SlideShare une entreprise Scribd logo
1  sur  190
Télécharger pour lire hors ligne
COWOK RASA APEL
Penerbit
2
COWOK RASA APEL
Oleh: Noel Solitude
Copyright © 2012 by Noel Solitude
Penerbit
Spica Solitudia
http://ceritasolitude.wordpress.com
File e-book ini dibagikan secara cuma-cuma sebagai fitur
dari novel Cowok Rasa Apel. Dilarang menggandakan atau
memperbanyak tanpa seijin Penerbit.
3
- NOEL -
4
5
Sebuah Dinding...
“Capek juga jadi pengurus OSIS. Udah mau liburan malah
banyak rapat. Makan aja sampai lupa. Berakit-rakit ke hulu,
berenang-renang ke tepian. Sekarang capek dulu, yang penting
liburan nanti pikniknya menyenangkan! We‟ll be going to Bali!”
Kubaca tulisan status di Facebook Erik. Dia baru
menulisnya delapan menit yang lalu.
Namanya juga pengurus OSIS, mana ada yang nggak
sibuk? Atau minimal sok sibuk lah! Yah, aku yakin pasti ada yang
jadi pengurus OSIS cuma buat ajang eksis, biar bisa sok keren
nampang dan mondar-mandir keluar kelas di jam pelajaran dengan
alasan tugas OSIS. Malah kayaknya sih kebanyakan pengurus OSIS
memang anak-anak narsis macam itu. Paling tidak, itulah yang
sering kulihat di sekolah.
Tapi kalau Erik, aku masih percaya dia jadi pengurus OSIS
bukan buat cari sensasi. Dia nggak perlu sok keren, karena dia
memang udah...
KEREEENNN!!!
Di sekolahku, murid cowok kelas satu yang ditaksir bejibun
cewek dari kelas satu sampai senior-senior kelas dua dan kelas tiga,
siapa lagi kalau bukan Erik?! Pengurus OSIS berwajah tampan tanpa
jerawat, berbadan atletis dan serba berbakat dari basket, main
musik, sampai menyanyi...! Bahkan namanya sekarang juga mulai
populer sampai ke sekolah lain. Aku rasa nggak berlebihan kalau aku
menyebutnya sebagai idola di sekolah!
Setelah membaca status Facebook-nya tadi, seperti yang
biasa kulakukan, dengan semangat kukirim komentarku:
“Kalo nggak sempat makan nasi makan pisang aja buat
stok tenaga. Keep the spirit!”
Baru beberapa menit lewat, sudah ada dua komentar yang
mengekor di bawah komentarku...
6
Rico Seratuspersen Cute: “Ciee... Dimas perhatian
banget nih sama Erik...!”
Joni Selalu Bahagia: “Dimas, ingat kamu tuh cowok, Erik
juga cowok! Hiii...!”
Sialan...! Reseh banget dua orang norak ber-nickname
superkatro itu?!! Memangnya salah ya kalau aku ikut menyemangati
Erik?!!
Kuketik balasanku dengan emosi:
“Wooiii! Aku kan cuma ngasih masukan ke Erik! Nggak
boleh???”
Nggak lama, langsung nongol balasan lagi...!
Rico Seratuspersen Cute: “Ngelunjak banget sih? Cuma
ngasih saran gitu aja balasannya pingin „masukin‟?! Hehehe...”
Dosa apa aku hari ini sampai harus menghadapi
komentator busuk macam ini?!! Hatiku rasanya seperti kemasukan
ulat bulu. Gatal dan panas! Naik pitam!!!
“Aku maklum sih kalo pikiranmu tujuannya ke
selangkangan. Otakmu kan memang di situ...!”
Kuketik balasanku, segera kukirim!
Tapi loading-nya kok lama gini...? Kutekan tombol refresh!
Dan...
Hahhh...?!! Kok tulisan statusnya Erik tadi udah nggak
ada? Dihapus???
Kulihat di daftar chat, Erik masih online!
“Rik, statusmu yang tadi kamu hapus ya?” aku langsung
menyapa Erik di halaman chat.
“Aku hapus,” jawab Erik nggak lama kemudian.
Aduhh... Ternyata benar dia hapus! Jadi nggak enak nih
sama Erik...
“Oo... Sorry ya, kalo bikin yang lain jadi reseh...” balasku,
dengan rasa menyesal.
“Nevermind...” balas Erik.
7
Hyuhhh... Semoga Erik nggak marah. Tapi aku tetap
ngerasa nggak enak sama dia. Perkara kecil yang menyebalkan!
Gara-gara dua mahluk berkomentar busuk itu!
“Oke deh. Istirahat aja kalo memang kecapekan.
Goodnight...” akhirnya kuketik pesan penutupku.
Tapi ternyata Erik langsung off lebih dulu...!
Hffhhhh...
Aku tahu biarpun Erik bisa bilang „nevermind‟, tapi pastinya
dia jengkel gara-gara perkara tadi. Euughhh... Aku juga ngapain sih
tadi, harus meladeni para komentator nggak penting itu? Beginilah
jadinya sekarang! Lagi-lagi salah...!
Aku memang selalu serba salah! Sebenarnya masalah di FB
seperti ini bukan cuma sekali ini terjadi. Beberapa hari kemarin juga
terjadi hal yang sama. Komentarku yang sebenarnya cuma satu
kalimat berbunyi kurang lebih, “Semangat ya Rik, semoga lulus
tesnya!”, akhirnya juga berakhir di tombol delete! Kalimat
penyemangat dariku saat Erik harus ikut tes susulan karena habis
sakit, itu dihapusnya juga gara-gara jadi sasaran komentar dari
orang-orang nggak penting yang hobi nyampah!
Sekarang terjadi lagi! Kenapa sih, rasa perhatian itu bisa
menjadi begitu salah...?
Sedih dan dongkol bercampur aduk! Aku log out! Kututup
pula browser-ku. Lalu shutdown, kututup laptopku!
Kutinggalkan tempat dudukku dan segera menggelinding
ke kasur. Kupeluk gulingku erat-erat.
Huhhh...! Makan hati, makan pikiran, emosi ini bikin aku
capek! Lupakan sejenak dinding yang tebal itu...!
Aku mau tidur!
8
Aku
Namaku Dimas. Aku akan berumur tepat tujuhbelas tahun
di sebuah tanggal di bulan September nanti. Aku kelas satu SMA,
dan sebentar lagi mau naik ke kelas dua. Aku tinggal di sebuah kota
di Jawa Tengah, kota yang cukup ramai tapi juga nyaman! Solo,
kota yang punya slogan: The Spirit Of Java!
Dalam banyak hal aku nggak jauh beda dengan anak
cowok lainnya yang seumuran. Aku punya enam hari buat berangkat
ke sekolah tiap pagi, dan pulang di sore hari. Selain teman sekolah,
seingatku aku nggak punya teman bergaul lainnya. Itupun aku
jarang bergaul dengan mereka di luar sekolah.
Ya, aku tergolong anak rumahan yang lebih banyak tinggal
di rumah sehabis pulang sekolah. Aktivitasku di luar rumah selain
sekolah, paling-paling cuma sekedar refreshing yang biasanya
kunikmati sendiri. Entah itu jalan-jalan, lihat-lihat kota ataupun
nonton film.
Jadi, aku bukan anak gaul? Ah, predikat seperti itu sih
nggak penting buatku!
Di rumah, aku tinggal bersama kedua orang tuaku.
Sebutanku buat kedua orang tuaku memang nggak ada kesan Jawa-
nya sama sekali. Aku nggak memanggil mereka Bapak ataupun Ibu
seperti lazimnya keluarga Jawa, tapi memanggil dengan sebutan
Papa dan Mama! Karena, yahhh... mungkin kebiasaan dari kecil aja.
Papa orang Jawa, asli dari Solo. Sedangkan Mama dulu tinggal di
Jakarta, tapi aslinya campuran Sunda dan Manado. Mama lebih
terbiasa pakai bahasa Indonesia daripada bahasa Jawa ataupun
Sunda, Papa akhirnya juga begitu. Tapi bukan berarti kami nggak
bisa bahasa Jawa ya! Cuma soal kebiasaan aja. Hehehe...
Keseharian Papa, dia sibuk kerja di kantor dari pagi hingga
sore bahkan kadang sampai malam. Kalau bisa pulang lebih awal,
biasanya juga pilih tinggal di rumah aja. Sedangkan Mama kerja di
9
perusahaan asuransi, entah apa istilahnya, pokoknya sering berada
di luar mencari nasabah. Buat membantu mengurusi pekerjaan
sehari-hari di rumah, kami punya pembantu, Mbok Marni. Sudah
setengah tua, tapi justru itulah, dia bukan tipe pembantu yang
banyak tingkah. Sederhana, sabar, nggak norak, dan syukurlah dia
juga nggak suka caper ke tetangga. Tipe pembantu rumah tangga
yang baik lah...!
Lalu aku? Tetap dengan aktivitasku sendiri, berangkat ke
sekolah tiap pagi lalu pulang ke rumah sore hari. Sesekali bantu
bersih-bersih rumah, menyirami tanaman, menyapu halaman, atau
keluar dengan motor sekedar refrehsing. Begitulah, aku rasa nggak
ada schedule yang istimewa dalam keseharianku.
Apakah hidupku membosankan?
Hmmm, aku memang punya orang tua yang cukup sibuk.
Tapi aku bisa memaklumi kesibukan mereka. Lagipula aku bukan
anak cowok yang cuma bisa bengong sepanjang hari di rumah
sepulang sekolah. Sebenarnya, aku punya satu hal spesifik yang
selalu bisa kukerjakan, sendirian... di kamar!
Aktivitas dengan sebuah...
LAPTOP!
Baiklah, laptopku memang bukan seri termahal di merk-
nya. Tapi dia bisa berfungsi optimal, buatku itu udah cukup. Malah
berkat Papa yang mau berbaik hati memasang saluran internet di
kamarku, itu lebih dari cukup! Dengan begitu laptopku ibarat teman
yang selalu siap kapan aja, selama nggak lowbatt! Dia bisa jadi
apapun yang kubutuhkan! Ehhmm, dia memang nggak bisa jadi
hamburger kalau aku lapar, tapi dia bisa jadi bioskop kalau aku lagi
pingin nonton film. Dia bisa jadi music player yang asyik kalau aku
lagi pingin dengar musik. Dia bisa jadi studio foto kalau aku lagi
pingin narsis, mengedit foto sendiri dibikin lebih cakep, tapi pastinya
bukan gaya sok imut seperti anak-anak alay! Hahaha...
Dengan fasilitas internet aku bisa bermain-main di situs-
situs yang menyenangkan, dari jejaring sosial, forum maya, situs
pendidikan sampai situs entertainment! Ya, aku memang anak
rumahan, tapi bukan berarti aku nggak tahu apa-apa soal realita di
luar rumah! Kehidupan yang sebenarnya, bahkan yang ada di luar
sana yang nggak bisa kutemui secara langsung, aku bisa
mengintipnya lewat sebuah jendela bernama internet. Aku nggak
10
merasa ketinggalan jaman!
Jadi sekali lagi, apakah hidupku membosankan? Aku rasa
selama ini aku bisa menikmatinya, jadi aku harus jawab apa?
„Nggak‟ kali ya...!
Ngomong-ngomong soal internet, aku juga nggak akan
munafik buat mengakui satu hal lagi. Buat anak cowok sepertiku,
kayaknya udah rahasia umum kalau dunia maya itu selain buat
mencari pengetahuan soal perkembangan jaman, juga merupakan
sebuah tempat buat... ehemm... „cuci mata‟! Hehehe...
Ini abad 21! Seks dibicarakan dimana-mana termasuk oleh
remaja-remaja usia belasan! Usia SMP atau bahkan SD! Terlepas
benar atau salah, itu realita kan? Tapi mungkin kita semua juga
faham, bahwa nggak semua orang yang berani bicara soal seks itu
pernah melakukan langsung apa yang mereka bicarakan! Jaman
sekarang, siapa anak SMA yang masih nggak tahu soal ML? Pasti
sudah pada tahu, tapi mungkin sebagian besar belum sampai ke
bagian prakteknya! Cuma pintar di teori saja, dan itu termasuk
aku...!
Hahaha... Di Indonesia, cowok umur tujuhbelas tahun
yang mengaku belum pernah berhubungan seks masih dianggap
wajar! Beda soal dengan di Amerika yang katanya sebagian besar
anak usia SMA sudah pernah melakukan hubungan seks, di sana
mengaku „virgin‟ hanya akan jadi bahan tertawaan! Katanya sih...
Makanya, aku nggak malu buat mengakui bahwa aku termasuk
orang yang baru tahu teorinya. Karena ini adalah Indonesia, bukan
Amerika!
Ya, internet mungkin adalah salah satu faktor utama yang
mendongkrak revolusi pengetahuan, termasuk pengetahuan soal
seks! Dengar cerita dari sana sini, katanya waktu jaman tahun 90-an
dulu orang-orang yang berotak mesum udah „bersyukur‟ banget bisa
lihat gambar porno stensilan. Sekarang, kalau mau, siapapun bisa
nonton di layar dengan gambar yang bergerak! Kalau mau nonton
filmnya, nggak perlu lagi selintutan malu-malu buat pinjam video
porno jadul yang bentuknya mirip batu bata itu. Tinggal download
aja di internet! Malah tinggal pilih, mau cari yang seperti apa! Aku
sebagai generasi internet, perlu bersyukur nggak ya? Hahaha...
Aku akui, aku memang bukan anak rumahan yang polos.
Pikiranku sama mesumnya dengan anak-anak cowok seumuranku
yang sedang lancar hormonnya, yang kadang merasa berdosa tapi
11
masih ogah „tobat‟. Tapi paling tidak, aku masih tahu batas! Aku
bukan maniak! Dan aku juga nggak akan melakukan hal privat di
tempat umum! Aku masih cukup tahu moral untuk tidak mengotori
meja warnet, apalagi meja di kelas! Yucchhh...!
Begitulah. Internet memberi banyak pengetahuan yang
nggak diajarkan di sekolah. Aku bisa mencari sendiri apa yang ingin
aku tahu lewat dunia maya. Dan sejauh ini, aku menikmatinya.
Baiklah, ada satu hal lagi yang harus kuakui tentang diriku.
Oke, yang ini lebih serius, dan juga lebih sensitif. Soal jatidiri...!
Di antara kesamaan umum dengan anak cowok lainnya,
aku memiliki satu hal yang mungkin bisa dikatakan sangat berbeda
dari kebanyakan orang. Mungkin sejak awal kali aku masuk SMP,
aku sudah menunjukkan tanda-tanda itu, saat aku cenderung lebih
suka mengamati orang-orang tertentu... Dan aku makin
menyadarinya sejak aku intens berhubungan dengan dunia maya.
Seringkali aku memang nggak bisa menghindari rasa penasaran
untuk melihat sesuatu yang kupikir bisa menjadi sekedar pelepas
stress. Saat aku melihat gambar-gambar sensual, menonton
videonya, lama-lama... kondisiku ini makin terasa jelas!
Di saat melihat adegan antara cowok dengan cewek,
mataku selalu cenderung untuk fokus melihat si...
COWOK...!
Jujur, aku sangat resah! Merasa cacat, sakit, salah, dan
sebagainya. Awalnya begitu...
Tapi, seiring keakrabanku dengan dunia maya, aku juga
belajar banyak hal yang mengimbangi kebingunganku. Aku
bergabung di forum-forum termasuk forum gay di internet. Sebuah
pengalaman sosial di dunia maya, mempelajari realita berdasarkan
pengalaman-pengalaman orang lain yang punya kondisi sama
sepertiku, mencari penjelasan-penjelasan ilmiah dan
merenungkannya. Hingga akhirnya kutemukan sebuah kesimpulan
atas diriku, bahwa aku rasa... aku memang seorang GAY...!
Berbeda dengan pendapat orang-orang pada umumnya
yang menyebut homoseksual adalah „penyakit‟, sumber-sumber
ilmiah yang kubaca mengatakan bahwa ilmu kedokteran sudah lama
12
meninggalkan anggapan itu. Jadi, homoseksual bukanlah penyakit!
Ini adalah sebuah karakteristik, bukan untuk „disembuhkan‟ ataupun
„ditularkan‟. Pemahaman itulah yang melegakanku. Itu juga
menuntunku pada kesimpulan bahwa... sebaiknya aku mulai
berhenti menyangkal keadaanku!
Aku memang belum pernah pacaran. Tapi, kalau kamu
seorang cowok straight, kamu nggak perlu harus pacaran dengan
cewek dulu agar bisa bilang bahwa kamu seorang straight! Untuk
mengakui diri sendiri, dasarnya adalah apa yang kita rasakan dalam
diri kita secara jujur. Bukankah begitu?
Apakah dunia maya membuatku menjadi gay? Tidak. Aku
rasa, dunia maya hanya mengungkap, seperti apa sebenarnya
diriku. Dan sekarang aku mulai menerimanya.
Aku tahu, gay masih sulit diterima oleh sebagian besar
masyarakat. Termasuk di Indonesia. Jadi, biarpun aku bisa
menerima diriku sendiri, bukan berarti aku akan coming out ke
semua orang! Aku nggak senaif itu! Aku masih merahasiakannya,
terutama di dalam keluarga ini. Karena bagaimanapun aku tahu
resikonya!
Entah, apa kelak aku akan bilang ke orang tuaku...
Ahhh...! Aku nggak mau memikirkan itu dulu! Terlalu
rumit. Masa muda cuma sekali, aku nggak mau menghabiskannya
dengan menjadi anak stress! Inilah diriku. Aku ingin menerima dan
berusaha menikmatinya...!
Aku ingat sebuah pendapat yang berkata: Everybody is
unique! After all, aku masih merasa normal meskipun aku „berbeda‟.
Aku masih realistis meski aku sering berhubungan dengan dunia
maya. Ingin bukti?
Aku punya cukup banyak kenalan di dunia maya. Kuakui di
antaranya adalah cowok-cowok tampan, atau... yahhh, setidaknya
foto yang mereka tunjukkan memang tampan meski nggak ada
jaminan bahwa itu foto asli mereka. Di antara mereka ada yang
berterus terang untuk mencari pacar, boyfriend. Bahkan sangat
lugas menyatakan bahwa mereka mencari kepuasan seks! Tapi ada
juga yang menyatakan „cuma‟ ingin mencari „adik‟, dengan kriteria
fisik yang bla bla bla...! Aneh kan, cari „adik‟ tapi melibatkan
performa fisik? Nggak tulus banget, yang diakui „adik‟ cuma yang
cocok dengan seleranya! Maaf deh, aku nggak percaya!
13
Yup, seindah apapun dunia maya tetaplah banyak hal yang
menjebak di sana. Karenanya, soal cowok aku lebih berharap pada
orang yang benar-benar aku kenal! Dan aku tahu siapa orang itu...
Ya, aku suka dengan seseorang!
Dia bukan model porno yang aku lihat di internet. Bukan
juga kenalan dari dunia maya. Dia seorang cowok tampan yang satu
sekolah denganku, dekat dengan lingkungan sehari-hariku! Seorang
cowok yang... emmmhh, sebenarnya anak yang baik meski kadang
agak sensitif. Cowok yang pernah beberapa kali menghapus
komentarku dari Facebook-nya. Cowok yang jadi idola dan disukai
cewek-cewek di sekolahku, dan mungkin cuma aku satu-satunya
cowok yang menyukainya...!
Erik.
Ya, dialah orangnya.
Tentang dia, aku selalu menulisnya di sebuah tempat di
dalam laptopku. Di sebuah diary...
Sekarang, aku jadi ingin membukanya lagi...!
14
Diary
“Namanya Erik. Aku tahu namanya dari tanda nama di
seragamnya. Aku lihat dia pertama kali waktu upacara penerimaan
siswa baru di SMA. Ya, beberapa hari yang lalu. Pandangan
pertama, aku langsung suka dengannya. Hatiku rasanya seperti
digerakkan oleh penampilannya yang PERFECT! Aku nggak peduli
pendapat orang lain, yang pasti menurutku dia sempurna!
Badannya memang nggak kekar, tapi cukup sporty. Lagian
aku kan juga bukan penggemar atlet binaraga yang lengannya lebih
besar dari leher orang sakit gondok! Badannya ramping tapi berisi.
Jadi kalo aku ingin memeluknya, kedua tanganku pasti akan cukup
buat melingkari tubuhnya. Misalnya dia yang memelukku, aku juga
nggak akan sesak nafas dibuatnya, meski mungkin akhirnya aku
tetap pingsan dan langsung mimpi indah. Hehehe...
Wajahnya agak tirus. Berkulit putih. Hidung nggak
mancung tapi juga nggak pesek. Matanya jernih dan punya sorot
yang cerah, berpadu dengan alisnya yang hitam. Dia cakep tapi
sangat jauh dari kesan metroseksual! Dia cakep natural, bukan
menor!
Pertama kali aku lihat dia waktu upacara, dia kelihatan
berkeringat karena kepanasan. Di bawah sinar matahari seolah
tubuhnya jadi berkilat-kilat seperti malaikat. Auranya benar-benar...
aku sampai nggak bisa menggambarkannya!
Ada pesona lain yang unik darinya. Rambutnya selalu
disisir spike. Pastinya dia nggak naik motor, soalnya nggak mungkin
rambutnya bisa seperti itu kalo dia selalu pakai helm! Mungkin dia
naik mobil atau jalan kaki. Tapi melihat kulitnya yang putih bersih,
kayaknya nggak mungkin kalo dia sering jalan kaki di bawah
panasnya matahari. Pasti naik mobil! Entah mobil pribadi atau
angkot. Tapi aku pernah berpapasan jalan dengannya, dan... My
God... Baunya wangi dan segar! Kayaknya rada mustahil kalo dia
15
bisa naik angkot tiap hari tanpa membikin badannya jadi kucal dan
bau asem! Kalo aku bisa dapat bajunya itu pasti akan aku simpan di
lemari tanpa perlu mencucinya lagi! Jadi, dia naik mobil pribadi
mungkin ya, diantar ortunya? Ahh... Sebenarnya nggak penting juga
sih. Aku cuma... lama-lama makin penasaran aja...!
Memang gini kali ya, kalo lagi suka sama seseorang? Selalu
membayangkan dia. Selalu ingin tahu soal dia. Andai saja aku
sekelas dengannya, pasti aku bisa dengan mudah kenalan dan akrab
sama dia! Huhhh... Kami nggak sekelas, itu yang bikin aku kecewa!
Tapi... Ah, cuma beda kelas! Nggak perlu terlalu kecewa!
Pasti ada jalan buat bisa kenal dengannya. Anggap aja ini
tantangan...!
Kayaknya... Erik adalah cowok yang sudah bikin aku
benar-benar... JATUH CINTA!!!”
Kubaca isi salah satu lembar diary digitalku itu. Salah satu
lembar favorit yang sering kubaca sampai berkali-kali. Dan itu selalu
bikin aku jadi tersenyum-senyum sendiri. Hahaha... Biarpun singkat,
ungkapan pertamaku tentang Erik itu memang sangat berkesan.
Yah, namanya juga „first impression‟! Apalagi, aku menulis diary ini
memang karena dia, ingin mengungkapkan apa saja yang kurasakan
tentang dia!
Aku buka lagi halaman lainnya yang aku suka. Ini dia...!
“Wowww...!!! Ternyata si rambut jabrik itu jago nyanyi!
Tadi ada audisi buat personel band sekolah, dan ternyata Erik ikut
mendaftar jadi calon vokalis! Dan aku lihat sendiri audisinya tadi,
suaranya memang bagus!!! Moga-moga dia lolos!!!
Kayaknya ini kesempatan buat aku juga! Mumpung audisi
buat gitaris belum ditutup, aku harus ikut daftar!
Ya Tuhan... Semoga kami berdua lolos! Kami bisa satu
band! Aku bisa kenal lebih dekat dengannya! Inilah saatnya, aku
harus berjuang!!!”
Hehehe... Berkesan juga membayangkan saat-saat itu lagi.
Berusaha itu memang hal yang menyenangkan! Selain dapat
16
pengalaman, juga meninggalkan kesan yang bikin hidup terasa lebih
punya makna...!
Dan rupanya nggak kelewatan juga kalau aku memuji Erik
sampai segitunya. Soalnya terbukti kalau dia nggak cuma cowok
yang menang tampang aja, tapi dia juga punya bakat! Suaranya
bagus dan alami, vibratonya merdu nggak seperti artis-artis sinetron
yang maksa jadi penyanyi itu! Dan pada akhirnya juga nggak cuma
aku saja yang menilai. Orang lain juga, terutama cewek-cewek,
dengan cepat Erik langsung jadi idola mereka! Penilaianku nggak
salah!
Tampan, berbadan bagus dan bersuara merdu, di Bank
Sperma pasti jadi produk mahal! Hahahaha...
Aku buka lagi halaman diary-ku. Halaman hari berikutnya...
“Saingan Erik banyak. Tapi dia lolos! Dia resmi direkrut jadi
vokalis band sekolah! Dia kelihatan senang banget! Aku juga ikut
senang lah!
Berarti aku nggak boleh gagal! Soalnya Erik udah jelas-
jelas terpilih jadi vokalis, kalo aku juga lolos seleksi artinya aku bakal
satu band dengannya!!! Gila nggak?!!!
Besok giliran audisi gitaris, aku harus berhasil! Lagian
sainganku cuma tiga orang. Si Erik aja yang saingannya delapan
orang bisa lolos! Kalo aku nggak lolos, selain nggak bisa dekat sama
Erik pastinya juga bakal malu sama dia...!
Aku harus bisa!!!”
Lalu... Di halaman hari berikutnya...
“Aku lolos!!! Aku satu band dengan Erik!!! Terima kasih
Tuhan yang baikkkkkk...!!!”
Hahaha... Waktu itu aku sampai guling-guling di kamar
setelah pulang audisi, saking senangnya! Terus terang bukan band-
nya yang bikin aku senang. Tapi jelas karena Erik! Akhirnya aku
dapat kesempatan buat kenal sama dia! Hahaha...
17
Aku juga masih ingat, gimana senangnya waktu aku bisa
ngobrol dengannya sehabis latihan pertama. Momen-momen yang
menyenangkan itu juga kutulis di diary...
“Hari ini aku ngobrol sama Erik. Anaknya ramah, dengan
gaya cool-nya itu ternyata dia juga humoris. Aku senang sekali.
Bahagiaaaaa rasanya...! Lebay nggak? Hahaha...
Aku juga jadi tahu lebih banyak tentang dia. Ayahnya
dosen, ibunya pegawai di Pemda. Punya kakak dua orang cewek,
dan satu adik cowok yang masih kecil. Zodiac-nya Cancer, ukuran
sepatunya 42, ukuran bajunya M. Ukuran CD-nya berapa yaa...?
Haiyah...! Nggak lah, masa aku mau tanya sampai segitunya sih...?!
Biarpun sebenarnya..., pingin tahu juga... Hahaha...
Yang pasti hari ini sangat menyenangkan. Biarpun
latihannya bikin lelah, tapi nggak mungkin aku nggak semangat!
Pasti aku akan terus semangat!!! Karena sekarang aku bisa dekat
dengannya...!
Thank God! Semoga semuanya akan semakin baik dan
menyenangkan!”
Sejak itu, aku selalu semangat. Sampai sekarang pun aku
tetap semangat. Ya. Meskipun... sekarang aku sudah nggak gabung
di band itu lagi...
Inilah momen yang akhirnya membuatku kecewa...!
“Rasanya berat buat menerima kenyataan seperti ini!
Berita yang sangat buruk buatku. Aku dikeluarkan dari band...!
Belum ada sebulan audisi, belum ada sebulan aku gabung.
Tapi mereka udah main pecat! Katanya aku nggak bisa main gitar
listrik. Oke, memang biasanya aku cuma main gitar akustik. Aku akui
aku belum begitu pintar nge-set sound-nya, tapi aku mau belajar
dan menurutku aku punya progres! Lagian secara teknis main gitar
itu chord sama picking-nya kan sama aja! Nge-set sound kan aku
juga terus belajar sambil jalan! Setelah repot-repot audisi dan
mutusin aku lolos seleksi, gampang banget mereka bilang: Dimas,
kamu nggak cocok main di band ini! Lalu mereka bilang kalo mereka
18
juga udah dapat penggantiku...! That‟s bullshit!!!
Sebenarnya aku udah curiga dari kemarin. Waktu aku mau
masuk ke ruang studio, aku sempat dengar dari luar. Mereka yang di
dalam sedang membicarakan soal anak lain yang mainnya lebih
bagus dari aku. Ah, ember!!! Ini namanya nggak fair! Kalo boleh
asal comot player kenapa dulu pakai audisi segala? Lagian kalo
gitaris baru itu niat buat ngeband, kenapa dulu nggak ikut audisi?!!
Dan aku tambah kecewa lagi, karena Erik cuma diam saja.
Dia nurut-nurut saja,dan nggak bilang apa-apa waktu aku dipecat.
Aku dibiarkan keluar studio begitu saja setelah permintaan maaf
basa-basi dari mereka. Aku juga nggak minta harus ada drama pura-
pura ada yang mencegah aku pergi atau gimana, tapi... Huhhh...
Harusnya mereka nggak melakukan seenak jidat mereka!
Tapi okelah, aku terima. Aku nggak bisa ngeband lagi
sama Erik, nggak apa-apa... Kami sudah saling kenal. Biarpun hari
ini ada satu hal yang sangat buruk, tapi itu bukan alasan bagiku
buat musuhan sama dia.
Aku memang kecewa, tapi aku bukan pendendam.
Goodluck aja lah buat mereka...”
Begitulah. Kecewa, tapi itu tak mengakhiri perasaanku
padanya. Lagian akhirnya aku juga faham, Erik sendiri juga anggota
baru di band itu jadi mungkin dia nggak bisa berbuat banyak buat
membelaku. Aku bisa memakluminya. Dan lama-lama aku juga
sadar diri, bahwa alasanku gabung di band itu memang karena ingin
dekat sama Erik. Jadi, mungkin memang layak kalau aku dianggap
nggak punya dedikasi yang sungguh-sungguh buat band itu. Ya, aku
akui saja...
Aku masih tetap baik dengan Erik. Aku selalu „say hi‟ tiap
kali berpapasan dengannya, dan dia selalu membalas dengan baik-
baik juga. Kadang kami juga ngobrol bareng kalau pas ketemu di
kantin.
Aku masih selalu melongok halaman FB-nya. Kalau dia lagi
bete atau ada masalah, aku selalu kasih semangat. Yaaahhh,
