bahan
untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan/aktivitas kemasyarakatan, baik yang
bersifat fisik (material) maupun nonfisik (mental spiritual), dalam rangka mencapai
tujuan yang lebih baik. Kemudian untuk konteks daerah dinamakan perencanaan
pembangunan daerah. Maka perencanaan pembangunan daerah diartikan sebagai suatu
proses perencanaan pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan
menuju arah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat,
pemerintah dan lingkungannya dalam wilayah tertentu, dengan memanfaatkan atau
mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada, dan harus memiliki orientasi yang
bersifat menyeluruh, lengkap, tapi tetap berpegang pada azas prioritas.
Dari beberapa pengertian tentang perencanaan pembangunan tersebut maka dalam
kajian ini perencanaan pembangunan dilihat dari dua aspek yaitu proses dan isi atau
substansi. Aspek proses berkaitan dengan bagaimana sebuah rencana pembangunan
disusun, beserta pihak-pihak yang terkait dalam penyusunan rencana pembangunan
tersebut. Juga bagaimana artikulasi kepentingan dipilah dan diagregasikan dalam
rencana pembangunan. Untuk konteks daerah disebut perencanaan pembangunan daerah
sehingga memiliki dimensi kewilayahan pada satu daerah tertentu. Sedangkan dari
aspek isi atau substansi maka akan dilihat permasalahan apa saja yang diangkat dan
dijadikan agenda dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah. Prioritasi
permasalahan yang disusun akan mencerminkan urgensi yang dihadapi oleh daerah
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya.
Perencanaan pembangunan merupakan tahapan penting dan kritis dalam proses
pembangunan sehingga pada proses ini harus dilakukan secara komprehensif dengan
didukung oleh data-data statistik yang memadai. Karena perencanaan pembangunan akan
menentukan arah pembangunan daerah ke depan maka perlu dirumuskan tujuan dan
sasaran yang akan dicapai dalam kurun waktu ke depan.
Dalam PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota,
telah disebutkan kewenangan yang menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota
dalam urusan perencanaan pembangunan, sebagaimana telah diuraikan pada Bab II.
Untuk mendukung proses perencanaan pembangunan yang baik, telah diterbitkan UU
Nomor 25 Tahun 2004 dan PP Nomor 8 Tahun 2008. Ini menjadi acuan dalam
penyusunan perencanaan pembangunan di daerah.
Dewasa ini muncul sebuah konsep good governance dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Konsep ini kemudian menjadi sebuah trend baik di media maupun di
kalangan akademis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan. Walaupun
8 | P a g e
substansi konsep good governance bukanlah hal yang baru dalam praktek
penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, karena muatan ini sebelumnya telah dikenal
dengan istilah Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan. Konsep tersebut
diyakini bisa mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang akuntabel dalam rangka
mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (Unescap)
merumuskan delapan karakterisitik dalam penerapan tata pemerintahan yang baik yaitu
adanya partisipasi publik, penghormatan aturan hukum, transparansi, responsif,
berorientasi konsensus, kesamaan/keadilan dan keterbukaan, efisiensi dan efektifitas,
serta akuntabilitas (UNESCAP, 2008).
Untuk mewujudkan proses penyelenggaraan pemerintahan yang baik tersebut perlu
didukung oleh 3 (tiga) pilar/komponen yaitu pemerintah, masyarakat dan pihak swasta.
Dalam kaitannya dengan proses perencanaan pembangunan di daerah maka keterlibatan
masyarakat dan pihak swasta merupakan bentuk partisipasi masyarakat dan swasta dalam
pembangunan daerah. Perlunya keterlibatan masyarakat dan swasta dalam proses ini
karena mereka merupakan pihak yang akan terkena dampak dari pembangunan.
Selain perencanaan pembangunan yang dibiayai oleh APBD melalui mekanisme
Musrenbang, masih terdapat perencanaan pembangunan yang dibiayai oleh non APBD,
seperti perusahaan swasta atau BUMN melalui program CSR (Corporate Social
Responsibility). Di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur, mekanisme
perencanaan pembangunan yang dibiayai perusahaan diwadahi dalam Forum MSH-CSR
(Multi Stakeholder Corporate Social Responsibility). Mekanisme perencanaan yang
dilakukan dengan menggunakan pendekatan partisipatif dari masyarakat tingkat bawah
(desa/kelurahan) ini dilakukan dengan mensinergikan perencanaan pembangunan daerah
yang dibiayai oleh APBD sehingga tidak terjadi overlapping atau pembiayaan ganda
terhadap suatu proyek pembangunan di daerah (Rusmadi, 2006a).
Sinergisitas perencanaan pembangunan daerah yang dibiayai dari berbagai sumber
menjadi mutlak dilakukan sehingga tujuan dan sasaran pembangunan yang ingin dicapai
bisa terwujud, baik antar sektor maupun antar waktu. Sinergisitas pembangunan antar
sektor merupakan kesesuaian program pembangunan antar sektor sehingga tidak ada
tumpang tindih dalam program pembangunan, tetapi justru saling mendukung.
Sedangkan sinergisitas pembangunan antar waktu merupakan keberlangsungan program
pembangunan (sustainable development) dari waktu ke waktu yang berkelanjutan hingga
tujuan dan sasaran pembangunan tersebut tercapai.
Menurut Bintoro Tjokroamidjojo (1995 : 189-190), perencanaan pembangunan yang
berkelanjutan memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
1. Sifat rencana itu sendiri sebagai dasar pelaksanaannya sudah mengandung ciri-ciri
yang berorientasi kepada pelaksanaannya, dalam arti memungkinkan untuk
pelaksanaannya. Sehingga dalam proses penyusunan perencanaan sudah
memperhatikan kapasitas administratif pelaksanaannya.
2. Proses perencanaan tetap mengandung unsur kontinuitas dan fleksibilitas, perlu terus
menerus dilakukan reformulasi rencana dan reimplementasi dalam pelaksanaannya.
3. Mengusahakan perencanaan dapat seoperasional mungkin, diusahakan adanya
perencanaan operasional tahunan.
9 | P a g e
4. Adanya sistem pengendalian pelaksanaan pembangunan yang mengusahakan
keserasian antara pelaksanaan dan perencanaan. Maka diperlukan koordinasi
pelaksanaan antar lembaga.
5. Adanya sistem pelaporan dan evaluasi dalam proses perencanaan atau disebut sistem
feedback yang diperlukan untuk penyesuaian kembali antara rencana dan
pelaksanaannya. Ini bisa memberikan informasi bagi pengambilan keputusan
perencanaan kembali atau koreksi dalam pelaksanaan perencanaan.
Untuk menunjang perencanaan pembangunan yang berkelanjutan di daerah maka
keberadaan RPJPD menjadi sangat penting sebagai acuan atau grand design
pembangunan daerah untuk jangka panjang (20 tahun). Pada saat ini pemilihan kepala
daerah disertai dengan penyampaian konsep visi dan misi calon kepala daerah dimana
konsep tersebut nantinya akan menjadi acuan dalam pembangunan daerah dalam jangka
menengah 5 tahun. Visi dan misi kepala daerah terpilih tersebut dituangkan ke dalam
RPJMD sehingga bisa dikatakan bahwa RPJMD merupakan visi dan misi kepala daerah
terpilih. Disinilah maka dikatakan bahwa perencanaan pembangunan daerah juga
menggunakan pendekatan politik karena menjadikan visi dan misi kepala daerah terpilih
sebagai salah satu acuan.
Keberadaan RPJPD menjadi jembatan untuk menjaga sinergisitas perencanaan
pembangunan di daerah apabila terjadi pergantian kepala daerah setiap 5 tahun. Hal ini
penting agar tidak terjadi perombakan orientasi pembangunan secara frontal, mengingat
setiap calon kepala daerah membawa visi dan misi masing-masing yang bisa berbeda-
beda. Ditambah dengan berbagai kepentingan partai politik pendukung calon kepala
daerah yang menyertainya maka perencanaan pembangunan daerah akan sangat rentan
terhadap intervensi kepentingan partai.
B. Kewenangan Kabupaten/Kota Dalam Perencanaan Pembangunan
Seiring dengan berjalannya pelaksanaan desentralisasi di Indonesia maka berbagai
urusan pemerintahan juga diserahkan kepada daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 38
Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota telah merinci masing-
masing kewenangan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota yang meliputi 31
bidang urusan, diantaranya adalah urusan perencanaan pembangunan. Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) memiliki peran dan posisi yang strategis
dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah dalam melakukan
koordinasi dan sinkronisasi penyusunan rencana pembangunan antar SKPD.
Selain perencanaan pembangunan di daerah ada juga Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) yang mana kedua rencana tersebut harus bisa sinkron. Problem perencanaan
pembangunan yang dihadapi daerah saat ini yaitu belum adanya sinkronisasi antara
perencanaan pembangunan dengan RTRW di satu sisi, serta sinkronisasi antara planning
dengan budgeting1
. Sebuah rencana pembangunan daerah tidak mungkin bisa
diimplementasikan tanpa adanya penganggaran. Sinkronisasi kedua hal tersebut akan
1
Dr. Hetifah dalam Diskusi Perencanaan Pembangunan Daerah di PKP2A III LAN Samarinda tanggal 24
Januari 2009
10 | P a g e
ikut menentukan keberhasilan implementasi suatu perencanaan. Disinilah maka peran
Bappeda menjadi sangat penting untuk mengeliminir beberapa problema tersebut.
Dalam hubungan secara vertikal dengan desa/kelurahan dan kecamatan dalam proses
penyusunan perencanaan pembangunan maka Bappeda berfungsi sebagai pembina yang
terlibat dalam pelaksanaan Musrenbang. Kemudian secara horisontal dengan Dinas dan
LTD maka bappeda berfungsi melakukan koordinasi, integrasi dan sinergisitas usulan
program-program pembangunan. Selain itu secara diagonal Bappeda juga berperan
dalam melibatkan pihak ketiga seperti perguruan tinggi, dunia usaha, kelompok
profesional serta kelompok kepentingan dalam proses penyusunan perencanaan
pembangunan sebagai bentuk partisipasi publik sebatas kewenangan yang dimilikinya.
Posisi Bappeda bisa digambarkan seperti pada model sebagai berikut:
Gambar 2.1.
Posisi Strategis Bappeda Dalam Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kewenangan yang dimiliki oleh kabupaten/kota dalam bidang urusan perencanaan
pembangunan berdasarkan PP No. 38 Tahun 2007 tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1.
Urusan Kabupaten/Kota dalam Bidang Perencanaan Pembangunan
SUB BIDANG
SUB SUB BIDANG
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
1. Perencanaan dan
Pengendalian
Pembangunan Daerah
1. Perumusan
Kebijakan
1.a. Penetapan petunjuk pelaksanaan
perencanaan dan pengendalian
pembangunan daerah pada skala
kabupaten/kota.
b.Pelaksanaan perencanaan pembangunan
BAPPEDA
Dinas Dinas
LSM Kecam
atan
PT/ Klp
Prof
Kel/
Desa
Sinergi &
integrasi
Sinergi &
integrasi
Musrenbang
RKPD
11 | P a g e
SUB BIDANG
SUB SUB BIDANG
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
daerah kabupaten/kota.
c. Penetapan pedoman dan standar
perencanaan pembangunan daerah
kecamatan/desa.
2. Pelaksanaan SPM kabupaten/kota.
3. Pelaksanaan kerjasama pembangunan antar
daerah kabupaten/kota dan antara daerah
kabupaten/kota dengan swasta, dalam dan
luar negeri.
4. Pelaksanaan pengelolaan data dan
informasi pembangunan daerah skala
kabupaten/kota.
5.a. Penetapan petunjuk pelaksanaan
pengelolaan kawasan dan lingkungan
perkotaan skala kabupaten/ kota.
b. Pelaksanaan petunjuk pelaksanaan
pengelolaan kawasan dan lingkungan
perkotaan skala kabupaten/ kota.
6.a. Penetapan keserasian pengambangan
perkotaan dan perdesaan skala kabupaten/
kota.
b. Pelaksanaan petunjuk pelaksanaan
keserasian pengembangan perkotaan dan
kawasan perdesaan skala kabupaten/kota.
7. Penetapan petunjuk pelaksanaan
manajemen dan kelembagaan
pengembangan wilayah dan kawasan skala
kabupaten/kota.
8.a. Pelaksanaan pedoman dan standar
pelayanan perkotaan skala kabupaten/kota.
b. Pelaksanaan petunjuk pelaksanaan
pelayanan perkotaan skala kabupaten/
kota.
9.a. Penetapan petunjuk pelaksanaan
pengembangan pembangunan
perwilayahan skala kabupaten/kota.
b. Pelaksanaan pedoman dan standar
pengembangan pembangunan
perwilayahan skala kabupaten/kota.
10. Pengembangan wilayah tertinggal,
perbatasan, pesisir dan pulau-pulau kecil
skala kabupaten/kota.
11. Pengembangan kawasan prioritas, cepat
tumbuh dan andalan skala kabupaten/ kota.
2. Bimbingan,
Konsultasi dan
Koordinasi
1. Koordinasi perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian pembangunan daerah skala
kabupaten/kota.
2. Pelaksanaan konsultasi perencanaan dan
pengendalian pembangunan daerah skala
kabupaten/kota.
3.a. Kerjasama pembangunan antar daerah dan
antara daerah dengan swasta, dalam dan
luar negeri skala kabupaten/kota.
b. Bimbingan, supervisi dan konsultasi
kerjasama pembangunan antar
kecamatan/desa dan antara kecamatan/desa
12 | P a g e
SUB BIDANG
SUB SUB BIDANG
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
dengan swasta, dalam dan luar negeri skala
kabupaten/kota.
4.a. Konsultasi pengelolaan kawasan dan
lingkungan perkotaan skala kabupaten/
kota.
b. Bimbingan, supervisi dan konsultasi
pengelolaan kawasan dan lingkungan
perkotaan di daerah kecamatan/desa.
5.a. Konsultasi pelayanan perkotaan skala
kabupaten/ kota.
b. Bimbingan, supervisi dan konsultasi
pelayanan perkotaan di kecamatan/ desa.
6.a. Konsultasi keserasian pengembangan
perkotaan dan perdesaan skala kabupaten/
kota.
b. Bimbingan, supervisi dan konsultasi
keserasian pengembangan perkotaan dan
perdesaan di kecamatan/ desa.
7. Pengembangan wilayah tertinggal, pesisir
dan pulau-pulau kecil skala kabupaten/
kota.
8.a. Konsultasi pengembangan kawasan
prioritas, cepat tumbuh dan andalan skala
kabupaten/kota.
b. Perencanaan kelembagaan dan manajemen
pengembangan wilayah dan kawasan di
kecamatan/desa.
9.a. Konsultasi terhadap kelembagaan dan
manajemen pengembangan wilayah dan
kawasan skala kabupaten/ kota.
b. Perencanaan kelembagaan dan manajemen
pengembangan wilayah dan kawasan di
kecamatan/desa.
3. Monitoring dan
Evaluasi (Monev)
1.a. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan pembangunan daerah skala
kabupaten/kota.
b. Penetapan petunjuk teknis pembangunan
skala kecamatan/desa.
c. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan pembangunan daerah
kecamatan/desa.
2. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan kerjasama pembangunan antar
kecamatan/desa dan antara kecamatan/desa
dengan swasta, dalam dan luar negeri skala
kabupaten/ kota.
3. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan
pengelolaan kawasan dan lingkungan
perkotaan skala kabupaten/ kota.
4. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan
pengembangan wilayah tertinggal, pesisir
dan pulau-pulau kecil skala
kabupaten/kota.
5. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan pengembangan kawasan
prioritas, cepat tumbuh dan andalan skala
13 | P a g e
SUB BIDANG
SUB SUB BIDANG
PEMERINTAHAN DAERAH
KABUPATEN/KOTA
kabupaten/ kota
6. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan keserasian pengembangan
perkotaan dan kawasan perdesaan skala
kabupaten/ kota.
7. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan terhadap kelembagaan dan
manajemen pengembangan wilayah dan
kawasan skala kabupaten/kota.
Sumber: Lampiran PP Nomor 38 tahun 2007
C. Pendekatan Perencanaan Pembangunan
Perencanaan pembangunan berdasarkan jangka waktunya dan mengacu pada UU Nomor
25 Tahun 2004 dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu Rencana Pembangunan Jangka Panjang
(RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Pembangunan
Tahunan. RPJP merupakan rencana pembangunan untuk jangka waktu 20 tahun dan
RPJM untuk jangka waktu 5 tahun. Menurut UU Nomor 25 Tahun 2004 Pasal 15 RPJP
Daerah memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah yang mengacu pada RPJP
Nasional. Kemudian RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program
Kepala Daerah terpilih yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan
memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi
pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah,
lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan
rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat
indikatif. Sedangkan RKPD2
yang merupakan perencanaan tahunan daerah adalah
penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu pada RKP, memuat rancangan kerangka
ekonomi Daerah, prioritas pembangunan Daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik
yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan
mendorong partisipasi masyarakat.
Perencanaan pembangunan daerah di Indonesia merupakan satu kesatuan dalam sistem
perencanaan pembangunan nasional. Artinya bahwa pembangunan yang dilaksanakan di
daerah tidak terlepas dari konsep rencana pembangunan nasional, karenanya dalam
menyusun program pembangunan daerah tetap mengacu kepada rencana pembangunan
nasional, baik rencana pembangunan jangka panjang maupun menengah. Pendekatan
yang digunakan dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah sesuai dengan PP
No. 8 Tahun 2008 menggunakan kombinasi pendekatan politik, teknokratik,
partisipatif, atas-bawah (top down) dan bawah-atas (bottom up).
Pendekatan politik berkaitan dengan mekanisme pemilihan kepala daerah secara
langsung oleh rakyat. Sebelum dipilih oleh rakyat, calon kepala daerah merumuskan visi
dan misinya sebagai janji yang akan dilaksanakan apabila terpilih menjadi kepala
2
Akronim RKPD diartikan berbeda antara UU No. 25 Tahun 2004 dengan PP No. 8 tahun 2008. Pada UU No.
25 Tahun 2004 RKPD diartikan sebagai Rencana Kerja Pemerintah Daerah, sedangkan pada PP No. 8 Tahun
2008 RKPD diartikan sebagai Rencana Kerja Pembangunan Daerah.
14 | P a g e
daerah. Visi dan misi tersebut kemudian dijabarkan menjadi RPJM Daerah untuk jangka
waktu 5 (lima) tahun selama kepala daerah terpilih memimpin daerah. Namun dalam
penyusunan RPJM Daerah tersebut harus tetap mengacu kepada RPJP Daerah dan
memperhatikan RPJP Nasional.
Pendekatan teknokratik berkaitan dengan profesionalisme dan keahlian dalam
penyusunan perencanaan pembangunan daerah. Bahwa penyusunan rencana
pembangunan daerah perlu mempertimbangkan berbagai aspek dan keahlian sehingga
hasil yang diperoleh bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi daerah secara
komprehensif.
Pendekatan partisipatif merupakan upaya melibatkan masyarakat dan para pemangku
kepentingan (stake holder) dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah.
Pergeseran pemahaman bahwa masyarakat bukan sekedar obyek tetapi juga merupakan
pelaku pembangunan mendorong pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan
perencanaan pembangunan mulai dari tingkat bawah (desa/kelurahan). Partisipasi
masyarakat juga merupakan wujud transparansi pemerintah dalam melaksanakan
pembangunan daerah sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik atau yang
belakangan ini juga disebut dengan istilah tata pemerintahan yang baik (good
governance).
Berkaitan dengan partisipasi masyarakat tersebut, Moeljarto Tjokrowinoto (1993 : 48-
49) mengungkapkan beberapa alasan penting sebagai alasan partisipasi masyarakat
dalam pembangunan, yaitu:
1. Rakyat adalah fokus sentral dan tujuan akhir pembangunan sehingga partisipasi
merupakan akibat logis dari dalil tersebut;
2. Partisipasi menimbulkan rasa harga diri dan kemampuan pribadi untuk dapat turut
serta dalam keputusan penting yang menyangkut masyarakat;
3. Partisipasi menciptakan suatu lingkaran umpan balik arus informasi tentang sikap,
aspirasi, kebutuhan dan kondisi daerah yang tanpa keberadaannya akan tidak
terungkap;
4. Pembangunan dilaksanakan lebih baik dengan dimulai dari dimana rakyat berada
dan dari apa yang mereka miliki;
5. Partisipasi memperluas kawasan penerimaan proyek pembangunan;
6. Partisipasi akan memperluas jangkauan pelayanan pemerintah kepada seluruh
masyarakat;
7. Partisipasi menopang pembangunan;
8. Partisipasi menyediakan lingkungan yang kondusif bagi aktualisasi potensi manusia
maupun pertumbuhan manusia;
9. Partisipasi merupakan cara yang efektif membangun kemampuan masyarakat untuk
pengelolaan program pembangunan guna memenuhi kebutuhan khas daerah;
10. Partisipasi dipandang sebagai pencerminan hak-hak demokratis individu untuk
dilibatkan dalam pembangunan mereka sendiri.
Pendekatan atas-bawah (top-down) dalam proses penyusunan perencanaan
pembangunan daerah melibatkan Bappeda dan SKPD. Bappeda sebagai unit yang
bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan kegiatan ini merumuskan rancangan awal
dengan masukan dari rancangan rencana strategis SKPD. Rancangan awal tersebut
nantinya akan dibahas dalam kegiatan Musrenbang.
15 | P a g e
Pendekatan bawah atas (bottom-up) dilakukan mulai dari pengusulan program atau
proyek dari tingkat bawah (desa/kelurahan) oleh masyarakat. Penyelenggaraan
Musrenbang dari tingkat desa/kelurahan yang dimaksudkan sebagai wahana menyerap
aspirasi masyarakat dalam pembangunan yang kemudian hasilnya akan dibawa ke
Musrenbang tingkat kecamatan dan selanjutnya Musrenbang tingkat kabupaten/kota.
Program dan proyek yang diusulkan oleh masyarakat akan dinilai dari urgensi dan
kemampuan pemerintah di tingkat bawah dalam melaksanakan usulan tersebut. Sejauh
mana urgensi dan kemampuan pemerintah berkaitan dengan berbagai usulan yang
masuk akan menentukan pelaksanaan program dan proyek nantinya. Apabila suatu
usulan dianggap sangat urgen tetapi tidak mampu dilaksanakan oleh pemerintah di
tingkat bawah maka akan diusulkan untuk dibawa ke Musrenbang di atasnya, yaitu di
tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan nasional.
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam penyusunan perencanaan pembangunan
daerah menurut PP No. 8 Tahun 2008 adalah bahwa perencanaan pembangunan daerah
1. Merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional,
2. Dilakukan pemerintah daerah bersama dengan para pemangku kepentingan
berdasarkan peran dan kewenangan masing-masing,
3. Mengintegrasikan rencana tata ruang dengan rencana pembangunan daerah, serta
4. Dilaksanakan berdasarkan kondisi dan potensi yang dimiliki masing-masing daerah,
sesuai dinamika perkembangan daerah dan nasional.
Kemudian Riyadi & Deddy Supriyadi B. (2005 : 337-339) mengemukakan bahwa
perencanaan pembangunan daerah harus memiliki prinsip-prinsip ke-Indonesian-an
dengan tetap memperhatikan perkembangan global. Prinsip-prinsip perencanaan
pembangunan daerah yang dimaksud adalah:
1. Memiliki landasan filosofis yang kuat dan mengakar dalam kultur/budaya
masyarakat sebagai cultural advantage yang ada di daerah. pembangunan daerah
melibatkan masyarakat di daerah dan muaranya adalah untuk kesejahteraan
masyarakat di daerah yang bersangkutan. Maka dari itu perencanaan pembangunan
sudah seharusnya menyentuh kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat
setempat.
2. Bersifat komprehensif, holistik atau menyeluruh. Permasalahan pembangunan tidak
bisa diselesaikan secara parsial karena satu masalah seringkali berkaitan dengan
yang lain, sehingga dalam melihat persoalan pembangunan daerah harus melihat
secara utuh tidak sepotong-sepotong. Untuk itulah maka perencanaan pembangunan
daerah harus melihat kondisi daerah secara keseluruhan.
3. Mengakomodasikan keadaan struktur struktur ruang (spatial) dari wilayah
perencanaan. Disparitas antar wilayah seperti desa-kota harus menjadi perhatian
bagi perencana pembangunan yang akhirnya adalah memberikan pemerataan
sehingga hasil-hasil pembangunan tidak hanya dinikmati oleh sebagian masyarakat
dari kawasan tertentu saja.
4. Bersifat menyokong/memperkuat perencanaan pembangunan nasional, karena
perencanaan pembangunan daerah merupakan satu kesatuan dalam sistem
perencanaan pembangunan nasional.
5. Memiliki arah kebijakan yang jelas kemana daerah tersebut akan dibawa, apa yang
akan dilakukan dan bagaimana pentahapannya. Sehingga hasil pembangunan yang
dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan daerah dan perencanaan yang telah
ditetapkan.
16 | P a g e
Pembangunan daerah tidak bisa dilepaskan dari pembangunan ekonomi di daerah.
Dalam pembangunan perekonomian daerah ada dua perspektif yaitu perspektif responsif
dan perspektif perencanaan yang bermuara pada tipologi 4 (empat) orientasi
perencanaan yang berbeda yaitu recruitment planning, impact planning, perencanaan
strategik dan perencanaan kontingensi (Mudrajad Kuncoro, 2004 : 47).
Tabel 2.2.
Alternatif Pendekatan Perencanaan
Perspektif Responsif Perspektif Perencanaan
Pra-Aktif Reaktif Proaktif Interaktif
Praktik model
perencanaan
Recruitment
planning
Impact planning Perencanaan
strategik
Perencanaan
kontingensi
Kebijakan
industri
Industrialisasi Deindustrialisasi Perusahaan
pribumi baru
Membangun
berbasis
perusahaan
yang sudah ada
Jenis
perusahaan
Bantuan
penyesuaian
korporat
Disponsori oleh
pemerintah
Teknologi
tinggi/teknologi
baru
Berbasis
masyarakat
Model
intervensi
pembangunan
Industri
didorong
Program yang
dibiayai oleh
belanja
pemerintah
Pembangunan
berdasarkan
inisiasi publik
Pembangunan
berdasarkan
inisiatif
masyarakat
Sumber: Bergman (1981) dalam Blakely (1989), dikutip dari Mudrajat Kuncoro (2004 :
47)
Dari perspektif responsif, recruitment planning yang disebut juga dengan pendekatan
pra-aktif terhadap kondisi eksternal dimana masyarakat memulai aktivitas pembangunan
atau menjaga basis ekonomi sebagai respon terhadap kondisi persaingan. Pendekatan ini
dicirikan dengan menarik dan mendorong ekspansi bisnis, industrialisasi untuk
mengembangkan industri dan bisnis, serta peningkatan iklim bisnis. Impact planning
(perencanaan dampak) disebut juga dengan perencanaan reaktif, dimana
menitikberatkan upaya pengurangan dampak buruk dari kerugian bisnis/industri
terhadap perekonomian daerah.
Kemudian dari perspektif perencanaan, perencanaan strategik pada dasarnya merupakan
perencanaan proaktif dan membentuk sistem masyarakat yang responsif dalam jangka
panjang untuk menghadapi kondisi kebutuhan daerah ke depan. Dan terakhir adalah
pendekatan kontingensi yang merupakan perencanaan interaktif sebagai solusi atas
ketidakefektifan perencanaan dampak di daerah yang mengalami kontraksi ekonomi.
Pendekatan ini berbasis masyarakat dan atas inisiatif masyarakat daerah.
D. Mekanisme Perencanaan Pembangunan Daerah
Penyusunan perencanaan pembangunan daerah dilakukan melalui beberapa tahapan
yang harus dilalui oleh para perencana. Secara garis besar, tahapan pernyusunan
17 | P a g e
perencanaan pembangunan daerah menurut PP No. 8 Tahun 2008, dilakukan melalui 4
(empat) tahapan, yaitu:
1. Penyusunan rancangan awal
2. Pelaksanaan Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan)
3. Perumusan rancangan akhir
4. Penetapan rencana.
Keempat tahapan tersebut bisa diuraikan dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Penyusunan Rancangan Awal
Pada proses penyusunan rancangan awal rencana pembangunan dilakukan oleh
Bappeda. Rancangan awal RPJP Daerah memuat visi, misi dan arah pembangunan
daerah dan mengacu pada RPJP provinsi (untuk kabupaten/kota) serta RPJP
Nasional. Selain itu dalam penyusunan RPJP Daerah yang dilakukan oleh Bappeda
meminta masukan dari SKPD dan pemangku kepentingan.
Penyusunan rancangan awal rencana pembangunan untuk RPJM Daerah yang
dilakukan oleh Bappeda memuat visi, misi dan program kepala daerah terpilih
dengan tetap berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional,
kondisi lingkungan strategis, serta hasil evaluasi terhadap pelaksanaan RPJM
Daerah sebelumnya. Pola seperti ini diharapkan bisa dijalin kesinambungan antara
program pembangunan yang telah dilaksanakan oleh kepala daerah sebelumnya.
Untuk penyusunan RPKD maka rancangan awal disusun dengan cara menjabarkan
dari RPJM Daerah dengan mengkoordinasikannya dengan rancangan Rencana Kerja
SKPD. Rancangan awal RKPD memuat rancangan kerangka ekonomi daerah,
program prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya serta
perkiraan maju dengan mempertimbangkan kerangka pendanaan dan pagu indikatif.
Pagu indikatif merupakan jumlah dana yang tersedia untuk penyusunan program dan
kegiatan tahunan.3
Rancangan tersebut nantinya akan menjadi bahan dalam
menyelenggarakan Musrenbang RKPD.
2. Musrenbang
Tahapan berikutnya adalah pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrenbang) yang merupakan media partisipasi publik yang digunakan untuk
menjaring dan menampung aspirasi masyarakat dalam proses penyusunan
perencanaan pembangunan. Kegiatan Musrenbang diawali dari tingkat bawah yaitu
desa/kelurahan. Berbagai usulan yang muncul pada Musrenbang tersebut disusun
skala prioritas berdasarkan urgensi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Kegiatan yang
bisa dijalankan oleh desa/kelurahan secara mandiri akan dilaksanakan oleh
desa/kelurahan. Sedangkan usulan kegiatan yang tidak bisa dilakukan oleh
desa/kelurahan maka dibawa ke Musrenbang tingkat kecamatan.
Rianingsih Djohani (2008 : 5) dan Saeful Muluk (2008 : 5) menyebutkan tujuan
dilakukannya kegiatan Musrenbang desa/kelurahan adalah:
a. Menyepakati prioritas kebutuhan/masalah dan kegiatan desa/kelurahan yang
akan menjadi bahan penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Desa/Kelurahan
dengan pemilahan sebagai berikut:
3
Pengertian pagu indikatif ini tertuang dalam Penjelasan PP No. 8 Tahun 2008 pasal 40 ayat (5) huruf e
18 | P a g e
- Prioritas kegiatan yang akan dilaksanakan oleh desa/kelurahan sendiri dan
dibiayai melalui dana swadaya masyarakat
- Khusus untuk desa ada prioritas kegiatan yang akan dilaksanakan sendiri
dibiayai dana dari ADD (Alokasi Dana Desa)
- Prioritas masalah daerah yang ada di desa/kelurahan yang akan diusulkan
melalui Musrenbang kecamatan untuk menjadi kegiatan pemerintah daerah
dan dibiayai melalui ABPD kabupaten/kota atau provinsi
b. Menyepakati Tim Delegasi desa/kelurahan yang akan memaparkan persoalan
daerah yang ada di desa/kelurahan pada Musrenbang kecamatan untuk
penyusunan program pemerintah daerah/SKPD tahun berikutnya.
Kemudian hasil keluaran yang diharapkan dari kegiatan Musrenbang desa/kelurahan
tersebut adalah:
a. Daftar prioritas kegiatan untuk menyusun Rencana Kerja Pembangunan
Desa/Kelurahan untuk tahun anggaran yang direncanakan
b. Daftar prioritas masalah daerah yang ada di desa/kelurahan untuk disampaikan
di Musrenbang kecamatan
c. Daftar nama tim delegasi desa/kelurahan yang akan mengikuti Musrenbang
kecamatan
d. Berita Acara Musrenbang desa/kelurahan
Musrenbang kecamatan dilakukan setelah pelaksanaan Musrenbang desa/kelurahan
selesai. Musrenbang kecamatan dilakukan untuk mengkoordinasikan rencana
kegiatan desa/kelurahan dalam lingkup wilayah kecamatan yang bersangkutan dan