meskipun kadang harus berakhir dengan tombol „delete‟. Tapi itu
artinya, paling tidak dia udah baca tulisanku. Dia mungkin
menghapusnya karena orang lain yang usil, tapi pasti dia tahu kalau
aku... peduli dengannya, dan aku selalu ingin dia baik-baik saja...
19
Aku memang belum bisa berterus-terang. Ibarat
timbangan, resiko terburuk masih jadi sisi yang lebih berat
dibanding harapan-harapan yang indah di pikiranku. Aku cuma bisa
memberi sinyal perhatian padanya...
Sayangnya, selalu saja muncul orang-orang yang suka ikut
campur, nyampah! Padahal aku selalu berusaha memberi perhatian
yang wajar. Yahhh, walapun sering... Tapi apanya sih yang
berlebihan kalau aku menyarankan Erik mengkonsumsi pisang buat
jaga stamina? Apanya yang berlebihan kalau aku menyemangati dia
saat ikut ujian susulan??? Aku nggak bisa menyangkal bahwa aku
merasa peduli dengannya, tentunya bukan supaya orang lain
mengolok-olok kami...! Sayangnya, itulah yang terjadi! Erik jadi
sering kesal sama aku gara-gara komentar-komentar miring itu...!
Kalau begitu, apakah berarti Erik sendiri sebenarnya juga
mulai menebak arti sinyalku? Mungkin. Tapi dia nggak ngasih
jawaban apa-apa selain kata „nevermind‟, lalu log out dari Facebook
tanpa permisi. Seolah dia ingin menghindar dariku...!
Hmmhhh... Ya sudah lah. Kalau dia memang kesal, itu hak
dia. Tapi aku juga berhak untuk tetap berharap, karena dia belum
jadi milik siapa-siapa...!
Memaksa Erik buat menyukaiku? Nggak juga. Berharap
jadi boyfriend? Mungkin memang terlalu muluk, tapi siapa tahu...?
Segala kemungkinan masih terbuka...! Kita harus berusaha, kalau
tidak ya nggak bakal tahu apa yang layak kita dapatkan!
Mungkin aku memang perlu lebih bersabar. Tapi yang
pasti…
Belum saatnya untuk menyerah...!
20
Akhir Sebuah Semester
Pagi ini sekolah benar-benar ramai! Nggak cuma oleh
anak-anak yang berseragam sekolah, tapi juga rombongan orang
tua yang harus mengambil raport anak-anak mereka. Ya, hari ini
adalah hari pengambilan raport. Emperan ruang kelas penuh dengan
murid-murid yang sedang menunggu orang tua mereka selesai
mengambil raport. Ada wajah yang tenang-tenang saja, tapi tentu
saja sebagian besar berwajah tegang! Soalnya ini nggak cuma
mengambil raport, tapi juga pengumuman kenaikan kelas!
Kulihat Mama baru keluar dari ruang kelasku sambil
memegang raportku. Jantungku deg-degan!
“Gimana, Ma, raportku?” dengan harap-harap cemas aku
langsung menanyai Mama.
Wajah Mama rada angker... Aduhhh...! Pertanda buruk...?!
“Nih, jeblok!” tukas Mama sambil menimpukkan raport ke
pipiku.
“Haaa?!!” aku kaget ternganga. Langsung kubuka
raportku, kulihat nilai-nilaiku. “Iya sih, Matematika sama Fisika
jeblok... Tapi kan yang lain bagus!” seruku.
Hoohhhh... Syukurlah aku masih bisa lega! Karena intinya
adalah...
“Yang penting naik kelas!” seruku girang.
“Tapi kelas dua dapat jatah kelas IPS tuh!” tukas Mama
sambil jalan.
“Memang aku sendiri yang ngajuin buat masuk IPS kok!
Lagian memangnya kenapa kalo aku masuk IPS? Jangan pukul rata
kalo IPS lebih jelek dari IPA dong, Ma!” sanggahku sambil ngikut
jalan di samping Mama.
21
“Ihhh, kamu ini! Kan buktinya kamu sendiri tuh, nilaimu
jelek gitu!” Mama masih ngedumel.
“Tuh, jadi berbelit-belit kan Mama! Yang jelek kan nilai IPA
sama Matematika, itu juga nggak sampai merah! Lagian nilai IPA-ku
jelek ya biarin! Memang tujuannya bukan mau masuk IPA! Ngapain
musti maksa masuk IPA kalo memang nggak mampu? Yang bagus
itu masuk sesuai bidangnya, Ma!” balasku panjang, nggak mau
kalah.
“Hiihhh, pasti gitu tuh, ngebales terus sama Mama! Ya
udah, terserah kalo mau jadi anak IPS...!” akhirnya Mama ngalah
meski dengan muka cemberut. “Mama mau langsung pulang. Kamu
masih mau di sini apa ikut pulang?”
“Nanti aja lah. Masih pingin kumpul sama teman-teman.
Besok kan udah libur lama, tiga minggu...! Bakal jarang ketemu
lagi...” gumamku.
“Ya udah. Tapi nggak usah sampai sore pulangnya!” pesan
Mama sambil meneruskan langkahnya.
“Sippp!” sahutku mantap, melepas Mama pulang duluan.
Kumpul sama teman-teman? Ahh... biasa aja, nggak
semangat-semangat amat. Itu kan cuma alasan basa-basi aja.
Kalaupun mau libur tiga minggu kan nanti masih ada piknik bareng
ke Bali! Terus nanti di kelas dua kan juga masih bisa melihat teman-
temanku lagi, meski mungkin beda kelas.
Yang susah aku lepas saat ini, bukan momen perpisahan
dengan teman-teman sekelas. Tapi tentu saja Erik si cute berambut
spike itu! Selama liburan, aku bakal jarang bertemu sosoknya yang
cakep dan keren itu! Apalagi dengar-dengar dia pilih masuk ke kelas
IPA, jadi kandas semua harapanku buat bisa sekelas sama dia!
Kulihat Erik baru saja menerima raport dari ayahnya. Aku
amati dari agak jauh. Hingga akhirnya ayahnya pergi juga, dan
untung Erik nggak ikut pulang! Ini dia, kesempatanku datang...!
Aku lewati berisiknya anak-anak lain yang nongkrong di
emperan ruang kelas. Dengan santai kuhampiri Erik yang sedang
duduk-duduk di teras depan kelasnya. Kayaknya aku memang lagi
mujur, nggak ada anak lain yang duduk di dekat Erik. Jadi, aku
harus segera ambil duduk di sebelahnya sebelum keduluan yang
lain...!
22
“Dapat ranking nggak?” sapaku sambil duduk di
sebelahnya.
Erik menoleh sejenak. Lalu kembali mamalingkan mukanya
tanpa ekspresi. “Ranking empat...” jawabnya kalem.
“Wah, lumayan dong!” sahutku tetap bersemangat.
Baru saja membuka obrolan dengan Erik, ehhh... teman-
temannya mulai berdatangan...! Bukan teman kayaknya, lebih tepat
disebut penggemar-penggemarnya! Cewek-cewek pemujanya!
“Hei, Rik...! Raportmu gimana?” sapa si Kriting dengan
suara melengking. Annoying!
“Ahh, kalau Erik udah pasti bagus lah...! Iya nggak sih?
Hahaha...!!!” si Kerempeng menyahut sambil tertawa cempreng.
Nggak kalah berisik suaranya!
“Aduhhh, liburan bisa ketemu kamu nggak ya...? Kan nanti
aku kangeeeennn...!!!” yang satu ini malah pakai pegang-pegang
lengannya Erik! Si Menor yang minta digampar sampai jontor! Aku
yang udah duluan duduk di sini aja nggak pakai pegang-pegang!
Kurang ajar!!!
“Pada ikut piknik kan? Nanti juga ketemu lagi lah...” balas
Erik dengan murah senyum.
Ahhhhh, dasar...!!! Si Erik ini pakai senyum-senyum segala
ke mereka! Giliran sama cewek-cewek aja ramah banget nih anak...!
Tadi aja waktu aku yang menyapa, dia membalas nggak pakai
senyum! Pilih kasih!
“Eh, geser dong duduknya! Cowok kok dekat-dekat sama
cowok, toleransi dong sama yang cewek...!” si Kriting menggusur
dudukku, diikuti teman-teman capernya yang langsung ikut berjubal
menyingkirkan aku dari samping Erik.
Rrrrrggghhh...!!! Udah berisik, datang belakangan,
langsung minta tempat istimewa! Bawa-bawa toleransi lagi?!
Bukannya biasanya cewek tuh bawa-bawa emansipasi?! Kalau
memang ini jaman emasipasi harusnya cewek juga berani antri!
Dasar cewek-cewek nggak konsekuen! Cari enaknya aja! Bikin malu
Ibu RA Kartini...!
“Hayoo, Dimas mau dekat-dekat lagi nih sama Erik?” tiba-
tiba ada yang lewat sambil menowel daguku...
23
Astaga...!!!
Anak yang menowel daguku itu berlalu sambil ketawa-
ketawa! Anjritt...!!! Dia itu anak yang di Facebook punya nickname
supernorak, Joni Selalu Bahagia itu!
“Mampus sana!!!” umpatku emosi sambil melayangkan
tendangan ke pantat anak norak itu.
Joni kabur sambil ngakak. Dan...
Berikutnya adalah pemandangan yang bikin aku mati
kutu...! Si Kriting, si Kerempeng dan si Menor melongo
memandangiku dengan tatapan aneh. Sedangkan Erik kelihatan
berusaha mengamankan mukanya, seolah nggak ingin tahu apa
yang sedang terjadi!
“Kenapa...?” tanyaku kikuk, dengan seratus persen yakin
kalau mukaku sudah jadi ungu menahan malu!
“Nggak papa...!” tiga cewek itu kompak jaim.
Damn!!!
Nggak cuma cewek-cewek reseh itu, tapi anak-anak
lainnya yang melihat tingkahku juga kelihatan berbisik-bisik sambil
tersenyum-senyum. Ampuuunnnn...!!! Benar-benar memalukan! Kok
aku sial terus sih...?!!
Aku duduk lagi tanpa bicara apa-apa. Sedangkan cewek-
cewek itu segera nyerocos lagi dengan Erik. Erik masih enjoy
menanggapi mereka. Cuma aku yang diam dan sendiri di tempat
paling pinggir... paling jauh dari Erik. Cuma bisa mendengar obrolan
mereka dengan rasa dongkol dan cemburu! Kalau hatiku ini punya
muka, pasti sekarang sedang berlinang air mata!
Ya Tuhan, aku merasa disia-sia...
Melewatkan menit-menit yang bagai neraka bagiku,
akhirnya cewek-cewek itu pergi juga setelah puas ngobrol dan cari
perhatian di depan Erik. Hufff... Thank God!
Sekarang tinggal aku sendiri lagi yang duduk di sebelah
Erik. Aku pingin mendekat, tapi aku telanjur malu gara-gara kejadian
tadi. Lagian... sekarang aku juga bingung mau ngomong apa...
“Akhirnya pikniknya ke Bali ya, Rik?” akhirnya terucaplah
kalimat basa-basi yang sangat basi ini. Ya ampun... Semua juga
24
udah pada tahu kalau pikniknya ke Bali! Goblok!
“Kok masih nanya?! Kan udah diputuskan dari dulu!”
jawaban Erik nggak bikin aku kaget. Dan... Yang kucemaskan jadi
kenyataan, Erik jadi ketus!
“Hehehe... Iya ya...” gumamku gugup dan rikuh. “Sorry ya,
Rik... Kayaknya akhir-akhir ini aku sering bikin kamu bete...”
“Ahh, kamunya juga sih... terlalu gitu!”
“Ha...? Gitu gimana...?”
“Ya kayak kemarin di FB itu lah! Kamu tuh keseringan
seperti itu...”
“Aku... kan cuma ngasih saran aja, Rik...?”
“Tapi kalo keseringan kesannya jadi aneh tahu...?! Kita
sekelas enggak, sodara bukan, tetangga juga bukan. Yaahhh... jelas
aja lah anak-anak lain pada komentar macam-macam!”
Aduhh... Erik beneran jadi kesal sama aku... Mau ngasih
perhatian aja kok jadi serba salah seperti ini ya...?
“Yaaa, teman kan nggak perlu mikirin kelasnya atau
rumahnya...? Lagian kita pernah satu band juga kan?” kilahku
berusaha mencari argumen.
“Tapi kamu itu memang terlalu perhatian...! Pasti ada
alasannya kan, kalo orang terlalu perhatian...?” gumam Erik
setengah berbisik.
Perhatian. Terlalu perhatian. Memang benar! Skak matt...!
Erik menonjokku dengan kata-katanya itu...! Benar, Rik, perhatian
itu pasti ada sebab dan tujuannya... Jadi, apa kamu bisa
menebaknya...?
“Memangnya nggak boleh ya kalo misalnya aku...
perhatian sama kamu?”
Eiittsss... Astaga!!! Ngomong apa aku barusan...???
„Memangnya aku nggak boleh perhatian sama kamu???‟ Kalimat apa
itu tadi?!! My God!!! Aku hampir bilang terus terang kalau aku suka
dia...?!!
Erik memandangiku dengan mata tajam. “Jangan yang
enggak-enggak lah...!” tukasnya sambil buang muka!
25
„Jangan yang enggak-enggak‟, apa itu artinya dia
menolakku...??? Atau... dia cuma jengah dengan komentar orang-
orang...??? Atau... Apa artinya...?!! Ya ampun! Aku makin bingung!
Awalnya cuma ingin menyapanya, sekedar ngobrol santai
di akhir semester ini... Tapi lagi-lagi semua yang aku lakukan jadi
salah! Selalu salah!
“Hai, Rik, ayo gih rapat pikniknya mau dimulai...!” salah
satu teman Erik tiba-tiba lewat dan mengajaknya.
“Sipp, on the way...!” Erik pun langsung menyahut, dan
cabut dari sampingku tanpa permisi.
Aku cuma bisa memandangi perginya, tanpa mengucap
apa-apa... Dia bisa segitu akrabnya dengan teman-temannya yang
lain. Bisa enjoy, bahkan bisa jalan sambil berangkulan, dengan
tangan di pundaknya... Itu hal yang biasa dalam pergaulan cowok,
tapi coba kalau aku yang meletakkan tanganku di pundaknya, apa
dia nggak bakal cepat-cepat menepisnya?! Tadi baru diajak ngobrol
aja udah tanpa senyum sedikitpun, ketus pula!
Sulitnya menjalani perasaan ini! Aku tahu, ini karena apa
yang ada di dalam diriku berbeda dengan anak-anak lainnya. Apa
sebaiknya aku mengakhiri perasaan ini saja? Huhhh, kalau bisa pasti
sudah dari dulu! Melelahkan, tapi aku nggak bisa mengakhirinya!
Bagaimana? Apa lagi yang harus kulakukan...?
Kulontarkan pandanganku berkeliling. Menatap suasana
sekolah di akhir semester ini. Keramaian yang sudah mulai reda,
satu per satu teman-temanku mulai pulang, menyisakan suasana
sekolahan yang makin lama makin lengang...
Inilah, akhir sebuah semester. Akhir sebuah tahun ajaran...
Dengan lesu akhirnya aku pun berdiri dari dudukku, mulai
mengambil langkah. Yup, saatnya pulang, dan kembali lagi kemari di
tahun ajaran baru nanti!
Satu tahun, proses yang cukup panjang dari sebuah
perasaan. Dan harapan masih saja tersisa setelah melewati berbagai
tantangan dan kepenatan...
Sekarang?
Hmhhh... Just go home!
26
Ada Yang Datang
“Dimas, bangun...!”
Ada yang menggugahku. Aku dengar suaranya samar-
samar. Aku menggeliat...
“Dimas, bangun...!”
Suara itu menggugahku lagi. Kurasakan tubuhku juga
digoyang-goyangkan. Aku masih malas membuka mata. Tapi...
Eittt... Tunggu!!!
Kok suaranya cowok...?!! Dan itu bukan suara Papa...!
Segera kubuka mataku, dan...
“Eeeeehh...?!!!” aku terbelalak saat melihat ada cowok di
dekatku, tengkurap di kasurku bertopang bahu menatapku sambil
senyum-senyum.
My God...! Kaget bukan kepalang...!!!
“KAMU...?!!” aku ternganga, segera bangun dan mengucek
mataku berkali-kali!
“Apaaa?!!” anak di sebelahku itu mencibirkan bibirnya
lebar-lebar.
Aku masih gugup dan bingung! Cowok di sampingku ini...
MIRIP AKU...!!! SUMPAH MIRIP BANGET!!!
ASTAGAAAA...!!!
“Kenapa? Kaget lihat gue?” cibir anak itu setengah
meledekku.
“Kamu...? DENIS... ya...?!!”
“Ya iya lah, siapa lagi?! Hehehe...”
“Lho? Kok... ada di sini...?!”
27
Aku memandanginya seheran melihat kucing terbang ke
langit! Dia ikut bangun, duduk menghadapiku masih dengan
senyumnya yang seperti nggak tahu dosa itu...! Lalu...
Plukkk...!
“Woi, kurang ajar! Kenapa nampar aku?!” kuusap pipiku
yang habis ditamparnya. Nggak keras sih, tapi kurang ajar amat?!!
“Lu pasti mikir ini mimpi kan?”
“Kok kamu bisa di sini?!” aku mengulang pertanyaanku lagi
dengan masih terheran-heran.
“Kenapa nggak? Badut aja bisa ke bulan! Lu nggak suka ya
gue pulang...?”
“Bukan gitu... Ngagetin tahu?!” seruku.
Lalu aku segera bergegas terjun dari tempat tidurku, lari
keluar kamar menuruni tangga...
“Mamaaaaa.... Denis pulang ya?!!!” teriakku.
“E, e, e... Nggak usah pakai teriak-teriak!” tukas Mama
yang kutemui di bawah tangga.
“Gimana nggak kaget?! Kok nggak ada kabar kalo dia mau
pulang...?!!” gerutuku masih terheran-heran.
“Ehhhh... Ini Dimas ya? Aduuhhh, udah gede sekarang...!”
tiba-tiba seorang perempuan gendut nyamperin aku dari belakang.
“Ehh, Tante Hilda...???” aku gelagapan.
Perempuan gemuk ini tanteku, Tante Hilda! Ada Om Frans
juga, suaminya, senyum-senyum melihatku.
“Tante kemari sama Denis kan? Kok nggak ngasih kabar
dulu, Tante?!” sambutku setengah bersungut-sungut.
“Kejutan, Sayang!” balas Tante Hilda dengan gaya
genitnya sambil mencubit pipiku.
“Tapi Mama pasti tahu kan? Ini pasti konspirasi nih Tante
sama Mama! Aku sengaja nggak dikasih tahu!” aku langsung nuduh
sambil menggerutu.
“Ih, segitunya sih sama Tante? Kamu nggak suka ketemu
Denis?” balas Tante Hilda masih dengan gaya genitnya.
28
“Dimas memang gitu tuh, gayanya aja jaim! Aslinya ya
senang lah, ketemu lagi sama Denis! Hihihi...” Mama ikutan
komentar sambil cekikikan.
“Udah, Mama nggak usah ngeledek!” sahutku cemberut.
“Ya terserah Mama dong!” cibir Mama.
Asem! Kayaknya aku memang sengaja dikerjain sama
mereka!
“Pokoknya, sekarang kamu musti damai sama Denis ya!
Tuh barang-barangnya Denis, dibantuin tuh! Angkat ke kamarmu!”
tukas Mama menyuruhku.
“Hah? Kok ke kamarku, Ma?!”
“Eee, memang harusnya dimana?!”
“Ya, di mana lah, nggak harus di kamarku kan?!” protesku.
“Udah nggak ada kamar lagi, Dimas! Kamu tega nyuruh
Denis tidur di gudang?”
“Ya nggak di gudang, itu di depan TV kan juga ada
kasurnya!” aku bersikeras.
“Memangnya kenapa sih kalo Denis tidur di kamarmu? Itu
tempat tidurmu tiga orang aja muat! Jangan rewel deh, nggak
sopan ada Tante sama Om...!” Mama mulai melotot padaku.
“Ya, nggak cocoklah, Ma! Cowok udah gede-gede masa
tidur satu kasur...?!” keluhku.
“Ini anak aneh deh! Denis itu kan sodara kamu sendiri?
Pokoknya Mama nggak mau diprotes lagi. Cepat, Denis dibantuin!”
“Yang akur ya, Sayang...” Tante Hilda membungkam
protesku dengan cubitannya lagi.
Aku nggak bisa berkutik lagi. Kalah oleh kemauan orang-
orang yang lebih tua ini! Terpaksa nurut...!
“Ayo dong, bantuin!” Denis lewat sambil menggaplok
pundakku.
Terpaksa, aku angkut barang-barang milik Denis ke
kamarku. Dua koper yang beratnya, anjrittt...! Isinya batu bata ya?!!
Setelah kutaruh koper-koper itu di sudut kamarku, aku
29
duduk di kursi, lalu memandangi Denis yang duduk di tepi tempat
tidurku. Dia tersenyum cengar-cengir...
“Lu senang nggak sih gue datang?” tanya Denis bak nggak
tahu dosa.
“Gimana yah...? Kita kan MUSUH...!” balasku sinis.
“Wew, segitunya sih lu nganggap gue...?! Itu kan dulu
waktu kita masih kecil. Ribut jaman kecil masa dibawa sampai gede
sih?”
“Tapi tiga tahun kemarin, pas kamu pulang kita juga masih
ribut! Aku masih ingat kamu mukul nih hidung sampai berdarah!
Untung hidung bagus ini nggak patah!” sungutku kesal.
“Itu kan nggak sengaja! Habisnya lu gelitikin sih, gue
mukulnya tuh refleks...!” kilah Denis.
Aku memandanginya dengan dongkol sekaligus canggung.
“Terus, kamu beneran mau tidur satu kasur sama aku...?” tanyaku.
“Kenapa nggak? Gue udah jauh-jauh dari Medan ke Solo
mau lu suruh tidur di lantai? Sadis amat lu...!”
Lalu Denis guling-guling di kasurku, kayaknya puas banget
bisa bikin kaget aku pagi ini! Bakal jadi apa nih malam nanti? Damai
apa tetap perang, seperti jaman kecil...?!
“Mas, masa sih lu nggak ada kangennya dikit aja sama
gue?” gumam Denis sambil tengkurap.
Aku benar-benar geregetan...!
“IYA, AKU KANGEN SAMA KAMU!!! PUASSS...?!!!” teriakku
serentak terjun menimpa adik kembarku...
Dan...
BRAAAKKKKK!!!
Kasurku amblas ke lantai...!
Dipanku runtuh!
30
Rahasia Saudara Kembar
Aku dan Denis adalah sodara kembar. Kami cuma berdua
sebagai anak di keluarga ini, nggak punya kakak atau adik lagi. Aku
lahir lebih dulu dari dia. Ada anggapan kalau anak yang lebih tua
sebenarnya adalah yang nongol paling akhir, karena sang kakak
harus mengalah agar adiknya keluar lebih dulu, begitulah katanya.
Tapi ada juga anggapan yang sebaliknya, siapa yang lebih dulu
datang ke dunia maka dialah anak yang lebih tua. Dan orang tuaku
memilih anggapan yang kedua itu, yang lebih simple. Jadi akulah
yang dianggap lebih tua, dan Denis sebagai adik kembarku.
Namanya kembar, wajah kami mirip. Tapi tetap ada
perbedaannya! Denis punya lesung pipit di pipinya. Hmmmm...
Banyak orang yang memuja lesung pipit, beruntungnya si Denis!
Tapi di sisi lain, rupanya aku dapat jatah badan yang lebih tinggi.
Sedikit. Ya, secara postur aku memang lebih cocok jadi kakaknya.
Biarpun selisihnya cuma beberapa senti, tapi tetap bisa terlihat
sepintas saja kalau aku lebih tinggi dari Denis.
Sejak umur sepuluh tahun, Denis dipisahkan dariku. Saat
itu Tante Hilda, adik Mama, sudah menjalani lima tahun masa
pernikahan tapi belum dikaruniai anak. Entah siapa yang
menganjurkan, yang jelas akhirnya Papa dan Mama memberikan
Denis agar diadopsi oleh Tante Hilda dan Om Frans. Kata Mama, ada
cara tradisional buat membantu suami-istri yang susah mendapat
keturunan. Yaitu dengan „memancing anak‟. Begitulah harapannya,
biar Tante Hilda dan Om Frans bisa „terpancing‟ keturunannya
setelah mengasuh Denis.
Benar atau tidaknya mitos itu, terbukti akhirnya Tante
Hilda bisa mengandung! Sekarang anaknya sudah berumur satu
tahun. Dan katanya sekarang dia juga sudah hamil lagi!
Aku jadi mikir, si Denis sakti sekali ya...?!
31
Nggak tiap tahun Denis diajak pulang ke Solo. Yahhh,
jarak dari Medan ke Solo kan jauh banget! Sejak tinggal di Medan
selama tujuh tahun, ini ketiga kalinya Denis diajak pulang ke Solo.
Kepulangan sebelumnya sudah tiga tahun yang lalu. Terakhir
ketemu masih sama-sama imut, sekarang sama-sama sudah gede
dan wajah kami tetap mirip satu sama lain! Sebelumnya juga nggak
ada kabar kalau dia bakal pulang, tiba-tiba pagi tadi sudah senyum-
senyum tiduran di tempat tidurku! Jadi gimana aku nggak kaget
coba?!
Asal tahu saja, dulu waktu masih kecil kami sering
berantem. Hampir tiap hari malah! Entah gara-gara rebutan mainan
atau rebutan makanan. Yaahhh, biasa anak kecil. Apalagi anak laki-
laki! Jadi kalau soal kangen sih, memang ada kangennya... Tapi
yang paling jelas perasaanku saat ini adalah...
AKU PANIK !!!
Aku cowok udah gede! Aku punya privacy! Denis tidur di
kamarku, itu tanda bahaya! Gimana kalau dia nanti ngubek-ubek isi
laptopku dan tahu tontonan pribadiku di sana...?!!
AAAAHHHH...!!! Kenapa aku masih nyantai-nyantai aja
sih...?!!! Cepat, cepat, cepat...! Pindahkan semua file rahasia!
Kutancapkan flashdisk-ku ke laptop, dan sejurus dua jurus
kemudian kupindah semua file rahasiaku dari laptop ke flashdisk.
Sedot data...!
Tapi, tunggu, tunggu! Nggak perlu semua file. Sisakan
satu file, film Miyabi! Versi yang soft aja, biar kelihatan „normal‟ tapi
sekaligus tetap jaga image! Sekalian bikin jebakan buat ngerjain dia!
Nggak tahu si Denis udah ngerti soal gituan apa nggak, tapi kalau
sampai belum ngerti, kebangetan! Hihihi...
Sippp! Pengamanan rahasia sudah selesai. Semua file
sudah kuatur. Tapi aku akan tetap waspada...!
Denis, kita memang sodara kembar. Tapi siapa tahu kamu
juga masih jadi musuh kembarku...! Aku nggak akan terkecoh sama
gayamu yang sok polos dan lugu itu!
Kita lihat saja nanti!
32
Obrolan Di Meja Makan
Sebenarnya aku agak malas dengan acara makan bersama
keluarga! Soalnya memang nggak ada tradisi seperti itu di rumahku,
jadi rasanya aneh aja. Tapi karena Tante dan Om sekeluarga datang
kemari, bersama Denis pula, akhirnya diadakan juga acara makan
malam keluarga ini.
Hmmm... Untung saja menunya enak. Kalau nggak, sudah
pasti aku bakal bengong disiksa oleh suasana ngobrol orang-orang
tua di meja makan ini! Lumayan, ada daging asap dan sup jamur
kesukaanku. Aku bisa menemukan keasyikanku sendiri makan menu
favoritku, tanpa harus mempedulikan obrolan Mama dan Tante yang
udah kayak tetangga yang pada ngerumpi!
Papa dan Om lebih banyak diam. Denis juga nggak banyak
omong. Nino, sepupuku yang masih balita, malah belum bisa
ngomong! Haha... Kalau dipikir-pikir ini memang konyol! Nggak ada
interaksi yang nyambung selain antara Mama sama Tante saja,
pastinya memang cuma mereka berdualah yang pintar ngerumpi!
“Dimas makan yang banyak dong...! Biar isi dikit lah badan
kamu!” akhirnya Om Frans mulai cari bahan sendiri buat ngomong
sama aku.
“Makannya susah si Dimas. Seringnya sih aku kasih duit
aja biar cari sendiri yang dia suka...! Udah capek mikirin menu buat
dia...!” Mama langsung menyahut saja, padahal Om Frans
ngomongnya sama aku. Memang gitu ya, karakter ibu-ibu?
“Hmmm... Nggak jauh beda sama si Denis dong?! Susah
juga tuh kalo makan...!” Tante Hilda ikut nimbrung. Nah kan? Belum
juga aku jawab, yang golongan ibu-ibu udah pada menyahut aja!
Satu lagi, kayaknya udah kebiasaan juga ya kalau orang
tua pada ngerumpi soal anak, pasti membanding-bandingkan! Paling
sebal aku kalau dibanding-bandingkan!
33
“Dimas udah punya pacar belum?”
“Belum, Tante...” jawabku datar.
“Aaaaa... Sama kayak Denis tuh...!”
Tuh kan...! Dibandingkan lagi! Penting nggak sih...? Males
banget aku dibandingkan sama Denis! Memang kami kembar, tapi
kami tetap orang yang beda! Kalau ada yang beda nggak usah
dikomentari, kalau ada yang mirip ya nggak perlu disama-samakan!
Lagian biarpun kembar, Denis itu MUSUH...!!!
“Tadi katanya dipannya rubuh? Kenapa sampai gitu...?”
celetuk Papa.
“Dimas-nya yang pecicilan... Pakai loncat-loncat segala, ya
rubuh lah...!” gumam Denis. Mulai, mengadu ke Papa! Aku masih
ingat kok, dari dulu memang Denis ini sedikit-sedikit ngadu! Bukan
karena cengeng, tapi memang dasar mulutnya itu usil!
“Udah diperbaiki kok! Cuma ada baut yang lepas aja...”
sahutku cuek.
“Denis di Medan sana juga usil kok, sama aja kalian...!”
ujar Tante Hilda sambil cekikikan. Halah! Belum capek juga
ngebandingin?!!
“Tante sama Om di Solo sampai berapa lama?” tanyaku,
biar mereka nggak terus-terusan ngomongin aku sama Denis. Moga-
moga mereka juga nggak lama-lama di sini!
“Denis sih liburnya tiga mingguan. Ya sekitar itu lah kira-
kira...” jawab Tante Hilda.
Maakkk...!!! Tiga minggu?!! Berarti sepanjang liburan aku
harus menghadapi Denis satu kamar denganku?!! Bakal hancur
liburanku, direcoki sama dia! Aduhhh, langsung lemas rasanya...!
Aku lirik si Denis, dia juga sedang melirikku sambil cengar-
cengir. Asem!!!
“Terus gimana tuh kateringnya kalo ditinggal?” Papa
nimbrung.
“Sudah diatur lah! Jadi ya selama di Solo otomatis nggak
terima customer dulu. Kita kan kemari udah direncanain!” jawab
Tante Hilda sambil menyuapi Nino, anak balitanya yang berumur
setahun.
34
Tante Hilda dan Om Frans menjadi pengusaha katering di
Medan sana. Katanya sih sukses!
“Eh, si Dimas kan liburan ini ada acara piknik sekolah ke
Bali. Denis sekalian aja ikut...! Biar bisa ikut senang-senang di
sana!” Mama mencetuskan ide.
“Wahhh...? Ke Bali? Mau, mau...!” Denis langsung
semangat.
Aduhhhh...!!! Tambah rusaaaakkkk!!!
Hancur total liburanku!!! Mama kok ngasih ide begitu
segala sih?! Masa aku mau senang-senang ke Bali harus diuntit
sama Denis juga...?!! For God‟s sake...! Jelas aja Denis mau...!
PARAAAHHHH...!!!
“Dimas, nanti tolong bilang ke panitianya ya, ada yang
mau ngikut lagi! Nanti iurannya Mama kasih...!” Mama langsung
memberi perintah.
“Ya, Ma...” jawabku tertunduk lemas. Malangnya
nasibku...!
Benar nih, liburan yang semula aku bayangkan bakal asyik
ada piknik ke Bali, tapi nggak tahunya...???
Jadi ingat tadi pagi Tante Hilda bilang, “Kejutan...!”
Ini bukan kejutan!
Ini BENCANAAAAA...!!!
35
Lagu Untukku…
“Rik, bisnya msh ada t4 duduk gak?”
Kukirim SMS-ku ke Erik. Menanyakan tempat duduk buat
peserta piknik. Yup, Erik kan termasuk panitianya!
Kutunggu balasannya sambil tiduran di kamarku. Tapi
kenapa nggak dibalas-balas ya? Udah hampir setengah jam...!
Kukirim lagi SMS-ku yang kedua kalinya, pesan yang isinya
sama. Lalu menunggu lagi. Sampai hampir saja ketiduran...! HP-ku
akhirnya berbunyi, Erik membalas juga!
“Udh penuh lah, tinggal brngkt! Gi lthn band nih, jng
smsan dulu ya!”
Tuinggg...! Ketus lagi jawabannya...?!! Padahal aku nanya
serius...? Si Denis pingin ikut piknik ke Bali, makanya aku nanya
kursi busnya...! Kalau udah full ya udah, jawabnya ngapain ketus
gitu ya? Kok jadi sensi banget gini sih si Erik? Ah, capek mikirin
sikapnya!
Berita buruk buat si Denis. Tapi ya biarin! Malah jadi berita
gembira buat aku! Berarti aku tetap akan piknik ke Bali tanpa dia!
Hahaha... Aku nggak bisa membayangkan respon teman-temanku
kalau Denis sampai beneran ikut. Bisa jadi bahan olok-olokan,
karena ada cowok kembar dadakan ikut acara piknik sekolah...!
Jangan sampai itu terjadi!!!
Hmmmhhh... Kayaknya mending tidur aja sekarang.
Gulingku, di mana kau? Sini aku peluk, aku mau bobok...
“Ini gitar lu, Mas?” tiba-tiba suara Denis terdengar masuk
ke kamar. Aku menoleh, dia sedang menenteng gitarku.
“Ada berita buruk buat kamu nih!” aku langsung nggak
pakai basa-basi. “Busnya udah penuh, nggak bisa nambah
penumpang lagi!”
36
“Jiahh...! Nggak bisa ikut dong gue?” tampang Denis
langsung kecewa.
“Nyusul aja naik bus sendiri...!” sahutku cuek sambil
memejamkan mata lagi, memeluk gulingku erat-erat.
“Huh, nggak ilang juga jahat lu ke gue...?!” sungut Denis.
Rasain! Hihihi... Gara-gara Denis juga sih, aku musti
nanyain bus, akhirnya aku jadi didamprat lagi sama Erik! Sekarang
aku puas bisa ngasih berita buruk ke Denis!
Kurasakan gerakan kasurku. Rupanya Denis ikut rebahan
di dekatku. Aku jadi agak deg-degan... Malam ini aku mulai tidur
sama dia! Sodara kembarku! Musuh besarku sejak kecil! Huhhh...
Awas kalau dia sampai berani usil, bakal kulempar dia!
“Lu lagi bete ya, Mas? Kok jelek amat tingkah lu...?!”
“Memang. Bete sama kamu...!” jawabku cuek.
“Huuu... Dosa apa ya gue...? Lu baru datang bulan, Mas,
sampe bete ke orang tanpa alasan gitu...?”
“Eh! Bilang apa?!!”
Bukkk!!! Langsung kusambit Denis pakai guling!
“Habisnya kenapa sih?! Gue udah datang jauh-jauh malah
dijahatin...?! Lu tuh juga nyebelin tahu nggak?!” balas Denis
setengah ngambeg.
Aku balik tidur lagi. Huhhh...! Aku nggak mau tambah
capek menghadapi Denis! Mikirin Erik yang pedes, menghadapi
Denis yang sepet...! Aku mau istirahat!!!
Aku sudah memejamkan mata lagi. Tapi, aku nggak bisa
menampik pendengaranku. Denis sedang memetik-metik gitar di
sampingku.
“Biar nggak bete, gue nyanyiin lagu nih...” gumam Denis.
Lalu... “Nina bobok, oh nina bobok...”
ASTAGA...!!!
“Diam nggak?! Berisik!” aku langsung melek lagi,
menyuruh dia diam. Emosi lagi!
Denis malah cengar-cengir. “Ya udah, minta lagu apa biar
lu seneng?” dia malah nantang sambil mukanya dibikin sok imut.
37
Kok bisa sih aku punya adik macam dia...?!!
“Sini gitarnya!” aku langsung merebut gitarku. Lalu
kutaruh di sebelahku, menjauhkannya dari Denis! Aku balik tidur lagi
sambil menaikkan selimutku buat menutupi telinga. Aku nggak mau
lihat dan dengar apa-apa lagi!!!
Dan akhirnya, perlahan-lahan...
Malam pun jadi sunyi.
Emmhhh... Entah sudah berapa lama aku tertidur...
Sekarang mataku mulai memicing lagi karena kupingku
menangkap bunyi sesuatu di dekatku. Sesuatu yang bernyanyi di
sampingku. Aku masih mendekap gulingku tanpa menoleh, tapi
rasanya aku bisa menduganya...
Kulihat gitarku sudah nggak ada lagi di sebelahku. Suara
itu adalah petikan gitarku, dan... Denis yang sedang menyanyi...!
Dan... kali ini yang menyita perhatianku adalah lagu itu...
Aku nggak asing dengan lagu itu! Aku ingat, itu lagu yang
dipopulerkan Joan Baez...
“Donna, Donna, Donna, Donna...”
Aku ingat, itu lagu yang dulu sering dinyanyikan oleh Papa.
Waktu kami kecil, selesai mendongeng kalau kami masih susah tidur
maka Papa akan menyanyi buat menidurkan kami. Yang sering
dinyanyikan Papa, salah satunya adalah lagu itu...
Refrein yang repetitif dan meninabobokan...
Aku menggeliat. Ketika lagu itu selesai, aku baru menoleh
ke samping. Denis sedang duduk bersandar bantal di sebelahku.
Gitarku ada di tangannya.
“Udah, tidur! Nggak capek apa...? Udah jauh-jauh dari
Medan juga...?!” gumamku nggak begitu jelas, bercampur kantuk.
“Hehehe... Akhirnya lu ngomong yang bagus juga buat
gue...” sahut Denis.
“Ehhh...? Aku ngomong apa barusan...?” aku langsung
bertanya-tanya, kikuk.
38
“Apa yaa...? Intinya, lu tuh akhirnya punya perhatian juga
ke gue...!” balas Denis sambil tersenyum nyengir.
“Perhatian apaan?! Berisik tahu, nyanyi gitaran dekat
orang lagi tidur gini! Ganggu...!” aku langsung mulai mengomel.
“Gue kan nyanyinya pelan-pelan? Tadi lu bilang, „apa gue
nggak capek, udah jauh-jauh dari Medan?‟, berarti kan lu perhatian
sama gue!” Denis masih membalas dengan nada ge‟er.
Kampret! Apa benar begitu ya?! Pasti Denis jadi gede
kepala nih! Tapi tadi memang spontan begitu saja aku
ngomongnya...
Spontan, berarti... nggak dibuat-buat...?
“Lu nggak ingat sama lagu tadi, Mas?” lontar Denis
kemudian.
Lagu itu? Ya, aku ingat, tapi... kenapa sepertinya Denis
sengaja memancing nostalgia jaman kami kecil ya? Apa maksudnya?
“Lagu apaan tuh?!” aku masih pura-pura jutek.
“Tadi kan lagu kesukaan lu dulu, dulu Papa yang sering
nyanyiin kalo kita mau tidur...” gumam Denis sambil memetik-metik
pelan gitar di tangannya.
“Kok kamu malah ingat? Jadi yang perhatian aku apa
kamu...?!” kelitku jutek.
“Hehehe... Ya kita berdua!” cetus Denis sambil ketawa.
“Dulu kita memang sering berantem, Mas. Tapi itu kan waktu kita
masih kecil. Sekarang udah gede, harusnya bisa mikir yang lebih
dewasa...! Ngapain terus musuhan? Toh dulu kalo kita sering
berantem, malamnya tetap tidur satu kasur juga kan? Didongengin
cerita yang sama juga kan sama Papa? Ngapain sekarang masih
berantem terus...?”
Aku tercenung mendengar kata-kata Denis. Sedangkan dia
asyik lagi bermain gitar sambil menggumam-gumam pelan.
Akhirnya, perlahan aku bangun dari rebahanku, ikut duduk
bersandar bantal seperti Denis. Menguap sebentar, mengucek mata,
lalu...
“Belajar gitar dimana?” sebuah pertanyaan terlontar
dariku.
39
“Cuma otodidak. Jauh lah kalo dibandingin sama lu. Lu ikut
les gitar kan? Malah katanya lu pernah dapat juara lomba gitar
klasik! Papa yang cerita...” urai Denis dengan nada yang sepertinya
ingin memujiku. “Gue masih ingat, dulu lu juga pernah ikut lomba
nyanyi dan dapat juara juga!”
“Haha... Sekarang udah berhenti les. Lomba-lomba aku
juga udah nggak pernah ikut lagi. Nggak tahu, rasanya malas aja
sekarang...” timpalku berusaha mencairkan diri. “Ngomong-
ngomong, aku sebenarnya heran juga sama kamu... Kamu tinggal di
Medan, kok ngomongnya pakai „lu gue‟ gitu sih? Memangnya di
Medan ngomongnya gitu ya?”
“Lu lupa apa nggak tahu sih? Mama sama Tante kan dulu
tinggal di Jakarta! Terus Om Frans itu aslinya juga orang Jakarta,
dia tinggal di Medan karena dapat kerjaan di sana! Om kerja di
perusahaan kontraktor, Tante bikin usaha katering, sampai
sekarang. Kebetulan juga sih di komplek perumahan sana banyak
pendatang dari Jakarta juga. Teman-teman main gue di sana juga
rata-rata bahasanya campur-campur gini. Jadi ya gue ngikutin
bahasa yang dipakai di pergaulan aja. Lama-lama jadi kebiasaan...”
cerita Denis panjang lebar.
Aku menyimak cerita Denis. Hmmm... Aku sendiri juga
pakai bahasa campuran, kalau diajak ngomong pakai bahasa Jawa
ya jawab pakai bahasa Jawa. Tapi kebiasaan sih pakai bahasa
Indonesia yang santai, yang nggak perlu dibagi-bagi oleh status
umur dan status sosial seperti yang terjadi dalam bahasa Jawa!
Hahaha...
Dan... Yahhh, aku rasa memang percakapan seperti inilah
yang selayaknya kulakukan dengan Denis, sodara kembar yang
selama ini telah dipisahkan dariku. Bertahun-tahun terpisah, yang
selama ini terbayang di pikiranku cuma dirinya yang dulu waktu
kami masih kecil. Padahal sekarang kami sama-sama sudah besar...
Kenapa aku harus terus berprasangka pada Denis yang mungkin
saja sudah jauh berubah...?
Seharusnya aku bisa mengenalnya dengan cara pandang
yang baru! Denis benar. Betapa aku sudah bersikap kekanak-
kanakan!
Ya, aku ingin mengenal sodara kembarku ini lebih dekat!
Lebih banyak...!
40
“Memangnya, kamu masih manggil mereka „tante‟ sama
„om‟?” aku mulai mengulik lagi.
“Ya nggak juga sih... Kalo manggil langsung, gue manggil
mereka „mama‟ sama „ayah‟. Mereka ke gue udah kayak anak
sendiri, nggak dibedain biarpun sekarang udah ada Nino. Tapi gue
ya nggak mungkin lupa lah Mas, Papa sama Mama yang asli adalah
yang ada di sini. Dan gue kangen juga...”
Menyimak cerita Denis, akhirnya aku bisa terharu juga...
Dia ini kan memang sodaraku, nggak cuma sodara kandung tapi
sodara kembar! Benar-benar kekanak-kanakan ya aku tadi, masih
aja menganggap dia musuh...?!
Harusnya sejak dia nongol di kamarku tadi pagi, aku
langsung menyambut dia sebagai sodara yang aku sayang, peluk
atau cium sekalian gitu harusnya! Rada lebay biarin lah...!
“Memangnya kamu juga pakai „lu gue‟ kalo ngomong sama
mereka?” tanyaku makin tertarik sama cerita Denis.
“Ya nggak lah! Ngomong sama orang lebih tua ya harus
dibedain dengan ngomong sama orang sebaya!” tukas Denis.
“Apa malah pakai bahasa Batak?” terkaku asal.
“Ya nggak juga, yang penting lebih sopan aja!”
“Memangnya kamu bisa bahasa Batak?”
“Sedikit-sedikit...” gumam Denis sambil memetik-metik lagi
gitar di tangannya.
Aku tersenyum manggut-manggut.
“Suka musik apa?” tanyaku berganti soal.
“Apa aja. Tapi gue baru suka sama... pernah dengar
Loreena McKennitt nggak?”
“Ummhh... Tahu namanya sih, tapi lagu-lagunya belum.
Itu kayaknya New Age kan? Kayaknya Papa punya CD-nya, aku
pernah lihat tapi belum pernah dengar!”
“Hehehe... Gue tahunya juga dari CD-nya Papa! Waktu gue
pulang ke sini sebelumnya dulu, ada CD Papa yang kebawa ke
Medan. Sering gue dengerin di sana, bagus-bagus lagunya...”
“Kayaknya di sini Papa masih punya beberapa albumnya
41
tuh, masih disimpan semua. Tapi ngerasa aneh nggak sih, anak
muda kayak kita sukanya malah musik-musik yang kesannya selera
orang tua gitu...?” tanyaku, karena aku sendiri suka musik-musik
klasik dan folk.
“Buat gue nggak ada istilah „musiknya orang muda‟ atau
„musiknya orang tua‟! Yang penting lagunya enak didengar! Nggak
pusing-pusing soal alirannya atau apanya...”
“Hmmm... Coba mainin lagu apa gitu...!” gumamku,
nyuruh Denis nyanyi lagi. Akhirnya...! Hehehe... Padahal tadi aja
pakai marah-marah sambil ngatain „berisik‟ segala!
“Gue paling suka sama yang ini... Neverending Road, enak
lagunya! Tiap dengar lagu ini, entah kenapa bawaannya pasti
keingat sama rumah yang ada di sini... Soalnya gue juga ingat,
waktu masih di sini dulu Papa sering putar lagu ini...” gumam Denis
setengah termenung.
Lalu Denis memetik intro lagu itu pelan-pelan. Dentingan
itu lalu menjelma seperti ayunan. Lagu yang sepertinya juga pernah
kudengar, dan aku terbuai...
Perlahan tubuhku mulai rebah lagi, merapatkan kepalaku
di atas bantal. Pikiranku meringan, kelopak mataku memberat. Rasa
lelah, beban pikiran, mereka tiba-tiba... kemana...?
Lenyap.
Dan selanjutnya, untuk sekali lagi, yang bisa kurasakan
adalah lelap yang damai...
42
Namanya Juga Cowok!
Rumah sepi, cuma ada Mbok Marni yang sedang beres-
beres di dapur. Mama dan Tante Hilda belanja ke supermarket,
diantar Om pakai mobilnya Papa. Nino, sepupuku yang masih balita
juga diajak ikut. Sedangkan Papa ke kantor, pakai Vespa tuanya.
Aku baru saja selesai sarapan dan sekarang sedang
menuju ke kamar. Begitu sampai di kamarku...
O my gosh...!!!
Baru sadar kamarku berantakan! Hanger yang biasanya
cuma digantungi bajuku, sekarang berjubal dengan baju dan celana
jeansnya Denis. Sampai bajuku ada yang jatuh, kena gusur! Meja
belajarku juga berantakan, gelas dan mangkuk cemilan nggak
dikembalikan lagi ke dapur! Selimut di kasur juga nggak dilipat lagi!
Ini satu hal lagi yang mulai kuketahui soal adik kembarku, rupanya
si Denis ini tipe cowok berantakan...!!!
Kurapikan kamarku. Sambil menunggu Denis selesai
mandi. Dia pasti bakal aku marahi!
“Met pagi...” Denis keluar dari kamar mandi yang ada di
dalam kamarku, sambil bersiul-siul dengan santainya.
Awalnya aku mau langsung marah-marah. Tapi nggak jadi,
begitu melihat Denis yang baru selesai mandi cuma pakai celana,
tanpa baju... Bikin aku tiba-tiba jadi... ehemm... benar-benar nggak
jadi marah! Malah bengong melihati body adikku itu...!
Memang rasanya aneh kalau aku mau memuji Denis
secara fisik, soalnya dia kembaranku jadi secara nggak langsung
berasa memuji diri sendiri alias narsis! Tapi memang harus aku akui,
kalau aku suka melihatnya...
Aduhhh...!!! Semoga ini bukan tanda kalau aku „sakit‟!
43
Oke, oke, aku nggak bermaksud narsis. Aku nggak
bermaksud memuji diriku sendiri, tapi sekedar menilai penampilan
sodara kembarku! Badannya yang ramping, padat, nggak kurus
meskipun bentuk ototnya juga biasa saja... Sixpack juga nggak! Tapi
bersih, fresh, nggak garing...
Badannya memang bagus menurut mataku! Pendapat
orang lain aku nggak peduli!
Meski kurang lebih kami mirip, tapi feel-nya ternyata tetap
beda juga kalau dibanding aku memandangi badanku sendiri di
cermin...! Ya, aku baru menyadarinya!
Dan daging segar di hadapanku ini adalah adikku! Sodara
kembarku! Itu yang bikin aku bengong dan bingung! Seandainya dia
bukan sodaraku, mungkin nggak ya aku jadi... suka sama dia...???
Aku melipat selimut sambil curi-curi pandang. Bersamaan
dengan itu, sebagian dari diriku terus membisiki sisi warasku,
“Dimas, Denis itu adikmu...! Dimas, Denis itu adikmu...! Berhenti
memandangi seperti itu! Kamu masih waras!”
Sedangkan bagian diriku yang lain sibuk mencari alasan,
“Ya, aku masih waras...! Aku kan cuma penasaran ada cowok yang
mirip aku sedang nggak pakai baju di depanku! Cowok yang
badannya bagus...”
Ya ampun!!! Aku masih waras kan...?!! Baiklah, aku harus
berhenti memandanginya...!!!
“Lu ngelihatin gue?” cetus Denis tiba-tiba, dia balas
memandangiku...!
Mampusss...!!! Ketahuan...!!!
“Nggak! Ngapain juga? Ge‟er amat...!” aku langsung
ngeles sedikit gelagapan!
Denis masih memandangiku dengan rada curiga! Biarpun
aku sudah ngeles, tapi kayaknya dia nggak percaya...!
“Badanmu kayaknya lebih pendek dari aku ya?” akhirnya
aku mengalihkan kecurigaannya, seolah-olah alasanku mengamati
dia cuma karena soal tinggi badan!
“Dari kecil juga...!” tukas Denis rada cemberut.
44
Kayaknya dia nggak suka aku mengungkit soal tinggi
badan, karena jelas aku lebih tinggi sedikit dari dia! Atau... karena
masih curiga? Tampangku memang kelihatan munafik kali ya?
“Jangan-jangan... kamu belum sunat ya...?” celetukku.
“Enak aja! Gue yakin „bentuk‟ gue juga lebih bagus dari
punya lu!” ternyata balasan Denis malah lebih nonjok!
“Weee... Pede amat? Coba buktiin kalo gitu!” aku langsung
nyolot, nantang! Uuppsss…!!!
“Najis gue kasih lihat ke lu!”
“Berarti nggak ada buktinya dong...?!”
“Tapi gue masih ingat, dulu waktu kecil kita kan sering
mandi bareng, punya lu kan lebih kecil...!”
“Ehh, kurang ajar! Jangan ngebandingin waktu jaman dulu
ya! Lihat sendiri sekarang, aku lebih tinggi dari kamu...?!” balasku,
nggak terima dengan tuduhan Denis!
“Kan nggak jaminan juga punya lu lebih panjang?! Waktu
kecil juga lu udah lebih tinggi dari gue, tapi tetap aja punya lu lebih
pendek kan?!” sahut Denis enteng, sambil memakai kaosnya.
Huhhh... Dia sudah pakai kaos sekarang, nggak ada
godaan mata lagi! Tapi malah ganti omongan kami yang „menjurus‟!
Ngomongin soal „kepunyaan‟ masing-masing...!
“Ya udah, sekarang dibuktiin aja mana yang lebih
panjang!” aku nggak tahu apa aku masih sadar ngomong seperti
ini... Telanjur tertantang! Mungkin aku memang sudah sinting!
“Aneh lu ah! Punya lu mau pendek apa panjang tuh juga
bukan urusan gue! Niat amat lu...?!” sungut Denis.
“Kamu sendiri tadi yang duluan ngungkit soal panjang-
panjangan!” balasku nggak mau kalah, bercampur dongkol karena
dituduh punyaku lebih pendek! Meski belum bisa dibuktikan juga sih
kalau punyaku lebih panjang...
Tapi... untunglah Denis menolak! Soalnya aku baru bisa
berpikir sekarang, kalau aku sampai beneran main „panjang-
panjangan‟ sama dia, berarti aku sudah EDANNN!!! Syukurlah,
kewarasanku akhirnya masih terjaga!!!
Lalu Denis dengan cueknya terjun lagi ke kasur. Tiduran...!
45
“Eh, buset, tidur lagi?!!” sentakku.
“Tiduran habis mandi seger tahu...!” gumam Denis sambil
menggeliat.
Denis tiduran dengan enaknya. Guling kesayanganku
dipeluk-peluk padahal rambut dia masih basah! Aduh, nasib nih
punya kembaran kayak dia...! Tadi malam bisa ngobrol akrab, tapi
sekarang kayaknya mulai ada tanda kalau sepertinya takdir kami
tetap nggak jauh-jauh dari masa kecil kami: NGGAK AKUR! Ternyata
dia masih nyebelin juga!
Ahh, aku ingat dengan sesuatu...! Dapat ide buat ngerjain
adik kembarku itu...!
“Den, tadi malam kamu nggak langsung tidur kan?” aku
mulai iseng memancing.
“Kenapa?”
“Semalam kamu buka apa di laptopku?”
“Nggak buka apa-apa. Nyobain internet aja...”
“Halahhh... Bohong...! Kamu pikir aku nggak tahu ya?
Semalam aku sempat kebangun lagi gara-gara dengar suara dari
laptop... Aku memang nggak nengok tapi aku kenal banget sama
suaranya! Kamu nonton Miyabi kan?! Hayooo!!!”
“Ahhh...! Usil lu...!!!” Denis langsung ngambeg, nggak bisa
mengelak! Hahaha... Kena!
“Terus habis itu kamu lama amat di kamar mandi?” godaku
makin usil.
“Lu ngeres ya?! Gue memang biasa mandi malam...!”
Denis mau ngeles lagi, tapi mukanya udah telanjur merah. Berarti
dugaanku nggak salah! Kena lagi! Hahaha...
“Mandinya sih sebentar, „pemanasan‟ sama keramasnya
yang lama...! Iya kan?!” timpalku sambil menahan tawa.
“Alahh, kayak elu nggak pernah aja?! Ngapain ngurusin
gue?!” Denis jadi tambah ngembeg.
“Siapa yang ngurusin?! Punya punya kamu sendiri!” kelitku
sambil ketawa geli melihat Denis ngambeg. “Dari umur berapa kamu
ngerti gituan?”
46
“Bukan urusan lu...!” Denis makin jengkel.
“Nggak usah ngeles, hayo ngaku!!!” aku makin jahil sambil
ngucel-ucel rambut Denis.
“Resehhh...!” kibas Denis sambil marah-marah.
Itu bukan alasan buatku berhenti, malah makin jadi
ngerjain dia! Kudekap Denis dan mulai menggelitiki dia...! Beginilah
caraku mengusili dia sejak kecil! Hahahaha...
“Hayoo, ngaku!!!” desakku sambil menggelitiki adik
kembarku.
“AAAHHHH...! Mamaaaa...! Dimas usil nihhh!!!” Denis
meronta-ronta.
“Mama nggak ada...!” sahutku tetap nggak berhenti
mengusili Denis. Hahaha... Berasa dapat mainan!
“Berhenti...! Gue tabok nih!!!” Denis berlagak mengancam.
“Tabok aja...! Ayo tabok!” tantangku, tanpa menghiraukan
rontanya Denis.
Kalau dia belum menangis lemas aku belum puas ngerjain
dia! Biarpun dia mau teriak-teriak sampai delapan oktaf, nggak bakal
Mama bisa dengar suaranya dari supermarket! Hahaha…!
CKREEKK...!
Tiba-tiba pintu kamar terbuka... Mama dan Tante Hilda
nongol dari luar... O my Ggg...! Mereka udah pulang...?!!!
“Lho...? Kok pada pelukan sih...?” ceplos Tante Hilda
dengan wajah bengong.
Aku baru nyadar kalau aku masih mendekap Denis...
AAAHH...!!! Momen yang salahhhh!!! Langsung kulepas dekapanku!
“Aku kan udah bilang, si Dimas aja yang gayanya sok
musuhan! Tuh rukun juga...!” sahut Mama sambil cekikikan sama
Tante. Lalu mereka pergi lagi.
“Siapa yang pelukannn...?!!!” protes Denis lantang, tapi
Mama dan Tante sudah telanjur menghilang dari muka pintu.
Rukun?
OH YAAA...?!!!
47
Denis Atau Erik?
Bertengkar karena urusan sepele, saling ledek, saling ejek,
begitulah aku sama Denis. Ternyata hubungan seperti itu masih
tetap bertahan antara aku dengan dia. Yaahh, dalam hal „nggak
akur‟ masih nggak jauh beda dengan jaman kami kecil. Tapi di
antara kami, pertengkaran ya cuma sekedar pertengkaran. Malah
bersamaan dengan itu kami belajar saling mengerti dan mengenal
satu sama lain, dan aku bisa katakan... bahwa sebenarnya kami
sangat akrab...!
Kedatangannya bukan bencana seserius yang aku pikirkan
sebelumnya. Saat itu aku memang masih dipenuhi prasangka, masih
dilekati persepsiku tentang betapa nggak akurnya kami sejak kecil.
Mungkin aku berpikir sedangkal itu karena terlalu kaget juga dengan
kedatangannya yang nggak aku duga. Sekarang? Aku menyimpulkan
bahwa prasangkaku memang sangat lebay! Aku rasa aku tetap bisa
menikmati masa liburanku ini dengan nyaman meski ada Denis.
Malah kalau aku kembali pada satu titik penting soal Denis,
kayaknya dia bisa jadi bumbu yang bagus buat masa liburanku ini.
Apa lagi kalau bukan menyangkut dirinya yang... ehemmm... gimana
yaaa...? Dirinya yang...
Aku sampai betah memandanginya waktu dia nggak pakai
baju! Itu maksudku!
Sudah tiga hari Denis di sini. Beberapa kali tiap pagi atau
sore, aku melihat Denis selalu keluar dari kamar mandi tanpa baju.
Sudah pasti aku curi-curi pandang! Hahaha...
Sekali lagi, bukan berarti aku punya maksud terselubung
buat memuji diri sendiri dengan cara memuji adik kembarku. Jujur
aja, aku nggak merasa sedang menatap cermin waktu melihat dia.
Semirip apapun kami, aku sangat tahu kalau kami berbeda. Kami
bukan orang yang sama. Dia hanyalah... sodara kembar yang mulai
aku senangi! Mulai kuterima keberadaannya di rumah ini...!
48
Nggak ada maksud buat bernafsu sama dia! Jadi gay udah
banyak yang menghujat, apalagi kalau masih ditambah incest! Aku
rasa aku cuma suka punya sodara yang enak dipandang di mataku.
Sebagai cowok yang suka memperhatikan penampilan, terutama ke
sesama cowok, menurutku Denis punya nilai yang bagus. Jujur saja,
aku rasa itu yang membantuku untuk cepat menerima kehadirannya
di rumah ini, di kamarku, terlepas dari tabiatnya yang berantakan!
Sesimpel itu, atau serumit itu, pokoknya begitulah adanya!
Soal sosok pujaan, sosok yang kuharapkan dalam hal
cinta, bagiku masih tetap... ERIK!
Aku masih tetap memberi Erik nilai di atas semua cowok
yang aku kenal, terutama dalam hal pesona fisik yang bisa bikin
jantungku berdebar dan kadang memancing otakku buat
membayangkan hal-hal yang nakal. Yah, mungkin pikiranku itu bisa
dianggap „nggak sopan‟. Tapi masa sih ada orang yang jatuh cinta
tanpa punya unsur nafsu sedikitpun? Dan aku adalah COWOK, yang
secara mental dan naluri lebih berani dibanding cewek buat
membayangkan hal-hal yang bisa dikatakan „liar‟. Yaaahhh, seperti
wajarnya cowok yang sedang dalam masa pertumbuhan! Hehehe...
Aku masih memikirkannya, masih memendam rasa, masih
berharap, masih suka membayangkan kira-kira sedang apa dia
sekarang, apa yang sedang dia rasakan, apa yang sedang dia
pikirkan... Dan aku nggak mendapat jawaban apa-apa, selain bisikan
dalam angan-anganku sendiri. Huhhh... Kadang memang makan
hati, tapi aku nggak kaget bahwa ternyata yang namanya cinta itu
nggak selalu mudah...!
Kalau lagi kangen dan ingin tahu kabarnya, jendela yang
paling aman buat mengintip adalah... yup, dunia maya!
Ya, aku ingin tahu kabarnya hari ini...!
Kunyalakan laptopku, dan ONLINE! Log in ke Facebook,
lalu segera loncat ke „dinding‟nya Erik...! Dan kabarnya hari ini
adalah...
APAAAAA...?!!
HARI INI ERIK ULANG TAHUNNNN...?!!
49
Kubaca ucapan-ucapan yang mengalir deras di
„dinding‟nya! Semuanya ucapan selamat ulang tahun!!!
Ya ampun, siaaaal...!!! Aku akan jadi pemberi ucapan di
urutan ke berapa nih?!! Ya Tuhannn... Aku ini penggemar sejatinya!
Orang yang jatuh cinta sama dia tapi hari ulang tahunnya aku bisa
lupa...?!! DAMN...!!! Menyedihkan...!!!
Huuhhh... Telanjur...!
Aku kecewa dengan diriku sendiri! Tapi aku tetap harus
memberi ucapan selamat, biarpun bukan yang pertama...!
“Happy birthday... God bless u with all the good things for
your growing age! Be more in all of goodness...!”
Kuketik ucapan selamat ulang tahun untuk Erik, sebagus
mungkin...! Dengan semangat aku mengirimkannya...
Tapi... lho...? Kok nggak bisa terkirim? Kok gini...??? Coba
sekali lagi!
Dan... My gosh...! Tetap nggak bisa terkirim! Kenapa ini...?
Facebook lagi error… atau...???
Nggak, kayaknya bukan Facebook yang error! Barusan ada
ucapan selamat yang terkirim lagi dari teman Erik, baru semenit