dalam forum tersebut dilakukan pemilahan terhadap usulan-usulan program/kegiatan
yang tidak bisa dilaksanakan oleh desa/kelurahan. Widya P. Setyanto (2008 : 7)
menyebutkan tujuan Musrenbang kecamatan adalah:
a. Menyepakati prioritas program/kegiatan pembangunan di wilayah kecamatan
yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Kecamatan
b. Menyepakati Tim Delegasi kecamatan yang akan mewakili wilayah kecamatan
dalam Forum SKPD
Pada Musrenbang kecamatan ini hasil keluaran yang diharapkan adalah:
a. Rencana pembangunan kecamatan (RPK) berdasarkan masalah untuk tahun
anggaran berjalan
b. Tim Delegasi kecamatan yang dilibatkan dalam Forum Musrenbang yang lebih
tinggi
c. Berita Acara Musrenbang Kecamatan
Setelah melalui Musrenbang Kecamatan, dilanjutkan dengan musyawarah Forum
SKPD. Forum ini dimaksudkan sebagai forum koordinasi dalam rangka
mensinkronkan Rencana Kerja (Renja) SKPD dengan hasil Musrenbang kecamatan.
Nandang Suherman (2008 : 7) menyebutkan tujuan dilakukannya Forum SKPD
adalah:
a. Mensinergikan prioritas program dan kegiatan pembangunan hasil Musrenbang
kecamatan dan rancangan Renja SKPD
b. Menetapkan prioritas program dan kegiatan pembangunan dalam Renja SKPD
c. Menyusun prioritas Renja SKPD dan alokasi anggaran indikatif SKPD dengan
mengacu pada dokumen Rancangan Awal RKPD
19 | P a g e
Sedangkan hasil keluaran yang diharapkan dari musyawarah Forum SKPD ini
adalah:
a. Rancangan Renja SKPD yang memuat kerangka regulasi dan kerangka anggaran
SKPD
b. Daftar prioritas program dan kegiatan yang sedang berjalan, kegiatan alternatif
atau baru, indikator kinerja, dan kelompok sasaran, serta menunjukkan prakiraan
maju sumber pendanaan
c. Daftar nama delegasi dari Forum SKPD yang berasal dari organisasi kelompok
masyarakat skala kabupaten/kota untuk mengikuti Musrenbang kabupaten/kota
d. Berita Acara Forum SKPD
Hasil-hasil musyawarah dalam Forum SKPD tersebut akan dibawa ke dalam Forum
Musrenbang kabupaten/kota dimana Musrenbang ini dilaksanakan untuk
keterpaduan rancangan Renja antar SKPD dan antar Rencana Pembangunan
Kecamatan. Nandang Suherman & Saeful Muluk (2008 : 5-6) menyebutkan bahwa
Musrenbang kabupaten/kota memiliki tujuan:
a. Menyempurnakan rancangan awal RKPD yang memuat:
- Prioritas pembangunan daerah
- Alokasi anggaran indikatif berdasarkan program dan fungsi SKPD
- Rancangan alokasi dana desa
- Usulan kegiatan yang pendanaannya berasal dari APBD provinsi, APBN,
dan sumber pendanaan lainnya
b. Menyusun rincian rancangan awal kerangka anggaran yang merupakan rencana
kegiatan pengadaan barang dan jasa yang perlu dibiayai oleh APBD untuk
mencapai tujuan pembangunan
c. Menyusun rincian rancangan awal kerangka regulasi yang merupakan rencana
kegiatan melalui pengaturan yang mendorong partisipasi masyarakat ataupun
lembaga terkait lainnya untuk mencapai tujuan pembangunan.
Hasil keluaran yang diharapkan dari Musrenbang kabupaten/kota ini adalah
a. Kesepakatan tentang rumusan yang menjadi masukan utama untuk pemutakhiran
rancangan RKPD menjadi RKPD dan rancangan Renja SKPD yang meliputi:
- Daftar prioritas program dan kegiatan pembangunan dan alokasi anggaran
indikatif yang berdasarkan program dan SKPD;
- Daftar prioritas program dan kegiatan pembangunan yang sudah dipilih
berdasarkan sumber pembiayaan dari APBD provinsi, APBN, dan sumber
pendanaan lainnya;
- Daftar usulan kebijakan atau regulasi yang diperlukan pada tingkat
pemerintah kabupaten, provinsi dan pusat
b. Tim Delegasi yang akan mengikuti pengawalan hasil Musrenbang di DPRD pada
proses penganggaran;
c. Berita Acara Musrenbang kabupaten/kota
Pelaksanaan Musrenbang dalam proses penyusunan rencana pembangunan daerah
untuk skala kabupaten/kota yang akan menghasilkan RKPD kabupaten/kota hanya
dilaksanakan hingga pada Musrenbang Kabupaten/kota. Untuk penyusunan rencana
pembangunan provinsi maka akan dilanjutkan dengan Musrenbang provinsi.
20 | P a g e
3. Perumusan Rancangan Akhir
Setelah proses pelaksanaan Musrenbang kabupaten/kota selesai maka akan
dilanjutkan dengan perumusan rancangan akhir yang dilakukan oleh Bappeda
berdasarkan hasil Musrenbang RKPD. Rancangan akhir RKPD tersebut dilengkapi
dengan pendanaan yang menunjukkan prakiraan maju.
4. Penetapan Rencana
Penetapan rencana merupakan proses akhir dalam penyusunan rencana
pembangunan. RKPD kabupaten/kota merupakan rencana pembangunan dalam
skala kabupaten/kota yang memiliki jangka waktu tahunan, menurut PP No.8 Tahun
2008 pasal 23 ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota. Peraturan
Bupati/Walikota tentang RKPD Kabupaten/Kota tersebut kemudian disampaikan
kepada Gubernur dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri. RKPD yang
telah ditetapkan tersebut nantinya dipergunakan sebagai dasar dalam penyusunan
Rancangan APBD.
Rancangan pembangunan daerah memiliki standart sistematika yang telah ditetapkan
menurut PP No. 8 Tahun 2008. Sistematika untuk RPJM Daerah paling sedikit
mencakup:
a. Pendahuluan
b. Gambaran umum kondisi daerah
c. Gambaran pengelolaan keuangan daerah serta kerangka pendanaan
d. Analisis isu-isu strategis
e. Visi, misi, tujuan dan sasaran
f. Strategi dan arah kebijakan
g. Kebijakan umum dan program pembangunan daerah
h. Indikasi rencana program prioritas yang disertai kebutuhan pendanaan
i. Penetapan indikator kinerja daerah
j. Pedoman transisi dan kaidah pelaksanaan
Sedangkan sistematika untuk RKPD paling sedikit mencakup:
a. Pendahuluan
b. Evaluasi pelaksanaan RKPD tahun lalu
c. Rancangan kerangka ekonomi daerah beserta kerangka pendanaan
d. Prioritas dan sasaran pembangunan daerah
e. Rencana program dan kegiatan prioritas daerah
Dari uraian penjelasan tentang mekanisme proses penyusunan perencanaan
pembangunan tersebut bisa digambarkan bahwa proses penyusunan perencanaan
pembangunan daerah sejak awal yaitu penyusunan rancangan awal RKPD, kemudian
pelaksanaan Musrenbang, perumusan rancangan akhir hingga penetapan RKPD
berlangsung secara variatif antara top-down dan bottom-up dengan mengikuti pola ‘S
shape’ berikut:
21 | P a g e
Gambar 2.2.
Pola ‘S shape’ dalam Penyusunan Perencanaan Pembangunan
E. Efektivitas Perencanaan Pembangunan
Pergeseran orientasi kebijakan pembangunan yang diterapkan dari satu pemerintahan ke
pemerintahan berikutnya membawa implikasi terhadap hasil pembangunan yang
dicapai. Namun sudah menjadi keharusan bahwa muara pembangunan adalah untuk
kesejahteraan rakyatnya. Pada masa Pemerintahan Presiden Soeharto, konsep
pembangunan nasional dirumuskan dengan menitikberatkan keseimbangan antara tiga
sasaran pembangunan yaitu pertumbuhan, pemerataan dan stabilitas nasional.
Strategi tersebut sering disebut dengan istilah Trilogi Pembangunan. Walaupun ketiga
aspek tersebut mendapat perhatian tetapi pertumbuhan ditempatkan pada prioritas
pertama dalam pembangunan nasional, yang ditunjang dengan stabilitas keamanan
sehingga pada saat itu dikenal konsep trickle down effect (dampak menetes kebawah)
yang dianalogikan dengan sebuah gelas yang diisi air ketika gelas tersebut penuh maka
air tersebut akan menetes atau meluap kebawah dan terjadi pemerataan. Diasumsikan
bahwa apabila pertumbuhan ekonomi meningkat maka akan berdampak positif bagi
masyarakat kecil. Namun pada kenyataannya tidaklah demikian karena yang terjadi
justru trickle up effect, yaitu bahwa justru masyarakat kecil yang terhisap dan lebih
menguntungkan kelompok usaha besar. Prioritas pada pertumbuhan dan kurang
memperhatikan pemerataan menimbulkan kesenjangan yang besar diantara masyarakat.
Pada masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah dirumuskan new
deal dalam pembangunan ekonomi yang tertuang dalam strategi tiga jalur atau yang
disebut dengan triple track strategy yaitu pro growth, pro job dan pro poor. Track
pertama adalah pro terhadap pertumbuhan ekonomi yang dilakukan dengan
meningkatan pertumbuhan dengan mengutamakan ekspor dan investasi. Track kedua
adalah pro terhadap penciptaan lapangan pekerjaan dengan cara menggerakkan sektor
riil, dan juga masih berkaitan dengan membuka peluang terhadap investasi untuk
menciptakan lapangan kerja yang baru. Dan yang ketiga adalah pro masyarakat miskin
dengan cara merevitalisasi pertanian, kehutanan, kelautan dan ekonomi pedesaan untuk
mengurangi kemiskinan.4
4
Triple Track Strategy: Upaya Mengurangi Pengangguran dan Kemiskinan diakses dari
http://www.presidensby.info/index.php/topik/2006/12/21/44.html tanggal 31 Agustus 2009
Bottom Up Top Down
Top Down
Dilaksanakan SKPD
Musrenbang
RKPD Final
Rancangan RKPD
22 | P a g e
Michael P. Todaro (2000 : 21-22) mengemukakan bahwa ada 3 (tiga) tujuan inti
pembangunan, yaitu:
1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang
kebutuhan hidup yang pokok, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan
perlindungan keamanan
2. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya pendapatan tetapi juga meliputi
penambahan penyediaan lapangan pekerjaan, perbaikan pendidikan, peningkatan
perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan untuk memperbaiki kesejahteraan
materiil dan menumbuhkan jati diri pribadi dan bangsa.
3. Perluasan rentang pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu dan bangsa
dengan membebaskan mereka dari belitan sikap menghamba dan ketergantungan,
bukan hanya terhadap orang atau negara-bangsa lain tetapi juga terhadap setiap
kekuatan yang punya potensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan.
Indikator pembangunan merupakan parameter yang diperlukan untuk menilai
keberhasilan pembangunan. Secara garis besar, beberapa indikator kunci pembangunan
dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) yaitu indikator ekonomi dan indikator sosial.
Indikator ekonomi dilihat dari pendapatan per kapita, laju pertumbuhan ekonomi, GDP
per kapita dengan purchasing power parity. Sedangkan indikator sosial dilihat dari
indeks pembangunan manusia dan indeks mutu hidup (Mudrajad Kuncoro, 2006 : 18).
Untuk konteks pembangunan daerah, beberapa sasaran fundamental pembangunan yang
berusaha dicapai banyak daerah adalah meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi
daerah, meningkatnya pendapatan perkapita, mengurangi kemiskinan, pengangguran
dan ketimpangan. (Mudrajad Kuncoro, 2006 : 114).
Sedangkan Dennis Goulet mengemukakan tiga nilai inti pembangunan5
yaitu bahwa
pembangunan hendaknya menyentuh 3 (tiga) aspek berikut:
1. Makanan (sustenance). Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar.
Makanan yang dimaksud disini bukan hanya dalam arti untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi semata tetapi juga menyangkut semua kebutuhan dasar manusia,
diantaranya adalah kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan dan keamanan.
Apabila kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut belum terpenuhi maka akan terjadi
kemiskinan atau “keterbelakangan absolut.”
2. Jati diri (self-esteem). Menjadi manusia seutuhnya untuk maju, merasa pantas
dihargai, mengejar ketertinggalan dan seterusnya yang sering disebut sebagai self
esteem.
3. Kebebasan (freedom). Kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak
oleh pengejaran aspek-aspek materiil dalam kehidupan. Juga kebebasan untuk
memilih dan menentukan sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya.
Perencanaan seringkali dijadikan salah satu penyebab bagi kegagalan pelaksanaan
pembangunan. Ginandjar Kartasasmita (1997) mengungkapkan beberapa penyebab
kegagalan perencanaan pembangunan biasanya bukan karena adanya perencanaan itu
sendiri,melainkan dapat bersumber pada berbagai sebab antara lain:
Pertama, penyusunan perencanaan tidak tepat, mungkin karena informasinya kurang
lengkap, metodologinya belum dikuasai, atau perencanaannya sejak semula memang
tidak realistis sehingga tidak mungkin pernah bisa terlaksana. Dalam hal terakhir ini,
5
Pendapat Dennis Goulet ini sebagaimana dikutip Michael P. Todaro (2000), hal. 19-21
23 | P a g e
biasanya pengaruh politis terlalu besar sehingga pertimbangan-pertimbangan teknis
perencanaan diabaikan.
Kedua, perencanaannya mungkin baik, tetapi pelaksanaannya tidak seperti seharusnya.
Dengan demikian, kegagalan terjadi karena tidak berkaitnya perencanaan dengan
pelaksanaannya. Penyebabnya dapat karena aparat pelaksana yang tidak siap atau tidak
kompeten, tetapi dapat juga karena rakyat tidak punya kesempatan berpartisipasi
sehingga tidak mendukungnya.
Ketiga, perencanaan mengikuti paradigma yang ternyata tidak sesuai dengan kondisi
dan perkembangan serta tidak dapat mengatasi masalah mendasar negara berkembang.
Misalnya, orientasi semata-mata pada pertumbuhan yang menyebabkan makin
melebarnya kesenjangan. Dengan demikian, yang keliru bukan semata-mata
perencanaannya, tetapi falsafah atau konsep di balik perencanaan itu.
Keempat, karena perencanaan diartikan sebagai pengaturan total kehidupan manusia
sampai yang paling kecil sekalipun. Perencanaan di sini tidak memberikan kesempatan
berkembangnya prakarsa individu dan pengembangan kapasitas serta potensi
masyarakat secara penuh. Sistem ini bertentangan dengan hukum penawaran dan
permintaan karena pemerintah mengatur semuanya. Perencanaan seperti inilah yang
disebut sebagai sistem perencanaan terpusat (centrally planned system).
Bintoro Tjokroamidjojo (1995 : 192-193) menekankan pentingnya koordinasi
perencanaan pembangunan melalui perencanaan operasional tahunan. Pembangunan
merupakan aktivitas jangka panjang dan berkesinambungan sehingga dikenal konsep
pembangunan jangka panjang, jangak menengah dan tahunan. Maka operasional
tahunan tersebut merupakan bagian dan peralatan untuk mencapai tujuan pembangunan
jangka mengengah dan jangka panjang dengan cara menyusun kebijakan-kebijakan yang
lebih konkrit dan bersifat operasional. Karenanya rencana pembangunan tahunan harus
mampu memberikan gambaran keadaan sosial ekonomi pada tahun yang lampau,
sumber-sumber ekonomi yang tersedia dalam tahun tertentu, gambaran kegiatan sosial
ekonomi, penetapan tujuan dan kebijakan untuk tahun yang bersangkutan, penetapan
rencana investasi yang tepat, penyusunan program-program sektoral, dan penetapan
proyek-proyek yang akan dilakukan.
Hal ini sejalan dengan ketentuan yang telah tertuang dalam PP No. 8 Tahun 2008
dimana dalam proses penyusunan Rencana Pembangunan Daerah Tahunan yaitu RKPD
setidaknya mencakup beberapa hal seperti yang pernah dikemukakan diatas, yaiyu
antara lain: evaluasi pelaksanaan RKPD tahun sebelumnya, rancangan kerangka
ekonomi daerah beserta kerangka pendanaannya, prioritas dan sasaran pembangunan
dan rencana program dan kegiatan prioritas daerah. Namun demikian PP tersebut tidak
membatasi iniatif daerah untuk membuat inovasi sehingga daerah bisa mengembangkan
program kegiatan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing.
Lebih lanjut Bintoro Tjokroamidjojo mengemukakan langkah-langkah yang perlu
ditempuh berkaitan dengan penyusunan rencana operasional tahunan adalah sebagai
berikut:
1. Melakukan review terhadap pelaksanaan pembangunan tahun sebelumnya dan
melakukan perkiraan perkembangan ( forcasting) untuk tahun yang akan datang
24 | P a g e
sehingga diperlukan data-data statistik yang berkaitan dengan perkembangan sosial
ekonomi sebagai bahan informasi.
2. Perkiraan mengenai perkembangan untuk tahun yang akan datang untuk
memberikan kemungkinan pilihan mengenai tujuan, cara-cara dan perkiraan
pelaksanaan untuk rencana yang bersangkutan.
3. Mengadakan penelitian mengenai sumber-sumber yang dibutuhkan dan tersedia bagi
pembangunan.
4. Merumuskan tujuan dan perkiraan hasil pelaksanaan untuk tahun yang bersangkutan
dalam rangka realisasi rencana pembangunan jangak menengah serta pertimbangan-
pertimbangan kebijakan jangka pendek lainnya.
5. Menyusun rangka kebijakan pembangunan yang konsisten guna mendukung
pelaksanaan pembangunan dan tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan.
6. Menyusun rencana sektoral yang terdiri dari berbagai program yang konsisten sesuai
dengan kebijakan untuk mencapai tujuan rencana tahunan selaras dengan prioritas
yang telah ditetapkan sebelumnya.
7. Mengusahakan adanya konsistensi antara perencanaan secara sektoral dan regional.
8. Mengadakan koordinasi antara rencana investasi pemerintah dan rencana yang akan
dilakukan oleh sektor swasta sehingga dana pembangunan dan arah perkembangan
berjalan seefisien mungkin.
Moeljarto Tjokrowinoto (1993) seperti yang telah dikemukakan di awal bab ini
mengemukakan bahwa perencanaan pembangunan meliputi 2 aspek, yaitu aspek proses
penyusunan perencanaan itu sendiri dan aspek isi rencana pembangunan yang akan
diimplementasikan. Dari dua aspek tersebut, untuk menilai efektivitas perencanaan
pembangunan di-breakdown lagi menjadi 4 (empat) aspek yaitu aspek proses, aspek
substansi, aspek partisipasi publik dan aspek dampak setelah rencana pembangunan
diimplementasikan. Seperti yang telah disinggung pada Bab Pertama, dari aspek proses
(mikro), proses perencanaan pembangunan dilihat dari jadwal penyusunan perencanaan,
instansi yang terlibat dalam penyusunan perencanaan, alat koordinasi yang digunakan,
serta tahapan-tahapan yang dilalui. Dari aspek substansi (makro) dilihat apakah
perencanaan pembangunan sudah mempertimbangkan faktor-faktor seperti gender
sensitive, conflict sensitive, prinsip pro poor, pro lingkungan hidup, pro investment.
Dari aspek partisipasi publik, dilihat sejauh mana peran masyarakat dilibatkan dalam
proses perencanaan pembangunan. Dari aspek dampak, efektivitas perencanaan
pembangunan bisa dilihat dari indikator-indikator ekonomi dan social. Apakah ada
perubahan kondisi indikator sosial dan ekonomi dari sebelumnya dan apakah perubahan
tersebut merupakan dampak dari hasil penerapan perencanaan pembangunan ataukah
karena pengaruh dari faktor lain. Lebih jauh adalah bahwa sebuah perencanaan
pembangunan bisa disebut efektif apabila pencapaian target, tujuan dan sasaran
pembangunan yang telah ditetapkan bisa terwujud.
Efektivitas perencanaan pembangunan dari aspek proses serta substansi dan partisipasi
menjadi fokus pada kajian ini, dimana proses penyusunan perencanaan pembangunan
apakah sudah memenuhi kaidah-kaidah normatif seperti yang telah diuraikan diatas atau
belum. Sedangkan aspek dampak setelah perencanaan pembangunan yang telah disusun
akan menjadi fokus pada kajian selanjutnya.
***
25 | P a g e
BAB III
PROSES PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DI DAERAH
Dari praktek proses perencanaan pembangunan daerah yang dijadikan daerah sampel
dalam kajian ini secara umum menunjukkan kemiripan proses sejak dimulai dari
Musrenbang di tingkat yang paling bawah, yaitu Musrenbang Desa/Kelurahan hingga
Musrenbang Kabupaten. Namun di beberapa daerah terdapat kegiatan lain yang
merupakan inisiatif dari daerah yang bersangkutan. Inisiatif tersebut antara lain seperti
pertemuan pra Forum SKPD yang dilakukan oleh beberapa instansi yang serumpun.
Pertemuan ini dalam rangka koordinasi dan sinkronisasi program kegiatan untuk
mencegah terjadinya overlapping terhadap program kegiatan yang diusulkan oleh
kecamatan maupun desa/kelurahan. Selengkapnya praktek proses perencanaan
pembangunan di daerah akan diuraikan di bawah ini.
A. Kabupaten Kutai Barat
A.1. Gambaran Umum Kabupaten Kutai Barat
Kabupaten Kutai barat dengan ibukota Sendawar merupakan pemekaran dari wilayah
sebelumnya yaitu Kabupaten Kutai yang telah ditetapkan berdasarkan Undang-
Undang nomor 47 Tahun 1999, dengan luas sekitar 31.628,70 km2. Secara geografis
Kabupaten Kutai Barat terletak antara 113o
48’49” sampai dengan 116o
32’43” Bujur
Timur serta diantara 1o
31’05” Lintang Utara dan 1o
09’33” Lintang Selatan.
Adapun wilayah yang menjadi batas Kabupaten Kutai Barat adalah sebagai berikut:
• Sebelah utara : Kabupaten Malinau dan Serawak
• Sebelah timur : Kutai Kartanegara
• Sebelah Selatan : Kabupaten Penajam Paser Utara
• Sebelah Barat : Propinsi Kalimantan Tengah dan Propinsi
Kalimantan Barat
Dengan luas wilayah kurang lebih 15% dari luas propinsi Kalimantan Timur,
Kabupaten Kutai Barat terbagi menjadi 21 Kecamatan dan 223 Kampung. Daerah
kabupaten Kutai Barat didominasi topografi bergelombang, dari kemiringan landai
sampai curam dengan ketinggian berkisar antara 0-1.500 meter diatas permukaan laut
dengan kemiringan antara 0-60 persen. Daerah dataran rendah pada umumnya
dijumpai dikawasan danau dan kawasan sepanjang DAS (Daerah Aliran Sungai).
Sedangkan daerah perbukitan dan pegunungan memiliki ketinggian rata-rata lebih dari
1.000 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan 30% terdapat dibagian barat
laut, yang berbatasan langsung dengan wilayah Malaysia.
26 | P a g e
Tabel 3.1.
Letak Geografis dan Luas Wilayah Kabupaten Kutai Barat Menurut Kecamatan
Tahun 2007
No Kecamatan
Luas
Wilayah
(Km2
)
Jumlah
Penduduk
Kepadatan
Ruta/
Km2
Pddk/K
m2
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Bongan 2.274,40 8.429 0,96 3,71
2 Jempang 654,40 10.290 5,19 15,72
3 Penyinggahan 271,90 3.874 4,02 14,25
4 Muara Pahu 496,68 8.715 4,32 17,55
5 Muara Lawa 444,50 5.652 3,04 12,72
6 Damai 1.750,43 8.838 1,33 5,05
7 Barong Tongkok 492,21 19.357 10,32 39,33
8 Melak 287,87 10.201 8,69 35,44
9 Long Iram 1.462,01 7.705 1,48 5,27
10 Long Hubung 530,90 8.294 3,57 15,62
11 Long Bagun 4.175,25 8.812 0,48 2,11
12 Long Pahangai 3.420,40 4.772 0,38 1,40
13 Long Apari 5.490,70 4.405 0,22 0,80
14 Bentian Besar 886,60 3.247 0,90 3,66
15 Linggang Bigung 699,30 14.109 5,65 20,18
16 Siluq Ngurai 2.015,58 5.146 0,68 2,55
17 Nyuatan 1.740,70 6.363 1,26 3,66
18 Sekolaq Darat 165,46 5.996 10,99 36,24
19 Manor Bulatn 867,70 8.432 2,75 9,72
20 Tering 1.804,16 9.857 1,45 5,46
21 Laham 1.697,75 2.420 0,33 1,43
Jumlah 31.628,70 164.914 1,40 5,21
Sumber: Kutai Barat Dalam Angka Tahun 2007
Secara spesifik wilayah berbukit dan bergunung dijumpai di bagian hulu Sungai
Mahakam, terutama di Kecamatan Long Bagun, Long Pahangai, dan Long Apari.
Kondisi wilayah dengan topografi tersebut berpotensi menimbulkan bahaya alami
berupa gerakan tanah baik dalam volume besar (longsor) ataupun volume kecil (tanah
retak). Besar kecilnya volume gerakan tanah tersebut dipengaruhi oleh besarnya curah
hujan, jenis tanah, serta besar kemiringan lereng. Berdasarkan peta bahaya lingkungan
yang dikeluarkan oleh BAKOSURTANAL tahun 1999, sebagian besar Kabupaten
Kutai Barat potensial terjadi bahaya longsor karena mempunyai jenis tanah dengan
tekstur berlempung, curah hujan yang tinggi, dan kemiringan lereng yang besar.
Kondisi morfologi yang khas dari Kabupaten Kutai Barat secara tidak langsung akan
menghambat perkembangan kegiatan perkotaan. Hal tersebut disebabkan karena
adanya faktor penghambat alami berupa kemiringan lereng yang menyebabkan luasan
lahan untuk menampung kegiatan perkotaan menjadi berkurang. Untuk memecahkan
keterisolasian wilayah yang disebabkan arena kondisi morfologi wilayah maka
pemerintah Kabupaten Kutai Barat membagi Kabupaten Kutai Barat menjadi 3
wilayah pembangunan yaitu Wilayah Pembangunan Hulu Riam, Wilayah
Pembangunan Dataran Tinggi, dan Wilayah Pembangunan Dataran Rendah.
27 | P a g e
Selain menimbulkan masalah, kondisi yang dimiliki oleh Kutai Barat juga membawa
manfaat, yaitu Kutai Barat memiliki banyak obyek wisata baik yang telah berkembang
maupun yang berpotensi untuk dikembangkan. Adapun obyek yang sudah
berkembang dan telah memiliki sarana prasarana antar lain adalah wisata danau
jempang yang menawarkan keindahan alam serta wisata budaya adat Datah Bilang
(Long Hubung), yang menawarkan berbagai upacara adat dan arsitektur rumah adat
dayak.
Jumlah penduduk Kabupaten Kutai Barat pada tahun 2007 mencapai 167.706 jiwa. Di
mana Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbesar adalah Kecamatan Barong
Tongkok yaitu sebesar19.960 jiwa atau sekitar 11,90 persen dari total populasi
penduduk Kutai Barat. Sedangkan Kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit
adalah Kecamatan Laham yaitu sebesar 2.420 jiwa (1,44 %). Dibandingkan dengan
data penduduk Kabupaten Kutai Barat pada tahun 2006 yang tercatat sebesar 164.914
jiwa, maka laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Kutai Barat per tahun adalah
sebesar 1.69 persen.
Pembangunan Sumber Daya manusia Kutai Barat yang diukur dengan indikator Index
Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2002 menunjukkan angka 67.8 yang lebih rendah
dari rata-rata IPM Propinsi Kalimantan Timur yang mencapai 69.9. Hal yang sama
terjadi pada indeks melek huruf yang menunjukkan angka paling rendah dibanding
Kutai Kartanegara, Kutai Barat maupun rata-rata Propinsi Kalimantan Timur. Hal ini
menunjukkan bahwa upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, masih
merupakan masalah penting yang harus dihadapi oleh Kabupaten Kutai Barat.
Struktur ekonomi Kabupaten Kutai Barat dapat dilihat melalui kontribusi sektor-sektor
produksi yang membentuk nilai PDRBnya. Sepanjang tahun 2007, Sektor
Pertambangan dan Penggalian masih menjadi sektor unggulan di Kabupaten Kutai
Barat dikarenakan kontribusinya yang cukup besar. Ditahun 2007 Sektor
Pertambangan dan Penggalian menyumbang 47,52 persen bagi nilai PDRB Kabupaten
Kutai Barat. Sektor kedua yang dapat diandalkan adalah sektor Bangunan/konstruksi
dengan kontribusi sebesar 19,13 persen. Sektor yang dapat diandalkan berikutnya
adalah Sektor Pertanian dengan andil sebesar 18,48 persen. Namun jika dilihat lagi,
dua dari tiga sektor yang diandalkan di Kabupaten Kutai Barat adalah sektor primer
yang masih sangat tergantung dengan sumber daya alam yang terdapat di Kabupaten
Kutai Barat. Oleh karena itu Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Barat harus dapat
mengembangkan sektor-sektor yang lain agar perekonomian di wilayahnya tidak
bergantung pada kondisi alam yang ada. rupiah.
28 | P a g e
Gambar 3.1.
Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Kutai Barat Atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007
Sumber: Kutai Barat Dalam Angka Tahun 2008
Nilai Pendapatan Domestik Regional Bruto per kapita merupakan ukuran rata-rata
nilai tambah bruto yang diciptakan oleh masing-masing penduduk akibat adanya
aktifitas ekonomi sedangkan Pendapatan per kapita merupakan gambaran ratarata
pendapatan yang diterima oleh masing-masing penduduk sebagai keikut sertaannya
dalam proses produksi. Pada tahun 2007 PDRB per kapita Kabupaten Kutai Barat
mencapai 23,42 juta rupiah dan besarnya pendapatan regional per kapita Kabupaten
Kutai Barat adalah 8,10 juta.
A.2. Proses Penyusunan RKPD di Kabupaten Kutai Barat
Pada dasarnya penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten
Kutai Barat sama dengan daerah lainnya, dimana perencanaan diawali dengan
penyerapan aspirasi kebutuhan masyarakat melalui Musrenbang Desa. Di Kabupaten
Kutai Barat, desa lebih dikenal dengan istilah kampung, yang terbagi ke dalam 21
kecamatan dengan jumlah 223 kampung. Pelaksanaan Musrenbang Kampung mundur
dari jadwal kegiatan pokok perencanaan program dan penganggaran daerah Kabupaten
Kutai Barat tahun 2010 yang sudah dibuat. Jika di jadwal Musrenbang Kampung
seharusnya dilaksanakan pada bulan Januari 2009, namun pada pelaksanaannya
bergeser menjadi Minggu I dan II Maret 2009.
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan perencanaan masing-masing
kampung adalah Ketua RT, tokoh masyarakat, kepala adat, BPK serta aparat
kampung. Pelaksanaan Musrenbang Kampung ini dimoderasi oleh pihak kecamatan,
dimana sebelumnya pihak kecamatan sudah mendapat pelatihan dari Bappeda Kutai
Barat mengenai perencanaan partisipatif. Contoh daftar usulan perencanaan yang
diajukan oleh salah satu kampung yang akan dibahas dalam Musrenbang Kecamatan
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Distribusi Persentase PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007
47.52%
19.13%
18.48% 6.00%
3.27%
2.03%
1.85%
1.53%
0.18%
3.57%
Pertambangan dan Penggalian
Bangunan/Kost
Pertanian
Perdagangan, Hotel dan
Restoran
Jasa-Jasa
Persew aan dan Jasa
Perusahaan
Industri Pengolahan
Pengangkutan dan
Telekomunikasi
Listrik, Gas dan Air Minum
Other
29 | P a g e
Tabel 3.2.
Daftar Usulan Pembangunan Sarana/Prasarana Fisik dan Non Fisik
Hasil Musrenbang Kampung Barong Tongkok Tahun 2009
No Usulan Proyek Fisik Skala Prioritas Lokasi Keterangan
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Pembuatan Parit Sepanjang
Jalan Gajah Mada Sampai
Jalan Ahmad Yani
Sangat Mendesak Jln Umum
RT IV
Dibangun Baru
2. Kantor Kepala Kampung
Yang Baru
Jangka Menengah - Dibangun Baru
3. Pengusulan Mobil Pemadam
Kebakaran
Sangat Mendesak Wilayah RT
V
Baru
4. a. Parit sepanjang 1 Km
b. Koperasi Simpan Pinjam
c. Pendidikan
Sangat Mendesak
Sangat Mendesak
Sangat Mendesak
RT III
RT III
RT III
Dibangun Baru
Dibangun Baru
Dibangun Baru
5. a. Pengadaan bak sampah
b. Tiga ruas jalan parit
c. Semenisasi tiga (3) ruas
jalan
Sangat Mendesak
Sangat Mendesak
Sangat Mendesak
RT XV
RT XV
RT XV
Dibangun Baru
Dibangun Baru
Dibangun Baru
6. a. Proyek air bersih
b. Parit jalan poros
c. Gorong/Jembatan
d. Pengaspalan jalan
Barong Tongkok-Asa
e. Pembangunan jalan Lay-
Busur
f. Peningkatan badan jalan
Yos Sudarso
Sangat Mendesak
Sangat Mendesak
Sangat Mendesak
Sangat Mendesak
Sangat Mendesak
Sangat Mendesak
RT VI
RT VI
RT VI
RT VI
RT VI
RT VI
Dibangun Baru
Dibangun Baru
Dibangun Baru
Dibangun Baru
Dibangun Baru
Dibangun Baru
7. Pendirian gedung posyandu Sangat Mendesak RT X Dibangun Baru
8. a. Semenisasi gang
Melati/Kodim
b. Semenisasi gang
Kapolres
c. Rehab parit simpang
tiga belintut
Sangat Mendesak
Sangat Mendesak
Sangat Mendesak
RT IV
RT IV
RT IV
Dibangun Baru
Dibangun Baru
Dibangun Baru
9. Mengususlkan pembukaan
badan jalan lingkungan
Sangat Mendesak RT IX Dibangun Baru
Sumber: Hasil Musrenbang Kampung Barong Tongkok Tahun 2009
Daftar usulan yang sudah dibuat dan telah disepakati dalam Musrenbang Kampung,
kemudian dibawa ke Musrenbang Kecamatan untuk dibahas kembali. Musrenbang
Kecamatan ini sendiri dilaksanakan pada Minggu ke III bulan Maret 2009, dimana
Musrenbang Kecamatan ini difasilitasi oleh Bappeda Kabupaten Kutai Barat dengan
mengerahkan 60 stafnya yang disebar pada 21 kecamatan. Karena besarnya rata-rata
anggaran perencanaan yang diajukan oleh kampung, maka melalui Musrenbang
Kecamatan ini dilakukan pemilihan program berdasarkan skala prioritas. Adapun hasil
dari Musrenbang baik kampung maupun tingkat kecamatan sudah terdokumentasi
dengan baik, seperti sudah adanya berita acara disetiap Musrenbang.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.
Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.