yang lalu! Kenapa kirimanku nggak bisa terkirim...?
Oh, ya Tuhan, semoga tidak! Semoga bukan karena
aksesku untuk berkomentar diblokir oleh Erik! Masa dia harus
sampai segitunya...???!!!
Ini makin menyedihkan! Kalau memang aku diblokir,
mungkin saja Erik cuma ingin mengantisipasi kejadian yang seperti
kemarin itu... Kalau memang begitu, mungkin aku masih bisa
mengirim ucapan selamat lewat pesan inbox! Nggak akan ada orang
lain yang tahu, jadi Erik harusnya juga nggak perlu kuatir...!
Tapi...
Dimas, apa kamu cukup begitu saja memberi ucapan?
Cuma ucapan? Penggemar dan pecinta, tapi cuma memberi
ucapan???
NGGAK NGASIH KADO...?!!
50
Oh, damn!!! Jelas aku harus ngasih kado!!! HARUS!!! Ya,
mungkin aku nggak perlu memberi ucapan lewat Facebook...! Tapi
mengucapkan langsung ke orangnya sekaligus ngasih kado??? ITU
LEBIH MANISSS...!!!
Ehhh... Tapi...??? Memangnya aku punya duit...??? Baru
ingat, aku kan lagi bokeeeekkkk...!!! Ya Tuhan, kenapa nasib baik
selalu nggak berpihak padaku di saat-saat penting seperti ini...?!!
Gimana nih sekarang...??!!!
“Hayooo...! Buka apaan tuh?!!” tiba-tiba Denis
mengagetkanku.
“Apaan sih? Ikut campur aja...!!!” tukasku.
“Buka Facebook ya? Add punya gue dong...!”
“Ogah! Ngapain? Main sana gih, jangan ganggu aku
dulu...!” tepisku mengusir Denis.
“Main apaan? Nggak ada yang bisa buat main! PS nggak
ada, film nggak ada, bingung gue...!”
“Main sabun aja sana...!”
“Ehhh...! Ngeres banget sih lu bawaannya...?!!” sungut
Denis sambil menyikutku. Ujung-ujungnya dia terjun ke kasur. Tidur.
Huhhh...! Dasar pemalas...!
Ehhh, sebentar...! Aku ada ide...! Hehehe...
Aku log out dari Facebook. Mematikan laptop, lalu segera
mendekat ke Denis yang sedang tiduran...
“Den, pinjam duit dong...”
Denis langsung berpaling memandangiku. Lalu tawanya
meledak!
“Ahahahaha...!!! Dasar belagu lu! Sok sengak sama gue...!
Sok jutek sama gue! Sekarang mau pinjam duit sama gue...!
Ogah!!!”
“Please...! Aku lagi bingung nih... Nanti aku pinjemin
film...!” aku mulai merengek dan merayu.
“Nggak mau...!” adik kembarku itu malah meringkuk
menyembunyikan mukanya ke guling.
51
Bikin geregetan nih lama-lama! Sekarang dia jadi sok di
depanku, merasa dibutuhkan!!! Kayaknya dia memaksaku buat
mengeluarkan jurusku yang ini...!
“Ayo dong, pinjemin duit...!!!” aku memeluk Denis erat-
erat sambil menggelitiki dia.
“Aaahhhh...!!! Reseh lu aah...!!! Nggak mau, nggak mau!
Lepasin nggak?!!!” Denis meronta sambil marah-marah.
“Aku janji nggak akan jahat lagi sama kamu...! Aku nggak
akan usil lagi sama kamu...!”
“NGGAKKK...!!!”
“Pleaseee...!!!”
Mengemis dan mengiba, tapi sambil gulat di atas tempat
tidur. Lama-lama Denis mulai nggak tahan juga...
“Mau buat apa sih?!” tanya Denis berlagak sok galak,
seperti emak-emak yang mau ngasih duit ke anaknya tapi pakai
berbelit-belit dulu.
“Aku mau beli kado buat teman... Aku nggak ada duit...!”
jelasku pura-pura memelas.
“Masa nggak ada duit sama sekali?!” Denis masih berlagak
ngomel.
“Kan jatah jajanku udah dirapel buat piknik ke Bali...
Limapuluh ribu aja deh...” aku menarik-narik kaos Denis.
Adikku itu dengan cemberut akhirnya merogoh
dompetnya. Asyikkk...! Tuh kan, dapat pinjaman...! Hehehe...
“Nih!” sodor Denis, selembar limapuluh ribuan.
“Yes! Makasih yaaa...!!!”
Hahaha...!!! Aku menang! Merendahkan martabat
sebentar, mengemis-ngemis sejenak, sekarang dapat kan duitnya?!!
Hehehe... Yang penting aku bisa beli kado buat Erik!
Langsung semangat! Ambil jaket, siap-siap cabut beli kado
buat cowok pujaanku!
“Aku beli kado dulu yaaaa...!” pamitku ke Denis dengan
gaya lebay.
52
Selanjutnya, nggak peduli lagi sama Denis! Aku langsung
meluncur keluar dari kamarku dengan penuh semangat...! Di ruang
tamu aku berpapasan dengan Papa yang habis pulang kantor. Papa
lagi duduk-duduk sambil minum kopi.
“Ee... Mau kemana? Buru-buru amat?” sapa Papa.
“Keluar bentar, Pa...!”
“Tadi pagi Papa titipin uang jajan ke Denis. Udah dikasih?”
“Hah...?!!” aku terperanjat kaget, langsung menghentikan
langkahku. “Uang jajan? Buat aku?”
“Iya. Limapuluh ribu, Papa titipin ke Denis. Habisnya tadi
kamu masih tidur...!” ujar Papa santai sambil mencicip kopinya.
Uang jajanku limapuluh ribu dititipkan ke Denis...?!!
Aaarrggghhhh...!!! Kampreetttt!!! Jadi yang dikasih Denis tadi
sebenarnya memang duitku?!!
Minta dihajar tuh anak!!!
Aku langsung balik naik lagi ke kamarku dengan geram!!!
Bisa-bisanya aku mengemis duitku sendiri ke Denis yang
menyebalkan itu...!
“Denissss!!! Dasar tukang kibul!!!” teriakku mencak-
mencak.
“Weeee... Gue ngibul apaan?!!” Denis mau mengelak.
“Tadi yang kamu kasih memang duitku dari Papa kan?!
Ngaku!!!”
“Lho, gue kan nggak bilang itu duit gue...!”
“Nggak usah alesan, sini...!!!”
Aku ancang-ancang mau menangkap Denis. Entah mau
aku apakan, mungkin ngasih dia smackdown!!! Denis langsung
kabur sambil cekikikan, meloloskan diri keluar kamar...!
“Awas nanti!!!” kecamku.
Sodara kembar sialaaannnn...!!!
53
Aku Memberinya Apel...
Aku mengamati, memilih-milih dengan bingung. Mungkin
ada ribuan CD yang harus kuhadapi untuk kupilih salah satu! Buat
kado ultah Erik! Harganya itu yang bikin megap-megap, CD original
harganya di atas limapuluh ribu semua! Mau beli bajakan, tengsin
lahhh...!!! Buat kado spesial masa bajakan?!!
Akhirnya aku hanya bisa berkutat di produk diskon,
mengobok-obok keranjang yang isinya CD diskonan! Yang aku tahu
Erik sukanya lagu-lagu pop yang agak-agak jazzy... Tapi berhubung
aku cuma mampu beli produk diskon, kayaknya nggak ada pilihan
yang bagus! Yang didiskon kebanyakan album-album lama dan
kompilasi yang udah basi!
Aku sampai lama mengorek isi keranjang CD diskonan.
Akhirnya, dapat juga album yang layak! Ketemu satu albumnya
David Foster. Aku tahu, sebagian lagu-lagunya jazzy. Biarpun yang
ini sepertinya album lama tapi nggak apa-apalah! Dia kan artis
legendaris, biarpun harganya murah tapi kualitasnya pasti tetap
berkelas! Cuma tigapuluh sembilan ribu...!
Aku segera pergi ke kasir. Sekilas kubaca tulisan yang ada
di papan kecil dekat kasir, rupanya di sini juga menyediakan jasa
bungkus kado...!
“Kalo bungkus kadonya sekalian berapa, Mbak?” aku
bertanya ke si Mbak yang menjaga kasir.
“Tergantung kertas kado sama variasinya, ada sample-nya
kok! Tapi CD-nya dibayar di sini dulu ya, Mas!” sahut si Mbak ramah.
“Oh, oke...” gumamku. Kusodorkan CD yang mau kubeli.
Sekalian duit limapuluh ribu.
“Kalo mau lihat contoh model kadonya, silakan ke meja
yang sebelah sana, Mas...!” jelas si Mbak sambil mengulurkan
kantong plastik berisi CD yang kubeli, plus duit kembalian.
54
“Oke, makasih...!” sahutku.
Lalu aku menuju ke meja yang ditunjuk si Mbak penjaga
kasir tadi. Di meja yang kayaknya memang khusus buat melayani
kado, aku disambut oleh staff yang lain. Mbak-mbak juga.
“Mau dibungkus, Mas, CD-nya?”
“Iya, tapi aku lihat harganya dulu bisa nggak, Mbak?”
tanyaku, rada cemas jangan-jangan biaya bungkus kadonya mahal!
Si Mbak segera menyodorkan sebuah booklet. “Ada yang
lima ribu, tujuh ribu, yang paling bagus sepuluh ribu, tapi
nunggunya agak lama dikit!” jelas si Mbak.
Aku melihati gambar-gambar model bungkusan kado di
booklet itu.
“Buat ceweknya ya, Mas...?” celetuk si Mbak tiba-tiba. Dia
senyum-senyum aneh padaku.
“Nggak kok...” jawabku jadi rada rikuh.
“Ahhh... Buat ceweknya pasti...!” si Mbak malah ngeyel.
Kok genit gitu sih dia?!
“Tahu dari mana?” aku mulai meladeni dengan cuek.
“Ya tahu lah! Kan CD itu romantis kalo dijadiin kado, Mas!
Apalagi David Foster kan kebanyakan love songs!” cerocos si Mbak
dengan gaya ganjen. “Bagus deh selera Mas, pasti senang tuh
ceweknya...!”
Aku diam saja. Si Mbak ini kalau niatnya ramah tamah
sama konsumen udah rada kelewatan! Masa harus ungkit-ungkit
soal „cewek‟ku segala? Kalau aku bilang sekalian orang yang aku
sukai adalah COWOK mungkin bakal keselek dia sama lidahnya
sendiri! Nggak bakal nyerocos lagi dia!
“Bentuknya yang model ini aja, Mbak. Kertasnya yang
warna merah. Yang lima ribuan aja!” akhirnya kutentukan pilihanku.
Yang paling murah aja, duit mepet! Warna kertasnya aku pilih yang
merah hati, kesannya paling elegan buat harga termurah!
“Oke...!” sahut si Mbak, lagi-lagi tersenyum ganjen.
Apa aku ge‟er kalau menduga si Mbak ini suka sama aku?
Habisnya tingkahnya kegenitan gitu?!
55
Alaahhh, biarin lah! Yang penting aku udah dapat kado
buat Erik. Tinggal menunggu CD-nya selesai dibungkus!
Sekitar sepuluh menit aku menunggu, si Mbak selesai
membungkus CD-ku.
“Ini, Mas. Dibayar di sini ya...!” ujar si Mbak sambil
menyodorkan kadoku yang sudah jadi. Memang rapi hasilnya!
“Makasih, Mbak!” aku mengambil kadoku dan membayar
ongkosnya.
“Sama-sama!” ucap si Mbak lagi-lagi dengan senyum genit.
Kumasukkan CD kado ke dalam kantong jaketku yang
besar. Jangankan sekeping CD, dua kotak Baygon bakar juga muat
di kantongku! Lalu aku segera beranjak dari hadapan si Mbak yang
ganjen itu. Lebih cepat lebih baik, terus terang aku rada risih sama
gerak-gerik si Mbak itu. Lagian memang urusan sama dia udah
selesai!
Aku keluar dari CD Store. Lalu mataku tertuju ke ruko
sebelah. Ruko buah. Buah-buahnya bisa dibeli per biji! Tertarik,
mungkin aku bisa melihat-lihat sebentar ke sana...!
Hmmm... Jadi pingin beli apel. Sebiji dua ribu rupiah.
Nggak apa-apa lah... Masih ada sisa duit! Kubeli satu buah apel
merah, dan kusimpan di kantong jaketku. Dimakan nanti saja di
rumah.
Sekarang saatnya menuju ke rumah Erik! Udah mau gelap,
aku harus cepat-cepat! Kuhampiri motorku. Starter, lalu tancap!
Melintasi jalanan di jantung kota Solo yang mulai temaram.
Melaju kencang. Lalu mulai berbelok ke jalanan yang lebih kecil,
menuju ke sebuah komplek perumahan di daerah Manahan.
Melewati beberapa gang, lalu...
Sampailah!
Rumah Erik lumayan besar. Gerbangnya nggak ditutup,
jadi kumasukkan motorku dan kuparkir di halaman rumah yang ber-
paving. Halaman rumah ini luas juga, dihiasi taman dengan rumput
jepang, beberapa palm hias dan tanaman-tanaman bonsai.
Hmmm... Elit dan eksotis!
Aku tahu rumahnya ini sudah sejak dulu, kalau nggak
salah waktu aku masih satu band dengannya. Waktu itu aku sengaja
56
pulang berbarengan dengannya karena aku ingin tahu rumahnya.
Tapi waktu itu aku nggak sempat mampir karena sudah sangat sore.
Dan akhirnya, baru sekarang aku memasuki halaman rumahnya ini.
Inipun bisa dibilang nekat!
Lampu halaman sudah menyala, tapi suasana tetap saja
remang-remang agak gelap. Aku melangkah dengan hati-hati
mendekati teras...
Tiba-tiba...
“HYYYAAAA...!!!” aku melonjak kaget! Ada benda hidup
bergerak dari balik rimbun tanaman...!
TUYULLL! Hampir saja kata itu terlontar dari mulutku...!
“Cayi sapa?” benda hidup yang mengagetkan itu
bersuara...
Ya ampunnn... Ternyata anak kecil! Pasti adiknya Erik
ini...! Habisnya gelap, kepala si bocah juga plonthos gitu...! Dan
nggak pakai celana! Gimana nggak kaget...?!!
“Aduhh... Bikin kaget aja, Dik! Lagi ngapain sih di situ,
nggak pakai celana lagi?!” tanyaku ke bocah itu.
“Abis pipis!”
Alahhh...! Kebiasaan anak kecil, kalau pipis sesukanya!
Hampir saja bikin aku pingsan karena kaget!
“Kak Erik ada nggak?” tanyaku.
“Kak Eyik pegi...” jawab adik Erik itu, masih cedal
suaranya.
“Pergi? Kemana?”
“Pegi makan-makan, sama teman...”
Haahhh?!! Makan-makan??? Jangan-jangan ultahnya
dirayakan nih...?!
Dan aku nggak diundang...???
“Udah lama ya?”
“Udah...”
Oooo... Jadi gimana nih? Apa aku harus menunggu Erik
pulang...?
57
Tiba-tiba terdengar suara motor masuk. Aku langsung
menoleh ke arah gerbang. Ternyata... Erik masuk dengan
motornya...! Dia sudah pulang! Begitu memarkir motornya, dia
langsung melangkah menuju ke arahku...
Ya ampun...! Aku jadi gugup, deg-degan...!
“Loh, ada apa, Mas?” Erik langsung menyapaku dengan
agak sungkan.
“Nggak papa kok, Rik... Cuma main aja...” jawabku dengan
senyum gugup. “Ini adikmu ya? Bikin kaget aku tadi... Suruh pakai
celana dong!”
“Rio masuk gih, pakai celana dong nanti masuk angin!”
Erik segera menyuruh adiknya masuk.
Bocah kecil itu pun masuk ke rumah. Erik waktu kecil
palingan juga seperti itu kali ya? Muka adiknya sangat mirip
dengannya. Dan, bisa lihat adik Erik nggak pakai celana... Kok nggak
Erik aja sih...?! Hehehe...
Upppsss!!! Mulai deh ini kepala, ngeres bawaannya!!!
“Udah lama?” tanya Erik.
“Belum kok. Baru aja...” jawabku simpul.
“Sini masuk!” Erik mengajakku ke teras.
Kami duduk di kursi yang ada di teras. Niatku memang
udah bulat buat menemui Erik, tapi begitu berhadapan langsung
dengannya sekarang aku malah jadi sungkan... Gugup! Dan juga
malu...!
Mau ngomong apa ya...??? Gimana mulainya...???
“Habis dari mana, Rik?” aku masih berbasa-basi dengan
agak canggung.
“Dari makan...” jawab Erik singkat, padat, dan memang
nggak perlu dijelaskan. Aku sudah tahu kalau dia habis makan-
makan. Adiknya yang bilang, anak kecil itu nggak mungkin bohong!
“Ohhh... Kamu kan ulang tahun ya...?” sentilku dengan
agak segan.
Erik cuma diam memandangiku, tersenyum cenggung. Kok
dia juga kelihatan sungkan begitu ya? Apa mungkin dia merasa
58
nggak enak sama aku, karena nggak mengundangku untuk ikut
makan-makan...? Ahhh...! Kok aku ge‟er amat sih...?!! Bukan hanya
soal makan-makan aja kali, soal Facebook kayaknya dia juga
memblokir aku!
Dia mungkin sedang jengah denganku...! Ahh, tapi semoga
tidak...!
“Aku cuma mau ngucapin selamat ulang tahun aja kok...”
akhirnya kuutarakan maksudku dengan malu-malu. “Sama mau
ngasih ini...”
Aku merogoh kantongku... dan...
Ehhhhhh...??? ASTAGAAAA....!!!
Keringatku langsung dingin! Tanganku meraba-raba ke
dalam kantong tapi nggak menemukan yang kucari...! Kadoku...???
Ya Tuhan dimana kadoku...?!!
“Apa?” Erik menatapku dengan penasaran, seperti mulai
menangkap ada yang aneh...!
Ya aneh!!! Celaka!!! Aku benar-benar nggak menemukan
CD kadoku...! Aku sudah meraba ke semua kantongku, nggak
ada...! Apa kadoku jatuh di jalan?!! Aduuuhhhhh...!!! Gimana
ini...???!!!
“Ada apa sih...?” tanya Erik lagi, terlihat makin jengah.
“Ehh... Nggak apa-apa...” aku gugup dan berusaha
menyembunyikan kepanikanku. “Aku... cuma mau ngasih ini...”
Erik pun langsung bengong. Dengan ragu tangannya
terulur, menerima sesuatu dari tanganku...
Akhirnya, aku memberinya apel...
Itulah kadoku untuknya...!
“Ini... maksudnya apa?” tanya Erik dengan mimik bingung.
Aku tersenyum gugup menelan ludah.
“Maksudnya... aku bingung mau ngasih kamu apa… Cuma
itu yang aku punya... Jadi aku kasih buat kamu...” jawabku kikuk.
Kejujuran dan kekonyolan benar-benar terasa sama...!
Perasaanku gugup, gundah, malu, dan hancur...! Ya Tuhan, kenapa
aku harus melakukan momen sekonyol ini!!!
59
Erik hanya diam. Menatap apel dariku di genggamannya...
Apa ini terasa konyol juga baginya...? Aku malu, ingin menangis
rasanya...!!!
“Makasih ya...” akhirnya Erik mengucapkan kata itu...
Aku mengangguk pelan, menerima apresiasi dari usaha
„terbaik‟ku...!
Iya... Makasih juga, Rik... Aku nggak menuntut kamu
harus tulus mengucapkan „terima kasih‟ itu, karena kamu mau
mengucapkannya saja sudah membuat hatiku senang... Meski aku
tetap merasa malu...!
“Ya udah, aku pulang dulu ya...” ucapku, setelah sadar
nggak mungkin terus di sini melanjutkan kebodohan dan kekonyolan
yang memalukan ini!
“Hemmm...” Erik mengangguk kalem, tanpa basa-basi.
“Bye...” pamitku pelan.
Aku segera bangkit dan bergegas melangkah menuju
motorku. Aku nggak bisa berlama-lama lagi...!
Aku nggak berani melihat Erik lagi buat pamitan. Langsung
ku-starter motorku, lalu segera melaju secepatnya meninggalkan
rumah Erik...!
Rasanya pingin menangis sepanjang jalan! Dongkol! Kesal!
Malu...! Semua sudah kusiapkan dengan baik, bahkan sampai
mengemis-ngemis pinjam duit, mengais-ais keranjang CD diskonan,
memilih kertas dan bungkusan kado yang bagus! Tapi kenapa
akhirnya aku cuma memberinya sebiji apel?!! Buah yang iseng kubeli
seharga dua ribu rupiah?!!
Aku benar-benar pemuja yang payahhh...!!!
MEMALUKAAAANNNNN...!!!
Sampai rumah, aku melewati gerbang dan langsung
menyelonong mengarahkan motorku ke garasi. Sampai kebablasan
menabrak kotak sampah. Nggak peduli! Aku turun dari motor dan
langsung menuju ke kamar...!
“Dimas, Mama habis beli fried chicken tuh, ada di
dapur...!” ujar Mama yang kulewati di ruang tengah.
Aku tetap menggegas langkahku tanpa peduli...!
60
“Itu Kak Dimas pulanggg...” gumam Tante Hilda, ngomong
sendiri sama Nino sambil menimang sepupuku yang masih balita itu.
Aku juga nggak peduli!!!
Kunaiki tangga. Membuka pintu kamar, langsung masuk!
Kulempar jaketku, dan... Brukkk! Kujatuhkan diriku, rebah di kasur.
Kubenamkan mukaku ke bantal. Kupeluk dan kuremas-remas
gulingku!
Hati ini kesaaaaaal...!!! Maraaaaaah...!!!
Kenapa sih, aku nggak pernah bisa melakukan sesuatu
dengan benar buat Erik...?!! Buat orang yang aku sukai...?!! Aku
selalu menjadi orang yang bodoh di depannya...!
“Ada apa, Mas?”
Kudengar Denis masuk kamar dan menanyaiku. Aku diam.
Membisu di atas tempat tidurku. Nggak penting aku jelaskan
pengalaman memalukanku ke dia!!!
“Bete lagi? Ya ampun...” celetuk Denis.
Lalu dia duduk di kasurku sambil memetik-metik gitar. Aku
semakin membenamkan mukaku ke guling.
“Mas, gue habis dengerin CD-nya Iona tadi, yang lu
simpan di laci. Lagunya bagus tapi gitarannya susah, ajarin gue
dong...!” cerocos Denis seolah nggak peduli perasaan hatiku saat ini
seperti apa! Jelas saja dia nggak peduli!!!
“I will give my love an apple, without any core...”
Lagi-lagi, kudengar Denis malah menyanyi...!
Dan... Ya ampun lagu itu! Aku juga tahu lagu itu! Kenapa
dia harus menyanyi lagu itu?!! Kenapa harus ada lirik seperti itu...?!!
Tiba-tiba Denis mengintip wajahku...
“Dimas, lu nangis...?”
61
A Break at Night
Aku terbangun tengah malam, di tengah waktu yang serba
lelap. Terbaring, mata menatap langit-langit. Aku mau balik tidur
untuk menghindari jalannya pikiran yang gundah, tapi... mataku
susah buat kupejamkan lagi.
Hhhh... Benakku langsung mengawang pada kejadian tadi
sore. Soal Erik. Kado. Apel...
Perasaan yang dipenuhi kegagalan. Mencintai dengan
begitu susah payah tapi semuanya gagal!
Aku tahu. Semua itu karena aku cowok yang jatuh cinta
sama cowok! Pasti ini sebuah lelucon besar bagi banyak orang...! Itu
membuatku di satu sisi ingin sembunyi, di sisi yang lain ingin
ditemui... Siapa sih yang mau hidup sendiri? Siapa yang mau
selamanya memendam perasaan?!
Erik... Membayangkan saja susah! Terlalu susah dan muluk
membayangkan sosok cowok sesempurna dia bisa suka ke sesama
cowok seperti aku ini... Tapi gimana lagi, harus kuapakan perasaan
yang telanjur tumbuh ini?
Munafik kalau aku bilang nggak pingin jadi pacar Erik...!
Tapi aku juga sadar kehidupan nyata itu seperti apa! Belum bilang
cinta saja sudah diolok-olok. Memberi perhatian dianggap show off,
berlebihan...! Bagaimana aku bisa berterus terang? Andai saja dia
itu ramah dan memperlakukanku tanpa membangun jarak, tanpa
membangun dinding yang tebal, mungkin beban perasaanku nggak
akan seberat ini... Paling tidak, aku nggak selalu jadi serba salah
pada setiap hal yang aku lakukan demi dia...!
Pengalamanku sore tadi waktu memberinya kado,
sekarang membuatku makin merasa kalau aku ini... memang nggak
pantas buat dia... Lebih dari itu, aku merasa jadi orang yang layak
dia benci. Huhhh...
62
Aku cuma ingin ikut senang saja di momen ulang
tahunnya, tapi akhirnya tetap saja aku berujung pada rasa gelisah
dan kesepian, yang membangunkanku malam ini...
Aku bangun dari rebahan, duduk di atas kasurku dan diam
termenung. Sebersit melirik gitarku yang tersandar di tepi dipan.
Kuraih, kudekap gitarku. Mulai kupetik pelan-pelan…
Denting-denting kecil di tengah heningnya kamar.
Membalut rasa gelisah yang terasa sesak...
“Lascia ch'io pianga... Mia cruda sorte...” aku mengecap
satu lirik pelan-pelan, hampir tak terdengar...
Tapi kemudian aku segera terdiam lagi.
Bukankah... bersikap seperti ini malah akan membuatku
tambah sedih...? Tenggelam tambah dalam...? Hmmhhh...
Kuletakkan gitarku lagi. Sudahlah...! Jangan dibikin tambah
sakit dengan menyanyi lagu sedih!
Kutengok ke samping. Memandangi beberapa saat.
Setengah berbaring kutopang kepalaku, menghadap seseorang yang
sedang tertidur di sampingku...
Denis tertidur pulas. Aku mengamati wajahnya yang mirip
aku. Tapi, raut wajahnya tampak lebih lepas... Nggak ada garis
gelap di bawah matanya, nggak seperti mataku ini yang sering
menyembunyikan masalah. Wajahnya kelihatan lebih damai. Bukan
karena dia sedang tidur, tapi sepertinya apa yang ada di dalam
dirinya memang lebih mengalir dibanding diriku... Mengalir lebih
lepas...
Denis ini anak yang nggak pernah kapok meski aku sering
ketus padanya. Aku lagi bete, dia malah menyanyi... Dan entah
kenapa lagunya sering mengena buatku. Seperti tadi, aku terus
berbohong kalau aku sedang menangis, lalu dia terus menyanyi
seolah tanpa beban. Membuat perasaanku akhirnya ikut meringan
dengan sendirinya, dan aku bisa tertidur meninggalkan pikiranku
yang kusut...
Meski sekarang aku terbangun lagi, tapi ini justru seperti
kesempatan bagiku buat bercermin pada sodara kembarku ini.
Sodara yang jauh, sejak kecil dipisahkan dari keluarga ini, tapi dia
tetap berjalan dengan hidupnya yang... mungkin lebih berat dariku...
63
Kubayangkan saat dia harus hidup terpisah jauh dari orang
tua, padahal waktu itu dia masih kecil... Iya, aku sendiri sekarang
baru bisa berpikir lebih jernih bahwa aku ini hidup lebih beruntung.
Aku hidup dengan Papa dan Mama yang selalu ada di sini. Biarpun
mereka sibuk tapi aku nggak pernah kekurangan kasih sayang...
Perasaanku ke Erik mungkin memang masalah penting
bagiku, tapi harusnya aku juga nggak secengeng ini...! Memang
berat dan serba salah, tapi... aku nggak boleh lupa kalau aku masih
punya kasih sayang lainnya dari orang-orang yang berharga dalam
hidupku. Aku nggak boleh terbenam dengan rasa sedih seperti ini...!
Pelan-pelan, kurebahkan wajahku ke sisi Denis. Anak
menyebalkan yang ada di dekatku ini, sebenarnya adalah orang
yang selalu mencoba mengerti diriku di saat orang lain nggak mau
mengerti. Ya, saat satu orang nggak suka padaku, aku harus ingat
bahwa ada orang lain yang menyayangiku...!
Sudahlah... Lepaskan saja beban hati dan pikiran yang
kusut ini. Bebaskan diri dari rasa serba salah itu. Istirahat dan
berharap saja, esok pagi semuanya akan kembali baik.
Malam, tolong antar aku lagi ke tidur yang lebih damai...
64
Jaim
Cicit suara burung dari pepohonan di luar kamar terdengar
riuh. Sesekali kokok ayam menyahut. Udara pagi dingin dan kusut.
Aku mendekam dibalik selimut...
Denis menggeliat. Aku memisahkan diri. Masih terkantuk-
kantuk berdua, setengah terjaga.
“Guling lu kemana sih?” geliat Denis.
“Hehh...? Ada nih...” balasku menggumam.
“Kok meluk gue...?”
“Siapa yang meluk?!”
“Tadi malam, terus ini tadi juga masih meluk gue...?”
“Nggak kok...!” aku tetap ngeles, sambil mendekap
gulingku lebih erat.
“Bohong lu. Tadi gue rasa ada yang meluk gue kok, kan
cuma kita berdua di sini...”
“Dibilangin...! Ini aku meluk gulingku sendiri nih!”
“Ahhh... Lu aja yang nggak ngaku...!”
“Ngeyel! Ngajak ribut...?!”
Bukkk! Kutimpakan gulingku ke muka Denis...!
Dan… Bukkk! Denis membalasku.
“Aarrghhh…!” aku bangkit menggulat sodara kembarku!
Baru bangun langsung berantem di atas kasur!
Dan... BRUKKKK...!!! Kami pun terguling, sukses mendarat
di ubin berdua...!
65
Jalan-Jalan
Sebenarnya aku malas jalan-jalan sama Denis, kuatir bakal
jadi perhatian orang-orang! Aku belum cukup mental buat coming
out sebagai cowok kembar! Tapi gara-gara diiming-imingi uang jajan
sama Mama, akhirnya berangkat juga. Gimana lagi, dompet udah
tipis karena selama liburan jatah jajan harian dipotong!
Di atas jalanan kota Solo, aku meluncur dengan motor
berboncengan dengan Denis. Rencananya mau nonton film. Berhenti
di depan Solo Grand Mall, cuma bisa melongo melihat poster-poster
film yang dipajang di depan gedung...!
Film yang sedang diputar semuanya film Indonesia,
komedi dan horror yang nggak jauh-jauh juga dari tema
„selangkangan‟. Jiaahhh!!! Makin basi aja...! Kapan perfilman
Indonesia bisa maju kalau temanya cuma gitu-gitu aja?! Nggak
inovatif! Bayar duapuluh ribu buat nonton film porno yang serba
nanggung nggak jelas gitu? Goblok, kalau aku ya mending beli
bokep bajakan sekalian, duapuluh ribu dapat empat!
“Filmnya jelek-jelek tuh...!” sungutku sebal.
“Terus kemana dong?” lontar Denis, sama-sama bingung.
Aku mikir-mikir. Kemana ya enaknya?
“Ke Kraton aja yuk...!” tiba-tiba Denis punya ide.
“Kraton? Jadul banget...!” tukasku.
“Kok jadul sih? Bagus kan tempatnya?!”
“Kalo sama pacar cocok, tapi masa kita jalan-jalan ke
Kraton? Ngapain...?!”
“Emangnya kenapa? Malah pikiran lu tuh yang aneh!
Emang cuma orang pacaran aja yang boleh ke Kraton?! Gue pingin
lihat Kraton! Ayo lah ke sana aja...!”
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel
Cowok Rasa Apel

Contenu connexe

Tendances

Sebuah permusuhan berakhir dengan sebuah persahabatan
Sebuah permusuhan berakhir dengan sebuah persahabatanSebuah permusuhan berakhir dengan sebuah persahabatan
Sebuah permusuhan berakhir dengan sebuah persahabatanOperator Warnet Vast Raha
 
CERPEN SUDUT PANDANG KETIGA "JIKA KAU SAHABAT"
CERPEN SUDUT PANDANG KETIGA "JIKA KAU SAHABAT"CERPEN SUDUT PANDANG KETIGA "JIKA KAU SAHABAT"
CERPEN SUDUT PANDANG KETIGA "JIKA KAU SAHABAT"Nur Widdya Kurniati
 
Cerpen Tentang Sebuah Perbedaan
Cerpen Tentang Sebuah PerbedaanCerpen Tentang Sebuah Perbedaan
Cerpen Tentang Sebuah PerbedaanIrfan Rosyidin
 
PPT Tentang Miras
PPT Tentang MirasPPT Tentang Miras
PPT Tentang Mirastopanegy
 
Bahaya minuman keras (miras)
Bahaya minuman keras (miras)Bahaya minuman keras (miras)
Bahaya minuman keras (miras)Rahma Dewi
 
Persahabatan yang rapuh
Persahabatan yang rapuhPersahabatan yang rapuh
Persahabatan yang rapuhAmore Tsuki
 
Enzim (Nadya dan Intan)
Enzim (Nadya dan Intan)Enzim (Nadya dan Intan)
Enzim (Nadya dan Intan)pure chems
 
Dongeng Anak Singkat
Dongeng Anak SingkatDongeng Anak Singkat
Dongeng Anak SingkatNurul Shufa
 
Kelompok 6 penetapan-kadar-hipoklorit
Kelompok 6 penetapan-kadar-hipokloritKelompok 6 penetapan-kadar-hipoklorit
Kelompok 6 penetapan-kadar-hipokloritrisyanti ALENTA
 
Naskah drama 5 orang tema persahabatan
Naskah drama 5 orang tema persahabatanNaskah drama 5 orang tema persahabatan
Naskah drama 5 orang tema persahabatanWarnet Raha
 
Pemisahan Alkohol dan Air dengan Destilasi
Pemisahan Alkohol dan Air dengan DestilasiPemisahan Alkohol dan Air dengan Destilasi
Pemisahan Alkohol dan Air dengan DestilasiCarlosEnvious
 
CERITA PENDEK PENGALAMAN PRIBADI BAHASA INDONESIA
CERITA PENDEK PENGALAMAN PRIBADI BAHASA INDONESIACERITA PENDEK PENGALAMAN PRIBADI BAHASA INDONESIA
CERITA PENDEK PENGALAMAN PRIBADI BAHASA INDONESIAYohanesHendyW
 

Tendances (20)

Naskah drama 5 orang tema persahabatan
Naskah drama 5 orang tema persahabatanNaskah drama 5 orang tema persahabatan
Naskah drama 5 orang tema persahabatan
 
Sebuah permusuhan berakhir dengan sebuah persahabatan
Sebuah permusuhan berakhir dengan sebuah persahabatanSebuah permusuhan berakhir dengan sebuah persahabatan
Sebuah permusuhan berakhir dengan sebuah persahabatan
 
Reaksi penataan ulang
Reaksi penataan ulangReaksi penataan ulang
Reaksi penataan ulang
 
Sifat sifat kimia alkana
Sifat sifat kimia alkanaSifat sifat kimia alkana
Sifat sifat kimia alkana
 
Naskah drama
Naskah dramaNaskah drama
Naskah drama
 
CERPEN SUDUT PANDANG KETIGA "JIKA KAU SAHABAT"
CERPEN SUDUT PANDANG KETIGA "JIKA KAU SAHABAT"CERPEN SUDUT PANDANG KETIGA "JIKA KAU SAHABAT"
CERPEN SUDUT PANDANG KETIGA "JIKA KAU SAHABAT"
 
Cerpen Tentang Sebuah Perbedaan
Cerpen Tentang Sebuah PerbedaanCerpen Tentang Sebuah Perbedaan
Cerpen Tentang Sebuah Perbedaan
 
PPT Tentang Miras
PPT Tentang MirasPPT Tentang Miras
PPT Tentang Miras
 
Bahaya minuman keras (miras)
Bahaya minuman keras (miras)Bahaya minuman keras (miras)
Bahaya minuman keras (miras)
 
Persahabatan yang rapuh
Persahabatan yang rapuhPersahabatan yang rapuh
Persahabatan yang rapuh
 
Enzim (Nadya dan Intan)
Enzim (Nadya dan Intan)Enzim (Nadya dan Intan)
Enzim (Nadya dan Intan)
 
Dongeng Anak Singkat
Dongeng Anak SingkatDongeng Anak Singkat
Dongeng Anak Singkat
 
Kelompok 6 penetapan-kadar-hipoklorit
Kelompok 6 penetapan-kadar-hipokloritKelompok 6 penetapan-kadar-hipoklorit
Kelompok 6 penetapan-kadar-hipoklorit
 
Naskah drama 5 orang tema persahabatan
Naskah drama 5 orang tema persahabatanNaskah drama 5 orang tema persahabatan
Naskah drama 5 orang tema persahabatan
 
Pemisahan Alkohol dan Air dengan Destilasi
Pemisahan Alkohol dan Air dengan DestilasiPemisahan Alkohol dan Air dengan Destilasi
Pemisahan Alkohol dan Air dengan Destilasi
 
[Presentasi] Logam Besi (Fe)
[Presentasi] Logam Besi (Fe)[Presentasi] Logam Besi (Fe)
[Presentasi] Logam Besi (Fe)
 
Kliping cerpen
Kliping cerpenKliping cerpen
Kliping cerpen
 
Bab 3-alkena-dan-alkuna
Bab 3-alkena-dan-alkunaBab 3-alkena-dan-alkuna
Bab 3-alkena-dan-alkuna
 
Drama 6 orang
Drama 6 orangDrama 6 orang
Drama 6 orang
 
CERITA PENDEK PENGALAMAN PRIBADI BAHASA INDONESIA
CERITA PENDEK PENGALAMAN PRIBADI BAHASA INDONESIACERITA PENDEK PENGALAMAN PRIBADI BAHASA INDONESIA
CERITA PENDEK PENGALAMAN PRIBADI BAHASA INDONESIA
 

En vedette

Pembahasansoallks2013
Pembahasansoallks2013Pembahasansoallks2013
Pembahasansoallks2013dedd_simbolon
 
Tugas 1 analisa transaksi
Tugas 1 analisa transaksiTugas 1 analisa transaksi
Tugas 1 analisa transaksiDicky Alejandro
 
Ketika cinta berbuah surga
Ketika cinta berbuah surgaKetika cinta berbuah surga
Ketika cinta berbuah surgaWalid Umar
 
Soal lks networking support 2013 SMK N 1 Binangun
Soal lks networking support 2013 SMK N 1 BinangunSoal lks networking support 2013 SMK N 1 Binangun
Soal lks networking support 2013 SMK N 1 BinangunRudi AdiTia
 
Soal lks-smk-jateng2015
Soal lks-smk-jateng2015Soal lks-smk-jateng2015
Soal lks-smk-jateng2015George Kartutu
 
Ringkasan Pengalamatan Internet Protocol (IP) Versi 4
Ringkasan Pengalamatan Internet Protocol (IP) Versi 4Ringkasan Pengalamatan Internet Protocol (IP) Versi 4
Ringkasan Pengalamatan Internet Protocol (IP) Versi 4I Putu Hariyadi
 
Tugas 1 analisa transaksi
Tugas 1 analisa transaksiTugas 1 analisa transaksi
Tugas 1 analisa transaksiDicky Alejandro
 
Konfigurasi Server Gateway dengan fitur PROXY, WEBSERVER dan DHCP
Konfigurasi Server Gateway dengan fitur PROXY, WEBSERVER dan DHCPKonfigurasi Server Gateway dengan fitur PROXY, WEBSERVER dan DHCP
Konfigurasi Server Gateway dengan fitur PROXY, WEBSERVER dan DHCPWalid Umar
 
Handbook : Kria Tekstil | Kelas XII Kria Tekstil
Handbook : Kria Tekstil | Kelas XII Kria TekstilHandbook : Kria Tekstil | Kelas XII Kria Tekstil
Handbook : Kria Tekstil | Kelas XII Kria TekstilWalid Umar
 
Pembahasan NETCOM Beginner Level Skill Pretest
Pembahasan NETCOM Beginner Level Skill PretestPembahasan NETCOM Beginner Level Skill Pretest
Pembahasan NETCOM Beginner Level Skill PretestI Putu Hariyadi
 
Password Recovery Untuk Cisco 2900 Integrated Service Router (isr)
Password Recovery Untuk Cisco 2900 Integrated Service Router (isr)Password Recovery Untuk Cisco 2900 Integrated Service Router (isr)
Password Recovery Untuk Cisco 2900 Integrated Service Router (isr)I Putu Hariyadi
 
Pengenalan Virtual Router Redudancy Protocol (VRRP) pada MikroTik RouterOS
Pengenalan Virtual Router Redudancy Protocol (VRRP) pada MikroTik RouterOSPengenalan Virtual Router Redudancy Protocol (VRRP) pada MikroTik RouterOS
Pengenalan Virtual Router Redudancy Protocol (VRRP) pada MikroTik RouterOSI Putu Hariyadi
 
Linux – routing and firewall for beginners v 1.0
Linux – routing and firewall for beginners v 1.0Linux – routing and firewall for beginners v 1.0
Linux – routing and firewall for beginners v 1.0Sriram Narayanan
 
Pembahasan UKK TKJ Paket 2 ( Debian 5 )
Pembahasan UKK TKJ Paket 2 ( Debian 5 )Pembahasan UKK TKJ Paket 2 ( Debian 5 )
Pembahasan UKK TKJ Paket 2 ( Debian 5 )Dt Yunizaldi
 
Sentralisasi Manajemen Hotspot Menggunakan Transparent Bridge EoIP over SSTP
Sentralisasi Manajemen Hotspot Menggunakan Transparent Bridge EoIP over SSTPSentralisasi Manajemen Hotspot Menggunakan Transparent Bridge EoIP over SSTP
Sentralisasi Manajemen Hotspot Menggunakan Transparent Bridge EoIP over SSTPI Putu Hariyadi
 
Building Domain Controller Using Windows Server 2008
Building Domain Controller Using Windows Server 2008Building Domain Controller Using Windows Server 2008
Building Domain Controller Using Windows Server 2008I Putu Hariyadi
 

En vedette (20)

Refrain
RefrainRefrain
Refrain
 
Pembahasansoallks2013
Pembahasansoallks2013Pembahasansoallks2013
Pembahasansoallks2013
 
Tugas 1 analisa transaksi
Tugas 1 analisa transaksiTugas 1 analisa transaksi
Tugas 1 analisa transaksi
 
Route Summarization
Route SummarizationRoute Summarization
Route Summarization
 
Ketika cinta berbuah surga
Ketika cinta berbuah surgaKetika cinta berbuah surga
Ketika cinta berbuah surga
 
Soal lks networking support 2013 SMK N 1 Binangun
Soal lks networking support 2013 SMK N 1 BinangunSoal lks networking support 2013 SMK N 1 Binangun
Soal lks networking support 2013 SMK N 1 Binangun
 
Soal lks-smk-jateng2015
Soal lks-smk-jateng2015Soal lks-smk-jateng2015
Soal lks-smk-jateng2015
 
Ringkasan Pengalamatan Internet Protocol (IP) Versi 4
Ringkasan Pengalamatan Internet Protocol (IP) Versi 4Ringkasan Pengalamatan Internet Protocol (IP) Versi 4
Ringkasan Pengalamatan Internet Protocol (IP) Versi 4
 
Linux routing and firewall for beginners
Linux   routing and firewall for beginnersLinux   routing and firewall for beginners
Linux routing and firewall for beginners
 
Tugas 1 analisa transaksi
Tugas 1 analisa transaksiTugas 1 analisa transaksi
Tugas 1 analisa transaksi
 
Konfigurasi Server Gateway dengan fitur PROXY, WEBSERVER dan DHCP
Konfigurasi Server Gateway dengan fitur PROXY, WEBSERVER dan DHCPKonfigurasi Server Gateway dengan fitur PROXY, WEBSERVER dan DHCP
Konfigurasi Server Gateway dengan fitur PROXY, WEBSERVER dan DHCP
 
Firewall DMZ Zone
Firewall DMZ ZoneFirewall DMZ Zone
Firewall DMZ Zone
 
Handbook : Kria Tekstil | Kelas XII Kria Tekstil
Handbook : Kria Tekstil | Kelas XII Kria TekstilHandbook : Kria Tekstil | Kelas XII Kria Tekstil
Handbook : Kria Tekstil | Kelas XII Kria Tekstil
 
Pembahasan NETCOM Beginner Level Skill Pretest
Pembahasan NETCOM Beginner Level Skill PretestPembahasan NETCOM Beginner Level Skill Pretest
Pembahasan NETCOM Beginner Level Skill Pretest
 
Password Recovery Untuk Cisco 2900 Integrated Service Router (isr)
Password Recovery Untuk Cisco 2900 Integrated Service Router (isr)Password Recovery Untuk Cisco 2900 Integrated Service Router (isr)
Password Recovery Untuk Cisco 2900 Integrated Service Router (isr)
 
Pengenalan Virtual Router Redudancy Protocol (VRRP) pada MikroTik RouterOS
Pengenalan Virtual Router Redudancy Protocol (VRRP) pada MikroTik RouterOSPengenalan Virtual Router Redudancy Protocol (VRRP) pada MikroTik RouterOS
Pengenalan Virtual Router Redudancy Protocol (VRRP) pada MikroTik RouterOS
 
Linux – routing and firewall for beginners v 1.0
Linux – routing and firewall for beginners v 1.0Linux – routing and firewall for beginners v 1.0
Linux – routing and firewall for beginners v 1.0
 
Pembahasan UKK TKJ Paket 2 ( Debian 5 )
Pembahasan UKK TKJ Paket 2 ( Debian 5 )Pembahasan UKK TKJ Paket 2 ( Debian 5 )
Pembahasan UKK TKJ Paket 2 ( Debian 5 )
 
Sentralisasi Manajemen Hotspot Menggunakan Transparent Bridge EoIP over SSTP
Sentralisasi Manajemen Hotspot Menggunakan Transparent Bridge EoIP over SSTPSentralisasi Manajemen Hotspot Menggunakan Transparent Bridge EoIP over SSTP
Sentralisasi Manajemen Hotspot Menggunakan Transparent Bridge EoIP over SSTP
 
Building Domain Controller Using Windows Server 2008
Building Domain Controller Using Windows Server 2008Building Domain Controller Using Windows Server 2008
Building Domain Controller Using Windows Server 2008
 

Similaire à Cowok Rasa Apel (20)

K3
K3K3
K3
 
Seminar parenting
Seminar parentingSeminar parenting
Seminar parenting
 
Cerpen : Aku hebat karena aku peretas
Cerpen : Aku hebat karena aku peretasCerpen : Aku hebat karena aku peretas
Cerpen : Aku hebat karena aku peretas
 
Kecil kecil keren
Kecil kecil kerenKecil kecil keren
Kecil kecil keren
 
Editing
EditingEditing
Editing
 
Seluruh coretanku
Seluruh coretankuSeluruh coretanku
Seluruh coretanku
 
The Unforgetable
The UnforgetableThe Unforgetable
The Unforgetable
 
Curriculum Vitae Titik Lasmiani
Curriculum Vitae Titik LasmianiCurriculum Vitae Titik Lasmiani
Curriculum Vitae Titik Lasmiani
 
Bahasa pdf small hway
Bahasa pdf small hwayBahasa pdf small hway
Bahasa pdf small hway
 
A. guardian angel
A. guardian angelA. guardian angel
A. guardian angel
 
A. guardian angel
A. guardian angelA. guardian angel
A. guardian angel
 
Siapkah Kalian Punya Baby
Siapkah Kalian Punya BabySiapkah Kalian Punya Baby
Siapkah Kalian Punya Baby
 
My last love
My last love My last love
My last love
 
Social Media Content - Kraftig Advertising
Social Media Content - Kraftig AdvertisingSocial Media Content - Kraftig Advertising
Social Media Content - Kraftig Advertising
 
Jejak
JejakJejak
Jejak
 
Filosophy Teh
Filosophy TehFilosophy Teh
Filosophy Teh
 
1
11
1
 
Cerpen
CerpenCerpen
Cerpen
 
Humor
HumorHumor
Humor
 
Untukmu_aku_ada
  Untukmu_aku_ada  Untukmu_aku_ada
Untukmu_aku_ada
 

Plus de Walid Umar

MODUL AJAR ADMINISTRASI INFRASTRUKTUR JARINGAN - SWITCHING & ROUTING (PPG TKI...
MODUL AJAR ADMINISTRASI INFRASTRUKTUR JARINGAN - SWITCHING & ROUTING (PPG TKI...MODUL AJAR ADMINISTRASI INFRASTRUKTUR JARINGAN - SWITCHING & ROUTING (PPG TKI...
MODUL AJAR ADMINISTRASI INFRASTRUKTUR JARINGAN - SWITCHING & ROUTING (PPG TKI...Walid Umar
 
MATERI MATERI PROGRAM PROFESI GURU PROFESIONAL - TEKNIK KOMPUTER & INFORMATIKA
MATERI MATERI PROGRAM PROFESI GURU PROFESIONAL - TEKNIK KOMPUTER & INFORMATIKAMATERI MATERI PROGRAM PROFESI GURU PROFESIONAL - TEKNIK KOMPUTER & INFORMATIKA
MATERI MATERI PROGRAM PROFESI GURU PROFESIONAL - TEKNIK KOMPUTER & INFORMATIKAWalid Umar
 
KUMPULAN SOAL LATIHAN UP - PPG TKI - WALID UMAR
KUMPULAN SOAL LATIHAN UP - PPG TKI - WALID UMARKUMPULAN SOAL LATIHAN UP - PPG TKI - WALID UMAR
KUMPULAN SOAL LATIHAN UP - PPG TKI - WALID UMARWalid Umar
 
KUMPULAN SOAL LATIHAN DARI MODUL PROGRAM PROFESI GURU (PPG) TEKNIK KOMPUTER &...
KUMPULAN SOAL LATIHAN DARI MODUL PROGRAM PROFESI GURU (PPG) TEKNIK KOMPUTER &...KUMPULAN SOAL LATIHAN DARI MODUL PROGRAM PROFESI GURU (PPG) TEKNIK KOMPUTER &...
KUMPULAN SOAL LATIHAN DARI MODUL PROGRAM PROFESI GURU (PPG) TEKNIK KOMPUTER &...Walid Umar
 
KUMPULAN SOAL MODUL LATIHAN - PROGRAM PROFESI GURU (PPG) - TEKNIK KOMPUTER & ...
KUMPULAN SOAL MODUL LATIHAN - PROGRAM PROFESI GURU (PPG) - TEKNIK KOMPUTER & ...KUMPULAN SOAL MODUL LATIHAN - PROGRAM PROFESI GURU (PPG) - TEKNIK KOMPUTER & ...
KUMPULAN SOAL MODUL LATIHAN - PROGRAM PROFESI GURU (PPG) - TEKNIK KOMPUTER & ...Walid Umar
 
FILE REPORT UJIAN PENGETAHUAN (UP) PROGRAM PROFESI GURU (PPG) - TEKNIK KOMPUT...
FILE REPORT UJIAN PENGETAHUAN (UP) PROGRAM PROFESI GURU (PPG) - TEKNIK KOMPUT...FILE REPORT UJIAN PENGETAHUAN (UP) PROGRAM PROFESI GURU (PPG) - TEKNIK KOMPUT...
FILE REPORT UJIAN PENGETAHUAN (UP) PROGRAM PROFESI GURU (PPG) - TEKNIK KOMPUT...Walid Umar
 
MEMBEDAH KISI KISI UP TKI - 2020/2021
MEMBEDAH KISI KISI UP TKI - 2020/2021MEMBEDAH KISI KISI UP TKI - 2020/2021
MEMBEDAH KISI KISI UP TKI - 2020/2021Walid Umar
 
PRESENTASI CYBERSECURITY REKTOR
PRESENTASI CYBERSECURITY REKTORPRESENTASI CYBERSECURITY REKTOR
PRESENTASI CYBERSECURITY REKTORWalid Umar
 
RPP PPG TKJ (PENERAPAN PJBL & PBL) - ADMINISTRASI INFRASTRUKTUR JARINGAN (WAL...
RPP PPG TKJ (PENERAPAN PJBL & PBL) - ADMINISTRASI INFRASTRUKTUR JARINGAN (WAL...RPP PPG TKJ (PENERAPAN PJBL & PBL) - ADMINISTRASI INFRASTRUKTUR JARINGAN (WAL...
RPP PPG TKJ (PENERAPAN PJBL & PBL) - ADMINISTRASI INFRASTRUKTUR JARINGAN (WAL...Walid Umar
 
Konsep Computional Thinking
Konsep Computional ThinkingKonsep Computional Thinking
Konsep Computional ThinkingWalid Umar
 
my CV WALID UMAR
my CV WALID UMARmy CV WALID UMAR
my CV WALID UMARWalid Umar
 
Ebook Belajar Perangkat Cisco
Ebook Belajar Perangkat CiscoEbook Belajar Perangkat Cisco
Ebook Belajar Perangkat CiscoWalid Umar
 
Tips Meniti Karir dibidang Jaringan sebagai Network Engineer
Tips Meniti Karir dibidang Jaringan sebagai Network EngineerTips Meniti Karir dibidang Jaringan sebagai Network Engineer
Tips Meniti Karir dibidang Jaringan sebagai Network EngineerWalid Umar
 
Kartu soal produktif 1
Kartu soal produktif 1Kartu soal produktif 1
Kartu soal produktif 1Walid Umar
 
Kartu soal produktif 2
Kartu soal produktif 2Kartu soal produktif 2
Kartu soal produktif 2Walid Umar
 
Soal Semester Genap - Rancang Bangun Jaringan - SMK TKJ 2018/2019
Soal Semester Genap - Rancang Bangun Jaringan - SMK TKJ 2018/2019Soal Semester Genap - Rancang Bangun Jaringan - SMK TKJ 2018/2019
Soal Semester Genap - Rancang Bangun Jaringan - SMK TKJ 2018/2019Walid Umar
 
Soal USBN TKJ - Teori Kompetensi Keahlian Jaringan TP. 2019/2020
Soal USBN TKJ - Teori Kompetensi Keahlian Jaringan TP. 2019/2020Soal USBN TKJ - Teori Kompetensi Keahlian Jaringan TP. 2019/2020
Soal USBN TKJ - Teori Kompetensi Keahlian Jaringan TP. 2019/2020Walid Umar
 
Soal Ujian Semester Kelas XII Tahun 2019/2020
Soal Ujian Semester Kelas XII Tahun 2019/2020Soal Ujian Semester Kelas XII Tahun 2019/2020
Soal Ujian Semester Kelas XII Tahun 2019/2020Walid Umar
 
Soal Ujian Semester Genap - Produktif 2 | SMK TKJ
Soal Ujian Semester Genap - Produktif 2 | SMK TKJSoal Ujian Semester Genap - Produktif 2 | SMK TKJ
Soal Ujian Semester Genap - Produktif 2 | SMK TKJWalid Umar
 
Soal Ujian Semester Genap - Produktif 1 | SMK TKJ
Soal Ujian Semester Genap - Produktif 1 | SMK TKJSoal Ujian Semester Genap - Produktif 1 | SMK TKJ
Soal Ujian Semester Genap - Produktif 1 | SMK TKJWalid Umar
 

Plus de Walid Umar (20)

MODUL AJAR ADMINISTRASI INFRASTRUKTUR JARINGAN - SWITCHING & ROUTING (PPG TKI...
MODUL AJAR ADMINISTRASI INFRASTRUKTUR JARINGAN - SWITCHING & ROUTING (PPG TKI...MODUL AJAR ADMINISTRASI INFRASTRUKTUR JARINGAN - SWITCHING & ROUTING (PPG TKI...
MODUL AJAR ADMINISTRASI INFRASTRUKTUR JARINGAN - SWITCHING & ROUTING (PPG TKI...
 
MATERI MATERI PROGRAM PROFESI GURU PROFESIONAL - TEKNIK KOMPUTER & INFORMATIKA
MATERI MATERI PROGRAM PROFESI GURU PROFESIONAL - TEKNIK KOMPUTER & INFORMATIKAMATERI MATERI PROGRAM PROFESI GURU PROFESIONAL - TEKNIK KOMPUTER & INFORMATIKA
MATERI MATERI PROGRAM PROFESI GURU PROFESIONAL - TEKNIK KOMPUTER & INFORMATIKA
 
KUMPULAN SOAL LATIHAN UP - PPG TKI - WALID UMAR
KUMPULAN SOAL LATIHAN UP - PPG TKI - WALID UMARKUMPULAN SOAL LATIHAN UP - PPG TKI - WALID UMAR
KUMPULAN SOAL LATIHAN UP - PPG TKI - WALID UMAR
 
KUMPULAN SOAL LATIHAN DARI MODUL PROGRAM PROFESI GURU (PPG) TEKNIK KOMPUTER &...
KUMPULAN SOAL LATIHAN DARI MODUL PROGRAM PROFESI GURU (PPG) TEKNIK KOMPUTER &...KUMPULAN SOAL LATIHAN DARI MODUL PROGRAM PROFESI GURU (PPG) TEKNIK KOMPUTER &...
KUMPULAN SOAL LATIHAN DARI MODUL PROGRAM PROFESI GURU (PPG) TEKNIK KOMPUTER &...
 
KUMPULAN SOAL MODUL LATIHAN - PROGRAM PROFESI GURU (PPG) - TEKNIK KOMPUTER & ...
KUMPULAN SOAL MODUL LATIHAN - PROGRAM PROFESI GURU (PPG) - TEKNIK KOMPUTER & ...KUMPULAN SOAL MODUL LATIHAN - PROGRAM PROFESI GURU (PPG) - TEKNIK KOMPUTER & ...
KUMPULAN SOAL MODUL LATIHAN - PROGRAM PROFESI GURU (PPG) - TEKNIK KOMPUTER & ...
 
FILE REPORT UJIAN PENGETAHUAN (UP) PROGRAM PROFESI GURU (PPG) - TEKNIK KOMPUT...
FILE REPORT UJIAN PENGETAHUAN (UP) PROGRAM PROFESI GURU (PPG) - TEKNIK KOMPUT...FILE REPORT UJIAN PENGETAHUAN (UP) PROGRAM PROFESI GURU (PPG) - TEKNIK KOMPUT...
FILE REPORT UJIAN PENGETAHUAN (UP) PROGRAM PROFESI GURU (PPG) - TEKNIK KOMPUT...
 
MEMBEDAH KISI KISI UP TKI - 2020/2021
MEMBEDAH KISI KISI UP TKI - 2020/2021MEMBEDAH KISI KISI UP TKI - 2020/2021
MEMBEDAH KISI KISI UP TKI - 2020/2021
 
PRESENTASI CYBERSECURITY REKTOR
PRESENTASI CYBERSECURITY REKTORPRESENTASI CYBERSECURITY REKTOR
PRESENTASI CYBERSECURITY REKTOR
 
RPP PPG TKJ (PENERAPAN PJBL & PBL) - ADMINISTRASI INFRASTRUKTUR JARINGAN (WAL...
RPP PPG TKJ (PENERAPAN PJBL & PBL) - ADMINISTRASI INFRASTRUKTUR JARINGAN (WAL...RPP PPG TKJ (PENERAPAN PJBL & PBL) - ADMINISTRASI INFRASTRUKTUR JARINGAN (WAL...
RPP PPG TKJ (PENERAPAN PJBL & PBL) - ADMINISTRASI INFRASTRUKTUR JARINGAN (WAL...
 
Konsep Computional Thinking
Konsep Computional ThinkingKonsep Computional Thinking
Konsep Computional Thinking
 
my CV WALID UMAR
my CV WALID UMARmy CV WALID UMAR
my CV WALID UMAR
 
Ebook Belajar Perangkat Cisco
Ebook Belajar Perangkat CiscoEbook Belajar Perangkat Cisco
Ebook Belajar Perangkat Cisco
 
Tips Meniti Karir dibidang Jaringan sebagai Network Engineer
Tips Meniti Karir dibidang Jaringan sebagai Network EngineerTips Meniti Karir dibidang Jaringan sebagai Network Engineer
Tips Meniti Karir dibidang Jaringan sebagai Network Engineer
 
Kartu soal produktif 1
Kartu soal produktif 1Kartu soal produktif 1
Kartu soal produktif 1
 
Kartu soal produktif 2
Kartu soal produktif 2Kartu soal produktif 2
Kartu soal produktif 2
 
Soal Semester Genap - Rancang Bangun Jaringan - SMK TKJ 2018/2019
Soal Semester Genap - Rancang Bangun Jaringan - SMK TKJ 2018/2019Soal Semester Genap - Rancang Bangun Jaringan - SMK TKJ 2018/2019
Soal Semester Genap - Rancang Bangun Jaringan - SMK TKJ 2018/2019
 
Soal USBN TKJ - Teori Kompetensi Keahlian Jaringan TP. 2019/2020
Soal USBN TKJ - Teori Kompetensi Keahlian Jaringan TP. 2019/2020Soal USBN TKJ - Teori Kompetensi Keahlian Jaringan TP. 2019/2020
Soal USBN TKJ - Teori Kompetensi Keahlian Jaringan TP. 2019/2020
 
Soal Ujian Semester Kelas XII Tahun 2019/2020
Soal Ujian Semester Kelas XII Tahun 2019/2020Soal Ujian Semester Kelas XII Tahun 2019/2020
Soal Ujian Semester Kelas XII Tahun 2019/2020
 
Soal Ujian Semester Genap - Produktif 2 | SMK TKJ
Soal Ujian Semester Genap - Produktif 2 | SMK TKJSoal Ujian Semester Genap - Produktif 2 | SMK TKJ
Soal Ujian Semester Genap - Produktif 2 | SMK TKJ
 
Soal Ujian Semester Genap - Produktif 1 | SMK TKJ
Soal Ujian Semester Genap - Produktif 1 | SMK TKJSoal Ujian Semester Genap - Produktif 1 | SMK TKJ
Soal Ujian Semester Genap - Produktif 1 | SMK TKJ
 

Dernier

Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfPPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfNatasyaA11
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSyudi_alfian
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKARenoMardhatillahS
 
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMPPOWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMPAnaNoorAfdilla
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptPertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptNabilahKhairunnisa6
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxsyafnasir
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxBambang440423
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdfMMeizaFachri
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxsudianaade137
 
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docxSILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docxrahmaamaw03
 
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxrofikpriyanto2
 
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdfWahyudinST
 
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaAbdiera
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiIntanHanifah4
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanTPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanNiKomangRaiVerawati
 
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfBuku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfWahyudinST
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasHardaminOde2
 

Dernier (20)

Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdfPPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
PPT IPS Geografi SMA Kelas X_Bab 5_Atmosfer.pptx_20240214_193530_0000.pdf
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
 
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMPPOWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptPertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
 
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docxSILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
 
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
 
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
 
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanTPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
 
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfBuku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
 
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam KelasMembuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
Membuat Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di dalam Kelas
 