Contenu connexe

Tendances

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
Sistem Perencanaan Pembangunan NasionalSistem Perencanaan Pembangunan Nasional
Sistem Perencanaan Pembangunan NasionalDadang Solihin
 
Monitoring dan Evaluasi Pembangunan
Monitoring dan Evaluasi Pembangunan Monitoring dan Evaluasi Pembangunan
Monitoring dan Evaluasi Pembangunan Dadang Solihin
 
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan DaerahIsu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan DaerahDadang Solihin
 
RPJMD menurut Permendagri 86 Tahun 2017
RPJMD menurut Permendagri 86 Tahun 2017RPJMD menurut Permendagri 86 Tahun 2017
RPJMD menurut Permendagri 86 Tahun 2017noldy HP
 
Perumusan isu strategis
Perumusan isu strategisPerumusan isu strategis
Perumusan isu strategisardinmarL
 
Penyusunan RPJPD
Penyusunan RPJPD                                                       Penyusunan RPJPD
Penyusunan RPJPD 93220872
 
Sinkronisasi Penyusunan RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD, dan RKPD
Sinkronisasi Penyusunan RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD, dan RKPD Sinkronisasi Penyusunan RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD, dan RKPD
Sinkronisasi Penyusunan RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD, dan RKPD Dadang Solihin
 
Penyusunan Indikator Kinerja Pembangunan
Penyusunan Indikator Kinerja PembangunanPenyusunan Indikator Kinerja Pembangunan
Penyusunan Indikator Kinerja PembangunanDadang Solihin
 
STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENATAAN RUANG
STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENATAAN RUANGSTANDAR PELAYANAN MINIMAL PENATAAN RUANG
STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENATAAN RUANGushfia
 
Penyusunan Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
Penyusunan Indikator Kinerja Pembangunan DaerahPenyusunan Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
Penyusunan Indikator Kinerja Pembangunan DaerahDadang Solihin
 
Penyusunan Anggaran berbasis Kinerja
Penyusunan Anggaran berbasis KinerjaPenyusunan Anggaran berbasis Kinerja
Penyusunan Anggaran berbasis KinerjaDadang Solihin
 
Penyusunan RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD dan Renja SKPD
Penyusunan  RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD dan Renja SKPD  Penyusunan  RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD dan Renja SKPD
Penyusunan RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD dan Renja SKPD Dadang Solihin
 
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Rencana Pembangunan Daerah
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Rencana Pembangunan DaerahPenyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Rencana Pembangunan Daerah
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Rencana Pembangunan DaerahDadang Solihin
 
Perencanaan Pembangunan Daerah
Perencanaan Pembangunan DaerahPerencanaan Pembangunan Daerah
Perencanaan Pembangunan DaerahDadang Solihin
 
Penyusunan RPJPD, RPJMD dan Renstra SKPD
Penyusunan RPJPD, RPJMD dan Renstra SKPD Penyusunan RPJPD, RPJMD dan Renstra SKPD
Penyusunan RPJPD, RPJMD dan Renstra SKPD Dadang Solihin
 
Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007
Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007
Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007Yogan Daru Prabowo
 
Proses penyusunan renstra skpd
Proses penyusunan renstra skpdProses penyusunan renstra skpd
Proses penyusunan renstra skpdMusnanda Satar
 
Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Dadang Solihin
 
Mekanisme Perencanaan Pembangunan Daerah
Mekanisme Perencanaan Pembangunan DaerahMekanisme Perencanaan Pembangunan Daerah
Mekanisme Perencanaan Pembangunan DaerahRandy Wrihatnolo
 
Pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ekonomi, serta sosial bud...
Pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ekonomi, serta sosial bud...Pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ekonomi, serta sosial bud...
Pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ekonomi, serta sosial bud...infosanitasi
 

Tendances (20)

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
Sistem Perencanaan Pembangunan NasionalSistem Perencanaan Pembangunan Nasional
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
 
Monitoring dan Evaluasi Pembangunan
Monitoring dan Evaluasi Pembangunan Monitoring dan Evaluasi Pembangunan
Monitoring dan Evaluasi Pembangunan
 
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan DaerahIsu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
 
RPJMD menurut Permendagri 86 Tahun 2017
RPJMD menurut Permendagri 86 Tahun 2017RPJMD menurut Permendagri 86 Tahun 2017
RPJMD menurut Permendagri 86 Tahun 2017
 
Perumusan isu strategis
Perumusan isu strategisPerumusan isu strategis
Perumusan isu strategis
 
Penyusunan RPJPD
Penyusunan RPJPD                                                       Penyusunan RPJPD
Penyusunan RPJPD
 
Sinkronisasi Penyusunan RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD, dan RKPD
Sinkronisasi Penyusunan RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD, dan RKPD Sinkronisasi Penyusunan RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD, dan RKPD
Sinkronisasi Penyusunan RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD, dan RKPD
 
Penyusunan Indikator Kinerja Pembangunan
Penyusunan Indikator Kinerja PembangunanPenyusunan Indikator Kinerja Pembangunan
Penyusunan Indikator Kinerja Pembangunan
 
STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENATAAN RUANG
STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENATAAN RUANGSTANDAR PELAYANAN MINIMAL PENATAAN RUANG
STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENATAAN RUANG
 
Penyusunan Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
Penyusunan Indikator Kinerja Pembangunan DaerahPenyusunan Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
Penyusunan Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
 
Penyusunan Anggaran berbasis Kinerja
Penyusunan Anggaran berbasis KinerjaPenyusunan Anggaran berbasis Kinerja
Penyusunan Anggaran berbasis Kinerja
 
Penyusunan RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD dan Renja SKPD
Penyusunan  RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD dan Renja SKPD  Penyusunan  RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD dan Renja SKPD
Penyusunan RPJPD, RPJMD, Renstra SKPD dan Renja SKPD
 
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Rencana Pembangunan Daerah
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Rencana Pembangunan DaerahPenyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Rencana Pembangunan Daerah
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Rencana Pembangunan Daerah
 
Perencanaan Pembangunan Daerah
Perencanaan Pembangunan DaerahPerencanaan Pembangunan Daerah
Perencanaan Pembangunan Daerah
 
Penyusunan RPJPD, RPJMD dan Renstra SKPD
Penyusunan RPJPD, RPJMD dan Renstra SKPD Penyusunan RPJPD, RPJMD dan Renstra SKPD
Penyusunan RPJPD, RPJMD dan Renstra SKPD
 
Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007
Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007
Peraturan Menteri PU No.20 Tahun 2007
 
Proses penyusunan renstra skpd
Proses penyusunan renstra skpdProses penyusunan renstra skpd
Proses penyusunan renstra skpd
 
Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
 
Mekanisme Perencanaan Pembangunan Daerah
Mekanisme Perencanaan Pembangunan DaerahMekanisme Perencanaan Pembangunan Daerah
Mekanisme Perencanaan Pembangunan Daerah
 
Pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ekonomi, serta sosial bud...
Pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ekonomi, serta sosial bud...Pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ekonomi, serta sosial bud...
Pedoman teknis analisis aspek fisik dan lingkungan, ekonomi, serta sosial bud...
 