Cowok Rasa Apel

  • 2. 2 COWOK RASA APEL Oleh: Noel Solitude Copyright © 2012 by Noel Solitude Penerbit Spica Solitudia http://ceritasolitude.wordpress.com File e-book ini dibagikan secara cuma-cuma sebagai fitur dari novel Cowok Rasa Apel. Dilarang menggandakan atau memperbanyak tanpa seijin Penerbit.
  • 4. 4
  • 5. 5 Sebuah Dinding... “Capek juga jadi pengurus OSIS. Udah mau liburan malah banyak rapat. Makan aja sampai lupa. Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Sekarang capek dulu, yang penting liburan nanti pikniknya menyenangkan! We‟ll be going to Bali!” Kubaca tulisan status di Facebook Erik. Dia baru menulisnya delapan menit yang lalu. Namanya juga pengurus OSIS, mana ada yang nggak sibuk? Atau minimal sok sibuk lah! Yah, aku yakin pasti ada yang jadi pengurus OSIS cuma buat ajang eksis, biar bisa sok keren nampang dan mondar-mandir keluar kelas di jam pelajaran dengan alasan tugas OSIS. Malah kayaknya sih kebanyakan pengurus OSIS memang anak-anak narsis macam itu. Paling tidak, itulah yang sering kulihat di sekolah. Tapi kalau Erik, aku masih percaya dia jadi pengurus OSIS bukan buat cari sensasi. Dia nggak perlu sok keren, karena dia memang udah... KEREEENNN!!! Di sekolahku, murid cowok kelas satu yang ditaksir bejibun cewek dari kelas satu sampai senior-senior kelas dua dan kelas tiga, siapa lagi kalau bukan Erik?! Pengurus OSIS berwajah tampan tanpa jerawat, berbadan atletis dan serba berbakat dari basket, main musik, sampai menyanyi...! Bahkan namanya sekarang juga mulai populer sampai ke sekolah lain. Aku rasa nggak berlebihan kalau aku menyebutnya sebagai idola di sekolah! Setelah membaca status Facebook-nya tadi, seperti yang biasa kulakukan, dengan semangat kukirim komentarku: “Kalo nggak sempat makan nasi makan pisang aja buat stok tenaga. Keep the spirit!” Baru beberapa menit lewat, sudah ada dua komentar yang mengekor di bawah komentarku...
  • 6. 6 Rico Seratuspersen Cute: “Ciee... Dimas perhatian banget nih sama Erik...!” Joni Selalu Bahagia: “Dimas, ingat kamu tuh cowok, Erik juga cowok! Hiii...!” Sialan...! Reseh banget dua orang norak ber-nickname superkatro itu?!! Memangnya salah ya kalau aku ikut menyemangati Erik?!! Kuketik balasanku dengan emosi: “Wooiii! Aku kan cuma ngasih masukan ke Erik! Nggak boleh???” Nggak lama, langsung nongol balasan lagi...! Rico Seratuspersen Cute: “Ngelunjak banget sih? Cuma ngasih saran gitu aja balasannya pingin „masukin‟?! Hehehe...” Dosa apa aku hari ini sampai harus menghadapi komentator busuk macam ini?!! Hatiku rasanya seperti kemasukan ulat bulu. Gatal dan panas! Naik pitam!!! “Aku maklum sih kalo pikiranmu tujuannya ke selangkangan. Otakmu kan memang di situ...!” Kuketik balasanku, segera kukirim! Tapi loading-nya kok lama gini...? Kutekan tombol refresh! Dan... Hahhh...?!! Kok tulisan statusnya Erik tadi udah nggak ada? Dihapus??? Kulihat di daftar chat, Erik masih online! “Rik, statusmu yang tadi kamu hapus ya?” aku langsung menyapa Erik di halaman chat. “Aku hapus,” jawab Erik nggak lama kemudian. Aduhh... Ternyata benar dia hapus! Jadi nggak enak nih sama Erik... “Oo... Sorry ya, kalo bikin yang lain jadi reseh...” balasku, dengan rasa menyesal. “Nevermind...” balas Erik.
  • 7. 7 Hyuhhh... Semoga Erik nggak marah. Tapi aku tetap ngerasa nggak enak sama dia. Perkara kecil yang menyebalkan! Gara-gara dua mahluk berkomentar busuk itu! “Oke deh. Istirahat aja kalo memang kecapekan. Goodnight...” akhirnya kuketik pesan penutupku. Tapi ternyata Erik langsung off lebih dulu...! Hffhhhh... Aku tahu biarpun Erik bisa bilang „nevermind‟, tapi pastinya dia jengkel gara-gara perkara tadi. Euughhh... Aku juga ngapain sih tadi, harus meladeni para komentator nggak penting itu? Beginilah jadinya sekarang! Lagi-lagi salah...! Aku memang selalu serba salah! Sebenarnya masalah di FB seperti ini bukan cuma sekali ini terjadi. Beberapa hari kemarin juga terjadi hal yang sama. Komentarku yang sebenarnya cuma satu kalimat berbunyi kurang lebih, “Semangat ya Rik, semoga lulus tesnya!”, akhirnya juga berakhir di tombol delete! Kalimat penyemangat dariku saat Erik harus ikut tes susulan karena habis sakit, itu dihapusnya juga gara-gara jadi sasaran komentar dari orang-orang nggak penting yang hobi nyampah! Sekarang terjadi lagi! Kenapa sih, rasa perhatian itu bisa menjadi begitu salah...? Sedih dan dongkol bercampur aduk! Aku log out! Kututup pula browser-ku. Lalu shutdown, kututup laptopku! Kutinggalkan tempat dudukku dan segera menggelinding ke kasur. Kupeluk gulingku erat-erat. Huhhh...! Makan hati, makan pikiran, emosi ini bikin aku capek! Lupakan sejenak dinding yang tebal itu...! Aku mau tidur!
  • 8. 8 Aku Namaku Dimas. Aku akan berumur tepat tujuhbelas tahun di sebuah tanggal di bulan September nanti. Aku kelas satu SMA, dan sebentar lagi mau naik ke kelas dua. Aku tinggal di sebuah kota di Jawa Tengah, kota yang cukup ramai tapi juga nyaman! Solo, kota yang punya slogan: The Spirit Of Java! Dalam banyak hal aku nggak jauh beda dengan anak cowok lainnya yang seumuran. Aku punya enam hari buat berangkat ke sekolah tiap pagi, dan pulang di sore hari. Selain teman sekolah, seingatku aku nggak punya teman bergaul lainnya. Itupun aku jarang bergaul dengan mereka di luar sekolah. Ya, aku tergolong anak rumahan yang lebih banyak tinggal di rumah sehabis pulang sekolah. Aktivitasku di luar rumah selain sekolah, paling-paling cuma sekedar refreshing yang biasanya kunikmati sendiri. Entah itu jalan-jalan, lihat-lihat kota ataupun nonton film. Jadi, aku bukan anak gaul? Ah, predikat seperti itu sih nggak penting buatku! Di rumah, aku tinggal bersama kedua orang tuaku. Sebutanku buat kedua orang tuaku memang nggak ada kesan Jawa- nya sama sekali. Aku nggak memanggil mereka Bapak ataupun Ibu seperti lazimnya keluarga Jawa, tapi memanggil dengan sebutan Papa dan Mama! Karena, yahhh... mungkin kebiasaan dari kecil aja. Papa orang Jawa, asli dari Solo. Sedangkan Mama dulu tinggal di Jakarta, tapi aslinya campuran Sunda dan Manado. Mama lebih terbiasa pakai bahasa Indonesia daripada bahasa Jawa ataupun Sunda, Papa akhirnya juga begitu. Tapi bukan berarti kami nggak bisa bahasa Jawa ya! Cuma soal kebiasaan aja. Hehehe... Keseharian Papa, dia sibuk kerja di kantor dari pagi hingga sore bahkan kadang sampai malam. Kalau bisa pulang lebih awal, biasanya juga pilih tinggal di rumah aja. Sedangkan Mama kerja di
  • 9. 9 perusahaan asuransi, entah apa istilahnya, pokoknya sering berada di luar mencari nasabah. Buat membantu mengurusi pekerjaan sehari-hari di rumah, kami punya pembantu, Mbok Marni. Sudah setengah tua, tapi justru itulah, dia bukan tipe pembantu yang banyak tingkah. Sederhana, sabar, nggak norak, dan syukurlah dia juga nggak suka caper ke tetangga. Tipe pembantu rumah tangga yang baik lah...! Lalu aku? Tetap dengan aktivitasku sendiri, berangkat ke sekolah tiap pagi lalu pulang ke rumah sore hari. Sesekali bantu bersih-bersih rumah, menyirami tanaman, menyapu halaman, atau keluar dengan motor sekedar refrehsing. Begitulah, aku rasa nggak ada schedule yang istimewa dalam keseharianku. Apakah hidupku membosankan? Hmmm, aku memang punya orang tua yang cukup sibuk. Tapi aku bisa memaklumi kesibukan mereka. Lagipula aku bukan anak cowok yang cuma bisa bengong sepanjang hari di rumah sepulang sekolah. Sebenarnya, aku punya satu hal spesifik yang selalu bisa kukerjakan, sendirian... di kamar! Aktivitas dengan sebuah... LAPTOP! Baiklah, laptopku memang bukan seri termahal di merk- nya. Tapi dia bisa berfungsi optimal, buatku itu udah cukup. Malah berkat Papa yang mau berbaik hati memasang saluran internet di kamarku, itu lebih dari cukup! Dengan begitu laptopku ibarat teman yang selalu siap kapan aja, selama nggak lowbatt! Dia bisa jadi apapun yang kubutuhkan! Ehhmm, dia memang nggak bisa jadi hamburger kalau aku lapar, tapi dia bisa jadi bioskop kalau aku lagi pingin nonton film. Dia bisa jadi music player yang asyik kalau aku lagi pingin dengar musik. Dia bisa jadi studio foto kalau aku lagi pingin narsis, mengedit foto sendiri dibikin lebih cakep, tapi pastinya bukan gaya sok imut seperti anak-anak alay! Hahaha... Dengan fasilitas internet aku bisa bermain-main di situs- situs yang menyenangkan, dari jejaring sosial, forum maya, situs pendidikan sampai situs entertainment! Ya, aku memang anak rumahan, tapi bukan berarti aku nggak tahu apa-apa soal realita di luar rumah! Kehidupan yang sebenarnya, bahkan yang ada di luar sana yang nggak bisa kutemui secara langsung, aku bisa mengintipnya lewat sebuah jendela bernama internet. Aku nggak
  • 10. 10 merasa ketinggalan jaman! Jadi sekali lagi, apakah hidupku membosankan? Aku rasa selama ini aku bisa menikmatinya, jadi aku harus jawab apa? „Nggak‟ kali ya...! Ngomong-ngomong soal internet, aku juga nggak akan munafik buat mengakui satu hal lagi. Buat anak cowok sepertiku, kayaknya udah rahasia umum kalau dunia maya itu selain buat mencari pengetahuan soal perkembangan jaman, juga merupakan sebuah tempat buat... ehemm... „cuci mata‟! Hehehe... Ini abad 21! Seks dibicarakan dimana-mana termasuk oleh remaja-remaja usia belasan! Usia SMP atau bahkan SD! Terlepas benar atau salah, itu realita kan? Tapi mungkin kita semua juga faham, bahwa nggak semua orang yang berani bicara soal seks itu pernah melakukan langsung apa yang mereka bicarakan! Jaman sekarang, siapa anak SMA yang masih nggak tahu soal ML? Pasti sudah pada tahu, tapi mungkin sebagian besar belum sampai ke bagian prakteknya! Cuma pintar di teori saja, dan itu termasuk aku...! Hahaha... Di Indonesia, cowok umur tujuhbelas tahun yang mengaku belum pernah berhubungan seks masih dianggap wajar! Beda soal dengan di Amerika yang katanya sebagian besar anak usia SMA sudah pernah melakukan hubungan seks, di sana mengaku „virgin‟ hanya akan jadi bahan tertawaan! Katanya sih... Makanya, aku nggak malu buat mengakui bahwa aku termasuk orang yang baru tahu teorinya. Karena ini adalah Indonesia, bukan Amerika! Ya, internet mungkin adalah salah satu faktor utama yang mendongkrak revolusi pengetahuan, termasuk pengetahuan soal seks! Dengar cerita dari sana sini, katanya waktu jaman tahun 90-an dulu orang-orang yang berotak mesum udah „bersyukur‟ banget bisa lihat gambar porno stensilan. Sekarang, kalau mau, siapapun bisa nonton di layar dengan gambar yang bergerak! Kalau mau nonton filmnya, nggak perlu lagi selintutan malu-malu buat pinjam video porno jadul yang bentuknya mirip batu bata itu. Tinggal download aja di internet! Malah tinggal pilih, mau cari yang seperti apa! Aku sebagai generasi internet, perlu bersyukur nggak ya? Hahaha... Aku akui, aku memang bukan anak rumahan yang polos. Pikiranku sama mesumnya dengan anak-anak cowok seumuranku yang sedang lancar hormonnya, yang kadang merasa berdosa tapi
  • 11. 11 masih ogah „tobat‟. Tapi paling tidak, aku masih tahu batas! Aku bukan maniak! Dan aku juga nggak akan melakukan hal privat di tempat umum! Aku masih cukup tahu moral untuk tidak mengotori meja warnet, apalagi meja di kelas! Yucchhh...! Begitulah. Internet memberi banyak pengetahuan yang nggak diajarkan di sekolah. Aku bisa mencari sendiri apa yang ingin aku tahu lewat dunia maya. Dan sejauh ini, aku menikmatinya. Baiklah, ada satu hal lagi yang harus kuakui tentang diriku. Oke, yang ini lebih serius, dan juga lebih sensitif. Soal jatidiri...! Di antara kesamaan umum dengan anak cowok lainnya, aku memiliki satu hal yang mungkin bisa dikatakan sangat berbeda dari kebanyakan orang. Mungkin sejak awal kali aku masuk SMP, aku sudah menunjukkan tanda-tanda itu, saat aku cenderung lebih suka mengamati orang-orang tertentu... Dan aku makin menyadarinya sejak aku intens berhubungan dengan dunia maya. Seringkali aku memang nggak bisa menghindari rasa penasaran untuk melihat sesuatu yang kupikir bisa menjadi sekedar pelepas stress. Saat aku melihat gambar-gambar sensual, menonton videonya, lama-lama... kondisiku ini makin terasa jelas! Di saat melihat adegan antara cowok dengan cewek, mataku selalu cenderung untuk fokus melihat si... COWOK...! Jujur, aku sangat resah! Merasa cacat, sakit, salah, dan sebagainya. Awalnya begitu... Tapi, seiring keakrabanku dengan dunia maya, aku juga belajar banyak hal yang mengimbangi kebingunganku. Aku bergabung di forum-forum termasuk forum gay di internet. Sebuah pengalaman sosial di dunia maya, mempelajari realita berdasarkan pengalaman-pengalaman orang lain yang punya kondisi sama sepertiku, mencari penjelasan-penjelasan ilmiah dan merenungkannya. Hingga akhirnya kutemukan sebuah kesimpulan atas diriku, bahwa aku rasa... aku memang seorang GAY...! Berbeda dengan pendapat orang-orang pada umumnya yang menyebut homoseksual adalah „penyakit‟, sumber-sumber ilmiah yang kubaca mengatakan bahwa ilmu kedokteran sudah lama
  • 12. 12 meninggalkan anggapan itu. Jadi, homoseksual bukanlah penyakit! Ini adalah sebuah karakteristik, bukan untuk „disembuhkan‟ ataupun „ditularkan‟. Pemahaman itulah yang melegakanku. Itu juga menuntunku pada kesimpulan bahwa... sebaiknya aku mulai berhenti menyangkal keadaanku! Aku memang belum pernah pacaran. Tapi, kalau kamu seorang cowok straight, kamu nggak perlu harus pacaran dengan cewek dulu agar bisa bilang bahwa kamu seorang straight! Untuk mengakui diri sendiri, dasarnya adalah apa yang kita rasakan dalam diri kita secara jujur. Bukankah begitu? Apakah dunia maya membuatku menjadi gay? Tidak. Aku rasa, dunia maya hanya mengungkap, seperti apa sebenarnya diriku. Dan sekarang aku mulai menerimanya. Aku tahu, gay masih sulit diterima oleh sebagian besar masyarakat. Termasuk di Indonesia. Jadi, biarpun aku bisa menerima diriku sendiri, bukan berarti aku akan coming out ke semua orang! Aku nggak senaif itu! Aku masih merahasiakannya, terutama di dalam keluarga ini. Karena bagaimanapun aku tahu resikonya! Entah, apa kelak aku akan bilang ke orang tuaku... Ahhh...! Aku nggak mau memikirkan itu dulu! Terlalu rumit. Masa muda cuma sekali, aku nggak mau menghabiskannya dengan menjadi anak stress! Inilah diriku. Aku ingin menerima dan berusaha menikmatinya...! Aku ingat sebuah pendapat yang berkata: Everybody is unique! After all, aku masih merasa normal meskipun aku „berbeda‟. Aku masih realistis meski aku sering berhubungan dengan dunia maya. Ingin bukti? Aku punya cukup banyak kenalan di dunia maya. Kuakui di antaranya adalah cowok-cowok tampan, atau... yahhh, setidaknya foto yang mereka tunjukkan memang tampan meski nggak ada jaminan bahwa itu foto asli mereka. Di antara mereka ada yang berterus terang untuk mencari pacar, boyfriend. Bahkan sangat lugas menyatakan bahwa mereka mencari kepuasan seks! Tapi ada juga yang menyatakan „cuma‟ ingin mencari „adik‟, dengan kriteria fisik yang bla bla bla...! Aneh kan, cari „adik‟ tapi melibatkan performa fisik? Nggak tulus banget, yang diakui „adik‟ cuma yang cocok dengan seleranya! Maaf deh, aku nggak percaya!
  • 13. 13 Yup, seindah apapun dunia maya tetaplah banyak hal yang menjebak di sana. Karenanya, soal cowok aku lebih berharap pada orang yang benar-benar aku kenal! Dan aku tahu siapa orang itu... Ya, aku suka dengan seseorang! Dia bukan model porno yang aku lihat di internet. Bukan juga kenalan dari dunia maya. Dia seorang cowok tampan yang satu sekolah denganku, dekat dengan lingkungan sehari-hariku! Seorang cowok yang... emmmhh, sebenarnya anak yang baik meski kadang agak sensitif. Cowok yang pernah beberapa kali menghapus komentarku dari Facebook-nya. Cowok yang jadi idola dan disukai cewek-cewek di sekolahku, dan mungkin cuma aku satu-satunya cowok yang menyukainya...! Erik. Ya, dialah orangnya. Tentang dia, aku selalu menulisnya di sebuah tempat di dalam laptopku. Di sebuah diary... Sekarang, aku jadi ingin membukanya lagi...!
  • 14. 14 Diary “Namanya Erik. Aku tahu namanya dari tanda nama di seragamnya. Aku lihat dia pertama kali waktu upacara penerimaan siswa baru di SMA. Ya, beberapa hari yang lalu. Pandangan pertama, aku langsung suka dengannya. Hatiku rasanya seperti digerakkan oleh penampilannya yang PERFECT! Aku nggak peduli pendapat orang lain, yang pasti menurutku dia sempurna! Badannya memang nggak kekar, tapi cukup sporty. Lagian aku kan juga bukan penggemar atlet binaraga yang lengannya lebih besar dari leher orang sakit gondok! Badannya ramping tapi berisi. Jadi kalo aku ingin memeluknya, kedua tanganku pasti akan cukup buat melingkari tubuhnya. Misalnya dia yang memelukku, aku juga nggak akan sesak nafas dibuatnya, meski mungkin akhirnya aku tetap pingsan dan langsung mimpi indah. Hehehe... Wajahnya agak tirus. Berkulit putih. Hidung nggak mancung tapi juga nggak pesek. Matanya jernih dan punya sorot yang cerah, berpadu dengan alisnya yang hitam. Dia cakep tapi sangat jauh dari kesan metroseksual! Dia cakep natural, bukan menor! Pertama kali aku lihat dia waktu upacara, dia kelihatan berkeringat karena kepanasan. Di bawah sinar matahari seolah tubuhnya jadi berkilat-kilat seperti malaikat. Auranya benar-benar... aku sampai nggak bisa menggambarkannya! Ada pesona lain yang unik darinya. Rambutnya selalu disisir spike. Pastinya dia nggak naik motor, soalnya nggak mungkin rambutnya bisa seperti itu kalo dia selalu pakai helm! Mungkin dia naik mobil atau jalan kaki. Tapi melihat kulitnya yang putih bersih, kayaknya nggak mungkin kalo dia sering jalan kaki di bawah panasnya matahari. Pasti naik mobil! Entah mobil pribadi atau angkot. Tapi aku pernah berpapasan jalan dengannya, dan... My God... Baunya wangi dan segar! Kayaknya rada mustahil kalo dia
  • 15. 15 bisa naik angkot tiap hari tanpa membikin badannya jadi kucal dan bau asem! Kalo aku bisa dapat bajunya itu pasti akan aku simpan di lemari tanpa perlu mencucinya lagi! Jadi, dia naik mobil pribadi mungkin ya, diantar ortunya? Ahh... Sebenarnya nggak penting juga sih. Aku cuma... lama-lama makin penasaran aja...! Memang gini kali ya, kalo lagi suka sama seseorang? Selalu membayangkan dia. Selalu ingin tahu soal dia. Andai saja aku sekelas dengannya, pasti aku bisa dengan mudah kenalan dan akrab sama dia! Huhhh... Kami nggak sekelas, itu yang bikin aku kecewa! Tapi... Ah, cuma beda kelas! Nggak perlu terlalu kecewa! Pasti ada jalan buat bisa kenal dengannya. Anggap aja ini tantangan...! Kayaknya... Erik adalah cowok yang sudah bikin aku benar-benar... JATUH CINTA!!!” Kubaca isi salah satu lembar diary digitalku itu. Salah satu lembar favorit yang sering kubaca sampai berkali-kali. Dan itu selalu bikin aku jadi tersenyum-senyum sendiri. Hahaha... Biarpun singkat, ungkapan pertamaku tentang Erik itu memang sangat berkesan. Yah, namanya juga „first impression‟! Apalagi, aku menulis diary ini memang karena dia, ingin mengungkapkan apa saja yang kurasakan tentang dia! Aku buka lagi halaman lainnya yang aku suka. Ini dia...! “Wowww...!!! Ternyata si rambut jabrik itu jago nyanyi! Tadi ada audisi buat personel band sekolah, dan ternyata Erik ikut mendaftar jadi calon vokalis! Dan aku lihat sendiri audisinya tadi, suaranya memang bagus!!! Moga-moga dia lolos!!! Kayaknya ini kesempatan buat aku juga! Mumpung audisi buat gitaris belum ditutup, aku harus ikut daftar! Ya Tuhan... Semoga kami berdua lolos! Kami bisa satu band! Aku bisa kenal lebih dekat dengannya! Inilah saatnya, aku harus berjuang!!!” Hehehe... Berkesan juga membayangkan saat-saat itu lagi. Berusaha itu memang hal yang menyenangkan! Selain dapat
  • 16. 16 pengalaman, juga meninggalkan kesan yang bikin hidup terasa lebih punya makna...! Dan rupanya nggak kelewatan juga kalau aku memuji Erik sampai segitunya. Soalnya terbukti kalau dia nggak cuma cowok yang menang tampang aja, tapi dia juga punya bakat! Suaranya bagus dan alami, vibratonya merdu nggak seperti artis-artis sinetron yang maksa jadi penyanyi itu! Dan pada akhirnya juga nggak cuma aku saja yang menilai. Orang lain juga, terutama cewek-cewek, dengan cepat Erik langsung jadi idola mereka! Penilaianku nggak salah! Tampan, berbadan bagus dan bersuara merdu, di Bank Sperma pasti jadi produk mahal! Hahahaha... Aku buka lagi halaman diary-ku. Halaman hari berikutnya... “Saingan Erik banyak. Tapi dia lolos! Dia resmi direkrut jadi vokalis band sekolah! Dia kelihatan senang banget! Aku juga ikut senang lah! Berarti aku nggak boleh gagal! Soalnya Erik udah jelas- jelas terpilih jadi vokalis, kalo aku juga lolos seleksi artinya aku bakal satu band dengannya!!! Gila nggak?!!! Besok giliran audisi gitaris, aku harus berhasil! Lagian sainganku cuma tiga orang. Si Erik aja yang saingannya delapan orang bisa lolos! Kalo aku nggak lolos, selain nggak bisa dekat sama Erik pastinya juga bakal malu sama dia...! Aku harus bisa!!!” Lalu... Di halaman hari berikutnya... “Aku lolos!!! Aku satu band dengan Erik!!! Terima kasih Tuhan yang baikkkkkk...!!!” Hahaha... Waktu itu aku sampai guling-guling di kamar setelah pulang audisi, saking senangnya! Terus terang bukan band- nya yang bikin aku senang. Tapi jelas karena Erik! Akhirnya aku dapat kesempatan buat kenal sama dia! Hahaha...
  • 17. 17 Aku juga masih ingat, gimana senangnya waktu aku bisa ngobrol dengannya sehabis latihan pertama. Momen-momen yang menyenangkan itu juga kutulis di diary... “Hari ini aku ngobrol sama Erik. Anaknya ramah, dengan gaya cool-nya itu ternyata dia juga humoris. Aku senang sekali. Bahagiaaaaa rasanya...! Lebay nggak? Hahaha... Aku juga jadi tahu lebih banyak tentang dia. Ayahnya dosen, ibunya pegawai di Pemda. Punya kakak dua orang cewek, dan satu adik cowok yang masih kecil. Zodiac-nya Cancer, ukuran sepatunya 42, ukuran bajunya M. Ukuran CD-nya berapa yaa...? Haiyah...! Nggak lah, masa aku mau tanya sampai segitunya sih...?! Biarpun sebenarnya..., pingin tahu juga... Hahaha... Yang pasti hari ini sangat menyenangkan. Biarpun latihannya bikin lelah, tapi nggak mungkin aku nggak semangat! Pasti aku akan terus semangat!!! Karena sekarang aku bisa dekat dengannya...! Thank God! Semoga semuanya akan semakin baik dan menyenangkan!” Sejak itu, aku selalu semangat. Sampai sekarang pun aku tetap semangat. Ya. Meskipun... sekarang aku sudah nggak gabung di band itu lagi... Inilah momen yang akhirnya membuatku kecewa...! “Rasanya berat buat menerima kenyataan seperti ini! Berita yang sangat buruk buatku. Aku dikeluarkan dari band...! Belum ada sebulan audisi, belum ada sebulan aku gabung. Tapi mereka udah main pecat! Katanya aku nggak bisa main gitar listrik. Oke, memang biasanya aku cuma main gitar akustik. Aku akui aku belum begitu pintar nge-set sound-nya, tapi aku mau belajar dan menurutku aku punya progres! Lagian secara teknis main gitar itu chord sama picking-nya kan sama aja! Nge-set sound kan aku juga terus belajar sambil jalan! Setelah repot-repot audisi dan mutusin aku lolos seleksi, gampang banget mereka bilang: Dimas, kamu nggak cocok main di band ini! Lalu mereka bilang kalo mereka
  • 18. 18 juga udah dapat penggantiku...! That‟s bullshit!!! Sebenarnya aku udah curiga dari kemarin. Waktu aku mau masuk ke ruang studio, aku sempat dengar dari luar. Mereka yang di dalam sedang membicarakan soal anak lain yang mainnya lebih bagus dari aku. Ah, ember!!! Ini namanya nggak fair! Kalo boleh asal comot player kenapa dulu pakai audisi segala? Lagian kalo gitaris baru itu niat buat ngeband, kenapa dulu nggak ikut audisi?!! Dan aku tambah kecewa lagi, karena Erik cuma diam saja. Dia nurut-nurut saja,dan nggak bilang apa-apa waktu aku dipecat. Aku dibiarkan keluar studio begitu saja setelah permintaan maaf basa-basi dari mereka. Aku juga nggak minta harus ada drama pura- pura ada yang mencegah aku pergi atau gimana, tapi... Huhhh... Harusnya mereka nggak melakukan seenak jidat mereka! Tapi okelah, aku terima. Aku nggak bisa ngeband lagi sama Erik, nggak apa-apa... Kami sudah saling kenal. Biarpun hari ini ada satu hal yang sangat buruk, tapi itu bukan alasan bagiku buat musuhan sama dia. Aku memang kecewa, tapi aku bukan pendendam. Goodluck aja lah buat mereka...” Begitulah. Kecewa, tapi itu tak mengakhiri perasaanku padanya. Lagian akhirnya aku juga faham, Erik sendiri juga anggota baru di band itu jadi mungkin dia nggak bisa berbuat banyak buat membelaku. Aku bisa memakluminya. Dan lama-lama aku juga sadar diri, bahwa alasanku gabung di band itu memang karena ingin dekat sama Erik. Jadi, mungkin memang layak kalau aku dianggap nggak punya dedikasi yang sungguh-sungguh buat band itu. Ya, aku akui saja... Aku masih tetap baik dengan Erik. Aku selalu „say hi‟ tiap kali berpapasan dengannya, dan dia selalu membalas dengan baik- baik juga. Kadang kami juga ngobrol bareng kalau pas ketemu di kantin. Aku masih selalu melongok halaman FB-nya. Kalau dia lagi bete atau ada masalah, aku selalu kasih semangat. Yaaahhh, meskipun kadang harus berakhir dengan tombol „delete‟. Tapi itu artinya, paling tidak dia udah baca tulisanku. Dia mungkin menghapusnya karena orang lain yang usil, tapi pasti dia tahu kalau aku... peduli dengannya, dan aku selalu ingin dia baik-baik saja...
  • 19. 19 Aku memang belum bisa berterus-terang. Ibarat timbangan, resiko terburuk masih jadi sisi yang lebih berat dibanding harapan-harapan yang indah di pikiranku. Aku cuma bisa memberi sinyal perhatian padanya... Sayangnya, selalu saja muncul orang-orang yang suka ikut campur, nyampah! Padahal aku selalu berusaha memberi perhatian yang wajar. Yahhh, walapun sering... Tapi apanya sih yang berlebihan kalau aku menyarankan Erik mengkonsumsi pisang buat jaga stamina? Apanya yang berlebihan kalau aku menyemangati dia saat ikut ujian susulan??? Aku nggak bisa menyangkal bahwa aku merasa peduli dengannya, tentunya bukan supaya orang lain mengolok-olok kami...! Sayangnya, itulah yang terjadi! Erik jadi sering kesal sama aku gara-gara komentar-komentar miring itu...! Kalau begitu, apakah berarti Erik sendiri sebenarnya juga mulai menebak arti sinyalku? Mungkin. Tapi dia nggak ngasih jawaban apa-apa selain kata „nevermind‟, lalu log out dari Facebook tanpa permisi. Seolah dia ingin menghindar dariku...! Hmmhhh... Ya sudah lah. Kalau dia memang kesal, itu hak dia. Tapi aku juga berhak untuk tetap berharap, karena dia belum jadi milik siapa-siapa...! Memaksa Erik buat menyukaiku? Nggak juga. Berharap jadi boyfriend? Mungkin memang terlalu muluk, tapi siapa tahu...? Segala kemungkinan masih terbuka...! Kita harus berusaha, kalau tidak ya nggak bakal tahu apa yang layak kita dapatkan! Mungkin aku memang perlu lebih bersabar. Tapi yang pasti… Belum saatnya untuk menyerah...!