Similaire à Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.

Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang
Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbangPedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang
Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbangriky_safrizal_rusli
 
RPJMD Kabupaten Banyumas 2013 2018
RPJMD Kabupaten Banyumas 2013 2018RPJMD Kabupaten Banyumas 2013 2018
RPJMD Kabupaten Banyumas 2013 2018Gedhe Foundation
 
Permendagri 54-direktur-ok-sri varita 5 maret 2013
Permendagri 54-direktur-ok-sri varita 5 maret 2013Permendagri 54-direktur-ok-sri varita 5 maret 2013
Permendagri 54-direktur-ok-sri varita 5 maret 2013Sigit Pramulia
 
MAKALAH PERENCANAAN DAERAH DIINSPEKTORAT...Dani 24...BY.ACHMAD AVANDI,SE,MM.....
MAKALAH PERENCANAAN DAERAH DIINSPEKTORAT...Dani 24...BY.ACHMAD AVANDI,SE,MM.....MAKALAH PERENCANAAN DAERAH DIINSPEKTORAT...Dani 24...BY.ACHMAD AVANDI,SE,MM.....
MAKALAH PERENCANAAN DAERAH DIINSPEKTORAT...Dani 24...BY.ACHMAD AVANDI,SE,MM.....ACHMAD AVANDI,SE,MM Alfaqzamta
 
2. RENJA K-J 2024 T.A 2023.pdf
2. RENJA K-J 2024 T.A 2023.pdf2. RENJA K-J 2024 T.A 2023.pdf
2. RENJA K-J 2024 T.A 2023.pdfdianaekowati1
 
Sinergitas Kebijakan-Rencana-Program (KRP) dalam Konteks Pemanfaatan Ruang
Sinergitas Kebijakan-Rencana-Program (KRP) dalam Konteks Pemanfaatan RuangSinergitas Kebijakan-Rencana-Program (KRP) dalam Konteks Pemanfaatan Ruang
Sinergitas Kebijakan-Rencana-Program (KRP) dalam Konteks Pemanfaatan RuangOswar Mungkasa
 
MAKALAH PERENCANAAN DAERAH ,DICAPIL...Fitri ,BY..ACHMADAVANDI,SE,MM
MAKALAH PERENCANAAN DAERAH ,DICAPIL...Fitri ,BY..ACHMADAVANDI,SE,MMMAKALAH PERENCANAAN DAERAH ,DICAPIL...Fitri ,BY..ACHMADAVANDI,SE,MM
MAKALAH PERENCANAAN DAERAH ,DICAPIL...Fitri ,BY..ACHMADAVANDI,SE,MMACHMAD AVANDI,SE,MM Alfaqzamta
 
1.111 se rkpd 050 200 ii bangda 2008
1.111 se rkpd 050 200 ii bangda 20081.111 se rkpd 050 200 ii bangda 2008
1.111 se rkpd 050 200 ii bangda 2008bappedameme
 
sinergitas kebijakan-rencana-program (KRP) dalam konteks Pemanfaatan Ruang
sinergitas kebijakan-rencana-program (KRP) dalam konteks Pemanfaatan Ruangsinergitas kebijakan-rencana-program (KRP) dalam konteks Pemanfaatan Ruang
sinergitas kebijakan-rencana-program (KRP) dalam konteks Pemanfaatan Ruangoswar mungkasa
 
Riviu renstra 2017
Riviu renstra 2017Riviu renstra 2017
Riviu renstra 2017heli supardi
 
G_SINERGITAS LITBANG PUSAT DAN DAERAH.pptx
G_SINERGITAS LITBANG PUSAT DAN DAERAH.pptxG_SINERGITAS LITBANG PUSAT DAN DAERAH.pptx
G_SINERGITAS LITBANG PUSAT DAN DAERAH.pptxzulfadly11
 
A. buku saku rpjp final
A. buku saku rpjp finalA. buku saku rpjp final
A. buku saku rpjp finalPEMPROP JABAR
 
Kebijakan pengembangan wilayah di Indonesia dalam skala nasional, wilayah, da...
Kebijakan pengembangan wilayah di Indonesia dalam skala nasional, wilayah, da...Kebijakan pengembangan wilayah di Indonesia dalam skala nasional, wilayah, da...
Kebijakan pengembangan wilayah di Indonesia dalam skala nasional, wilayah, da...Himpunan Mahasiswa Planologi ITS
 
Panduan fasilitasi musrenbang pengintegrasian
Panduan fasilitasi musrenbang pengintegrasianPanduan fasilitasi musrenbang pengintegrasian
Panduan fasilitasi musrenbang pengintegrasianAbdul Kohar
 
Permen no.72 th_2013
Permen no.72 th_2013Permen no.72 th_2013
Permen no.72 th_2013davidfirdha
 
Petunjuk teknis pelaksanaan musrenbang tahun 2011
Petunjuk teknis pelaksanaan musrenbang tahun 2011Petunjuk teknis pelaksanaan musrenbang tahun 2011
Petunjuk teknis pelaksanaan musrenbang tahun 2011pardi bujang
 

Similaire à Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan. (20)

Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang
Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbangPedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang
Pedoman penilaian dan evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan musrenbang
 
RPJMD Kabupaten Banyumas 2013 2018
RPJMD Kabupaten Banyumas 2013 2018RPJMD Kabupaten Banyumas 2013 2018
RPJMD Kabupaten Banyumas 2013 2018
 
Permendagri 54-direktur-ok-sri varita 5 maret 2013
Permendagri 54-direktur-ok-sri varita 5 maret 2013Permendagri 54-direktur-ok-sri varita 5 maret 2013
Permendagri 54-direktur-ok-sri varita 5 maret 2013
 
MAKALAH PERENCANAAN DAERAH DIINSPEKTORAT...Dani 24...BY.ACHMAD AVANDI,SE,MM.....
MAKALAH PERENCANAAN DAERAH DIINSPEKTORAT...Dani 24...BY.ACHMAD AVANDI,SE,MM.....MAKALAH PERENCANAAN DAERAH DIINSPEKTORAT...Dani 24...BY.ACHMAD AVANDI,SE,MM.....
MAKALAH PERENCANAAN DAERAH DIINSPEKTORAT...Dani 24...BY.ACHMAD AVANDI,SE,MM.....
 
2. RENJA K-J 2024 T.A 2023.pdf
2. RENJA K-J 2024 T.A 2023.pdf2. RENJA K-J 2024 T.A 2023.pdf
2. RENJA K-J 2024 T.A 2023.pdf
 
Sinergitas Kebijakan-Rencana-Program (KRP) dalam Konteks Pemanfaatan Ruang
Sinergitas Kebijakan-Rencana-Program (KRP) dalam Konteks Pemanfaatan RuangSinergitas Kebijakan-Rencana-Program (KRP) dalam Konteks Pemanfaatan Ruang
Sinergitas Kebijakan-Rencana-Program (KRP) dalam Konteks Pemanfaatan Ruang
 
MAKALAH PERENCANAAN DAERAH ,DICAPIL...Fitri ,BY..ACHMADAVANDI,SE,MM
MAKALAH PERENCANAAN DAERAH ,DICAPIL...Fitri ,BY..ACHMADAVANDI,SE,MMMAKALAH PERENCANAAN DAERAH ,DICAPIL...Fitri ,BY..ACHMADAVANDI,SE,MM
MAKALAH PERENCANAAN DAERAH ,DICAPIL...Fitri ,BY..ACHMADAVANDI,SE,MM
 
se rkpd
se rkpdse rkpd
se rkpd
 
1.111 se rkpd 050 200 ii bangda 2008
1.111 se rkpd 050 200 ii bangda 20081.111 se rkpd 050 200 ii bangda 2008
1.111 se rkpd 050 200 ii bangda 2008
 
Ipi250660
Ipi250660Ipi250660
Ipi250660
 
sinergitas kebijakan-rencana-program (KRP) dalam konteks Pemanfaatan Ruang
sinergitas kebijakan-rencana-program (KRP) dalam konteks Pemanfaatan Ruangsinergitas kebijakan-rencana-program (KRP) dalam konteks Pemanfaatan Ruang
sinergitas kebijakan-rencana-program (KRP) dalam konteks Pemanfaatan Ruang
 
Riviu renstra 2017
Riviu renstra 2017Riviu renstra 2017
Riviu renstra 2017
 
RENJA K-J 2024.pdf
RENJA K-J 2024.pdfRENJA K-J 2024.pdf
RENJA K-J 2024.pdf
 
RENJA K-J 2024.pdf
RENJA K-J 2024.pdfRENJA K-J 2024.pdf
RENJA K-J 2024.pdf
 
G_SINERGITAS LITBANG PUSAT DAN DAERAH.pptx
G_SINERGITAS LITBANG PUSAT DAN DAERAH.pptxG_SINERGITAS LITBANG PUSAT DAN DAERAH.pptx
G_SINERGITAS LITBANG PUSAT DAN DAERAH.pptx
 
A. buku saku rpjp final
A. buku saku rpjp finalA. buku saku rpjp final
A. buku saku rpjp final
 
Kebijakan pengembangan wilayah di Indonesia dalam skala nasional, wilayah, da...
Kebijakan pengembangan wilayah di Indonesia dalam skala nasional, wilayah, da...Kebijakan pengembangan wilayah di Indonesia dalam skala nasional, wilayah, da...
Kebijakan pengembangan wilayah di Indonesia dalam skala nasional, wilayah, da...
 
Panduan fasilitasi musrenbang pengintegrasian
Panduan fasilitasi musrenbang pengintegrasianPanduan fasilitasi musrenbang pengintegrasian
Panduan fasilitasi musrenbang pengintegrasian
 
Permen no.72 th_2013
Permen no.72 th_2013Permen no.72 th_2013
Permen no.72 th_2013
 
Petunjuk teknis pelaksanaan musrenbang tahun 2011
Petunjuk teknis pelaksanaan musrenbang tahun 2011Petunjuk teknis pelaksanaan musrenbang tahun 2011
Petunjuk teknis pelaksanaan musrenbang tahun 2011
 

Plus de Tri Widodo W. UTOMO

Strategi Kolaboratif untuk Inovasi Berkelanjutan
Strategi Kolaboratif untuk Inovasi BerkelanjutanStrategi Kolaboratif untuk Inovasi Berkelanjutan
Strategi Kolaboratif untuk Inovasi BerkelanjutanTri Widodo W. UTOMO
 
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi InformasiInovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi InformasiTri Widodo W. UTOMO
 
Transformasi untuk LAN Semakin Berprestasi
Transformasi untuk LAN Semakin BerprestasiTransformasi untuk LAN Semakin Berprestasi
Transformasi untuk LAN Semakin BerprestasiTri Widodo W. UTOMO
 
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus Kebijakan
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus KebijakanTata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus Kebijakan
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus KebijakanTri Widodo W. UTOMO
 
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam Pemilu
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam PemiluStrategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam Pemilu
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam PemiluTri Widodo W. UTOMO
 
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASN
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASNPengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASN
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASNTri Widodo W. UTOMO
 
Tranformasi Kab. Bogor Berkelanjutan
Tranformasi Kab. Bogor BerkelanjutanTranformasi Kab. Bogor Berkelanjutan
Tranformasi Kab. Bogor BerkelanjutanTri Widodo W. UTOMO
 
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor Publik
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor PublikManajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor Publik
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor PublikTri Widodo W. UTOMO
 
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan Pijar
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan PijarProspek Kolaborasi LAN-Yayasan Pijar
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan PijarTri Widodo W. UTOMO
 
Gamifikasi Zoom & Behavioral Insight
Gamifikasi Zoom & Behavioral InsightGamifikasi Zoom & Behavioral Insight
Gamifikasi Zoom & Behavioral InsightTri Widodo W. UTOMO
 
Signifikansi Pendampingan Labinov di Daerah
Signifikansi Pendampingan Labinov di DaerahSignifikansi Pendampingan Labinov di Daerah
Signifikansi Pendampingan Labinov di DaerahTri Widodo W. UTOMO
 
Peta Kinerja Inovasi Daerah di Indonesia
Peta Kinerja Inovasi Daerah di IndonesiaPeta Kinerja Inovasi Daerah di Indonesia
Peta Kinerja Inovasi Daerah di IndonesiaTri Widodo W. UTOMO
 
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui Inovasi
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui InovasiKab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui Inovasi
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui InovasiTri Widodo W. UTOMO
 
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus Kebijakan
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus KebijakanPerumusan Peraturan Berdasar Siklus Kebijakan
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus KebijakanTri Widodo W. UTOMO
 
Recharging Inovasi Padang Panjang
Recharging Inovasi Padang PanjangRecharging Inovasi Padang Panjang
Recharging Inovasi Padang PanjangTri Widodo W. UTOMO
 
Transformasi untuk Parepare Semakin Berprestasi
Transformasi untuk Parepare Semakin BerprestasiTransformasi untuk Parepare Semakin Berprestasi
Transformasi untuk Parepare Semakin BerprestasiTri Widodo W. UTOMO
 
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era Disrupsi
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era DisrupsiTransformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era Disrupsi
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era DisrupsiTri Widodo W. UTOMO
 
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu Bangsa
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu BangsaKorpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu Bangsa
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu BangsaTri Widodo W. UTOMO
 
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik BerdampakInovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik BerdampakTri Widodo W. UTOMO
 
Menjunjung Tinggi Sijunjung Melalui Inovasi
Menjunjung Tinggi Sijunjung Melalui InovasiMenjunjung Tinggi Sijunjung Melalui Inovasi
Menjunjung Tinggi Sijunjung Melalui InovasiTri Widodo W. UTOMO
 

Plus de Tri Widodo W. UTOMO (20)

Strategi Kolaboratif untuk Inovasi Berkelanjutan
Strategi Kolaboratif untuk Inovasi BerkelanjutanStrategi Kolaboratif untuk Inovasi Berkelanjutan
Strategi Kolaboratif untuk Inovasi Berkelanjutan
 
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi InformasiInovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelaksanaan Bangkom Berbasis Teknologi Informasi
 
Transformasi untuk LAN Semakin Berprestasi
Transformasi untuk LAN Semakin BerprestasiTransformasi untuk LAN Semakin Berprestasi
Transformasi untuk LAN Semakin Berprestasi
 
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus Kebijakan
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus KebijakanTata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus Kebijakan
Tata Kelola Kebijakan Berdasar Siklus Kebijakan
 
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam Pemilu
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam PemiluStrategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam Pemilu
Strategi Kebijakan Penguatan Netralitas ASN dalam Pemilu
 
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASN
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASNPengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASN
Pengelolaan Kinerja dalam Manajemen ASN
 
Tranformasi Kab. Bogor Berkelanjutan
Tranformasi Kab. Bogor BerkelanjutanTranformasi Kab. Bogor Berkelanjutan
Tranformasi Kab. Bogor Berkelanjutan
 
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor Publik
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor PublikManajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor Publik
Manajemen Perubahan & Penerapannya di Sektor Publik
 
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan Pijar
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan PijarProspek Kolaborasi LAN-Yayasan Pijar
Prospek Kolaborasi LAN-Yayasan Pijar
 
Gamifikasi Zoom & Behavioral Insight
Gamifikasi Zoom & Behavioral InsightGamifikasi Zoom & Behavioral Insight
Gamifikasi Zoom & Behavioral Insight
 
Signifikansi Pendampingan Labinov di Daerah
Signifikansi Pendampingan Labinov di DaerahSignifikansi Pendampingan Labinov di Daerah
Signifikansi Pendampingan Labinov di Daerah
 
Peta Kinerja Inovasi Daerah di Indonesia
Peta Kinerja Inovasi Daerah di IndonesiaPeta Kinerja Inovasi Daerah di Indonesia
Peta Kinerja Inovasi Daerah di Indonesia
 
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui Inovasi
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui InovasiKab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui Inovasi
Kab. Bireuen, Mengakselerasi Kinerja Melalui Inovasi
 
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus Kebijakan
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus KebijakanPerumusan Peraturan Berdasar Siklus Kebijakan
Perumusan Peraturan Berdasar Siklus Kebijakan
 
Recharging Inovasi Padang Panjang
Recharging Inovasi Padang PanjangRecharging Inovasi Padang Panjang
Recharging Inovasi Padang Panjang
 
Transformasi untuk Parepare Semakin Berprestasi
Transformasi untuk Parepare Semakin BerprestasiTransformasi untuk Parepare Semakin Berprestasi
Transformasi untuk Parepare Semakin Berprestasi
 
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era Disrupsi
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era DisrupsiTransformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era Disrupsi
Transformasi Administrasi Publik Menjawab Tantangan Era Disrupsi
 
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu Bangsa
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu BangsaKorpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu Bangsa
Korpri & Inovasi sebagai Perekat & Pemersatu Bangsa
 
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik BerdampakInovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
Inovasi Sebagai Strategi Mewujudkan Pelayanan Publik Berdampak
 
Menjunjung Tinggi Sijunjung Melalui Inovasi
Menjunjung Tinggi Sijunjung Melalui InovasiMenjunjung Tinggi Sijunjung Melalui Inovasi
Menjunjung Tinggi Sijunjung Melalui Inovasi
 

Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan.

  • 1. i KATA PENGANTAR Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan yang besar untuk mengelola dan menggerakkan sumber daya yang ada dalam rangka mewujudkan visi daerahnya dan menciptakan kesejahteraan rakyatnya. Ini merupakan implikasi dari diterapkannya otonomi yang ditumpukan kepada kabupaten/kota sejak tahun 2004. Dalam melaksanakan pembangunan daerah, UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencaan Pembangunan Nasional dan PP No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah telah memberikan dasar hukum dan acuan bagi daerah untuk mengelola sumber daya tersebut melalui perencanaan pembangunan daerah. Selain itu, PP No. 38 Tahun 2007 Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota juga telah memberikan batasan kewenangan kabupaten/kota dalam urusan perencanaan dan pengendalian pembangunan daerah. Dalam pelaksanaan pembangunan daerah, tahapan perencanaan menjadi salah satu proses yang penting, karena hasil pembangunan yang baik senantiasa didahului oleh perencanaan yang baik pula. Kajian ini mengulas proses perencanaan pembangunan daerah yang difokuskan pada penyusunan RKPD Kabupaten di tujuh kabupaten di Kalimantan, yaitu Kabupaten Kutai Barat, Berau, Kotabaru, Kotawaringin Timur, Barito Timur, Sanggau dan Bengkayang. Dimana proses perencanaan pembangunan tersebut dilihat dari aspek proses, substansi, dan partisipasi publik. Kemudian aspek dampak sebagai hasil dari implementasi pembangunan akan dikaji secara khusus dalam kajian yang lain. Dengan terlaksananya kajian ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung turut mendukung kegiatan ini, terutama kepada para Bupati dan Kepala Bappeda beserta seluruh staf Kabupaten Kutai Barat, Berau, Kotabaru, Kotawaringin Timur, Barito Timur, Sanggau dan Bengkayang yang telah memberikan fasilitasi Pelaksanaan FGD (Focus Group Disscusion) bagi Tim Peneliti dan juga atas kebaikan hati dan kerjasama yang baik sehingga kami bisa memperoleh akses data berkaitan dengan dokumen rencana pembangunan daerah. Juga terima kasih kepada seluruh SKPD di tujuh kabupaten tersebut yang telah ikut berpartisipasi dan memberikan informasi yang bermanfaat kepada Tim Peneliti baik melalui forum FGD maupun interview secara langsung. Akhirnya dengan selesainya kajian ini kami berharap bahwa hasil kajian ini bisa memberikan manfaat bagi daerah dalam penyusunan perencanaan pembangunan yang menjadi lebih baik pada masa mendatang, dan juga bagi semua pihak yang memiliki perhatian terhadap isu-isu pembangunan. Terima kasih! Samarinda, Oktober 2009
  • 2. ii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii DAFTAR TABEL iii DAFTAR GAMBAR iv RINGKASAN EKSEKUTIF v BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang B. Perumusan Masalah C. Kerangka Berpikir D. Tujuan E. Ruang Lingkup F. Waktu dan Tahapan Penelitian 1 2 2 4 4 4 BAB II KERANGKA KONSEPTUAL PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH 6 A. Pengertian Perencanaan Pembangunan B. Kewenangan Kabupaten/Kota Dalam Perencanaan Pembangunan C. Pendekatan Perencanaan Pembangunan D. Mekanisme Perencanaan Pembangunan Daerah E. Efektivitas Perencanaan Pembangunan 6 9 13 16 21 BAB III PROSES PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DI DAERAH 25 A. Kabupaten Kutai Barat B. Kabupaten Berau C. Kabupaten Kotabaru D. Kabupaten Kotawaringin Timur E. Kabupaten Barito Timur F. Kabupaten Sanggau G. Kabupaten Bengkayang 25 39 50 68 87 104 126 BAB IV EFEKTIFITAS PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DI DAERAH 140 A. Proses Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah B. Prioritas dalam Perencanaan Pembangunan Daerah C. Partisipasi Masyarakat dalam Proses Perencanaan Pembangunan Daerah D. Aturan Hukum Perencanaan Pembangunan Daerah E. Kendala dalam Proses Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah F. Sinkronisasi RKPD dengan RTRW G. Efektifitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah 140 142 148 151 153 155 157 BAB V PENUTUP 162 A. Kesimpulan B. Saran 162 163 DAFTAR PUSTAKA 164
  • 3. iii DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Lokus Kajian 4 Tabel 2.1. Urusan Kabupaten/Kota dalam Bidang Perencanaan Pembangunan 10 Tabel 2.2. Alternatif Pendekatan Perencanaan 16 Tabel 3.1. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kabupaten Kutai Barat Menurut Kecamatan Tahun 2007 26 Tabel 3.2 Daftar Usulan Pembangunan Sarana/Prasarana Fisik dan Non Fisik Hasil Musrenbang Kampung Barong Tongkok Tahun 2009 29 Tabel 3.3. Jadwal Kegiatan Pokok Perencanaan Program dan Penganggaran Daerah Kab. Kubar Tahun Anggaran 2010 32 Tabel 3.4. Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Berau 39 Tabel 3.5. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Berau Tahun 1997-2007 40 Tabel 3.6. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Berau Atas Dasar Harga Berlaku (PDRB-ADHB) Tahun 2004-2007 41 Tabel 3.7. Penduduk Kabupaten Kotabaru 2004 52 Tabel 3.8. Persentase Penduduk Usia Kerja Menurut Kegiatan Utama Kabupaten Kotabaru 52 Tabel 3.9. PDRB ADHB Kabupaten Kotabaru (Milyar Rp) 53 Tabel 3.10. Pertumbuhan PDRB Kabupaten Kotabaru Per Sektor 54 Tabel 3.11. Ringkasan Perkiraan Kerangka Makro Ekonomi Kabupaten Kotabaru Tahun 2006-2010 54 Tabel 3.12. Program dan Kegiatan Pembangunan Infrastruktur Penunjang Pembangunan Kabupaten Kotabaru 65 Tabel 3.13 Wilayah Administrasi Kabupaten Kotawaringin Timur 69 Tabel 3.14. Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Kabupaten Kotawaringin Timur Tahun 2007 69 Tabel 3.15. Luas wilayah dan Jumlah penduduk Kabupaten Bartim Tahun 2007 88 Tabel 3.16. Kecamatan Dalam Wilayah Kabupaten Sanggau Tahun 2007 104 Tabel 3.17. Pertumbuhan Pendapatan Regional dan Angka Perkapita Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kabupaten Sanggau Tahun 2004 – 2006 106 Tabel 3.18. Arah kebijakan pembangunan Kabupaten Sanggau Tahun 2009 119 Tabel 3.19. Contoh Matriks Program dan Kegiatan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Sanggau Tahun 2009 123 Tabel 3.10. Kecamatan Dalam Wilayah Kabupaten Bengkayang 127 Tabel 3.11. Batas Kemampuan (Kapasitas) Fiskal Pemerintah Kabupaten Bengkayang 133 Tabel 4.1. Perbandingan Program Prioritas Pembangunan Daerah 142 Tabel 4.2. Isu-Isu Dalam Pembangunan Daerah 146 Tabel 4.3. Aturan Hukum Daerah yang Berkaitan dengan Penyusunan Perencanaan Pembangunan di Daerah 152 Tabel 4.4. Pencantuman PP No. 8 Tahun 2008 sebagai Konsideran dalam Dokumen RKPD 2009 152
  • 4. iv DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. Aspek Efektivitas Perencanaan Pembangunan 3 Gambar 1.2. Tahapan Penelitian 5 Gambar 2.1. Posisi Strategis Bappeda Dalam Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah 10 Gambar 2.2. Pola ‘S shape’ dalam Penyusunan Perencanaan Pembangunan 21 Gambar 3.1. Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Kutai Barat Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007 28 Gambar 3.2. Alur Pelaksanaan Musrenbang di Kabupaten Barito Timur 96 Gambar 3.3. Agenda Program dan Kegiatan Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sanggau Tahun 2010 110 Gambar 3.4. Alur Pikir Perencanaan Pembangunan Kabupaten Bengkayang 132 Gambar 4.1. Model Hubungan RTRW dengan RPJPD dan RJPMD 156 Gambar 4.2. Model Hubungan Interaksi Pemerintah, Masyarakat dan DPRD dalam Musrenbang 161
  • 5. v RINGKASAN EKSEKUTIF Keberhasilan pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan akan terlihat dari sejauh mana perubahan yang terjadi setelah program dan kegiatan pembangunan daerah tersebut diimplementasikan. Namun demikian, pembangunan yang baik juga didahului oleh proses perencanaan yang baik pula. Karena pembangunan merupakan serangkaian proses panjang yang dimulai dari perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi. Perencanaan pembangunan daerah bisa dilihat dari 2 (dua) aspek yaitu aspek proses penyusunan rencana pembangunan dan aspek isi rencana pembangunan yang akan diimplementasikan (Moeljarto Tjokrowinoto, 1993). Dalam kajian ini, dua aspek tersebut di-breakdown lagi menjadi 4 (empat) aspek yaitu aspek proses, partisipasi, substansi, dan dampak. Aspek Proses, proses perencanaan pembangunan dilihat dari jadwal penyusunan perencanaan, instansi yang terlibat dalam penyusunan perencanaan, alat koordinasi yang digunakan, serta tahapan-tahapan yang dilalui. Aspek Substansi, dilihat apakah perencanaan pembangunan sudah mempertimbangkan faktor-faktor seperti gender sensitive, conflict sensitive, prinsip pro poor, pro job, pro lingkungan, pro investment. Aspek Partisipasi Publik, dilihat sejauh mana peran masyarakat dilibatkan dalam proses perencanaan pembangunan. Aspek Dampak, dilihat sejauh mana perubahan yang terjadi dalam rangka pencapaian target, tujuan dan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan. Berkaitan tentang aspek dampak akan dikaji secara khusus dalam kajian lain, sehingga untuk kajian ini akan difokuskan pada aspek proses, partisipasi dan substansi penyusunan perencanaan pembangunan daerah, secara spesifik adalah RKPD Kabupaten. Penyusunan perencanaan pembangunan daerah telah diatur dengan UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan PP No. 8 Tahun 2007 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Dalam skala daerah juga telah diamanatkan oleh UU No. 25 Tahun 2004 pasal 27 ayat (2) bahwa tata cara penyusunan RPJP Daerah, RPJM Daerah, Renstra- SKPD, RKPD, Renja-SKPD dan pelaksanaan Musrenbang Daerah diatur dengan Peraturan Daerah (Perda). Sehingga tiga peraturan perundangan tersebut menjadi landasan hukum dan acuan bagi proses perencanaan pembangunan daerah. Kewenangan kabupaten/kota dalam Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Daerah menurut PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota adalah (1) Perumusan Kebijakan; (2) Bimbingan, Konsultasi dan Koordinasi; dan (3) Monitoring dan Evaluasi (Monev). Kewenangan tersebut dilaksanakan oleh Bappeda sebagai sebuah SKPD yang memiliki posisi strategis dalam mengkoordinasikan proses perencanaan pembangunan daerah. Pendekatan yang digunakan dalam penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah sesuai dengan PP No. 8 Tahun 2008 adalah menggunakan pendekatan (1) Politik; (2) Teknokratik; (3) Partisipatif; (4) Atas-bawah (top down), dan (5) Bawah-atas (bottom up). Pendekatan politik tercermin dari dituangkannya visi dan misi kepala daerah terpilih ke dalam dokumen RPJM Daerah, selanjutnya RPJM Daerah tersebut merupakan acuan bagi penyusunan RKPD. Pendekatan teknokratik bisa dilakukan dengan pelibatan tenaga ahli atau konsultan dalam proses penyusunan rencana pembangunan. Untuk itu, penggunaan naskah akademik bisa dimungkinkan sebagai upaya untuk menghasilkan rencana pembangunan yang relevan
  • 6. vi dengan kemampuan dan kebutuhan daerah. Pendekatan partisipatif dan bawah atas (bottom up) tercermin proses penyerapan yang melibatkan masyarakat dan aparat pemerintahan di tingkat desa/kelurahan dan kecamatan sehingga perencanaan yang dihasilkan bisa mengakomodasi kepentingan masyarakat di tingkat bawah. Sedangkan pendekatan atas bawah (top down) merupakan peran dari Bappeda yang menyusun rancangan awal rencana pembangunan daerah. Dari 7 (tujuh) daerah sampel kajian berkaitan dengan penyusunan RKPD yaitu Kabupaten Kutai Barat, Berau, Kotabaru, Kotawaringin Timur, Barito Timur, Sanggau dan Bengkayang, ternyata hanya 2 daerah saja yang telah memiliki Perda tentang tata cara penyusunan perencanaan pembangunan daerah. Yaitu Kabupaten Kotabaru yang telah memiliki Perda No. 14 Tahun 2005, dan Kabupaten Sanggau yang telah memiliki Perda No. 5 Tahun 2008. Di Kabupaten Berau tata cara mengenai penyusunan perencanaan pembangunan daerah justru dituangkan ke dalam Peraturan Bupati (Perbup), bukan Perda. Sedangkan daerah lain bahkan belum memiliki Perda tersebut. Dalam penyusunan RKPD, dari proses penyerapan aspirasi masyarakat melalui forum Musrenbang yang dimulai sejak awal bulan Januari di tingkat desa/kelurahan ternyata ada beberapa forum insiatif yang dilakukan daerah, yaitu: 1. Adanya forum “Kumpul Warga” di lingkungan RT sebelum dilakukan Musrenbang Desa/Kelurahan (Kab. Kotim) 2. Pertemuan atau diskusi instansi/SKPD serumpun sebelum Forum SKPD untuk mensinkronkan program kerja agar tidak terjadi overlapping (Kab. Kotim, Berau, Kotabaru) Di satu sisi inisiatif tersebut memiliki nilai positif bagi proses pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah, yaitu pertama bisa mempermudah pelaksanaan Musrenbang karena materi sudah dibahas dalam forum inisiatif tersebut. Dan kedua bisa memberi kesempatan masyarakat yang tidak terlibat dalam Musrenbang Desa/Kelurahan untuk menyampaikan aspirasinya dalam forum Kumpul Warga. Namun di sisi lain menambah banyak kegiatan dalam proses perencanaan pembangunan daerah sehingga tidak efisien baik dari aspek waktu maupun anggaran. Dan menjadikan pelaksanaan Musrenbang hanya menjadi formalitas karena sudah dibahas sebelumnya dalam forum-forum tersebut. Partisipasi masyarakat yang dilakukan melalui forum Musrenbang dalam penyusunan RKPD cukup baik terlihat dari kehadiran dalam Musrenbang. Namun usulan masyarakat dalam RKPD melalui Musrenbang lebih dominan usulan proyek-proyek fisik, sedikit sekali usulan yang sifatnya non fisik seperti pemberdayaan masyarakat, pengembangan ekonomi dan sebagainya. Di sisi lain realisasi usulan masyarakat dalam RKPD masih minim sehingga hal ini mengakibatkan apatisme dan menurunnya antusias masyarakat untuk mengikuti proses perencanaan pembangunan melalui forum Musrenbang pada masa berikutnya. Beberapa program prioritas yang secara umum menjadi perhatian utama di semua daerah dan tertuang dalam dokumen RKPD mencakup sektor pendidikan, kesehatan, perekonomian rakyat, infrastruktur dan tata kelola pemerintahan yang baik. Kemudian dari program prioritas yang telah ditetapkan daerah bisa diklasifikasikan ke dalam kelompok isu-isu yang pro terhadap pertumbuhan, kemiskinan, ketenagakerjaan, lingkungan, investasi, gender sensitive serta conflict sensitive. Dari program dan pengklasifikasian isu tersebut terlihat bahwa fokus dan prioritas pembangunan di masing-masing daerah juga beragam. Namun
  • 7. vii secara umum isu pertumbuhan merupakan isu utama yang dijadikan prioritas di semua daerah yaitu melalui program pengembangan usaha kecil menengah dan koperasi, atau dengan sebutan ekonomi kerakyatan dan sejenisnya. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan daerah masih menganggap pertumbuhan sebagai prioritas penting yang harus segera diwujudkan di daerah. Isu-isu yang berkaitan dengan pemberantasan kemiskinan, penanganan pengangguran atau ketenagakerjaan serta lingkungan juga mendapat mendapat perhatian di sebagian besar daerah. Program dan kegiatan pembangunan yang pro poor terlihat menjadi perhatian di Kabupaten Kubar, Berau, Kotabaru, Barito Timur dan Sanggau. Walaupun persoalan kemiskinan selama ini dipecahkan dari berbagai aspek seperti aspek kesehatan, pendidikan, infrastruktur dan sebagainya namun dalam hal ini program dan kegiatan yang secara langsung dan eksplisit menjadi perhatian utama dan secara langsung tercermin dalam program pembangunan di beberapa daerah tersebut. Program yang pro job juga terlihat di kabupaten Kubar, Berau, Kotabaru, Barito Timur dan Sanggau. Sedangkan program yang pro lingkungan terlihat di Kabupaten Kubar, Kotabaru, Barito Timur, Kotawaringin Timur dan Bengkayang. Persoalan lingkungan merupakan persoalan yang cukup menonjol di wilayah Kalimantan, namun ternyata belum semua daerah menjadikan isu tersebut sebagai prioritas dalam perencanaan pembangunan di daerahnya. Selanjutnya sebagai pendukung pertumbuhan daerah yaitu program-program yang pro investasi ternyata hanya terlihat secara eksplisit di Kabupaten Kotabaru, Barito Timur dan Sanggau. Kemudian untuk isu-isu yang gender sensitive dan conflict sensitive hanya menjadi perhatian di sedikit daerah. Masih sedikit daerah yang menjadikan isu-isu tersebut sebagai mainstream dalam perencanaan pembangunan daerah. Kabupaten Berau menjadi isu gender sebagai mainstream dalam perencanaan pembangunan daerahnya. Sehingga pembangunan yang dilakukan oleh berbagai sektor harus memperhatikan faktor kesetaraan gender. Kemudian Kabupaten Sanggau jauh lebih luas, yaitu dengan dituangkannya enam prinsip pengarusutamaan sebagai landasan operasioanl pembangunan daerah, yaitu pengarusutamaan partisipasi masyarakat, pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan, pengarusutamaan gender, pengarusutamaan tata kelola kepemrintahan yang baik (good governance), pengarusutamaan pengurangan kesenjangan antar wilayah dan percepatan pembangunan daerah tertinggal, dan pengarusutamaan desentralisasi dan otonomi daerah. Beberapa kendala terkait proses penyusunan RKPD yang terjadi adalah: 1. Minimnya sosialisasi rencana penyusunan RKPD kepada masyarakat 2. Masyarakat menjadi apatis dan enggan terlibat aktif dalam perencanaan pembangunan daerah karena usulan masyarakat seringkali tidak bisa direalisasikan akibat terjadinya pemotongan/pemangkasan berbagai usulan yang masuk. 3. Terjadi perubahan/tambahan kegiatan yang sebelumnya tidak masuk dalam usulan SKPD. 4. Tidak ada koordinasi dan sinkronisasi antara program yang dibiayai dana community development dari perusahaan dengan program yang dibiayai APBD (Kab. Kubar) 5. Pelaksanaan proses perencanaan membutuhkan proses yang cukup panjang karena adanya tupoksi yang saling bersinggungan antar SKPD (Kab. Berau, Bengkayang) 6. SKPD sering terlambat/tidak tepat waktu dalam menyampaikan Renja dan daftar prioritas kegiatan kepada Bappeda sebagai bahan Musrenbang Kabupaten 7. Pelaksanaan forum SKPD dan Musrenbang Kabupaten terlalu singkat sedangkan bahan yang harus dibahas cukup banyak
  • 8. viii 8. Besarnya usulan yang masuk seringkali lebih merupakan keinginan, bukan kebutuhan daerah. Sehingga harus dilakukan pemilahan dan skala prioritas terhadap usulan- usulan yang masuk 9. RKPD yang telah ditetapkan, terkadang belum digunakan sebagai pedoman oleh SKPD dalam menyusun rencana kerjanya 10. Banyak instansi yang berdasarkan hasil pemeriksaan Inspektorat yang dilakukan belum memiliki Renstra (Kab. Bengkayang) 11. Belum disetujuinya RTRW Provinsi oleh Pemerintah Pusat sehingga penyusunan perencanaan pembangunan daerah menjadi terhambat (Kab. Kubar dan Berau) Dari hasil penggalian data di lapangan dan analisis disimpulkan bahwa penyusunan RKPD di beberapa daerah secara umum masih kurang efektif karena beberapa alasan: 1. Dari aspek proses. Alokasi waktu pelaksanaan Musrenbang sebagai bagian penting penyusunan RKPD sangat singkat, sedangkan agenda yang dibahas banyak sehingga Musrenbang yang dilakukan untuk menyerap aspirasi masyarakat cenderung hanya bersifat formalitas untuk memenuhi persyaratan formal perencanaan pembangunan. Selain itu aktor yang terlibat dalam tahapan proses perencanaan pembangunan sering berganti-ganti mulai dari awal hingga akhir, sehingga sering kurang memahami pembahasan isu dan substansi pada tahapan sebelumnya. 2. Dari aspek partisipasi. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan melalui forum Musrenbang cukup tinggi tetapi usulan-usulan dari masyarakat sering tidak bisa diakomodir dan diimplementasikan dalam RKPD sehingga keterlibatan masyarakat hanya sebagai formalitas (benign neglect) bahwa proses perencanaan telah melibatkan masyarakat. Hal ini menyebabkan masyarakat enggan dan apatis terhadap proses penyusunan rencana pembangunan untuk masa berikutnya. 3. Dari aspek prioritas. Kegiatan-kegiatan yang diusulkan menjadi prioritas dalam rencana pembangunan mudah berubah dan bahkan bisa dipangkas pada tahapan/proses tingkat selanjutnya. Dan juga persepsi para aktor tentang prioritas usulan berbeda-beda sehingga prioritas menurut masyarakat bisa dianggap bukan prioritas oleh aktor yang lain. 4. Dari aspek normatif (aturan hukum). Masih banyak daerah yang belum memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang tata cara penyusunan perencanaan pembangunan daerah sesuai amanat UU No. 25 Tahun 2004 Pasal 27 Ayat (2). Dari beberapa daerah sampel kajian hanya Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Sanggau yang telah memiliki Perda tersebut. Selain itu masih banyak daerah belum menggunakan PP No. 8 Tahun 2008 sebagai konsiderans dalam dokumen RKPD, artinya belum menggunakan PP tersebut sebagai pedoman penyusunan RKPD, kecuali Kabupaten Kotabaru dan Kabupaten Sanggau. Padahal PP tersebut telah terbit sebelum dokumen RKPD di beberapa daerah disahkan. Fenomena ini menunjukkan masih minimnya sosialisasi peraturan perundangan mengenai perencanaan pembangunan daerah, serta kurang aktifnya para perencana pembangunan di daerah dalam mengupdate peraturan perundangan terkait. Selanjutnya disarankan beberapa hal yang harus dilakukan daerah berkaitan dengan proses penyusunan RKPD, yaitu:
  • 9. ix 1. Alokasi waktu pelaksanaan penyusunan RKPD perlu diperpanjang, berkaitan dengan pelaksanaan Musrenbang perlu agenda yang jelas berisi a. Arahan Bupati b. Arahan DPRD c. Penyampaian aspirasi perwakilan masyarakat d. Pembahasan materi dengan melibatkan legislatif 2. Aktor yang mengikuti penyusunan RKPD haruslah continues (tidak berganti-ganti) dan mengikuti proses perencanaan dari awal hingga akhir urutan kegiatan 3. Dilakukan penyusunan Perda tentang tata cara penyusunan perencanaan pembangunan daerah bagi daerah yang belum memilikinya dan dilakukan sosialisasi PP No. 8 Tahun 2008 4. Perlunya sosialisasi rencana penyusunan RKPD melalui media disertai agenda kegiatan yang jelas agar masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan tersebut; 5. Pemandu Musrenbang perlu lebih aktif dalam menstimulus peserta sehingga usulan yang masuk lebih luas dan komprehensif berdasar prioritas kebutuhan masyarakat, bukan hanya usulan proyek-proyek fisik yang berdasar keinginan semata; 6. Transparansi dalam alokasi dana pembangunan yang dianggarkan untuk masing-masing SKPD, sehingga setiap SKPD bisa menyusun usulan program yang sesuai dengan kuota anggaran yang ada; 7. Perlu adanya pelibatan Legislatif dalam proses penyusunan RKPD dari awal termasuk dalam Musrenbang untuk meningkatkan fungsi kontrol dan sekaligus mendapatkan dukungan penganggaran terhadap hasil perencanaan pembangunan daerah; 8. Meningkatkan koordinasi dan sinergi dengan forum-forum Rembug Warga serta program community development di luar forum resmi RKPD; 9. Perlunya penyempurnaan instrumen perencanaan pembangunan di daerah, khususnya untuk meminimalisir munculnya kemungkinan pengaruh dari kepentingan-kepentingan pragmatis dan politis dalam penyusunan program pembangunan daerah. 10. Kemudian saran bagi pemerintah pusat agar segera menyelesaikan pembahasan dan persetujuan RTRW Provinsi sehingga proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah tidak terhambat. Akhirnya diharapkan selalu ada perbaikan yang secara terus menerus dilakukan dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah dengan melakukan berbagai kombinasi pendekatan yang ada. Proses tersebut diharapkan bisa mengakomodasikan berbagai aspirasi masyarakat dan juga mewujudkan rencana pembangunan daerah (RKPD) yang relevan dengan kebutuhan dan kemampuan daerah dalam rangka mewujudkan visi daerah yang telah dirumuskan. ***