  • 20. 20 Akhir Sebuah Semester Pagi ini sekolah benar-benar ramai! Nggak cuma oleh anak-anak yang berseragam sekolah, tapi juga rombongan orang tua yang harus mengambil raport anak-anak mereka. Ya, hari ini adalah hari pengambilan raport. Emperan ruang kelas penuh dengan murid-murid yang sedang menunggu orang tua mereka selesai mengambil raport. Ada wajah yang tenang-tenang saja, tapi tentu saja sebagian besar berwajah tegang! Soalnya ini nggak cuma mengambil raport, tapi juga pengumuman kenaikan kelas! Kulihat Mama baru keluar dari ruang kelasku sambil memegang raportku. Jantungku deg-degan! “Gimana, Ma, raportku?” dengan harap-harap cemas aku langsung menanyai Mama. Wajah Mama rada angker... Aduhhh...! Pertanda buruk...?! “Nih, jeblok!” tukas Mama sambil menimpukkan raport ke pipiku. “Haaa?!!” aku kaget ternganga. Langsung kubuka raportku, kulihat nilai-nilaiku. “Iya sih, Matematika sama Fisika jeblok... Tapi kan yang lain bagus!” seruku. Hoohhhh... Syukurlah aku masih bisa lega! Karena intinya adalah... “Yang penting naik kelas!” seruku girang. “Tapi kelas dua dapat jatah kelas IPS tuh!” tukas Mama sambil jalan. “Memang aku sendiri yang ngajuin buat masuk IPS kok! Lagian memangnya kenapa kalo aku masuk IPS? Jangan pukul rata kalo IPS lebih jelek dari IPA dong, Ma!” sanggahku sambil ngikut jalan di samping Mama.
  • 21. 21 “Ihhh, kamu ini! Kan buktinya kamu sendiri tuh, nilaimu jelek gitu!” Mama masih ngedumel. “Tuh, jadi berbelit-belit kan Mama! Yang jelek kan nilai IPA sama Matematika, itu juga nggak sampai merah! Lagian nilai IPA-ku jelek ya biarin! Memang tujuannya bukan mau masuk IPA! Ngapain musti maksa masuk IPA kalo memang nggak mampu? Yang bagus itu masuk sesuai bidangnya, Ma!” balasku panjang, nggak mau kalah. “Hiihhh, pasti gitu tuh, ngebales terus sama Mama! Ya udah, terserah kalo mau jadi anak IPS...!” akhirnya Mama ngalah meski dengan muka cemberut. “Mama mau langsung pulang. Kamu masih mau di sini apa ikut pulang?” “Nanti aja lah. Masih pingin kumpul sama teman-teman. Besok kan udah libur lama, tiga minggu...! Bakal jarang ketemu lagi...” gumamku. “Ya udah. Tapi nggak usah sampai sore pulangnya!” pesan Mama sambil meneruskan langkahnya. “Sippp!” sahutku mantap, melepas Mama pulang duluan. Kumpul sama teman-teman? Ahh... biasa aja, nggak semangat-semangat amat. Itu kan cuma alasan basa-basi aja. Kalaupun mau libur tiga minggu kan nanti masih ada piknik bareng ke Bali! Terus nanti di kelas dua kan juga masih bisa melihat teman- temanku lagi, meski mungkin beda kelas. Yang susah aku lepas saat ini, bukan momen perpisahan dengan teman-teman sekelas. Tapi tentu saja Erik si cute berambut spike itu! Selama liburan, aku bakal jarang bertemu sosoknya yang cakep dan keren itu! Apalagi dengar-dengar dia pilih masuk ke kelas IPA, jadi kandas semua harapanku buat bisa sekelas sama dia! Kulihat Erik baru saja menerima raport dari ayahnya. Aku amati dari agak jauh. Hingga akhirnya ayahnya pergi juga, dan untung Erik nggak ikut pulang! Ini dia, kesempatanku datang...! Aku lewati berisiknya anak-anak lain yang nongkrong di emperan ruang kelas. Dengan santai kuhampiri Erik yang sedang duduk-duduk di teras depan kelasnya. Kayaknya aku memang lagi mujur, nggak ada anak lain yang duduk di dekat Erik. Jadi, aku harus segera ambil duduk di sebelahnya sebelum keduluan yang lain...!
  • 22. 22 “Dapat ranking nggak?” sapaku sambil duduk di sebelahnya. Erik menoleh sejenak. Lalu kembali mamalingkan mukanya tanpa ekspresi. “Ranking empat...” jawabnya kalem. “Wah, lumayan dong!” sahutku tetap bersemangat. Baru saja membuka obrolan dengan Erik, ehhh... teman- temannya mulai berdatangan...! Bukan teman kayaknya, lebih tepat disebut penggemar-penggemarnya! Cewek-cewek pemujanya! “Hei, Rik...! Raportmu gimana?” sapa si Kriting dengan suara melengking. Annoying! “Ahh, kalau Erik udah pasti bagus lah...! Iya nggak sih? Hahaha...!!!” si Kerempeng menyahut sambil tertawa cempreng. Nggak kalah berisik suaranya! “Aduhhh, liburan bisa ketemu kamu nggak ya...? Kan nanti aku kangeeeennn...!!!” yang satu ini malah pakai pegang-pegang lengannya Erik! Si Menor yang minta digampar sampai jontor! Aku yang udah duluan duduk di sini aja nggak pakai pegang-pegang! Kurang ajar!!! “Pada ikut piknik kan? Nanti juga ketemu lagi lah...” balas Erik dengan murah senyum. Ahhhhh, dasar...!!! Si Erik ini pakai senyum-senyum segala ke mereka! Giliran sama cewek-cewek aja ramah banget nih anak...! Tadi aja waktu aku yang menyapa, dia membalas nggak pakai senyum! Pilih kasih! “Eh, geser dong duduknya! Cowok kok dekat-dekat sama cowok, toleransi dong sama yang cewek...!” si Kriting menggusur dudukku, diikuti teman-teman capernya yang langsung ikut berjubal menyingkirkan aku dari samping Erik. Rrrrrggghhh...!!! Udah berisik, datang belakangan, langsung minta tempat istimewa! Bawa-bawa toleransi lagi?! Bukannya biasanya cewek tuh bawa-bawa emansipasi?! Kalau memang ini jaman emasipasi harusnya cewek juga berani antri! Dasar cewek-cewek nggak konsekuen! Cari enaknya aja! Bikin malu Ibu RA Kartini...! “Hayoo, Dimas mau dekat-dekat lagi nih sama Erik?” tiba- tiba ada yang lewat sambil menowel daguku...
  • 23. 23 Astaga...!!! Anak yang menowel daguku itu berlalu sambil ketawa- ketawa! Anjritt...!!! Dia itu anak yang di Facebook punya nickname supernorak, Joni Selalu Bahagia itu! “Mampus sana!!!” umpatku emosi sambil melayangkan tendangan ke pantat anak norak itu. Joni kabur sambil ngakak. Dan... Berikutnya adalah pemandangan yang bikin aku mati kutu...! Si Kriting, si Kerempeng dan si Menor melongo memandangiku dengan tatapan aneh. Sedangkan Erik kelihatan berusaha mengamankan mukanya, seolah nggak ingin tahu apa yang sedang terjadi! “Kenapa...?” tanyaku kikuk, dengan seratus persen yakin kalau mukaku sudah jadi ungu menahan malu! “Nggak papa...!” tiga cewek itu kompak jaim. Damn!!! Nggak cuma cewek-cewek reseh itu, tapi anak-anak lainnya yang melihat tingkahku juga kelihatan berbisik-bisik sambil tersenyum-senyum. Ampuuunnnn...!!! Benar-benar memalukan! Kok aku sial terus sih...?!! Aku duduk lagi tanpa bicara apa-apa. Sedangkan cewek- cewek itu segera nyerocos lagi dengan Erik. Erik masih enjoy menanggapi mereka. Cuma aku yang diam dan sendiri di tempat paling pinggir... paling jauh dari Erik. Cuma bisa mendengar obrolan mereka dengan rasa dongkol dan cemburu! Kalau hatiku ini punya muka, pasti sekarang sedang berlinang air mata! Ya Tuhan, aku merasa disia-sia... Melewatkan menit-menit yang bagai neraka bagiku, akhirnya cewek-cewek itu pergi juga setelah puas ngobrol dan cari perhatian di depan Erik. Hufff... Thank God! Sekarang tinggal aku sendiri lagi yang duduk di sebelah Erik. Aku pingin mendekat, tapi aku telanjur malu gara-gara kejadian tadi. Lagian... sekarang aku juga bingung mau ngomong apa... “Akhirnya pikniknya ke Bali ya, Rik?” akhirnya terucaplah kalimat basa-basi yang sangat basi ini. Ya ampun... Semua juga
  • 24. 24 udah pada tahu kalau pikniknya ke Bali! Goblok! “Kok masih nanya?! Kan udah diputuskan dari dulu!” jawaban Erik nggak bikin aku kaget. Dan... Yang kucemaskan jadi kenyataan, Erik jadi ketus! “Hehehe... Iya ya...” gumamku gugup dan rikuh. “Sorry ya, Rik... Kayaknya akhir-akhir ini aku sering bikin kamu bete...” “Ahh, kamunya juga sih... terlalu gitu!” “Ha...? Gitu gimana...?” “Ya kayak kemarin di FB itu lah! Kamu tuh keseringan seperti itu...” “Aku... kan cuma ngasih saran aja, Rik...?” “Tapi kalo keseringan kesannya jadi aneh tahu...?! Kita sekelas enggak, sodara bukan, tetangga juga bukan. Yaahhh... jelas aja lah anak-anak lain pada komentar macam-macam!” Aduhh... Erik beneran jadi kesal sama aku... Mau ngasih perhatian aja kok jadi serba salah seperti ini ya...? “Yaaa, teman kan nggak perlu mikirin kelasnya atau rumahnya...? Lagian kita pernah satu band juga kan?” kilahku berusaha mencari argumen. “Tapi kamu itu memang terlalu perhatian...! Pasti ada alasannya kan, kalo orang terlalu perhatian...?” gumam Erik setengah berbisik. Perhatian. Terlalu perhatian. Memang benar! Skak matt...! Erik menonjokku dengan kata-katanya itu...! Benar, Rik, perhatian itu pasti ada sebab dan tujuannya... Jadi, apa kamu bisa menebaknya...? “Memangnya nggak boleh ya kalo misalnya aku... perhatian sama kamu?” Eiittsss... Astaga!!! Ngomong apa aku barusan...??? „Memangnya aku nggak boleh perhatian sama kamu???‟ Kalimat apa itu tadi?!! My God!!! Aku hampir bilang terus terang kalau aku suka dia...?!! Erik memandangiku dengan mata tajam. “Jangan yang enggak-enggak lah...!” tukasnya sambil buang muka!
  • 25. 25 „Jangan yang enggak-enggak‟, apa itu artinya dia menolakku...??? Atau... dia cuma jengah dengan komentar orang- orang...??? Atau... Apa artinya...?!! Ya ampun! Aku makin bingung! Awalnya cuma ingin menyapanya, sekedar ngobrol santai di akhir semester ini... Tapi lagi-lagi semua yang aku lakukan jadi salah! Selalu salah! “Hai, Rik, ayo gih rapat pikniknya mau dimulai...!” salah satu teman Erik tiba-tiba lewat dan mengajaknya. “Sipp, on the way...!” Erik pun langsung menyahut, dan cabut dari sampingku tanpa permisi. Aku cuma bisa memandangi perginya, tanpa mengucap apa-apa... Dia bisa segitu akrabnya dengan teman-temannya yang lain. Bisa enjoy, bahkan bisa jalan sambil berangkulan, dengan tangan di pundaknya... Itu hal yang biasa dalam pergaulan cowok, tapi coba kalau aku yang meletakkan tanganku di pundaknya, apa dia nggak bakal cepat-cepat menepisnya?! Tadi baru diajak ngobrol aja udah tanpa senyum sedikitpun, ketus pula! Sulitnya menjalani perasaan ini! Aku tahu, ini karena apa yang ada di dalam diriku berbeda dengan anak-anak lainnya. Apa sebaiknya aku mengakhiri perasaan ini saja? Huhhh, kalau bisa pasti sudah dari dulu! Melelahkan, tapi aku nggak bisa mengakhirinya! Bagaimana? Apa lagi yang harus kulakukan...? Kulontarkan pandanganku berkeliling. Menatap suasana sekolah di akhir semester ini. Keramaian yang sudah mulai reda, satu per satu teman-temanku mulai pulang, menyisakan suasana sekolahan yang makin lama makin lengang... Inilah, akhir sebuah semester. Akhir sebuah tahun ajaran... Dengan lesu akhirnya aku pun berdiri dari dudukku, mulai mengambil langkah. Yup, saatnya pulang, dan kembali lagi kemari di tahun ajaran baru nanti! Satu tahun, proses yang cukup panjang dari sebuah perasaan. Dan harapan masih saja tersisa setelah melewati berbagai tantangan dan kepenatan... Sekarang? Hmhhh... Just go home!
  • 26. 26 Ada Yang Datang “Dimas, bangun...!” Ada yang menggugahku. Aku dengar suaranya samar- samar. Aku menggeliat... “Dimas, bangun...!” Suara itu menggugahku lagi. Kurasakan tubuhku juga digoyang-goyangkan. Aku masih malas membuka mata. Tapi... Eittt... Tunggu!!! Kok suaranya cowok...?!! Dan itu bukan suara Papa...! Segera kubuka mataku, dan... “Eeeeehh...?!!!” aku terbelalak saat melihat ada cowok di dekatku, tengkurap di kasurku bertopang bahu menatapku sambil senyum-senyum. My God...! Kaget bukan kepalang...!!! “KAMU...?!!” aku ternganga, segera bangun dan mengucek mataku berkali-kali! “Apaaa?!!” anak di sebelahku itu mencibirkan bibirnya lebar-lebar. Aku masih gugup dan bingung! Cowok di sampingku ini... MIRIP AKU...!!! SUMPAH MIRIP BANGET!!! ASTAGAAAA...!!! “Kenapa? Kaget lihat gue?” cibir anak itu setengah meledekku. “Kamu...? DENIS... ya...?!!” “Ya iya lah, siapa lagi?! Hehehe...” “Lho? Kok... ada di sini...?!”
  • 27. 27 Aku memandanginya seheran melihat kucing terbang ke langit! Dia ikut bangun, duduk menghadapiku masih dengan senyumnya yang seperti nggak tahu dosa itu...! Lalu... Plukkk...! “Woi, kurang ajar! Kenapa nampar aku?!” kuusap pipiku yang habis ditamparnya. Nggak keras sih, tapi kurang ajar amat?!! “Lu pasti mikir ini mimpi kan?” “Kok kamu bisa di sini?!” aku mengulang pertanyaanku lagi dengan masih terheran-heran. “Kenapa nggak? Badut aja bisa ke bulan! Lu nggak suka ya gue pulang...?” “Bukan gitu... Ngagetin tahu?!” seruku. Lalu aku segera bergegas terjun dari tempat tidurku, lari keluar kamar menuruni tangga... “Mamaaaaa.... Denis pulang ya?!!!” teriakku. “E, e, e... Nggak usah pakai teriak-teriak!” tukas Mama yang kutemui di bawah tangga. “Gimana nggak kaget?! Kok nggak ada kabar kalo dia mau pulang...?!!” gerutuku masih terheran-heran. “Ehhhh... Ini Dimas ya? Aduuhhh, udah gede sekarang...!” tiba-tiba seorang perempuan gendut nyamperin aku dari belakang. “Ehh, Tante Hilda...???” aku gelagapan. Perempuan gemuk ini tanteku, Tante Hilda! Ada Om Frans juga, suaminya, senyum-senyum melihatku. “Tante kemari sama Denis kan? Kok nggak ngasih kabar dulu, Tante?!” sambutku setengah bersungut-sungut. “Kejutan, Sayang!” balas Tante Hilda dengan gaya genitnya sambil mencubit pipiku. “Tapi Mama pasti tahu kan? Ini pasti konspirasi nih Tante sama Mama! Aku sengaja nggak dikasih tahu!” aku langsung nuduh sambil menggerutu. “Ih, segitunya sih sama Tante? Kamu nggak suka ketemu Denis?” balas Tante Hilda masih dengan gaya genitnya.
  • 28. 28 “Dimas memang gitu tuh, gayanya aja jaim! Aslinya ya senang lah, ketemu lagi sama Denis! Hihihi...” Mama ikutan komentar sambil cekikikan. “Udah, Mama nggak usah ngeledek!” sahutku cemberut. “Ya terserah Mama dong!” cibir Mama. Asem! Kayaknya aku memang sengaja dikerjain sama mereka! “Pokoknya, sekarang kamu musti damai sama Denis ya! Tuh barang-barangnya Denis, dibantuin tuh! Angkat ke kamarmu!” tukas Mama menyuruhku. “Hah? Kok ke kamarku, Ma?!” “Eee, memang harusnya dimana?!” “Ya, di mana lah, nggak harus di kamarku kan?!” protesku. “Udah nggak ada kamar lagi, Dimas! Kamu tega nyuruh Denis tidur di gudang?” “Ya nggak di gudang, itu di depan TV kan juga ada kasurnya!” aku bersikeras. “Memangnya kenapa sih kalo Denis tidur di kamarmu? Itu tempat tidurmu tiga orang aja muat! Jangan rewel deh, nggak sopan ada Tante sama Om...!” Mama mulai melotot padaku. “Ya, nggak cocoklah, Ma! Cowok udah gede-gede masa tidur satu kasur...?!” keluhku. “Ini anak aneh deh! Denis itu kan sodara kamu sendiri? Pokoknya Mama nggak mau diprotes lagi. Cepat, Denis dibantuin!” “Yang akur ya, Sayang...” Tante Hilda membungkam protesku dengan cubitannya lagi. Aku nggak bisa berkutik lagi. Kalah oleh kemauan orang- orang yang lebih tua ini! Terpaksa nurut...! “Ayo dong, bantuin!” Denis lewat sambil menggaplok pundakku. Terpaksa, aku angkut barang-barang milik Denis ke kamarku. Dua koper yang beratnya, anjrittt...! Isinya batu bata ya?!! Setelah kutaruh koper-koper itu di sudut kamarku, aku
  • 29. 29 duduk di kursi, lalu memandangi Denis yang duduk di tepi tempat tidurku. Dia tersenyum cengar-cengir... “Lu senang nggak sih gue datang?” tanya Denis bak nggak tahu dosa. “Gimana yah...? Kita kan MUSUH...!” balasku sinis. “Wew, segitunya sih lu nganggap gue...?! Itu kan dulu waktu kita masih kecil. Ribut jaman kecil masa dibawa sampai gede sih?” “Tapi tiga tahun kemarin, pas kamu pulang kita juga masih ribut! Aku masih ingat kamu mukul nih hidung sampai berdarah! Untung hidung bagus ini nggak patah!” sungutku kesal. “Itu kan nggak sengaja! Habisnya lu gelitikin sih, gue mukulnya tuh refleks...!” kilah Denis. Aku memandanginya dengan dongkol sekaligus canggung. “Terus, kamu beneran mau tidur satu kasur sama aku...?” tanyaku. “Kenapa nggak? Gue udah jauh-jauh dari Medan ke Solo mau lu suruh tidur di lantai? Sadis amat lu...!” Lalu Denis guling-guling di kasurku, kayaknya puas banget bisa bikin kaget aku pagi ini! Bakal jadi apa nih malam nanti? Damai apa tetap perang, seperti jaman kecil...?! “Mas, masa sih lu nggak ada kangennya dikit aja sama gue?” gumam Denis sambil tengkurap. Aku benar-benar geregetan...! “IYA, AKU KANGEN SAMA KAMU!!! PUASSS...?!!!” teriakku serentak terjun menimpa adik kembarku... Dan... BRAAAKKKKK!!! Kasurku amblas ke lantai...! Dipanku runtuh!
  • 30. 30 Rahasia Saudara Kembar Aku dan Denis adalah sodara kembar. Kami cuma berdua sebagai anak di keluarga ini, nggak punya kakak atau adik lagi. Aku lahir lebih dulu dari dia. Ada anggapan kalau anak yang lebih tua sebenarnya adalah yang nongol paling akhir, karena sang kakak harus mengalah agar adiknya keluar lebih dulu, begitulah katanya. Tapi ada juga anggapan yang sebaliknya, siapa yang lebih dulu datang ke dunia maka dialah anak yang lebih tua. Dan orang tuaku memilih anggapan yang kedua itu, yang lebih simple. Jadi akulah yang dianggap lebih tua, dan Denis sebagai adik kembarku. Namanya kembar, wajah kami mirip. Tapi tetap ada perbedaannya! Denis punya lesung pipit di pipinya. Hmmmm... Banyak orang yang memuja lesung pipit, beruntungnya si Denis! Tapi di sisi lain, rupanya aku dapat jatah badan yang lebih tinggi. Sedikit. Ya, secara postur aku memang lebih cocok jadi kakaknya. Biarpun selisihnya cuma beberapa senti, tapi tetap bisa terlihat sepintas saja kalau aku lebih tinggi dari Denis. Sejak umur sepuluh tahun, Denis dipisahkan dariku. Saat itu Tante Hilda, adik Mama, sudah menjalani lima tahun masa pernikahan tapi belum dikaruniai anak. Entah siapa yang menganjurkan, yang jelas akhirnya Papa dan Mama memberikan Denis agar diadopsi oleh Tante Hilda dan Om Frans. Kata Mama, ada cara tradisional buat membantu suami-istri yang susah mendapat keturunan. Yaitu dengan „memancing anak‟. Begitulah harapannya, biar Tante Hilda dan Om Frans bisa „terpancing‟ keturunannya setelah mengasuh Denis. Benar atau tidaknya mitos itu, terbukti akhirnya Tante Hilda bisa mengandung! Sekarang anaknya sudah berumur satu tahun. Dan katanya sekarang dia juga sudah hamil lagi! Aku jadi mikir, si Denis sakti sekali ya...?!
  • 31. 31 Nggak tiap tahun Denis diajak pulang ke Solo. Yahhh, jarak dari Medan ke Solo kan jauh banget! Sejak tinggal di Medan selama tujuh tahun, ini ketiga kalinya Denis diajak pulang ke Solo. Kepulangan sebelumnya sudah tiga tahun yang lalu. Terakhir ketemu masih sama-sama imut, sekarang sama-sama sudah gede dan wajah kami tetap mirip satu sama lain! Sebelumnya juga nggak ada kabar kalau dia bakal pulang, tiba-tiba pagi tadi sudah senyum- senyum tiduran di tempat tidurku! Jadi gimana aku nggak kaget coba?! Asal tahu saja, dulu waktu masih kecil kami sering berantem. Hampir tiap hari malah! Entah gara-gara rebutan mainan atau rebutan makanan. Yaahhh, biasa anak kecil. Apalagi anak laki- laki! Jadi kalau soal kangen sih, memang ada kangennya... Tapi yang paling jelas perasaanku saat ini adalah... AKU PANIK !!! Aku cowok udah gede! Aku punya privacy! Denis tidur di kamarku, itu tanda bahaya! Gimana kalau dia nanti ngubek-ubek isi laptopku dan tahu tontonan pribadiku di sana...?!! AAAAHHHH...!!! Kenapa aku masih nyantai-nyantai aja sih...?!!! Cepat, cepat, cepat...! Pindahkan semua file rahasia! Kutancapkan flashdisk-ku ke laptop, dan sejurus dua jurus kemudian kupindah semua file rahasiaku dari laptop ke flashdisk. Sedot data...! Tapi, tunggu, tunggu! Nggak perlu semua file. Sisakan satu file, film Miyabi! Versi yang soft aja, biar kelihatan „normal‟ tapi sekaligus tetap jaga image! Sekalian bikin jebakan buat ngerjain dia! Nggak tahu si Denis udah ngerti soal gituan apa nggak, tapi kalau sampai belum ngerti, kebangetan! Hihihi... Sippp! Pengamanan rahasia sudah selesai. Semua file sudah kuatur. Tapi aku akan tetap waspada...! Denis, kita memang sodara kembar. Tapi siapa tahu kamu juga masih jadi musuh kembarku...! Aku nggak akan terkecoh sama gayamu yang sok polos dan lugu itu! Kita lihat saja nanti!
  • 32. 32 Obrolan Di Meja Makan Sebenarnya aku agak malas dengan acara makan bersama keluarga! Soalnya memang nggak ada tradisi seperti itu di rumahku, jadi rasanya aneh aja. Tapi karena Tante dan Om sekeluarga datang kemari, bersama Denis pula, akhirnya diadakan juga acara makan malam keluarga ini. Hmmm... Untung saja menunya enak. Kalau nggak, sudah pasti aku bakal bengong disiksa oleh suasana ngobrol orang-orang tua di meja makan ini! Lumayan, ada daging asap dan sup jamur kesukaanku. Aku bisa menemukan keasyikanku sendiri makan menu favoritku, tanpa harus mempedulikan obrolan Mama dan Tante yang udah kayak tetangga yang pada ngerumpi! Papa dan Om lebih banyak diam. Denis juga nggak banyak omong. Nino, sepupuku yang masih balita, malah belum bisa ngomong! Haha... Kalau dipikir-pikir ini memang konyol! Nggak ada interaksi yang nyambung selain antara Mama sama Tante saja, pastinya memang cuma mereka berdualah yang pintar ngerumpi! “Dimas makan yang banyak dong...! Biar isi dikit lah badan kamu!” akhirnya Om Frans mulai cari bahan sendiri buat ngomong sama aku. “Makannya susah si Dimas. Seringnya sih aku kasih duit aja biar cari sendiri yang dia suka...! Udah capek mikirin menu buat dia...!” Mama langsung menyahut saja, padahal Om Frans ngomongnya sama aku. Memang gitu ya, karakter ibu-ibu? “Hmmm... Nggak jauh beda sama si Denis dong?! Susah juga tuh kalo makan...!” Tante Hilda ikut nimbrung. Nah kan? Belum juga aku jawab, yang golongan ibu-ibu udah pada menyahut aja! Satu lagi, kayaknya udah kebiasaan juga ya kalau orang tua pada ngerumpi soal anak, pasti membanding-bandingkan! Paling sebal aku kalau dibanding-bandingkan!
  • 33. 33 “Dimas udah punya pacar belum?” “Belum, Tante...” jawabku datar. “Aaaaa... Sama kayak Denis tuh...!” Tuh kan...! Dibandingkan lagi! Penting nggak sih...? Males banget aku dibandingkan sama Denis! Memang kami kembar, tapi kami tetap orang yang beda! Kalau ada yang beda nggak usah dikomentari, kalau ada yang mirip ya nggak perlu disama-samakan! Lagian biarpun kembar, Denis itu MUSUH...!!! “Tadi katanya dipannya rubuh? Kenapa sampai gitu...?” celetuk Papa. “Dimas-nya yang pecicilan... Pakai loncat-loncat segala, ya rubuh lah...!” gumam Denis. Mulai, mengadu ke Papa! Aku masih ingat kok, dari dulu memang Denis ini sedikit-sedikit ngadu! Bukan karena cengeng, tapi memang dasar mulutnya itu usil! “Udah diperbaiki kok! Cuma ada baut yang lepas aja...” sahutku cuek. “Denis di Medan sana juga usil kok, sama aja kalian...!” ujar Tante Hilda sambil cekikikan. Halah! Belum capek juga ngebandingin?!! “Tante sama Om di Solo sampai berapa lama?” tanyaku, biar mereka nggak terus-terusan ngomongin aku sama Denis. Moga- moga mereka juga nggak lama-lama di sini! “Denis sih liburnya tiga mingguan. Ya sekitar itu lah kira- kira...” jawab Tante Hilda. Maakkk...!!! Tiga minggu?!! Berarti sepanjang liburan aku harus menghadapi Denis satu kamar denganku?!! Bakal hancur liburanku, direcoki sama dia! Aduhhh, langsung lemas rasanya...! Aku lirik si Denis, dia juga sedang melirikku sambil cengar- cengir. Asem!!! “Terus gimana tuh kateringnya kalo ditinggal?” Papa nimbrung. “Sudah diatur lah! Jadi ya selama di Solo otomatis nggak terima customer dulu. Kita kan kemari udah direncanain!” jawab Tante Hilda sambil menyuapi Nino, anak balitanya yang berumur setahun.
  • 34. 34 Tante Hilda dan Om Frans menjadi pengusaha katering di Medan sana. Katanya sih sukses! “Eh, si Dimas kan liburan ini ada acara piknik sekolah ke Bali. Denis sekalian aja ikut...! Biar bisa ikut senang-senang di sana!” Mama mencetuskan ide. “Wahhh...? Ke Bali? Mau, mau...!” Denis langsung semangat. Aduhhhh...!!! Tambah rusaaaakkkk!!! Hancur total liburanku!!! Mama kok ngasih ide begitu segala sih?! Masa aku mau senang-senang ke Bali harus diuntit sama Denis juga...?!! For God‟s sake...! Jelas aja Denis mau...! PARAAAHHHH...!!! “Dimas, nanti tolong bilang ke panitianya ya, ada yang mau ngikut lagi! Nanti iurannya Mama kasih...!” Mama langsung memberi perintah. “Ya, Ma...” jawabku tertunduk lemas. Malangnya nasibku...! Benar nih, liburan yang semula aku bayangkan bakal asyik ada piknik ke Bali, tapi nggak tahunya...??? Jadi ingat tadi pagi Tante Hilda bilang, “Kejutan...!” Ini bukan kejutan! Ini BENCANAAAAA...!!!
  • 35. 35 Lagu Untukku… “Rik, bisnya msh ada t4 duduk gak?” Kukirim SMS-ku ke Erik. Menanyakan tempat duduk buat peserta piknik. Yup, Erik kan termasuk panitianya! Kutunggu balasannya sambil tiduran di kamarku. Tapi kenapa nggak dibalas-balas ya? Udah hampir setengah jam...! Kukirim lagi SMS-ku yang kedua kalinya, pesan yang isinya sama. Lalu menunggu lagi. Sampai hampir saja ketiduran...! HP-ku akhirnya berbunyi, Erik membalas juga! “Udh penuh lah, tinggal brngkt! Gi lthn band nih, jng smsan dulu ya!” Tuinggg...! Ketus lagi jawabannya...?!! Padahal aku nanya serius...? Si Denis pingin ikut piknik ke Bali, makanya aku nanya kursi busnya...! Kalau udah full ya udah, jawabnya ngapain ketus gitu ya? Kok jadi sensi banget gini sih si Erik? Ah, capek mikirin sikapnya! Berita buruk buat si Denis. Tapi ya biarin! Malah jadi berita gembira buat aku! Berarti aku tetap akan piknik ke Bali tanpa dia! Hahaha... Aku nggak bisa membayangkan respon teman-temanku kalau Denis sampai beneran ikut. Bisa jadi bahan olok-olokan, karena ada cowok kembar dadakan ikut acara piknik sekolah...! Jangan sampai itu terjadi!!! Hmmmhhh... Kayaknya mending tidur aja sekarang. Gulingku, di mana kau? Sini aku peluk, aku mau bobok... “Ini gitar lu, Mas?” tiba-tiba suara Denis terdengar masuk ke kamar. Aku menoleh, dia sedang menenteng gitarku. “Ada berita buruk buat kamu nih!” aku langsung nggak pakai basa-basi. “Busnya udah penuh, nggak bisa nambah penumpang lagi!”
  • 36. 36 “Jiahh...! Nggak bisa ikut dong gue?” tampang Denis langsung kecewa. “Nyusul aja naik bus sendiri...!” sahutku cuek sambil memejamkan mata lagi, memeluk gulingku erat-erat. “Huh, nggak ilang juga jahat lu ke gue...?!” sungut Denis. Rasain! Hihihi... Gara-gara Denis juga sih, aku musti nanyain bus, akhirnya aku jadi didamprat lagi sama Erik! Sekarang aku puas bisa ngasih berita buruk ke Denis! Kurasakan gerakan kasurku. Rupanya Denis ikut rebahan di dekatku. Aku jadi agak deg-degan... Malam ini aku mulai tidur sama dia! Sodara kembarku! Musuh besarku sejak kecil! Huhhh... Awas kalau dia sampai berani usil, bakal kulempar dia! “Lu lagi bete ya, Mas? Kok jelek amat tingkah lu...?!” “Memang. Bete sama kamu...!” jawabku cuek. “Huuu... Dosa apa ya gue...? Lu baru datang bulan, Mas, sampe bete ke orang tanpa alasan gitu...?” “Eh! Bilang apa?!!” Bukkk!!! Langsung kusambit Denis pakai guling! “Habisnya kenapa sih?! Gue udah datang jauh-jauh malah dijahatin...?! Lu tuh juga nyebelin tahu nggak?!” balas Denis setengah ngambeg. Aku balik tidur lagi. Huhhh...! Aku nggak mau tambah capek menghadapi Denis! Mikirin Erik yang pedes, menghadapi Denis yang sepet...! Aku mau istirahat!!! Aku sudah memejamkan mata lagi. Tapi, aku nggak bisa menampik pendengaranku. Denis sedang memetik-metik gitar di sampingku. “Biar nggak bete, gue nyanyiin lagu nih...” gumam Denis. Lalu... “Nina bobok, oh nina bobok...” ASTAGA...!!! “Diam nggak?! Berisik!” aku langsung melek lagi, menyuruh dia diam. Emosi lagi! Denis malah cengar-cengir. “Ya udah, minta lagu apa biar lu seneng?” dia malah nantang sambil mukanya dibikin sok imut.