  • 10. 1 | P a g e BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan yang mendasar dalam pemerintahan daerah di Indonesia setelah bergulirnya reformasi adalah diterapkannya pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat. Sebelumnya, kepala daerah baik gubernur, bupati maupun walikota dipilih oleh DPRD masing-masing daerah. Kepala daerah dalam proses pemilihan umum kepala daerah mengajukan visi dan misinya sebagai janji calon kepala daerah yang harus diwujudkan apabila terpilih menjadi kepala daerah nantinya. Visi dan misi tersebut akan dijadikan sebagai dokumen daerah, artinya visi dan misi kepala daerah menjadi rujukan dalam penyusunan rencana pembangunan di daerah. Pergantian kepala daerah hasil pemilihan secara langsung bisa membawa implikasi pada prioritas pembangunan daerah. Dimana setiap kepala daerah memiliki visi dan misi yang bisa berbeda-beda antara kepala daerah terdahulu dengan kepala daerah penerusnya. Ditambah lagi dengan peran kepala daerah sebagai pembina kepegawaian di daerah, peran ini bisa membawa pergantian atau mutasi besar-besaran para pejabat di daerah. Sehingga setiap pergantian kepala daerah akan membawa implikasi yang besar terhadap proses pembangunan dan pelayanan publik di daerah. Apabila hal ini terjadi maka kesinambungan dalam pembangunan daerah menjadi terabaikan, karena masing-masing kepala daerah terpilih lebih memprioritaskan program-programnya yang telah dituangkan dalam visi dan misinya selama kampanye. Untuk mewujudkan targetnya, tidak jarang pembangunan yang dilaksanakan hanya menekankan pada pembangunan fisik dengan mengeksploitasi kekayaan alam. Sedangkan pembangunan non fisik seperti pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) kurang mendapat perhatian yang cukup. Pembangunan daerah pada dasarnya bertujuan untuk mengurangi disparitas antar daerah, antar sub daerah, serta antar warga masyarakat (pemerataan dan keadilan); memberdayakan masyarakat dan mengentaskan kemiskinan; menciptakan atau menambah lapangan kerja; meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat daerah; mempertahankan atau menjaga kelestarian sumber daya alam agar bermanfaat bagi generasi sekarang dan mendatang (berkelanjutan), http://www.slideshare.net/DadangSolihin/perencanaan-pembangunan- daerah-konsep-strategi-tahapan-dan-proses/. Dalam proses pembangunan daerah, Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) merupakan perangkat daerah yang memiliki peran besar dalam mengkoordinasikan dan menyusun program-program pembangunan daerah. Dalam konteks makro, model pembangunan yang pernah digunakan oleh pemerintah Indonesia yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi mendapat kritik karena pendekatan ini menimbulkan efek baru yaitu kesenjangan. Trickle down effect (dampak menetes ke bawah) yang diharapkan tidak terjadi, yang terjadi justru trickle up effect yaitu masyarakat miskin yang justru memberikan keuntungan kepada para pelaku ekonomi (Moeljarto Tjokrowinoto: 1996). Belajar dari kegagalan model pertumbuhan, kemudian muncul model alternatif yang menekankan pada pemerataan. Yaitu pembangunan harus bisa mengurangi kesenjangan antara masyarakat miskin dan kaya. Model-model pendekatan pembangunan kemudian bermunculan dengan penekanannya masing-masing, seperti model pembangunan berkelanjutan, pembangunan berwawasan
  • 11. 2 | P a g e lingkungan, pembangunan yang berdimensi manusia, dan sebagainya. Tetapi intinya bahwa pembangunan pada akhirnya adalah untuk kesejahteraan manusia. Dalam konteks pembangunan daerah, dengan diberikannya keleluasan kepada daerah untuk mengatur dan mengelola wilayahnya melalui penerapan desentralisasi dalam pembangunan telah memberikan kewenangan, kesempatan dan peluang yang lebih besar kepada kepala daerah untuk mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Dalam hal ini pilihan model-model dan pendekatan pembangunan daerah yang diambil akan menentukan hasil pembangunan daerahnya ke depan. Dalam proses pembangunan daerah, dua pendekatan biasa digunakan adalah pertama pendekatan spasial. Dalam pendekatan ini, proses pembangunan dilaksanakan berdasarkan batas-batas wilayah daerah dengan mekanisme bottom-up. Usulan dihimpun dari masyarakat di tingkat bawah, kemudian secara bertahap diajukan kepada pemerintah diatasnya melalui forum musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). Pendekatan kedua adalah pendekatan sektoral, yaitu bahwa proses pembangunan didasarkan atas prioritas sektoral atau instansi teknis. Perencanaan, menurut Coralie Bryant & Louise G. White, pada hakekatnya adalah upaya pemerintah untuk memperbesar kapasitasnya membuat pilihan guna mempertimbangkan dan menentukan alternatif yang akan ditempuhnya di antara alternatif-alternatif yang tersedia. Namun seringkali perencanaan justru menjadi kambing hitam atas kegagalan pencapaian tujuan-tujuan pembangunan (Coralie Bryant & Louise G. White: 1987). Keberhasilan pembangunan daerah sangat tergantung dari perencanaan yang baik dengan memperhatikan semua aspek yang ada dan direncanakan secara komprehensif. Karena efektivitas pembangunan daerah tidak hanya karena didukung oleh sumber daya alam yang melimpah, tetapi juga banyak faktor lain yang mempengaruhi, diantaranya adalah perencanaan. Untuk itu dipandang perlu dilakukan kajian berkaitan dengan efektivitas pembangunan daerah di Kalimantan dengan judul: Kajian Efektivitas Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah di Kalimantan. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana perencanaan pembangunan daerah di Kalimantan dilakukan, dan siapa saja yang terlibat dalam proses perencanaan tersebut. 2. Isu atau pertimbangan apa yang dijadikan dasar dalam menyusun program perencanaan pembangunan di daerah. 3. Sejauh mana proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah di Kalimantan telah sesuai dengan kaidah normatif penyusunan perencanaan pembangunan. C. Kerangka berpikir Penyusunan perencanaan pembangunan daerah mengacu pada visi dan misi yang telah ditetapkan daerah. Kemudian dari visi dan misi daerah tersebut diturunkan dan diuraikan ke dalam target dan sasaran pembangunan daerah. sehingga harus ada benang merah dalam penyusunan perencanaan pembangunan dengan visi dan misi daerah.
  • 12. 3 | P a g e Efektivitas perencanaan pembangunan daerah bisa dilihat dari 4 aspek, yaitu proses, substansi, partisipasi publik dan dampak yang ditimbulkan setelah perencanaan tersebut diterapkan. Dari aspek proses (mikro), proses perencanaan pembangunan dilihat dari jadwal penyusunan perencanaan, instansi yang terlibat dalam penyusunan perencanaan, alat koordinasi yang digunakan, serta tahapan-tahapan yang dilalui. Dari aspek substansi (makro) dilihat apakah perencanaan pembangunan sudah mempertimbangkan faktor-faktor seperti gender sensitive, conflict sensitive, prinsip pro poor, pro lingkungan hidup, pro investment. Dari aspek partisipasi publik, dilihat sejauh mana peran masyarakat dilibatkan dalam proses perencanaan pembangunan. Dari aspek dampak, efektivitas perencanaan pembangunan bisa dilihat dari indikator-indikator ekonomi dan social. Apakah ada perubahan kondisi indikator social dan ekonomi dari sebelumnya dan apakah perubahan tersebut merupakan dampak dari hasil penerapan perencanaan pembangunan ataukah karena pengaruh dari faktor lain. Gambar 1.1. Aspek Efektivitas Perencanaan Pembangunan Pada kajian ini akan dilihat aspek proses, substansi dan partisipasi publik dalam perencanaan pembangunan daerah. Sedangkan terhadap dampak implementasi perencanaan pembangunan akan dilakukan dalam kajian yang lain. Menurut PP No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan di dalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan pelaksanaan tugas dan fungsi perencanaan pembangunan berada di bawah tanggung jawab Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Maka Bappeda memilik peran yang strategis dalam penyusunan perencanaan pembangunan di daerah. - Jadual - Instansi - Alat koordinasi - Tahapan - Gender sensitive - Conflict sensitive - Pro-poor - Pro-lingkungan - Pro-investasi Output, outcome, impact, benefit - Dis-engagement - Benign neglect Efektivitas perencanaan pembangunan Proses Subtansi Partisipasi Dampak
  • 13. 4 | P a g e Efektivitas proses penyusunan perencanaan pembangunan bisa dilihat dari sejauh mana proses penyusunan perencanaan pembangunan tersebut memenuhi kaidah normatif yang ada. Serta sejauh mana pencapaian visi, misi, target dan sasaran pembangunan bisa tercapai. D. Tujuan Kajian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah, isu-isu yang dijadikan pertimbangan serta peran masyarakat dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah di wilayah Kalimantan. Selanjutnya bisa dihasilkan rekomendasi kebijakan dalam penyusunan perencanaan pembangunan di daerah. E. Ruang Lingkup Kajian ini dilakukan dengan mengambil wilayah/lokus di daerah Kalimantan yang mencakup empat propinsi, yaitu Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat. Pengambilan sampel dalam kajian/penelitian ini menggunakan metode random, dengan sampel untuk masing-masing propinsi adalah sebagai berikut: Tabel 1.1. Lokus Kajian No Wilayah Sampel 1 Kalimantan Timur 1. Kabupaten Kutai Barat 2. Kabupaten Berau 2 Kalimantan Selatan 3. Kabupaten Kota Baru 3 Kalimantan Tengah 4. Kabupaten Kota Waringin Timur 5. Kabupaten Barito Timur 4 Kalimantan Barat 6. Kabupaten Sanggau 7. Kabupaten Bengkayang Penelitian ini lebih difokuskan pada proses penyusunan perencanaan pembangunan tahunan yaitu Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) kabupaten di Kalimantan. Sedangkan dampak dari implementasi rencana pembangunan tahunan tersebut perlu dilakukan kajian tersendiri pada masa mendatang setelah implementasi perencanaan dilakukan. F. Waktu dan Tahapan Penelitian Pelaksanaan kajian ini dilakukan selama satu tahun pada tahun 2009 dikonsentrasikan pada proses pembuatan perencanaan pembangunan di daerah, dengan tahapan sebagai berikut: a. Tahapan I : Persiapan penelitian yang meliputi penyusunan proposal penelitian yang meliputi penetapan lokus dan sampel penelitian, penyusunan
  • 14. 5 | P a g e instrumen penelitian (questionnaire), penyempurnaan desain penelitian (research design), serta persiapan administratif lainnya seperti pembentukan dan konsolidasi tim, penyusunan rencana survei lapangan, dan sebagainya. b. Tahapan II : Kegiatan pengumpulan dan penggalian data-data di lapangan melalui kuesioner, wawancara dan pengumpulan data-data sekunder dari responden maupun dari sumber lain. c. Tahapan III : Kegiatan analisis dan interpretasi terhadap data-data yang diperoleh dari lapangan. Jika masih diperlukan dan memungkinkan , data aktual yang terolah perlu dilakukan klarifikasi ulang ke lokus penelitian untuk memperoleh akurasi informasi, sehingga analisis dapat dijamin lebih akurat. d. Tahapan IV : Penyusunan laporan awal hasil penelitian yang disertai rekomendasi bagi para pengambil kebijakan berkaitan dengan permasalahan dalam perencanaan pembangunan di daerah. e. Tahapan V : Presentasi publik terhadap hasil penelitian untuk mendapatkan input dari berbagai pihak baik actor yang terlibat dalam perencanaan pembanguan daerah maupun ahli/pakar dibidang perencanaan pembangunan f. Tahapan VI : Penyusunan laporan akhir hasil penelitian tahun pertama. Tahapan-tahapan penelitian tersebut bisa digambarkan dalam diagram alir sebagai berikut: Gambar 1.2. Tahapan Penelitian Laporan akhir penelitian tersebut akan diberikan kepada pihak-pihak yang berkompeten dalam proses pengambilan keputusan dalam perencanaan pembangunan daerah, lembaga penelitian, serta daerah-daerah di Kalimantan terutama yang menjadi lokus dalam kajian ini. Selanjutnya laporan ini akan dijadikan bahan dalam melakukan penelitian pada tahun berikutnya. PERSIAPAN PENELITIAN PENGUMPULAN DATA ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA PENYUSUNAN LAPORAN AKHIR PRESENTASI PUBLIK PENYUSUNAN LAPORAN AWAL
  • 15. 6 | P a g e BAB II KERANGKA KONSEPTUAL PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH A. Pengertian Perencanaan Pembangunan Perencanaan pembangunan merupakan tahapan awal dalam proses pembangunan sebelum diimplementasikan. Pentingnya perencanaan karena untuk menyesuaikan tujuan yang ingin dicapai dalam pembangunan dengan sumber daya yang ada serta berbagai alternatif lain yang mungkin diperlukan. Kemudian apa dan bagaimana sebenarnya perencanaan pembangunan itu? Berbagai pengertian telah diberikan terhadap istilah perencanaan pembangunan. Penyusunan perencanaan pembangunan di Indonesia didasarkan pada UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Perencanaan pembangunan dalam UU tersebut diartikan sebagai suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Definisi tersebut kemudian diikuti oleh Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Kemudian berbagai definisi juga telah diberikan oleh para ilmuwan mengenai pengertian perencanaan pembangunan. Moeljarto Tjokrowinoto (1993 : 92) memberikan makna perencanaan pembangunan sebagai konsep yang menyangkut dua aspek yaitu pertama sebagai suatu proses perumusan rencana pembangunan, dan kedua sebagai substansi rencana pembangunan itu sendiri. Proses perumusan rencana pembangunan berkaitan dengan aktivitas bagaimana sebuah perencanaan pembangunan disusun, kapan dan siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam proses penyusunan perencanaan tersebut. Sedangkan substansi rencana pembangunan berbicara mengenai apa isi dari rencana pembangunan yang telah disusun, permasalahan pokok dan isu-isu strategis yang mendesak untuk diselesaikan dalam pembangunan. Ginandjar Kartasasmita (1997 : 20-21) mengemukaan bahwa perencanaan sebagai fungsi manajemen adalah proses pengambilan keputusan dari sejumlah pilihan, untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki. Dengan demikian dalam menyusun perencanaan diperlukan data-data atau informasi yang memadai seperti laporan statistik sehingga perencanaan yang telah disusun bisa menjawab berbagai kebutuhan secara realistis. Selain itu dalam melakukan perumusan perencanaan pembangunan pada umumnya harus memiliki, mengetahui dan memperhitungkan beberapa unsur pokok, yaitu: 1. Tujuan akhir yang dikehendaki, 2. Sasaran-sasaran dan prioritas untuk mewujudkannya (yang mencerminkan pemilihan dari berbagai alternatif), 3. Jangka waktu mencapai sasaran-sasaran tersebut, 4. Masalah-masalah yang dihadapi, 5. Modal atau sumber daya yang akan digunakan serta pengalokasiannya, 6. Kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk melaksanakannya, 7. Orang, organisasi, atau badan pelaksananya 8. Mekanisme pemantauan, evaluasi dan pengawasan pelaksanaannya
  • 16. 7 | P a g e Coralie Bryant & Louise G. White (1987 : 307) mengemukakan bahwa perencanaan sering berarti penetapan tujuan-tujuan dan prioritas-prioritas serta serangkaian kegiatan untuk mencapainya. Sehingga dalam proses penyusunan perencanaan sudah ditentukan arah yang akan ditempuh dan tujuan-tujuan yang akan dicapai. Namun karena permasalahan dalam pembangunan begitu banyak dan beragam maka perlu dilakukan prioritasi permasalahan yang mendesak yang harus diselesaikan terlebih dulu sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Riyadi & Deddy Supriady B. (2005 : 7) mengartikan perencanaan pembangunan diartikan sebagai suatu proses perumusan alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang akan digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian kegiatan/aktivitas kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik (material) maupun nonfisik (mental spiritual), dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik. Kemudian untuk konteks daerah dinamakan perencanaan pembangunan daerah. Maka perencanaan pembangunan daerah diartikan sebagai suatu proses perencanaan pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah dan lingkungannya dalam wilayah tertentu, dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada, dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap, tapi tetap berpegang pada azas prioritas. Dari beberapa pengertian tentang perencanaan pembangunan tersebut maka dalam kajian ini perencanaan pembangunan dilihat dari dua aspek yaitu proses dan isi atau substansi. Aspek proses berkaitan dengan bagaimana sebuah rencana pembangunan disusun, beserta pihak-pihak yang terkait dalam penyusunan rencana pembangunan tersebut. Juga bagaimana artikulasi kepentingan dipilah dan diagregasikan dalam rencana pembangunan. Untuk konteks daerah disebut perencanaan pembangunan daerah sehingga memiliki dimensi kewilayahan pada satu daerah tertentu. Sedangkan dari aspek isi atau substansi maka akan dilihat permasalahan apa saja yang diangkat dan dijadikan agenda dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah. Prioritasi permasalahan yang disusun akan mencerminkan urgensi yang dihadapi oleh daerah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya. Perencanaan pembangunan merupakan tahapan penting dan kritis dalam proses pembangunan sehingga pada proses ini harus dilakukan secara komprehensif dengan didukung oleh data-data statistik yang memadai. Karena perencanaan pembangunan akan menentukan arah pembangunan daerah ke depan maka perlu dirumuskan tujuan dan sasaran yang akan dicapai dalam kurun waktu ke depan. Dalam PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, telah disebutkan kewenangan yang menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota dalam urusan perencanaan pembangunan, sebagaimana telah diuraikan pada Bab II. Untuk mendukung proses perencanaan pembangunan yang baik, telah diterbitkan UU Nomor 25 Tahun 2004 dan PP Nomor 8 Tahun 2008. Ini menjadi acuan dalam penyusunan perencanaan pembangunan di daerah. Dewasa ini muncul sebuah konsep good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan. Konsep ini kemudian menjadi sebuah trend baik di media maupun di kalangan akademis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan. Walaupun
  • 17. 8 | P a g e substansi konsep good governance bukanlah hal yang baru dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, karena muatan ini sebelumnya telah dikenal dengan istilah Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan. Konsep tersebut diyakini bisa mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang akuntabel dalam rangka mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat. United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (Unescap) merumuskan delapan karakterisitik dalam penerapan tata pemerintahan yang baik yaitu adanya partisipasi publik, penghormatan aturan hukum, transparansi, responsif, berorientasi konsensus, kesamaan/keadilan dan keterbukaan, efisiensi dan efektifitas, serta akuntabilitas (UNESCAP, 2008). Untuk mewujudkan proses penyelenggaraan pemerintahan yang baik tersebut perlu didukung oleh 3 (tiga) pilar/komponen yaitu pemerintah, masyarakat dan pihak swasta. Dalam kaitannya dengan proses perencanaan pembangunan di daerah maka keterlibatan masyarakat dan pihak swasta merupakan bentuk partisipasi masyarakat dan swasta dalam pembangunan daerah. Perlunya keterlibatan masyarakat dan swasta dalam proses ini karena mereka merupakan pihak yang akan terkena dampak dari pembangunan. Selain perencanaan pembangunan yang dibiayai oleh APBD melalui mekanisme Musrenbang, masih terdapat perencanaan pembangunan yang dibiayai oleh non APBD, seperti perusahaan swasta atau BUMN melalui program CSR (Corporate Social Responsibility). Di Kabupaten Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur, mekanisme perencanaan pembangunan yang dibiayai perusahaan diwadahi dalam Forum MSH-CSR (Multi Stakeholder Corporate Social Responsibility). Mekanisme perencanaan yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan partisipatif dari masyarakat tingkat bawah (desa/kelurahan) ini dilakukan dengan mensinergikan perencanaan pembangunan daerah yang dibiayai oleh APBD sehingga tidak terjadi overlapping atau pembiayaan ganda terhadap suatu proyek pembangunan di daerah (Rusmadi, 2006a). Sinergisitas perencanaan pembangunan daerah yang dibiayai dari berbagai sumber menjadi mutlak dilakukan sehingga tujuan dan sasaran pembangunan yang ingin dicapai bisa terwujud, baik antar sektor maupun antar waktu. Sinergisitas pembangunan antar sektor merupakan kesesuaian program pembangunan antar sektor sehingga tidak ada tumpang tindih dalam program pembangunan, tetapi justru saling mendukung. Sedangkan sinergisitas pembangunan antar waktu merupakan keberlangsungan program pembangunan (sustainable development) dari waktu ke waktu yang berkelanjutan hingga tujuan dan sasaran pembangunan tersebut tercapai. Menurut Bintoro Tjokroamidjojo (1995 : 189-190), perencanaan pembangunan yang berkelanjutan memiliki unsur-unsur sebagai berikut: 1. Sifat rencana itu sendiri sebagai dasar pelaksanaannya sudah mengandung ciri-ciri yang berorientasi kepada pelaksanaannya, dalam arti memungkinkan untuk pelaksanaannya. Sehingga dalam proses penyusunan perencanaan sudah memperhatikan kapasitas administratif pelaksanaannya. 2. Proses perencanaan tetap mengandung unsur kontinuitas dan fleksibilitas, perlu terus menerus dilakukan reformulasi rencana dan reimplementasi dalam pelaksanaannya. 3. Mengusahakan perencanaan dapat seoperasional mungkin, diusahakan adanya perencanaan operasional tahunan.
  • 18. 9 | P a g e 4. Adanya sistem pengendalian pelaksanaan pembangunan yang mengusahakan keserasian antara pelaksanaan dan perencanaan. Maka diperlukan koordinasi pelaksanaan antar lembaga. 5. Adanya sistem pelaporan dan evaluasi dalam proses perencanaan atau disebut sistem feedback yang diperlukan untuk penyesuaian kembali antara rencana dan pelaksanaannya. Ini bisa memberikan informasi bagi pengambilan keputusan perencanaan kembali atau koreksi dalam pelaksanaan perencanaan. Untuk menunjang perencanaan pembangunan yang berkelanjutan di daerah maka keberadaan RPJPD menjadi sangat penting sebagai acuan atau grand design pembangunan daerah untuk jangka panjang (20 tahun). Pada saat ini pemilihan kepala daerah disertai dengan penyampaian konsep visi dan misi calon kepala daerah dimana konsep tersebut nantinya akan menjadi acuan dalam pembangunan daerah dalam jangka menengah 5 tahun. Visi dan misi kepala daerah terpilih tersebut dituangkan ke dalam RPJMD sehingga bisa dikatakan bahwa RPJMD merupakan visi dan misi kepala daerah terpilih. Disinilah maka dikatakan bahwa perencanaan pembangunan daerah juga menggunakan pendekatan politik karena menjadikan visi dan misi kepala daerah terpilih sebagai salah satu acuan. Keberadaan RPJPD menjadi jembatan untuk menjaga sinergisitas perencanaan pembangunan di daerah apabila terjadi pergantian kepala daerah setiap 5 tahun. Hal ini penting agar tidak terjadi perombakan orientasi pembangunan secara frontal, mengingat setiap calon kepala daerah membawa visi dan misi masing-masing yang bisa berbeda- beda. Ditambah dengan berbagai kepentingan partai politik pendukung calon kepala daerah yang menyertainya maka perencanaan pembangunan daerah akan sangat rentan terhadap intervensi kepentingan partai. B. Kewenangan Kabupaten/Kota Dalam Perencanaan Pembangunan Seiring dengan berjalannya pelaksanaan desentralisasi di Indonesia maka berbagai urusan pemerintahan juga diserahkan kepada daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota telah merinci masing- masing kewenangan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota yang meliputi 31 bidang urusan, diantaranya adalah urusan perencanaan pembangunan. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) memiliki peran dan posisi yang strategis dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah dalam melakukan koordinasi dan sinkronisasi penyusunan rencana pembangunan antar SKPD. Selain perencanaan pembangunan di daerah ada juga Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang mana kedua rencana tersebut harus bisa sinkron. Problem perencanaan pembangunan yang dihadapi daerah saat ini yaitu belum adanya sinkronisasi antara perencanaan pembangunan dengan RTRW di satu sisi, serta sinkronisasi antara planning dengan budgeting1 . Sebuah rencana pembangunan daerah tidak mungkin bisa diimplementasikan tanpa adanya penganggaran. Sinkronisasi kedua hal tersebut akan 1 Dr. Hetifah dalam Diskusi Perencanaan Pembangunan Daerah di PKP2A III LAN Samarinda tanggal 24 Januari 2009
  • 19. 10 | P a g e ikut menentukan keberhasilan implementasi suatu perencanaan. Disinilah maka peran Bappeda menjadi sangat penting untuk mengeliminir beberapa problema tersebut. Dalam hubungan secara vertikal dengan desa/kelurahan dan kecamatan dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan maka Bappeda berfungsi sebagai pembina yang terlibat dalam pelaksanaan Musrenbang. Kemudian secara horisontal dengan Dinas dan LTD maka bappeda berfungsi melakukan koordinasi, integrasi dan sinergisitas usulan program-program pembangunan. Selain itu secara diagonal Bappeda juga berperan dalam melibatkan pihak ketiga seperti perguruan tinggi, dunia usaha, kelompok profesional serta kelompok kepentingan dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan sebagai bentuk partisipasi publik sebatas kewenangan yang dimilikinya. Posisi Bappeda bisa digambarkan seperti pada model sebagai berikut: Gambar 2.1. Posisi Strategis Bappeda Dalam Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah Kewenangan yang dimiliki oleh kabupaten/kota dalam bidang urusan perencanaan pembangunan berdasarkan PP No. 38 Tahun 2007 tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 2.1. Urusan Kabupaten/Kota dalam Bidang Perencanaan Pembangunan SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Daerah 1. Perumusan Kebijakan 1.a. Penetapan petunjuk pelaksanaan perencanaan dan pengendalian pembangunan daerah pada skala kabupaten/kota. b.Pelaksanaan perencanaan pembangunan BAPPEDA Dinas Dinas LSM Kecam atan PT/ Klp Prof Kel/ Desa Sinergi & integrasi Sinergi & integrasi Musrenbang RKPD
  • 20. 11 | P a g e SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA daerah kabupaten/kota. c. Penetapan pedoman dan standar perencanaan pembangunan daerah kecamatan/desa. 2. Pelaksanaan SPM kabupaten/kota. 3. Pelaksanaan kerjasama pembangunan antar daerah kabupaten/kota dan antara daerah kabupaten/kota dengan swasta, dalam dan luar negeri. 4. Pelaksanaan pengelolaan data dan informasi pembangunan daerah skala kabupaten/kota. 5.a. Penetapan petunjuk pelaksanaan pengelolaan kawasan dan lingkungan perkotaan skala kabupaten/ kota. b. Pelaksanaan petunjuk pelaksanaan pengelolaan kawasan dan lingkungan perkotaan skala kabupaten/ kota. 6.a. Penetapan keserasian pengambangan perkotaan dan perdesaan skala kabupaten/ kota. b. Pelaksanaan petunjuk pelaksanaan keserasian pengembangan perkotaan dan kawasan perdesaan skala kabupaten/kota. 7. Penetapan petunjuk pelaksanaan manajemen dan kelembagaan pengembangan wilayah dan kawasan skala kabupaten/kota. 8.a. Pelaksanaan pedoman dan standar pelayanan perkotaan skala kabupaten/kota. b. Pelaksanaan petunjuk pelaksanaan pelayanan perkotaan skala kabupaten/ kota. 9.a. Penetapan petunjuk pelaksanaan pengembangan pembangunan perwilayahan skala kabupaten/kota. b. Pelaksanaan pedoman dan standar pengembangan pembangunan perwilayahan skala kabupaten/kota. 10. Pengembangan wilayah tertinggal, perbatasan, pesisir dan pulau-pulau kecil skala kabupaten/kota. 11. Pengembangan kawasan prioritas, cepat tumbuh dan andalan skala kabupaten/ kota. 2. Bimbingan, Konsultasi dan Koordinasi 1. Koordinasi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian pembangunan daerah skala kabupaten/kota. 2. Pelaksanaan konsultasi perencanaan dan pengendalian pembangunan daerah skala kabupaten/kota. 3.a. Kerjasama pembangunan antar daerah dan antara daerah dengan swasta, dalam dan luar negeri skala kabupaten/kota. b. Bimbingan, supervisi dan konsultasi kerjasama pembangunan antar kecamatan/desa dan antara kecamatan/desa
  • 21. 12 | P a g e SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA dengan swasta, dalam dan luar negeri skala kabupaten/kota. 4.a. Konsultasi pengelolaan kawasan dan lingkungan perkotaan skala kabupaten/ kota. b. Bimbingan, supervisi dan konsultasi pengelolaan kawasan dan lingkungan perkotaan di daerah kecamatan/desa. 5.a. Konsultasi pelayanan perkotaan skala kabupaten/ kota. b. Bimbingan, supervisi dan konsultasi pelayanan perkotaan di kecamatan/ desa. 6.a. Konsultasi keserasian pengembangan perkotaan dan perdesaan skala kabupaten/ kota. b. Bimbingan, supervisi dan konsultasi keserasian pengembangan perkotaan dan perdesaan di kecamatan/ desa. 7. Pengembangan wilayah tertinggal, pesisir dan pulau-pulau kecil skala kabupaten/ kota. 8.a. Konsultasi pengembangan kawasan prioritas, cepat tumbuh dan andalan skala kabupaten/kota. b. Perencanaan kelembagaan dan manajemen pengembangan wilayah dan kawasan di kecamatan/desa. 9.a. Konsultasi terhadap kelembagaan dan manajemen pengembangan wilayah dan kawasan skala kabupaten/ kota. b. Perencanaan kelembagaan dan manajemen pengembangan wilayah dan kawasan di kecamatan/desa. 3. Monitoring dan Evaluasi (Monev) 1.a. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pembangunan daerah skala kabupaten/kota. b. Penetapan petunjuk teknis pembangunan skala kecamatan/desa. c. Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pembangunan daerah kecamatan/desa. 2. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kerjasama pembangunan antar kecamatan/desa dan antara kecamatan/desa dengan swasta, dalam dan luar negeri skala kabupaten/ kota. 3. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan kawasan dan lingkungan perkotaan skala kabupaten/ kota. 4. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengembangan wilayah tertinggal, pesisir dan pulau-pulau kecil skala kabupaten/kota. 5. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengembangan kawasan prioritas, cepat tumbuh dan andalan skala
  • 22. 13 | P a g e SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA kabupaten/ kota 6. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi pelaksanaan keserasian pengembangan perkotaan dan kawasan perdesaan skala kabupaten/ kota. 7. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi pelaksanaan terhadap kelembagaan dan manajemen pengembangan wilayah dan kawasan skala kabupaten/kota. Sumber: Lampiran PP Nomor 38 tahun 2007 C. Pendekatan Perencanaan Pembangunan Perencanaan pembangunan berdasarkan jangka waktunya dan mengacu pada UU Nomor 25 Tahun 2004 dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Pembangunan Tahunan. RPJP merupakan rencana pembangunan untuk jangka waktu 20 tahun dan RPJM untuk jangka waktu 5 tahun. Menurut UU Nomor 25 Tahun 2004 Pasal 15 RPJP Daerah memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah yang mengacu pada RPJP Nasional. Kemudian RPJM Daerah merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah terpilih yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Sedangkan RKPD2 yang merupakan perencanaan tahunan daerah adalah penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu pada RKP, memuat rancangan kerangka ekonomi Daerah, prioritas pembangunan Daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Perencanaan pembangunan daerah di Indonesia merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. Artinya bahwa pembangunan yang dilaksanakan di daerah tidak terlepas dari konsep rencana pembangunan nasional, karenanya dalam menyusun program pembangunan daerah tetap mengacu kepada rencana pembangunan nasional, baik rencana pembangunan jangka panjang maupun menengah. Pendekatan yang digunakan dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah sesuai dengan PP No. 8 Tahun 2008 menggunakan kombinasi pendekatan politik, teknokratik, partisipatif, atas-bawah (top down) dan bawah-atas (bottom up). Pendekatan politik berkaitan dengan mekanisme pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat. Sebelum dipilih oleh rakyat, calon kepala daerah merumuskan visi dan misinya sebagai janji yang akan dilaksanakan apabila terpilih menjadi kepala 2 Akronim RKPD diartikan berbeda antara UU No. 25 Tahun 2004 dengan PP No. 8 tahun 2008. Pada UU No. 25 Tahun 2004 RKPD diartikan sebagai Rencana Kerja Pemerintah Daerah, sedangkan pada PP No. 8 Tahun 2008 RKPD diartikan sebagai Rencana Kerja Pembangunan Daerah.
  • 23. 14 | P a g e daerah. Visi dan misi tersebut kemudian dijabarkan menjadi RPJM Daerah untuk jangka waktu 5 (lima) tahun selama kepala daerah terpilih memimpin daerah. Namun dalam penyusunan RPJM Daerah tersebut harus tetap mengacu kepada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJP Nasional. Pendekatan teknokratik berkaitan dengan profesionalisme dan keahlian dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah. Bahwa penyusunan rencana pembangunan daerah perlu mempertimbangkan berbagai aspek dan keahlian sehingga hasil yang diperoleh bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi daerah secara komprehensif. Pendekatan partisipatif merupakan upaya melibatkan masyarakat dan para pemangku kepentingan (stake holder) dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah. Pergeseran pemahaman bahwa masyarakat bukan sekedar obyek tetapi juga merupakan pelaku pembangunan mendorong pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan mulai dari tingkat bawah (desa/kelurahan). Partisipasi masyarakat juga merupakan wujud transparansi pemerintah dalam melaksanakan pembangunan daerah sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik atau yang belakangan ini juga disebut dengan istilah tata pemerintahan yang baik (good governance). Berkaitan dengan partisipasi masyarakat tersebut, Moeljarto Tjokrowinoto (1993 : 48- 49) mengungkapkan beberapa alasan penting sebagai alasan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, yaitu: 1. Rakyat adalah fokus sentral dan tujuan akhir pembangunan sehingga partisipasi merupakan akibat logis dari dalil tersebut; 2. Partisipasi menimbulkan rasa harga diri dan kemampuan pribadi untuk dapat turut serta dalam keputusan penting yang menyangkut masyarakat; 3. Partisipasi menciptakan suatu lingkaran umpan balik arus informasi tentang sikap, aspirasi, kebutuhan dan kondisi daerah yang tanpa keberadaannya akan tidak terungkap; 4. Pembangunan dilaksanakan lebih baik dengan dimulai dari dimana rakyat berada dan dari apa yang mereka miliki; 5. Partisipasi memperluas kawasan penerimaan proyek pembangunan; 6. Partisipasi akan memperluas jangkauan pelayanan pemerintah kepada seluruh masyarakat; 7. Partisipasi menopang pembangunan; 8. Partisipasi menyediakan lingkungan yang kondusif bagi aktualisasi potensi manusia maupun pertumbuhan manusia; 9. Partisipasi merupakan cara yang efektif membangun kemampuan masyarakat untuk pengelolaan program pembangunan guna memenuhi kebutuhan khas daerah; 10. Partisipasi dipandang sebagai pencerminan hak-hak demokratis individu untuk dilibatkan dalam pembangunan mereka sendiri. Pendekatan atas-bawah (top-down) dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah melibatkan Bappeda dan SKPD. Bappeda sebagai unit yang bertanggung jawab dalam mengkoordinasikan kegiatan ini merumuskan rancangan awal dengan masukan dari rancangan rencana strategis SKPD. Rancangan awal tersebut nantinya akan dibahas dalam kegiatan Musrenbang.
  • 24. 15 | P a g e Pendekatan bawah atas (bottom-up) dilakukan mulai dari pengusulan program atau proyek dari tingkat bawah (desa/kelurahan) oleh masyarakat. Penyelenggaraan Musrenbang dari tingkat desa/kelurahan yang dimaksudkan sebagai wahana menyerap aspirasi masyarakat dalam pembangunan yang kemudian hasilnya akan dibawa ke Musrenbang tingkat kecamatan dan selanjutnya Musrenbang tingkat kabupaten/kota. Program dan proyek yang diusulkan oleh masyarakat akan dinilai dari urgensi dan kemampuan pemerintah di tingkat bawah dalam melaksanakan usulan tersebut. Sejauh mana urgensi dan kemampuan pemerintah berkaitan dengan berbagai usulan yang masuk akan menentukan pelaksanaan program dan proyek nantinya. Apabila suatu usulan dianggap sangat urgen tetapi tidak mampu dilaksanakan oleh pemerintah di tingkat bawah maka akan diusulkan untuk dibawa ke Musrenbang di atasnya, yaitu di tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan nasional. Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam penyusunan perencanaan pembangunan daerah menurut PP No. 8 Tahun 2008 adalah bahwa perencanaan pembangunan daerah 1. Merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional, 2. Dilakukan pemerintah daerah bersama dengan para pemangku kepentingan berdasarkan peran dan kewenangan masing-masing, 3. Mengintegrasikan rencana tata ruang dengan rencana pembangunan daerah, serta 4. Dilaksanakan berdasarkan kondisi dan potensi yang dimiliki masing-masing daerah, sesuai dinamika perkembangan daerah dan nasional. Kemudian Riyadi & Deddy Supriyadi B. (2005 : 337-339) mengemukakan bahwa perencanaan pembangunan daerah harus memiliki prinsip-prinsip ke-Indonesian-an dengan tetap memperhatikan perkembangan global. Prinsip-prinsip perencanaan pembangunan daerah yang dimaksud adalah: 1. Memiliki landasan filosofis yang kuat dan mengakar dalam kultur/budaya masyarakat sebagai cultural advantage yang ada di daerah. pembangunan daerah melibatkan masyarakat di daerah dan muaranya adalah untuk kesejahteraan masyarakat di daerah yang bersangkutan. Maka dari itu perencanaan pembangunan sudah seharusnya menyentuh kebutuhan dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. 2. Bersifat komprehensif, holistik atau menyeluruh. Permasalahan pembangunan tidak bisa diselesaikan secara parsial karena satu masalah seringkali berkaitan dengan yang lain, sehingga dalam melihat persoalan pembangunan daerah harus melihat secara utuh tidak sepotong-sepotong. Untuk itulah maka perencanaan pembangunan daerah harus melihat kondisi daerah secara keseluruhan. 3. Mengakomodasikan keadaan struktur struktur ruang (spatial) dari wilayah perencanaan. Disparitas antar wilayah seperti desa-kota harus menjadi perhatian bagi perencana pembangunan yang akhirnya adalah memberikan pemerataan sehingga hasil-hasil pembangunan tidak hanya dinikmati oleh sebagian masyarakat dari kawasan tertentu saja. 4. Bersifat menyokong/memperkuat perencanaan pembangunan nasional, karena perencanaan pembangunan daerah merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. 5. Memiliki arah kebijakan yang jelas kemana daerah tersebut akan dibawa, apa yang akan dilakukan dan bagaimana pentahapannya. Sehingga hasil pembangunan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan daerah dan perencanaan yang telah ditetapkan.
  • 25. 16 | P a g e Pembangunan daerah tidak bisa dilepaskan dari pembangunan ekonomi di daerah. Dalam pembangunan perekonomian daerah ada dua perspektif yaitu perspektif responsif dan perspektif perencanaan yang bermuara pada tipologi 4 (empat) orientasi perencanaan yang berbeda yaitu recruitment planning, impact planning, perencanaan strategik dan perencanaan kontingensi (Mudrajad Kuncoro, 2004 : 47). Tabel 2.2. Alternatif Pendekatan Perencanaan Perspektif Responsif Perspektif Perencanaan Pra-Aktif Reaktif Proaktif Interaktif Praktik model perencanaan Recruitment planning Impact planning Perencanaan strategik Perencanaan kontingensi Kebijakan industri Industrialisasi Deindustrialisasi Perusahaan pribumi baru Membangun berbasis perusahaan yang sudah ada Jenis perusahaan Bantuan penyesuaian korporat Disponsori oleh pemerintah Teknologi tinggi/teknologi baru Berbasis masyarakat Model intervensi pembangunan Industri didorong Program yang dibiayai oleh belanja pemerintah Pembangunan berdasarkan inisiasi publik Pembangunan berdasarkan inisiatif masyarakat Sumber: Bergman (1981) dalam Blakely (1989), dikutip dari Mudrajat Kuncoro (2004 : 47) Dari perspektif responsif, recruitment planning yang disebut juga dengan pendekatan pra-aktif terhadap kondisi eksternal dimana masyarakat memulai aktivitas pembangunan atau menjaga basis ekonomi sebagai respon terhadap kondisi persaingan. Pendekatan ini dicirikan dengan menarik dan mendorong ekspansi bisnis, industrialisasi untuk mengembangkan industri dan bisnis, serta peningkatan iklim bisnis. Impact planning (perencanaan dampak) disebut juga dengan perencanaan reaktif, dimana menitikberatkan upaya pengurangan dampak buruk dari kerugian bisnis/industri terhadap perekonomian daerah. Kemudian dari perspektif perencanaan, perencanaan strategik pada dasarnya merupakan perencanaan proaktif dan membentuk sistem masyarakat yang responsif dalam jangka panjang untuk menghadapi kondisi kebutuhan daerah ke depan. Dan terakhir adalah pendekatan kontingensi yang merupakan perencanaan interaktif sebagai solusi atas ketidakefektifan perencanaan dampak di daerah yang mengalami kontraksi ekonomi. Pendekatan ini berbasis masyarakat dan atas inisiatif masyarakat daerah. D. Mekanisme Perencanaan Pembangunan Daerah Penyusunan perencanaan pembangunan daerah dilakukan melalui beberapa tahapan yang harus dilalui oleh para perencana. Secara garis besar, tahapan pernyusunan
  • 26. 17 | P a g e perencanaan pembangunan daerah menurut PP No. 8 Tahun 2008, dilakukan melalui 4 (empat) tahapan, yaitu: 1. Penyusunan rancangan awal 2. Pelaksanaan Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) 3. Perumusan rancangan akhir 4. Penetapan rencana. Keempat tahapan tersebut bisa diuraikan dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Penyusunan Rancangan Awal Pada proses penyusunan rancangan awal rencana pembangunan dilakukan oleh Bappeda. Rancangan awal RPJP Daerah memuat visi, misi dan arah pembangunan daerah dan mengacu pada RPJP provinsi (untuk kabupaten/kota) serta RPJP Nasional. Selain itu dalam penyusunan RPJP Daerah yang dilakukan oleh Bappeda meminta masukan dari SKPD dan pemangku kepentingan. Penyusunan rancangan awal rencana pembangunan untuk RPJM Daerah yang dilakukan oleh Bappeda memuat visi, misi dan program kepala daerah terpilih dengan tetap berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional, kondisi lingkungan strategis, serta hasil evaluasi terhadap pelaksanaan RPJM Daerah sebelumnya. Pola seperti ini diharapkan bisa dijalin kesinambungan antara program pembangunan yang telah dilaksanakan oleh kepala daerah sebelumnya. Untuk penyusunan RPKD maka rancangan awal disusun dengan cara menjabarkan dari RPJM Daerah dengan mengkoordinasikannya dengan rancangan Rencana Kerja SKPD. Rancangan awal RKPD memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, program prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya serta perkiraan maju dengan mempertimbangkan kerangka pendanaan dan pagu indikatif. Pagu indikatif merupakan jumlah dana yang tersedia untuk penyusunan program dan kegiatan tahunan.3 Rancangan tersebut nantinya akan menjadi bahan dalam menyelenggarakan Musrenbang RKPD. 2. Musrenbang Tahapan berikutnya adalah pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) yang merupakan media partisipasi publik yang digunakan untuk menjaring dan menampung aspirasi masyarakat dalam proses penyusunan perencanaan pembangunan. Kegiatan Musrenbang diawali dari tingkat bawah yaitu desa/kelurahan. Berbagai usulan yang muncul pada Musrenbang tersebut disusun skala prioritas berdasarkan urgensi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Kegiatan yang bisa dijalankan oleh desa/kelurahan secara mandiri akan dilaksanakan oleh desa/kelurahan. Sedangkan usulan kegiatan yang tidak bisa dilakukan oleh desa/kelurahan maka dibawa ke Musrenbang tingkat kecamatan. Rianingsih Djohani (2008 : 5) dan Saeful Muluk (2008 : 5) menyebutkan tujuan dilakukannya kegiatan Musrenbang desa/kelurahan adalah: a. Menyepakati prioritas kebutuhan/masalah dan kegiatan desa/kelurahan yang akan menjadi bahan penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Desa/Kelurahan dengan pemilahan sebagai berikut: 3 Pengertian pagu indikatif ini tertuang dalam Penjelasan PP No. 8 Tahun 2008 pasal 40 ayat (5) huruf e
  • 27. 18 | P a g e - Prioritas kegiatan yang akan dilaksanakan oleh desa/kelurahan sendiri dan dibiayai melalui dana swadaya masyarakat - Khusus untuk desa ada prioritas kegiatan yang akan dilaksanakan sendiri dibiayai dana dari ADD (Alokasi Dana Desa) - Prioritas masalah daerah yang ada di desa/kelurahan yang akan diusulkan melalui Musrenbang kecamatan untuk menjadi kegiatan pemerintah daerah dan dibiayai melalui ABPD kabupaten/kota atau provinsi b. Menyepakati Tim Delegasi desa/kelurahan yang akan memaparkan persoalan daerah yang ada di desa/kelurahan pada Musrenbang kecamatan untuk penyusunan program pemerintah daerah/SKPD tahun berikutnya. Kemudian hasil keluaran yang diharapkan dari kegiatan Musrenbang desa/kelurahan tersebut adalah: a. Daftar prioritas kegiatan untuk menyusun Rencana Kerja Pembangunan Desa/Kelurahan untuk tahun anggaran yang direncanakan b. Daftar prioritas masalah daerah yang ada di desa/kelurahan untuk disampaikan di Musrenbang kecamatan c. Daftar nama tim delegasi desa/kelurahan yang akan mengikuti Musrenbang kecamatan d. Berita Acara Musrenbang desa/kelurahan Musrenbang kecamatan dilakukan setelah pelaksanaan Musrenbang desa/kelurahan selesai. Musrenbang kecamatan dilakukan untuk mengkoordinasikan rencana kegiatan desa/kelurahan dalam lingkup wilayah kecamatan yang bersangkutan dan dalam forum tersebut dilakukan pemilahan terhadap usulan-usulan program/kegiatan yang tidak bisa dilaksanakan oleh desa/kelurahan. Widya P. Setyanto (2008 : 7) menyebutkan tujuan Musrenbang kecamatan adalah: a. Menyepakati prioritas program/kegiatan pembangunan di wilayah kecamatan yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Kecamatan b. Menyepakati Tim Delegasi kecamatan yang akan mewakili wilayah kecamatan dalam Forum SKPD Pada Musrenbang kecamatan ini hasil keluaran yang diharapkan adalah: a. Rencana pembangunan kecamatan (RPK) berdasarkan masalah untuk tahun anggaran berjalan b. Tim Delegasi kecamatan yang dilibatkan dalam Forum Musrenbang yang lebih tinggi c. Berita Acara Musrenbang Kecamatan Setelah melalui Musrenbang Kecamatan, dilanjutkan dengan musyawarah Forum SKPD. Forum ini dimaksudkan sebagai forum koordinasi dalam rangka mensinkronkan Rencana Kerja (Renja) SKPD dengan hasil Musrenbang kecamatan. Nandang Suherman (2008 : 7) menyebutkan tujuan dilakukannya Forum SKPD adalah: a. Mensinergikan prioritas program dan kegiatan pembangunan hasil Musrenbang kecamatan dan rancangan Renja SKPD b. Menetapkan prioritas program dan kegiatan pembangunan dalam Renja SKPD c. Menyusun prioritas Renja SKPD dan alokasi anggaran indikatif SKPD dengan mengacu pada dokumen Rancangan Awal RKPD
  • 28. 19 | P a g e Sedangkan hasil keluaran yang diharapkan dari musyawarah Forum SKPD ini adalah: a. Rancangan Renja SKPD yang memuat kerangka regulasi dan kerangka anggaran SKPD b. Daftar prioritas program dan kegiatan yang sedang berjalan, kegiatan alternatif atau baru, indikator kinerja, dan kelompok sasaran, serta menunjukkan prakiraan maju sumber pendanaan c. Daftar nama delegasi dari Forum SKPD yang berasal dari organisasi kelompok masyarakat skala kabupaten/kota untuk mengikuti Musrenbang kabupaten/kota d. Berita Acara Forum SKPD Hasil-hasil musyawarah dalam Forum SKPD tersebut akan dibawa ke dalam Forum Musrenbang kabupaten/kota dimana Musrenbang ini dilaksanakan untuk keterpaduan rancangan Renja antar SKPD dan antar Rencana Pembangunan Kecamatan. Nandang Suherman & Saeful Muluk (2008 : 5-6) menyebutkan bahwa Musrenbang kabupaten/kota memiliki tujuan: a. Menyempurnakan rancangan awal RKPD yang memuat: - Prioritas pembangunan daerah - Alokasi anggaran indikatif berdasarkan program dan fungsi SKPD - Rancangan alokasi dana desa - Usulan kegiatan yang pendanaannya berasal dari APBD provinsi, APBN, dan sumber pendanaan lainnya b. Menyusun rincian rancangan awal kerangka anggaran yang merupakan rencana kegiatan pengadaan barang dan jasa yang perlu dibiayai oleh APBD untuk mencapai tujuan pembangunan c. Menyusun rincian rancangan awal kerangka regulasi yang merupakan rencana kegiatan melalui pengaturan yang mendorong partisipasi masyarakat ataupun lembaga terkait lainnya untuk mencapai tujuan pembangunan. Hasil keluaran yang diharapkan dari Musrenbang kabupaten/kota ini adalah a. Kesepakatan tentang rumusan yang menjadi masukan utama untuk pemutakhiran rancangan RKPD menjadi RKPD dan rancangan Renja SKPD yang meliputi: - Daftar prioritas program dan kegiatan pembangunan dan alokasi anggaran indikatif yang berdasarkan program dan SKPD; - Daftar prioritas program dan kegiatan pembangunan yang sudah dipilih berdasarkan sumber pembiayaan dari APBD provinsi, APBN, dan sumber pendanaan lainnya; - Daftar usulan kebijakan atau regulasi yang diperlukan pada tingkat pemerintah kabupaten, provinsi dan pusat b. Tim Delegasi yang akan mengikuti pengawalan hasil Musrenbang di DPRD pada proses penganggaran; c. Berita Acara Musrenbang kabupaten/kota Pelaksanaan Musrenbang dalam proses penyusunan rencana pembangunan daerah untuk skala kabupaten/kota yang akan menghasilkan RKPD kabupaten/kota hanya dilaksanakan hingga pada Musrenbang Kabupaten/kota. Untuk penyusunan rencana pembangunan provinsi maka akan dilanjutkan dengan Musrenbang provinsi.
  • 29. 20 | P a g e 3. Perumusan Rancangan Akhir Setelah proses pelaksanaan Musrenbang kabupaten/kota selesai maka akan dilanjutkan dengan perumusan rancangan akhir yang dilakukan oleh Bappeda berdasarkan hasil Musrenbang RKPD. Rancangan akhir RKPD tersebut dilengkapi dengan pendanaan yang menunjukkan prakiraan maju. 4. Penetapan Rencana Penetapan rencana merupakan proses akhir dalam penyusunan rencana pembangunan. RKPD kabupaten/kota merupakan rencana pembangunan dalam skala kabupaten/kota yang memiliki jangka waktu tahunan, menurut PP No.8 Tahun 2008 pasal 23 ayat (1), ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota. Peraturan Bupati/Walikota tentang RKPD Kabupaten/Kota tersebut kemudian disampaikan kepada Gubernur dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri. RKPD yang telah ditetapkan tersebut nantinya dipergunakan sebagai dasar dalam penyusunan Rancangan APBD. Rancangan pembangunan daerah memiliki standart sistematika yang telah ditetapkan menurut PP No. 8 Tahun 2008. Sistematika untuk RPJM Daerah paling sedikit mencakup: a. Pendahuluan b. Gambaran umum kondisi daerah c. Gambaran pengelolaan keuangan daerah serta kerangka pendanaan d. Analisis isu-isu strategis e. Visi, misi, tujuan dan sasaran f. Strategi dan arah kebijakan g. Kebijakan umum dan program pembangunan daerah h. Indikasi rencana program prioritas yang disertai kebutuhan pendanaan i. Penetapan indikator kinerja daerah j. Pedoman transisi dan kaidah pelaksanaan Sedangkan sistematika untuk RKPD paling sedikit mencakup: a. Pendahuluan b. Evaluasi pelaksanaan RKPD tahun lalu c. Rancangan kerangka ekonomi daerah beserta kerangka pendanaan d. Prioritas dan sasaran pembangunan daerah e. Rencana program dan kegiatan prioritas daerah Dari uraian penjelasan tentang mekanisme proses penyusunan perencanaan pembangunan tersebut bisa digambarkan bahwa proses penyusunan perencanaan pembangunan daerah sejak awal yaitu penyusunan rancangan awal RKPD, kemudian pelaksanaan Musrenbang, perumusan rancangan akhir hingga penetapan RKPD berlangsung secara variatif antara top-down dan bottom-up dengan mengikuti pola ‘S shape’ berikut:
  • 30. 21 | P a g e Gambar 2.2. Pola ‘S shape’ dalam Penyusunan Perencanaan Pembangunan E. Efektivitas Perencanaan Pembangunan Pergeseran orientasi kebijakan pembangunan yang diterapkan dari satu pemerintahan ke pemerintahan berikutnya membawa implikasi terhadap hasil pembangunan yang dicapai. Namun sudah menjadi keharusan bahwa muara pembangunan adalah untuk kesejahteraan rakyatnya. Pada masa Pemerintahan Presiden Soeharto, konsep pembangunan nasional dirumuskan dengan menitikberatkan keseimbangan antara tiga sasaran pembangunan yaitu pertumbuhan, pemerataan dan stabilitas nasional. Strategi tersebut sering disebut dengan istilah Trilogi Pembangunan. Walaupun ketiga aspek tersebut mendapat perhatian tetapi pertumbuhan ditempatkan pada prioritas pertama dalam pembangunan nasional, yang ditunjang dengan stabilitas keamanan sehingga pada saat itu dikenal konsep trickle down effect (dampak menetes kebawah) yang dianalogikan dengan sebuah gelas yang diisi air ketika gelas tersebut penuh maka air tersebut akan menetes atau meluap kebawah dan terjadi pemerataan. Diasumsikan bahwa apabila pertumbuhan ekonomi meningkat maka akan berdampak positif bagi masyarakat kecil. Namun pada kenyataannya tidaklah demikian karena yang terjadi justru trickle up effect, yaitu bahwa justru masyarakat kecil yang terhisap dan lebih menguntungkan kelompok usaha besar. Prioritas pada pertumbuhan dan kurang memperhatikan pemerataan menimbulkan kesenjangan yang besar diantara masyarakat. Pada masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah dirumuskan new deal dalam pembangunan ekonomi yang tertuang dalam strategi tiga jalur atau yang disebut dengan triple track strategy yaitu pro growth, pro job dan pro poor. Track pertama adalah pro terhadap pertumbuhan ekonomi yang dilakukan dengan meningkatan pertumbuhan dengan mengutamakan ekspor dan investasi. Track kedua adalah pro terhadap penciptaan lapangan pekerjaan dengan cara menggerakkan sektor riil, dan juga masih berkaitan dengan membuka peluang terhadap investasi untuk menciptakan lapangan kerja yang baru. Dan yang ketiga adalah pro masyarakat miskin dengan cara merevitalisasi pertanian, kehutanan, kelautan dan ekonomi pedesaan untuk mengurangi kemiskinan.4 4 Triple Track Strategy: Upaya Mengurangi Pengangguran dan Kemiskinan diakses dari http://www.presidensby.info/index.php/topik/2006/12/21/44.html tanggal 31 Agustus 2009 Bottom Up Top Down Top Down Dilaksanakan SKPD Musrenbang RKPD Final Rancangan RKPD
  • 31. 22 | P a g e Michael P. Todaro (2000 : 21-22) mengemukakan bahwa ada 3 (tiga) tujuan inti pembangunan, yaitu: 1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang kebutuhan hidup yang pokok, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan perlindungan keamanan 2. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya pendapatan tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan pekerjaan, perbaikan pendidikan, peningkatan perhatian atas nilai-nilai kultural dan kemanusiaan untuk memperbaiki kesejahteraan materiil dan menumbuhkan jati diri pribadi dan bangsa. 3. Perluasan rentang pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu dan bangsa dengan membebaskan mereka dari belitan sikap menghamba dan ketergantungan, bukan hanya terhadap orang atau negara-bangsa lain tetapi juga terhadap setiap kekuatan yang punya potensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan. Indikator pembangunan merupakan parameter yang diperlukan untuk menilai keberhasilan pembangunan. Secara garis besar, beberapa indikator kunci pembangunan dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) yaitu indikator ekonomi dan indikator sosial. Indikator ekonomi dilihat dari pendapatan per kapita, laju pertumbuhan ekonomi, GDP per kapita dengan purchasing power parity. Sedangkan indikator sosial dilihat dari indeks pembangunan manusia dan indeks mutu hidup (Mudrajad Kuncoro, 2006 : 18). Untuk konteks pembangunan daerah, beberapa sasaran fundamental pembangunan yang berusaha dicapai banyak daerah adalah meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi daerah, meningkatnya pendapatan perkapita, mengurangi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan. (Mudrajad Kuncoro, 2006 : 114). Sedangkan Dennis Goulet mengemukakan tiga nilai inti pembangunan5 yaitu bahwa pembangunan hendaknya menyentuh 3 (tiga) aspek berikut: 1. Makanan (sustenance). Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar. Makanan yang dimaksud disini bukan hanya dalam arti untuk memenuhi kebutuhan konsumsi semata tetapi juga menyangkut semua kebutuhan dasar manusia, diantaranya adalah kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan dan keamanan. Apabila kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut belum terpenuhi maka akan terjadi kemiskinan atau “keterbelakangan absolut.” 2. Jati diri (self-esteem). Menjadi manusia seutuhnya untuk maju, merasa pantas dihargai, mengejar ketertinggalan dan seterusnya yang sering disebut sebagai self esteem. 3. Kebebasan (freedom). Kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengejaran aspek-aspek materiil dalam kehidupan. Juga kebebasan untuk memilih dan menentukan sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya. Perencanaan seringkali dijadikan salah satu penyebab bagi kegagalan pelaksanaan pembangunan. Ginandjar Kartasasmita (1997) mengungkapkan beberapa penyebab kegagalan perencanaan pembangunan biasanya bukan karena adanya perencanaan itu sendiri,melainkan dapat bersumber pada berbagai sebab antara lain: Pertama, penyusunan perencanaan tidak tepat, mungkin karena informasinya kurang lengkap, metodologinya belum dikuasai, atau perencanaannya sejak semula memang tidak realistis sehingga tidak mungkin pernah bisa terlaksana. Dalam hal terakhir ini, 5 Pendapat Dennis Goulet ini sebagaimana dikutip Michael P. Todaro (2000), hal. 19-21
  • 32. 23 | P a g e biasanya pengaruh politis terlalu besar sehingga pertimbangan-pertimbangan teknis perencanaan diabaikan. Kedua, perencanaannya mungkin baik, tetapi pelaksanaannya tidak seperti seharusnya. Dengan demikian, kegagalan terjadi karena tidak berkaitnya perencanaan dengan pelaksanaannya. Penyebabnya dapat karena aparat pelaksana yang tidak siap atau tidak kompeten, tetapi dapat juga karena rakyat tidak punya kesempatan berpartisipasi sehingga tidak mendukungnya. Ketiga, perencanaan mengikuti paradigma yang ternyata tidak sesuai dengan kondisi dan perkembangan serta tidak dapat mengatasi masalah mendasar negara berkembang. Misalnya, orientasi semata-mata pada pertumbuhan yang menyebabkan makin melebarnya kesenjangan. Dengan demikian, yang keliru bukan semata-mata perencanaannya, tetapi falsafah atau konsep di balik perencanaan itu. Keempat, karena perencanaan diartikan sebagai pengaturan total kehidupan manusia sampai yang paling kecil sekalipun. Perencanaan di sini tidak memberikan kesempatan berkembangnya prakarsa individu dan pengembangan kapasitas serta potensi masyarakat secara penuh. Sistem ini bertentangan dengan hukum penawaran dan permintaan karena pemerintah mengatur semuanya. Perencanaan seperti inilah yang disebut sebagai sistem perencanaan terpusat (centrally planned system). Bintoro Tjokroamidjojo (1995 : 192-193) menekankan pentingnya koordinasi perencanaan pembangunan melalui perencanaan operasional tahunan. Pembangunan merupakan aktivitas jangka panjang dan berkesinambungan sehingga dikenal konsep pembangunan jangka panjang, jangak menengah dan tahunan. Maka operasional tahunan tersebut merupakan bagian dan peralatan untuk mencapai tujuan pembangunan jangka mengengah dan jangka panjang dengan cara menyusun kebijakan-kebijakan yang lebih konkrit dan bersifat operasional. Karenanya rencana pembangunan tahunan harus mampu memberikan gambaran keadaan sosial ekonomi pada tahun yang lampau, sumber-sumber ekonomi yang tersedia dalam tahun tertentu, gambaran kegiatan sosial ekonomi, penetapan tujuan dan kebijakan untuk tahun yang bersangkutan, penetapan rencana investasi yang tepat, penyusunan program-program sektoral, dan penetapan proyek-proyek yang akan dilakukan. Hal ini sejalan dengan ketentuan yang telah tertuang dalam PP No. 8 Tahun 2008 dimana dalam proses penyusunan Rencana Pembangunan Daerah Tahunan yaitu RKPD setidaknya mencakup beberapa hal seperti yang pernah dikemukakan diatas, yaiyu antara lain: evaluasi pelaksanaan RKPD tahun sebelumnya, rancangan kerangka ekonomi daerah beserta kerangka pendanaannya, prioritas dan sasaran pembangunan dan rencana program dan kegiatan prioritas daerah. Namun demikian PP tersebut tidak membatasi iniatif daerah untuk membuat inovasi sehingga daerah bisa mengembangkan program kegiatan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing. Lebih lanjut Bintoro Tjokroamidjojo mengemukakan langkah-langkah yang perlu ditempuh berkaitan dengan penyusunan rencana operasional tahunan adalah sebagai berikut: 1. Melakukan review terhadap pelaksanaan pembangunan tahun sebelumnya dan melakukan perkiraan perkembangan ( forcasting) untuk tahun yang akan datang
  • 33. 24 | P a g e sehingga diperlukan data-data statistik yang berkaitan dengan perkembangan sosial ekonomi sebagai bahan informasi. 2. Perkiraan mengenai perkembangan untuk tahun yang akan datang untuk memberikan kemungkinan pilihan mengenai tujuan, cara-cara dan perkiraan pelaksanaan untuk rencana yang bersangkutan. 3. Mengadakan penelitian mengenai sumber-sumber yang dibutuhkan dan tersedia bagi pembangunan. 4. Merumuskan tujuan dan perkiraan hasil pelaksanaan untuk tahun yang bersangkutan dalam rangka realisasi rencana pembangunan jangak menengah serta pertimbangan- pertimbangan kebijakan jangka pendek lainnya. 5. Menyusun rangka kebijakan pembangunan yang konsisten guna mendukung pelaksanaan pembangunan dan tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan. 6. Menyusun rencana sektoral yang terdiri dari berbagai program yang konsisten sesuai dengan kebijakan untuk mencapai tujuan rencana tahunan selaras dengan prioritas yang telah ditetapkan sebelumnya. 7. Mengusahakan adanya konsistensi antara perencanaan secara sektoral dan regional. 8. Mengadakan koordinasi antara rencana investasi pemerintah dan rencana yang akan dilakukan oleh sektor swasta sehingga dana pembangunan dan arah perkembangan berjalan seefisien mungkin. Moeljarto Tjokrowinoto (1993) seperti yang telah dikemukakan di awal bab ini mengemukakan bahwa perencanaan pembangunan meliputi 2 aspek, yaitu aspek proses penyusunan perencanaan itu sendiri dan aspek isi rencana pembangunan yang akan diimplementasikan. Dari dua aspek tersebut, untuk menilai efektivitas perencanaan pembangunan di-breakdown lagi menjadi 4 (empat) aspek yaitu aspek proses, aspek substansi, aspek partisipasi publik dan aspek dampak setelah rencana pembangunan diimplementasikan. Seperti yang telah disinggung pada Bab Pertama, dari aspek proses (mikro), proses perencanaan pembangunan dilihat dari jadwal penyusunan perencanaan, instansi yang terlibat dalam penyusunan perencanaan, alat koordinasi yang digunakan, serta tahapan-tahapan yang dilalui. Dari aspek substansi (makro) dilihat apakah perencanaan pembangunan sudah mempertimbangkan faktor-faktor seperti gender sensitive, conflict sensitive, prinsip pro poor, pro lingkungan hidup, pro investment. Dari aspek partisipasi publik, dilihat sejauh mana peran masyarakat dilibatkan dalam proses perencanaan pembangunan. Dari aspek dampak, efektivitas perencanaan pembangunan bisa dilihat dari indikator-indikator ekonomi dan social. Apakah ada perubahan kondisi indikator sosial dan ekonomi dari sebelumnya dan apakah perubahan tersebut merupakan dampak dari hasil penerapan perencanaan pembangunan ataukah karena pengaruh dari faktor lain. Lebih jauh adalah bahwa sebuah perencanaan pembangunan bisa disebut efektif apabila pencapaian target, tujuan dan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan bisa terwujud. Efektivitas perencanaan pembangunan dari aspek proses serta substansi dan partisipasi menjadi fokus pada kajian ini, dimana proses penyusunan perencanaan pembangunan apakah sudah memenuhi kaidah-kaidah normatif seperti yang telah diuraikan diatas atau belum. Sedangkan aspek dampak setelah perencanaan pembangunan yang telah disusun akan menjadi fokus pada kajian selanjutnya. ***
  • 34. 25 | P a g e BAB III PROSES PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DI DAERAH Dari praktek proses perencanaan pembangunan daerah yang dijadikan daerah sampel dalam kajian ini secara umum menunjukkan kemiripan proses sejak dimulai dari Musrenbang di tingkat yang paling bawah, yaitu Musrenbang Desa/Kelurahan hingga Musrenbang Kabupaten. Namun di beberapa daerah terdapat kegiatan lain yang merupakan inisiatif dari daerah yang bersangkutan. Inisiatif tersebut antara lain seperti pertemuan pra Forum SKPD yang dilakukan oleh beberapa instansi yang serumpun. Pertemuan ini dalam rangka koordinasi dan sinkronisasi program kegiatan untuk mencegah terjadinya overlapping terhadap program kegiatan yang diusulkan oleh kecamatan maupun desa/kelurahan. Selengkapnya praktek proses perencanaan pembangunan di daerah akan diuraikan di bawah ini. A. Kabupaten Kutai Barat A.1. Gambaran Umum Kabupaten Kutai Barat Kabupaten Kutai barat dengan ibukota Sendawar merupakan pemekaran dari wilayah sebelumnya yaitu Kabupaten Kutai yang telah ditetapkan berdasarkan Undang- Undang nomor 47 Tahun 1999, dengan luas sekitar 31.628,70 km2. Secara geografis Kabupaten Kutai Barat terletak antara 113o 48’49” sampai dengan 116o 32’43” Bujur Timur serta diantara 1o 31’05” Lintang Utara dan 1o 09’33” Lintang Selatan. Adapun wilayah yang menjadi batas Kabupaten Kutai Barat adalah sebagai berikut: • Sebelah utara : Kabupaten Malinau dan Serawak • Sebelah timur : Kutai Kartanegara • Sebelah Selatan : Kabupaten Penajam Paser Utara • Sebelah Barat : Propinsi Kalimantan Tengah dan Propinsi Kalimantan Barat Dengan luas wilayah kurang lebih 15% dari luas propinsi Kalimantan Timur, Kabupaten Kutai Barat terbagi menjadi 21 Kecamatan dan 223 Kampung. Daerah kabupaten Kutai Barat didominasi topografi bergelombang, dari kemiringan landai sampai curam dengan ketinggian berkisar antara 0-1.500 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan antara 0-60 persen. Daerah dataran rendah pada umumnya dijumpai dikawasan danau dan kawasan sepanjang DAS (Daerah Aliran Sungai). Sedangkan daerah perbukitan dan pegunungan memiliki ketinggian rata-rata lebih dari 1.000 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan 30% terdapat dibagian barat laut, yang berbatasan langsung dengan wilayah Malaysia.
  • 35. 26 | P a g e Tabel 3.1. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kabupaten Kutai Barat Menurut Kecamatan Tahun 2007 No Kecamatan Luas Wilayah (Km2 ) Jumlah Penduduk Kepadatan Ruta/ Km2 Pddk/K m2 (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Bongan 2.274,40 8.429 0,96 3,71 2 Jempang 654,40 10.290 5,19 15,72 3 Penyinggahan 271,90 3.874 4,02 14,25 4 Muara Pahu 496,68 8.715 4,32 17,55 5 Muara Lawa 444,50 5.652 3,04 12,72 6 Damai 1.750,43 8.838 1,33 5,05 7 Barong Tongkok 492,21 19.357 10,32 39,33 8 Melak 287,87 10.201 8,69 35,44 9 Long Iram 1.462,01 7.705 1,48 5,27 10 Long Hubung 530,90 8.294 3,57 15,62 11 Long Bagun 4.175,25 8.812 0,48 2,11 12 Long Pahangai 3.420,40 4.772 0,38 1,40 13 Long Apari 5.490,70 4.405 0,22 0,80 14 Bentian Besar 886,60 3.247 0,90 3,66 15 Linggang Bigung 699,30 14.109 5,65 20,18 16 Siluq Ngurai 2.015,58 5.146 0,68 2,55 17 Nyuatan 1.740,70 6.363 1,26 3,66 18 Sekolaq Darat 165,46 5.996 10,99 36,24 19 Manor Bulatn 867,70 8.432 2,75 9,72 20 Tering 1.804,16 9.857 1,45 5,46 21 Laham 1.697,75 2.420 0,33 1,43 Jumlah 31.628,70 164.914 1,40 5,21 Sumber: Kutai Barat Dalam Angka Tahun 2007 Secara spesifik wilayah berbukit dan bergunung dijumpai di bagian hulu Sungai Mahakam, terutama di Kecamatan Long Bagun, Long Pahangai, dan Long Apari. Kondisi wilayah dengan topografi tersebut berpotensi menimbulkan bahaya alami berupa gerakan tanah baik dalam volume besar (longsor) ataupun volume kecil (tanah retak). Besar kecilnya volume gerakan tanah tersebut dipengaruhi oleh besarnya curah hujan, jenis tanah, serta besar kemiringan lereng. Berdasarkan peta bahaya lingkungan yang dikeluarkan oleh BAKOSURTANAL tahun 1999, sebagian besar Kabupaten Kutai Barat potensial terjadi bahaya longsor karena mempunyai jenis tanah dengan tekstur berlempung, curah hujan yang tinggi, dan kemiringan lereng yang besar. Kondisi morfologi yang khas dari Kabupaten Kutai Barat secara tidak langsung akan menghambat perkembangan kegiatan perkotaan. Hal tersebut disebabkan karena adanya faktor penghambat alami berupa kemiringan lereng yang menyebabkan luasan lahan untuk menampung kegiatan perkotaan menjadi berkurang. Untuk memecahkan keterisolasian wilayah yang disebabkan arena kondisi morfologi wilayah maka pemerintah Kabupaten Kutai Barat membagi Kabupaten Kutai Barat menjadi 3 wilayah pembangunan yaitu Wilayah Pembangunan Hulu Riam, Wilayah Pembangunan Dataran Tinggi, dan Wilayah Pembangunan Dataran Rendah.
  • 36. 27 | P a g e Selain menimbulkan masalah, kondisi yang dimiliki oleh Kutai Barat juga membawa manfaat, yaitu Kutai Barat memiliki banyak obyek wisata baik yang telah berkembang maupun yang berpotensi untuk dikembangkan. Adapun obyek yang sudah berkembang dan telah memiliki sarana prasarana antar lain adalah wisata danau jempang yang menawarkan keindahan alam serta wisata budaya adat Datah Bilang (Long Hubung), yang menawarkan berbagai upacara adat dan arsitektur rumah adat dayak. Jumlah penduduk Kabupaten Kutai Barat pada tahun 2007 mencapai 167.706 jiwa. Di mana Kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbesar adalah Kecamatan Barong Tongkok yaitu sebesar19.960 jiwa atau sekitar 11,90 persen dari total populasi penduduk Kutai Barat. Sedangkan Kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah Kecamatan Laham yaitu sebesar 2.420 jiwa (1,44 %). Dibandingkan dengan data penduduk Kabupaten Kutai Barat pada tahun 2006 yang tercatat sebesar 164.914 jiwa, maka laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Kutai Barat per tahun adalah sebesar 1.69 persen. Pembangunan Sumber Daya manusia Kutai Barat yang diukur dengan indikator Index Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2002 menunjukkan angka 67.8 yang lebih rendah dari rata-rata IPM Propinsi Kalimantan Timur yang mencapai 69.9. Hal yang sama terjadi pada indeks melek huruf yang menunjukkan angka paling rendah dibanding Kutai Kartanegara, Kutai Barat maupun rata-rata Propinsi Kalimantan Timur. Hal ini menunjukkan bahwa upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia, masih merupakan masalah penting yang harus dihadapi oleh Kabupaten Kutai Barat. Struktur ekonomi Kabupaten Kutai Barat dapat dilihat melalui kontribusi sektor-sektor produksi yang membentuk nilai PDRBnya. Sepanjang tahun 2007, Sektor Pertambangan dan Penggalian masih menjadi sektor unggulan di Kabupaten Kutai Barat dikarenakan kontribusinya yang cukup besar. Ditahun 2007 Sektor Pertambangan dan Penggalian menyumbang 47,52 persen bagi nilai PDRB Kabupaten Kutai Barat. Sektor kedua yang dapat diandalkan adalah sektor Bangunan/konstruksi dengan kontribusi sebesar 19,13 persen. Sektor yang dapat diandalkan berikutnya adalah Sektor Pertanian dengan andil sebesar 18,48 persen. Namun jika dilihat lagi, dua dari tiga sektor yang diandalkan di Kabupaten Kutai Barat adalah sektor primer yang masih sangat tergantung dengan sumber daya alam yang terdapat di Kabupaten Kutai Barat. Oleh karena itu Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Barat harus dapat mengembangkan sektor-sektor yang lain agar perekonomian di wilayahnya tidak bergantung pada kondisi alam yang ada. rupiah.
  • 37. 28 | P a g e Gambar 3.1. Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Kutai Barat Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007 Sumber: Kutai Barat Dalam Angka Tahun 2008 Nilai Pendapatan Domestik Regional Bruto per kapita merupakan ukuran rata-rata nilai tambah bruto yang diciptakan oleh masing-masing penduduk akibat adanya aktifitas ekonomi sedangkan Pendapatan per kapita merupakan gambaran ratarata pendapatan yang diterima oleh masing-masing penduduk sebagai keikut sertaannya dalam proses produksi. Pada tahun 2007 PDRB per kapita Kabupaten Kutai Barat mencapai 23,42 juta rupiah dan besarnya pendapatan regional per kapita Kabupaten Kutai Barat adalah 8,10 juta. A.2. Proses Penyusunan RKPD di Kabupaten Kutai Barat Pada dasarnya penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Kutai Barat sama dengan daerah lainnya, dimana perencanaan diawali dengan penyerapan aspirasi kebutuhan masyarakat melalui Musrenbang Desa. Di Kabupaten Kutai Barat, desa lebih dikenal dengan istilah kampung, yang terbagi ke dalam 21 kecamatan dengan jumlah 223 kampung. Pelaksanaan Musrenbang Kampung mundur dari jadwal kegiatan pokok perencanaan program dan penganggaran daerah Kabupaten Kutai Barat tahun 2010 yang sudah dibuat. Jika di jadwal Musrenbang Kampung seharusnya dilaksanakan pada bulan Januari 2009, namun pada pelaksanaannya bergeser menjadi Minggu I dan II Maret 2009. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan perencanaan masing-masing kampung adalah Ketua RT, tokoh masyarakat, kepala adat, BPK serta aparat kampung. Pelaksanaan Musrenbang Kampung ini dimoderasi oleh pihak kecamatan, dimana sebelumnya pihak kecamatan sudah mendapat pelatihan dari Bappeda Kutai Barat mengenai perencanaan partisipatif. Contoh daftar usulan perencanaan yang diajukan oleh salah satu kampung yang akan dibahas dalam Musrenbang Kecamatan dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Distribusi Persentase PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007 47.52% 19.13% 18.48% 6.00% 3.27% 2.03% 1.85% 1.53% 0.18% 3.57% Pertambangan dan Penggalian Bangunan/Kost Pertanian Perdagangan, Hotel dan Restoran Jasa-Jasa Persew aan dan Jasa Perusahaan Industri Pengolahan Pengangkutan dan Telekomunikasi Listrik, Gas dan Air Minum Other
  • 38. 29 | P a g e Tabel 3.2. Daftar Usulan Pembangunan Sarana/Prasarana Fisik dan Non Fisik Hasil Musrenbang Kampung Barong Tongkok Tahun 2009 No Usulan Proyek Fisik Skala Prioritas Lokasi Keterangan (1) (2) (3) (4) (5) 1. Pembuatan Parit Sepanjang Jalan Gajah Mada Sampai Jalan Ahmad Yani Sangat Mendesak Jln Umum RT IV Dibangun Baru 2. Kantor Kepala Kampung Yang Baru Jangka Menengah - Dibangun Baru 3. Pengusulan Mobil Pemadam Kebakaran Sangat Mendesak Wilayah RT V Baru 4. a. Parit sepanjang 1 Km b. Koperasi Simpan Pinjam c. Pendidikan Sangat Mendesak Sangat Mendesak Sangat Mendesak RT III RT III RT III Dibangun Baru Dibangun Baru Dibangun Baru 5. a. Pengadaan bak sampah b. Tiga ruas jalan parit c. Semenisasi tiga (3) ruas jalan Sangat Mendesak Sangat Mendesak Sangat Mendesak RT XV RT XV RT XV Dibangun Baru Dibangun Baru Dibangun Baru 6. a. Proyek air bersih b. Parit jalan poros c. Gorong/Jembatan d. Pengaspalan jalan Barong Tongkok-Asa e. Pembangunan jalan Lay- Busur f. Peningkatan badan jalan Yos Sudarso Sangat Mendesak Sangat Mendesak Sangat Mendesak Sangat Mendesak Sangat Mendesak Sangat Mendesak RT VI RT VI RT VI RT VI RT VI RT VI Dibangun Baru Dibangun Baru Dibangun Baru Dibangun Baru Dibangun Baru Dibangun Baru 7. Pendirian gedung posyandu Sangat Mendesak RT X Dibangun Baru 8. a. Semenisasi gang Melati/Kodim b. Semenisasi gang Kapolres c. Rehab parit simpang tiga belintut Sangat Mendesak Sangat Mendesak Sangat Mendesak RT IV RT IV RT IV Dibangun Baru Dibangun Baru Dibangun Baru 9. Mengususlkan pembukaan badan jalan lingkungan Sangat Mendesak RT IX Dibangun Baru Sumber: Hasil Musrenbang Kampung Barong Tongkok Tahun 2009 Daftar usulan yang sudah dibuat dan telah disepakati dalam Musrenbang Kampung, kemudian dibawa ke Musrenbang Kecamatan untuk dibahas kembali. Musrenbang Kecamatan ini sendiri dilaksanakan pada Minggu ke III bulan Maret 2009, dimana Musrenbang Kecamatan ini difasilitasi oleh Bappeda Kabupaten Kutai Barat dengan mengerahkan 60 stafnya yang disebar pada 21 kecamatan. Karena besarnya rata-rata anggaran perencanaan yang diajukan oleh kampung, maka melalui Musrenbang Kecamatan ini dilakukan pemilihan program berdasarkan skala prioritas. Adapun hasil dari Musrenbang baik kampung maupun tingkat kecamatan sudah terdokumentasi dengan baik, seperti sudah adanya berita acara disetiap Musrenbang.