  • 37. 37 Kok bisa sih aku punya adik macam dia...?!! “Sini gitarnya!” aku langsung merebut gitarku. Lalu kutaruh di sebelahku, menjauhkannya dari Denis! Aku balik tidur lagi sambil menaikkan selimutku buat menutupi telinga. Aku nggak mau lihat dan dengar apa-apa lagi!!! Dan akhirnya, perlahan-lahan... Malam pun jadi sunyi. Emmhhh... Entah sudah berapa lama aku tertidur... Sekarang mataku mulai memicing lagi karena kupingku menangkap bunyi sesuatu di dekatku. Sesuatu yang bernyanyi di sampingku. Aku masih mendekap gulingku tanpa menoleh, tapi rasanya aku bisa menduganya... Kulihat gitarku sudah nggak ada lagi di sebelahku. Suara itu adalah petikan gitarku, dan... Denis yang sedang menyanyi...! Dan... kali ini yang menyita perhatianku adalah lagu itu... Aku nggak asing dengan lagu itu! Aku ingat, itu lagu yang dipopulerkan Joan Baez... “Donna, Donna, Donna, Donna...” Aku ingat, itu lagu yang dulu sering dinyanyikan oleh Papa. Waktu kami kecil, selesai mendongeng kalau kami masih susah tidur maka Papa akan menyanyi buat menidurkan kami. Yang sering dinyanyikan Papa, salah satunya adalah lagu itu... Refrein yang repetitif dan meninabobokan... Aku menggeliat. Ketika lagu itu selesai, aku baru menoleh ke samping. Denis sedang duduk bersandar bantal di sebelahku. Gitarku ada di tangannya. “Udah, tidur! Nggak capek apa...? Udah jauh-jauh dari Medan juga...?!” gumamku nggak begitu jelas, bercampur kantuk. “Hehehe... Akhirnya lu ngomong yang bagus juga buat gue...” sahut Denis. “Ehhh...? Aku ngomong apa barusan...?” aku langsung bertanya-tanya, kikuk.
  • 38. 38 “Apa yaa...? Intinya, lu tuh akhirnya punya perhatian juga ke gue...!” balas Denis sambil tersenyum nyengir. “Perhatian apaan?! Berisik tahu, nyanyi gitaran dekat orang lagi tidur gini! Ganggu...!” aku langsung mulai mengomel. “Gue kan nyanyinya pelan-pelan? Tadi lu bilang, „apa gue nggak capek, udah jauh-jauh dari Medan?‟, berarti kan lu perhatian sama gue!” Denis masih membalas dengan nada ge‟er. Kampret! Apa benar begitu ya?! Pasti Denis jadi gede kepala nih! Tapi tadi memang spontan begitu saja aku ngomongnya... Spontan, berarti... nggak dibuat-buat...? “Lu nggak ingat sama lagu tadi, Mas?” lontar Denis kemudian. Lagu itu? Ya, aku ingat, tapi... kenapa sepertinya Denis sengaja memancing nostalgia jaman kami kecil ya? Apa maksudnya? “Lagu apaan tuh?!” aku masih pura-pura jutek. “Tadi kan lagu kesukaan lu dulu, dulu Papa yang sering nyanyiin kalo kita mau tidur...” gumam Denis sambil memetik-metik pelan gitar di tangannya. “Kok kamu malah ingat? Jadi yang perhatian aku apa kamu...?!” kelitku jutek. “Hehehe... Ya kita berdua!” cetus Denis sambil ketawa. “Dulu kita memang sering berantem, Mas. Tapi itu kan waktu kita masih kecil. Sekarang udah gede, harusnya bisa mikir yang lebih dewasa...! Ngapain terus musuhan? Toh dulu kalo kita sering berantem, malamnya tetap tidur satu kasur juga kan? Didongengin cerita yang sama juga kan sama Papa? Ngapain sekarang masih berantem terus...?” Aku tercenung mendengar kata-kata Denis. Sedangkan dia asyik lagi bermain gitar sambil menggumam-gumam pelan. Akhirnya, perlahan aku bangun dari rebahanku, ikut duduk bersandar bantal seperti Denis. Menguap sebentar, mengucek mata, lalu... “Belajar gitar dimana?” sebuah pertanyaan terlontar dariku.
  • 39. 39 “Cuma otodidak. Jauh lah kalo dibandingin sama lu. Lu ikut les gitar kan? Malah katanya lu pernah dapat juara lomba gitar klasik! Papa yang cerita...” urai Denis dengan nada yang sepertinya ingin memujiku. “Gue masih ingat, dulu lu juga pernah ikut lomba nyanyi dan dapat juara juga!” “Haha... Sekarang udah berhenti les. Lomba-lomba aku juga udah nggak pernah ikut lagi. Nggak tahu, rasanya malas aja sekarang...” timpalku berusaha mencairkan diri. “Ngomong- ngomong, aku sebenarnya heran juga sama kamu... Kamu tinggal di Medan, kok ngomongnya pakai „lu gue‟ gitu sih? Memangnya di Medan ngomongnya gitu ya?” “Lu lupa apa nggak tahu sih? Mama sama Tante kan dulu tinggal di Jakarta! Terus Om Frans itu aslinya juga orang Jakarta, dia tinggal di Medan karena dapat kerjaan di sana! Om kerja di perusahaan kontraktor, Tante bikin usaha katering, sampai sekarang. Kebetulan juga sih di komplek perumahan sana banyak pendatang dari Jakarta juga. Teman-teman main gue di sana juga rata-rata bahasanya campur-campur gini. Jadi ya gue ngikutin bahasa yang dipakai di pergaulan aja. Lama-lama jadi kebiasaan...” cerita Denis panjang lebar. Aku menyimak cerita Denis. Hmmm... Aku sendiri juga pakai bahasa campuran, kalau diajak ngomong pakai bahasa Jawa ya jawab pakai bahasa Jawa. Tapi kebiasaan sih pakai bahasa Indonesia yang santai, yang nggak perlu dibagi-bagi oleh status umur dan status sosial seperti yang terjadi dalam bahasa Jawa! Hahaha... Dan... Yahhh, aku rasa memang percakapan seperti inilah yang selayaknya kulakukan dengan Denis, sodara kembar yang selama ini telah dipisahkan dariku. Bertahun-tahun terpisah, yang selama ini terbayang di pikiranku cuma dirinya yang dulu waktu kami masih kecil. Padahal sekarang kami sama-sama sudah besar... Kenapa aku harus terus berprasangka pada Denis yang mungkin saja sudah jauh berubah...? Seharusnya aku bisa mengenalnya dengan cara pandang yang baru! Denis benar. Betapa aku sudah bersikap kekanak- kanakan! Ya, aku ingin mengenal sodara kembarku ini lebih dekat! Lebih banyak...!
  • 40. 40 “Memangnya, kamu masih manggil mereka „tante‟ sama „om‟?” aku mulai mengulik lagi. “Ya nggak juga sih... Kalo manggil langsung, gue manggil mereka „mama‟ sama „ayah‟. Mereka ke gue udah kayak anak sendiri, nggak dibedain biarpun sekarang udah ada Nino. Tapi gue ya nggak mungkin lupa lah Mas, Papa sama Mama yang asli adalah yang ada di sini. Dan gue kangen juga...” Menyimak cerita Denis, akhirnya aku bisa terharu juga... Dia ini kan memang sodaraku, nggak cuma sodara kandung tapi sodara kembar! Benar-benar kekanak-kanakan ya aku tadi, masih aja menganggap dia musuh...?! Harusnya sejak dia nongol di kamarku tadi pagi, aku langsung menyambut dia sebagai sodara yang aku sayang, peluk atau cium sekalian gitu harusnya! Rada lebay biarin lah...! “Memangnya kamu juga pakai „lu gue‟ kalo ngomong sama mereka?” tanyaku makin tertarik sama cerita Denis. “Ya nggak lah! Ngomong sama orang lebih tua ya harus dibedain dengan ngomong sama orang sebaya!” tukas Denis. “Apa malah pakai bahasa Batak?” terkaku asal. “Ya nggak juga, yang penting lebih sopan aja!” “Memangnya kamu bisa bahasa Batak?” “Sedikit-sedikit...” gumam Denis sambil memetik-metik lagi gitar di tangannya. Aku tersenyum manggut-manggut. “Suka musik apa?” tanyaku berganti soal. “Apa aja. Tapi gue baru suka sama... pernah dengar Loreena McKennitt nggak?” “Ummhh... Tahu namanya sih, tapi lagu-lagunya belum. Itu kayaknya New Age kan? Kayaknya Papa punya CD-nya, aku pernah lihat tapi belum pernah dengar!” “Hehehe... Gue tahunya juga dari CD-nya Papa! Waktu gue pulang ke sini sebelumnya dulu, ada CD Papa yang kebawa ke Medan. Sering gue dengerin di sana, bagus-bagus lagunya...” “Kayaknya di sini Papa masih punya beberapa albumnya
  • 41. 41 tuh, masih disimpan semua. Tapi ngerasa aneh nggak sih, anak muda kayak kita sukanya malah musik-musik yang kesannya selera orang tua gitu...?” tanyaku, karena aku sendiri suka musik-musik klasik dan folk. “Buat gue nggak ada istilah „musiknya orang muda‟ atau „musiknya orang tua‟! Yang penting lagunya enak didengar! Nggak pusing-pusing soal alirannya atau apanya...” “Hmmm... Coba mainin lagu apa gitu...!” gumamku, nyuruh Denis nyanyi lagi. Akhirnya...! Hehehe... Padahal tadi aja pakai marah-marah sambil ngatain „berisik‟ segala! “Gue paling suka sama yang ini... Neverending Road, enak lagunya! Tiap dengar lagu ini, entah kenapa bawaannya pasti keingat sama rumah yang ada di sini... Soalnya gue juga ingat, waktu masih di sini dulu Papa sering putar lagu ini...” gumam Denis setengah termenung. Lalu Denis memetik intro lagu itu pelan-pelan. Dentingan itu lalu menjelma seperti ayunan. Lagu yang sepertinya juga pernah kudengar, dan aku terbuai... Perlahan tubuhku mulai rebah lagi, merapatkan kepalaku di atas bantal. Pikiranku meringan, kelopak mataku memberat. Rasa lelah, beban pikiran, mereka tiba-tiba... kemana...? Lenyap. Dan selanjutnya, untuk sekali lagi, yang bisa kurasakan adalah lelap yang damai...
  • 42. 42 Namanya Juga Cowok! Rumah sepi, cuma ada Mbok Marni yang sedang beres- beres di dapur. Mama dan Tante Hilda belanja ke supermarket, diantar Om pakai mobilnya Papa. Nino, sepupuku yang masih balita juga diajak ikut. Sedangkan Papa ke kantor, pakai Vespa tuanya. Aku baru saja selesai sarapan dan sekarang sedang menuju ke kamar. Begitu sampai di kamarku... O my gosh...!!! Baru sadar kamarku berantakan! Hanger yang biasanya cuma digantungi bajuku, sekarang berjubal dengan baju dan celana jeansnya Denis. Sampai bajuku ada yang jatuh, kena gusur! Meja belajarku juga berantakan, gelas dan mangkuk cemilan nggak dikembalikan lagi ke dapur! Selimut di kasur juga nggak dilipat lagi! Ini satu hal lagi yang mulai kuketahui soal adik kembarku, rupanya si Denis ini tipe cowok berantakan...!!! Kurapikan kamarku. Sambil menunggu Denis selesai mandi. Dia pasti bakal aku marahi! “Met pagi...” Denis keluar dari kamar mandi yang ada di dalam kamarku, sambil bersiul-siul dengan santainya. Awalnya aku mau langsung marah-marah. Tapi nggak jadi, begitu melihat Denis yang baru selesai mandi cuma pakai celana, tanpa baju... Bikin aku tiba-tiba jadi... ehemm... benar-benar nggak jadi marah! Malah bengong melihati body adikku itu...! Memang rasanya aneh kalau aku mau memuji Denis secara fisik, soalnya dia kembaranku jadi secara nggak langsung berasa memuji diri sendiri alias narsis! Tapi memang harus aku akui, kalau aku suka melihatnya... Aduhhh...!!! Semoga ini bukan tanda kalau aku „sakit‟!
  • 43. 43 Oke, oke, aku nggak bermaksud narsis. Aku nggak bermaksud memuji diriku sendiri, tapi sekedar menilai penampilan sodara kembarku! Badannya yang ramping, padat, nggak kurus meskipun bentuk ototnya juga biasa saja... Sixpack juga nggak! Tapi bersih, fresh, nggak garing... Badannya memang bagus menurut mataku! Pendapat orang lain aku nggak peduli! Meski kurang lebih kami mirip, tapi feel-nya ternyata tetap beda juga kalau dibanding aku memandangi badanku sendiri di cermin...! Ya, aku baru menyadarinya! Dan daging segar di hadapanku ini adalah adikku! Sodara kembarku! Itu yang bikin aku bengong dan bingung! Seandainya dia bukan sodaraku, mungkin nggak ya aku jadi... suka sama dia...??? Aku melipat selimut sambil curi-curi pandang. Bersamaan dengan itu, sebagian dari diriku terus membisiki sisi warasku, “Dimas, Denis itu adikmu...! Dimas, Denis itu adikmu...! Berhenti memandangi seperti itu! Kamu masih waras!” Sedangkan bagian diriku yang lain sibuk mencari alasan, “Ya, aku masih waras...! Aku kan cuma penasaran ada cowok yang mirip aku sedang nggak pakai baju di depanku! Cowok yang badannya bagus...” Ya ampun!!! Aku masih waras kan...?!! Baiklah, aku harus berhenti memandanginya...!!! “Lu ngelihatin gue?” cetus Denis tiba-tiba, dia balas memandangiku...! Mampusss...!!! Ketahuan...!!! “Nggak! Ngapain juga? Ge‟er amat...!” aku langsung ngeles sedikit gelagapan! Denis masih memandangiku dengan rada curiga! Biarpun aku sudah ngeles, tapi kayaknya dia nggak percaya...! “Badanmu kayaknya lebih pendek dari aku ya?” akhirnya aku mengalihkan kecurigaannya, seolah-olah alasanku mengamati dia cuma karena soal tinggi badan! “Dari kecil juga...!” tukas Denis rada cemberut.
  • 44. 44 Kayaknya dia nggak suka aku mengungkit soal tinggi badan, karena jelas aku lebih tinggi sedikit dari dia! Atau... karena masih curiga? Tampangku memang kelihatan munafik kali ya? “Jangan-jangan... kamu belum sunat ya...?” celetukku. “Enak aja! Gue yakin „bentuk‟ gue juga lebih bagus dari punya lu!” ternyata balasan Denis malah lebih nonjok! “Weee... Pede amat? Coba buktiin kalo gitu!” aku langsung nyolot, nantang! Uuppsss…!!! “Najis gue kasih lihat ke lu!” “Berarti nggak ada buktinya dong...?!” “Tapi gue masih ingat, dulu waktu kecil kita kan sering mandi bareng, punya lu kan lebih kecil...!” “Ehh, kurang ajar! Jangan ngebandingin waktu jaman dulu ya! Lihat sendiri sekarang, aku lebih tinggi dari kamu...?!” balasku, nggak terima dengan tuduhan Denis! “Kan nggak jaminan juga punya lu lebih panjang?! Waktu kecil juga lu udah lebih tinggi dari gue, tapi tetap aja punya lu lebih pendek kan?!” sahut Denis enteng, sambil memakai kaosnya. Huhhh... Dia sudah pakai kaos sekarang, nggak ada godaan mata lagi! Tapi malah ganti omongan kami yang „menjurus‟! Ngomongin soal „kepunyaan‟ masing-masing...! “Ya udah, sekarang dibuktiin aja mana yang lebih panjang!” aku nggak tahu apa aku masih sadar ngomong seperti ini... Telanjur tertantang! Mungkin aku memang sudah sinting! “Aneh lu ah! Punya lu mau pendek apa panjang tuh juga bukan urusan gue! Niat amat lu...?!” sungut Denis. “Kamu sendiri tadi yang duluan ngungkit soal panjang- panjangan!” balasku nggak mau kalah, bercampur dongkol karena dituduh punyaku lebih pendek! Meski belum bisa dibuktikan juga sih kalau punyaku lebih panjang... Tapi... untunglah Denis menolak! Soalnya aku baru bisa berpikir sekarang, kalau aku sampai beneran main „panjang- panjangan‟ sama dia, berarti aku sudah EDANNN!!! Syukurlah, kewarasanku akhirnya masih terjaga!!! Lalu Denis dengan cueknya terjun lagi ke kasur. Tiduran...!
  • 45. 45 “Eh, buset, tidur lagi?!!” sentakku. “Tiduran habis mandi seger tahu...!” gumam Denis sambil menggeliat. Denis tiduran dengan enaknya. Guling kesayanganku dipeluk-peluk padahal rambut dia masih basah! Aduh, nasib nih punya kembaran kayak dia...! Tadi malam bisa ngobrol akrab, tapi sekarang kayaknya mulai ada tanda kalau sepertinya takdir kami tetap nggak jauh-jauh dari masa kecil kami: NGGAK AKUR! Ternyata dia masih nyebelin juga! Ahh, aku ingat dengan sesuatu...! Dapat ide buat ngerjain adik kembarku itu...! “Den, tadi malam kamu nggak langsung tidur kan?” aku mulai iseng memancing. “Kenapa?” “Semalam kamu buka apa di laptopku?” “Nggak buka apa-apa. Nyobain internet aja...” “Halahhh... Bohong...! Kamu pikir aku nggak tahu ya? Semalam aku sempat kebangun lagi gara-gara dengar suara dari laptop... Aku memang nggak nengok tapi aku kenal banget sama suaranya! Kamu nonton Miyabi kan?! Hayooo!!!” “Ahhh...! Usil lu...!!!” Denis langsung ngambeg, nggak bisa mengelak! Hahaha... Kena! “Terus habis itu kamu lama amat di kamar mandi?” godaku makin usil. “Lu ngeres ya?! Gue memang biasa mandi malam...!” Denis mau ngeles lagi, tapi mukanya udah telanjur merah. Berarti dugaanku nggak salah! Kena lagi! Hahaha... “Mandinya sih sebentar, „pemanasan‟ sama keramasnya yang lama...! Iya kan?!” timpalku sambil menahan tawa. “Alahh, kayak elu nggak pernah aja?! Ngapain ngurusin gue?!” Denis jadi tambah ngembeg. “Siapa yang ngurusin?! Punya punya kamu sendiri!” kelitku sambil ketawa geli melihat Denis ngambeg. “Dari umur berapa kamu ngerti gituan?”
  • 46. 46 “Bukan urusan lu...!” Denis makin jengkel. “Nggak usah ngeles, hayo ngaku!!!” aku makin jahil sambil ngucel-ucel rambut Denis. “Resehhh...!” kibas Denis sambil marah-marah. Itu bukan alasan buatku berhenti, malah makin jadi ngerjain dia! Kudekap Denis dan mulai menggelitiki dia...! Beginilah caraku mengusili dia sejak kecil! Hahahaha... “Hayoo, ngaku!!!” desakku sambil menggelitiki adik kembarku. “AAAHHHH...! Mamaaaa...! Dimas usil nihhh!!!” Denis meronta-ronta. “Mama nggak ada...!” sahutku tetap nggak berhenti mengusili Denis. Hahaha... Berasa dapat mainan! “Berhenti...! Gue tabok nih!!!” Denis berlagak mengancam. “Tabok aja...! Ayo tabok!” tantangku, tanpa menghiraukan rontanya Denis. Kalau dia belum menangis lemas aku belum puas ngerjain dia! Biarpun dia mau teriak-teriak sampai delapan oktaf, nggak bakal Mama bisa dengar suaranya dari supermarket! Hahaha…! CKREEKK...! Tiba-tiba pintu kamar terbuka... Mama dan Tante Hilda nongol dari luar... O my Ggg...! Mereka udah pulang...?!!! “Lho...? Kok pada pelukan sih...?” ceplos Tante Hilda dengan wajah bengong. Aku baru nyadar kalau aku masih mendekap Denis... AAAHH...!!! Momen yang salahhhh!!! Langsung kulepas dekapanku! “Aku kan udah bilang, si Dimas aja yang gayanya sok musuhan! Tuh rukun juga...!” sahut Mama sambil cekikikan sama Tante. Lalu mereka pergi lagi. “Siapa yang pelukannn...?!!!” protes Denis lantang, tapi Mama dan Tante sudah telanjur menghilang dari muka pintu. Rukun? OH YAAA...?!!!
  • 47. 47 Denis Atau Erik? Bertengkar karena urusan sepele, saling ledek, saling ejek, begitulah aku sama Denis. Ternyata hubungan seperti itu masih tetap bertahan antara aku dengan dia. Yaahh, dalam hal „nggak akur‟ masih nggak jauh beda dengan jaman kami kecil. Tapi di antara kami, pertengkaran ya cuma sekedar pertengkaran. Malah bersamaan dengan itu kami belajar saling mengerti dan mengenal satu sama lain, dan aku bisa katakan... bahwa sebenarnya kami sangat akrab...! Kedatangannya bukan bencana seserius yang aku pikirkan sebelumnya. Saat itu aku memang masih dipenuhi prasangka, masih dilekati persepsiku tentang betapa nggak akurnya kami sejak kecil. Mungkin aku berpikir sedangkal itu karena terlalu kaget juga dengan kedatangannya yang nggak aku duga. Sekarang? Aku menyimpulkan bahwa prasangkaku memang sangat lebay! Aku rasa aku tetap bisa menikmati masa liburanku ini dengan nyaman meski ada Denis. Malah kalau aku kembali pada satu titik penting soal Denis, kayaknya dia bisa jadi bumbu yang bagus buat masa liburanku ini. Apa lagi kalau bukan menyangkut dirinya yang... ehemmm... gimana yaaa...? Dirinya yang... Aku sampai betah memandanginya waktu dia nggak pakai baju! Itu maksudku! Sudah tiga hari Denis di sini. Beberapa kali tiap pagi atau sore, aku melihat Denis selalu keluar dari kamar mandi tanpa baju. Sudah pasti aku curi-curi pandang! Hahaha... Sekali lagi, bukan berarti aku punya maksud terselubung buat memuji diri sendiri dengan cara memuji adik kembarku. Jujur aja, aku nggak merasa sedang menatap cermin waktu melihat dia. Semirip apapun kami, aku sangat tahu kalau kami berbeda. Kami bukan orang yang sama. Dia hanyalah... sodara kembar yang mulai aku senangi! Mulai kuterima keberadaannya di rumah ini...!
  • 48. 48 Nggak ada maksud buat bernafsu sama dia! Jadi gay udah banyak yang menghujat, apalagi kalau masih ditambah incest! Aku rasa aku cuma suka punya sodara yang enak dipandang di mataku. Sebagai cowok yang suka memperhatikan penampilan, terutama ke sesama cowok, menurutku Denis punya nilai yang bagus. Jujur saja, aku rasa itu yang membantuku untuk cepat menerima kehadirannya di rumah ini, di kamarku, terlepas dari tabiatnya yang berantakan! Sesimpel itu, atau serumit itu, pokoknya begitulah adanya! Soal sosok pujaan, sosok yang kuharapkan dalam hal cinta, bagiku masih tetap... ERIK! Aku masih tetap memberi Erik nilai di atas semua cowok yang aku kenal, terutama dalam hal pesona fisik yang bisa bikin jantungku berdebar dan kadang memancing otakku buat membayangkan hal-hal yang nakal. Yah, mungkin pikiranku itu bisa dianggap „nggak sopan‟. Tapi masa sih ada orang yang jatuh cinta tanpa punya unsur nafsu sedikitpun? Dan aku adalah COWOK, yang secara mental dan naluri lebih berani dibanding cewek buat membayangkan hal-hal yang bisa dikatakan „liar‟. Yaaahhh, seperti wajarnya cowok yang sedang dalam masa pertumbuhan! Hehehe... Aku masih memikirkannya, masih memendam rasa, masih berharap, masih suka membayangkan kira-kira sedang apa dia sekarang, apa yang sedang dia rasakan, apa yang sedang dia pikirkan... Dan aku nggak mendapat jawaban apa-apa, selain bisikan dalam angan-anganku sendiri. Huhhh... Kadang memang makan hati, tapi aku nggak kaget bahwa ternyata yang namanya cinta itu nggak selalu mudah...! Kalau lagi kangen dan ingin tahu kabarnya, jendela yang paling aman buat mengintip adalah... yup, dunia maya! Ya, aku ingin tahu kabarnya hari ini...! Kunyalakan laptopku, dan ONLINE! Log in ke Facebook, lalu segera loncat ke „dinding‟nya Erik...! Dan kabarnya hari ini adalah... APAAAAA...?!! HARI INI ERIK ULANG TAHUNNNN...?!!
  • 49. 49 Kubaca ucapan-ucapan yang mengalir deras di „dinding‟nya! Semuanya ucapan selamat ulang tahun!!! Ya ampun, siaaaal...!!! Aku akan jadi pemberi ucapan di urutan ke berapa nih?!! Ya Tuhannn... Aku ini penggemar sejatinya! Orang yang jatuh cinta sama dia tapi hari ulang tahunnya aku bisa lupa...?!! DAMN...!!! Menyedihkan...!!! Huuhhh... Telanjur...! Aku kecewa dengan diriku sendiri! Tapi aku tetap harus memberi ucapan selamat, biarpun bukan yang pertama...! “Happy birthday... God bless u with all the good things for your growing age! Be more in all of goodness...!” Kuketik ucapan selamat ulang tahun untuk Erik, sebagus mungkin...! Dengan semangat aku mengirimkannya... Tapi... lho...? Kok nggak bisa terkirim? Kok gini...??? Coba sekali lagi! Dan... My gosh...! Tetap nggak bisa terkirim! Kenapa ini...? Facebook lagi error… atau...??? Nggak, kayaknya bukan Facebook yang error! Barusan ada ucapan selamat yang terkirim lagi dari teman Erik, baru semenit yang lalu! Kenapa kirimanku nggak bisa terkirim...? Oh, ya Tuhan, semoga tidak! Semoga bukan karena aksesku untuk berkomentar diblokir oleh Erik! Masa dia harus sampai segitunya...???!!! Ini makin menyedihkan! Kalau memang aku diblokir, mungkin saja Erik cuma ingin mengantisipasi kejadian yang seperti kemarin itu... Kalau memang begitu, mungkin aku masih bisa mengirim ucapan selamat lewat pesan inbox! Nggak akan ada orang lain yang tahu, jadi Erik harusnya juga nggak perlu kuatir...! Tapi... Dimas, apa kamu cukup begitu saja memberi ucapan? Cuma ucapan? Penggemar dan pecinta, tapi cuma memberi ucapan??? NGGAK NGASIH KADO...?!!
  • 50. 50 Oh, damn!!! Jelas aku harus ngasih kado!!! HARUS!!! Ya, mungkin aku nggak perlu memberi ucapan lewat Facebook...! Tapi mengucapkan langsung ke orangnya sekaligus ngasih kado??? ITU LEBIH MANISSS...!!! Ehhh... Tapi...??? Memangnya aku punya duit...??? Baru ingat, aku kan lagi bokeeeekkkk...!!! Ya Tuhan, kenapa nasib baik selalu nggak berpihak padaku di saat-saat penting seperti ini...?!! Gimana nih sekarang...??!!! “Hayooo...! Buka apaan tuh?!!” tiba-tiba Denis mengagetkanku. “Apaan sih? Ikut campur aja...!!!” tukasku. “Buka Facebook ya? Add punya gue dong...!” “Ogah! Ngapain? Main sana gih, jangan ganggu aku dulu...!” tepisku mengusir Denis. “Main apaan? Nggak ada yang bisa buat main! PS nggak ada, film nggak ada, bingung gue...!” “Main sabun aja sana...!” “Ehhh...! Ngeres banget sih lu bawaannya...?!!” sungut Denis sambil menyikutku. Ujung-ujungnya dia terjun ke kasur. Tidur. Huhhh...! Dasar pemalas...! Ehhh, sebentar...! Aku ada ide...! Hehehe... Aku log out dari Facebook. Mematikan laptop, lalu segera mendekat ke Denis yang sedang tiduran... “Den, pinjam duit dong...” Denis langsung berpaling memandangiku. Lalu tawanya meledak! “Ahahahaha...!!! Dasar belagu lu! Sok sengak sama gue...! Sok jutek sama gue! Sekarang mau pinjam duit sama gue...! Ogah!!!” “Please...! Aku lagi bingung nih... Nanti aku pinjemin film...!” aku mulai merengek dan merayu. “Nggak mau...!” adik kembarku itu malah meringkuk menyembunyikan mukanya ke guling.
  • 51. 51 Bikin geregetan nih lama-lama! Sekarang dia jadi sok di depanku, merasa dibutuhkan!!! Kayaknya dia memaksaku buat mengeluarkan jurusku yang ini...! “Ayo dong, pinjemin duit...!!!” aku memeluk Denis erat- erat sambil menggelitiki dia. “Aaahhhh...!!! Reseh lu aah...!!! Nggak mau, nggak mau! Lepasin nggak?!!!” Denis meronta sambil marah-marah. “Aku janji nggak akan jahat lagi sama kamu...! Aku nggak akan usil lagi sama kamu...!” “NGGAKKK...!!!” “Pleaseee...!!!” Mengemis dan mengiba, tapi sambil gulat di atas tempat tidur. Lama-lama Denis mulai nggak tahan juga... “Mau buat apa sih?!” tanya Denis berlagak sok galak, seperti emak-emak yang mau ngasih duit ke anaknya tapi pakai berbelit-belit dulu. “Aku mau beli kado buat teman... Aku nggak ada duit...!” jelasku pura-pura memelas. “Masa nggak ada duit sama sekali?!” Denis masih berlagak ngomel. “Kan jatah jajanku udah dirapel buat piknik ke Bali... Limapuluh ribu aja deh...” aku menarik-narik kaos Denis. Adikku itu dengan cemberut akhirnya merogoh dompetnya. Asyikkk...! Tuh kan, dapat pinjaman...! Hehehe... “Nih!” sodor Denis, selembar limapuluh ribuan. “Yes! Makasih yaaa...!!!” Hahaha...!!! Aku menang! Merendahkan martabat sebentar, mengemis-ngemis sejenak, sekarang dapat kan duitnya?!! Hehehe... Yang penting aku bisa beli kado buat Erik! Langsung semangat! Ambil jaket, siap-siap cabut beli kado buat cowok pujaanku! “Aku beli kado dulu yaaaa...!” pamitku ke Denis dengan gaya lebay.
  • 52. 52 Selanjutnya, nggak peduli lagi sama Denis! Aku langsung meluncur keluar dari kamarku dengan penuh semangat...! Di ruang tamu aku berpapasan dengan Papa yang habis pulang kantor. Papa lagi duduk-duduk sambil minum kopi. “Ee... Mau kemana? Buru-buru amat?” sapa Papa. “Keluar bentar, Pa...!” “Tadi pagi Papa titipin uang jajan ke Denis. Udah dikasih?” “Hah...?!!” aku terperanjat kaget, langsung menghentikan langkahku. “Uang jajan? Buat aku?” “Iya. Limapuluh ribu, Papa titipin ke Denis. Habisnya tadi kamu masih tidur...!” ujar Papa santai sambil mencicip kopinya. Uang jajanku limapuluh ribu dititipkan ke Denis...?!! Aaarrggghhhh...!!! Kampreetttt!!! Jadi yang dikasih Denis tadi sebenarnya memang duitku?!! Minta dihajar tuh anak!!! Aku langsung balik naik lagi ke kamarku dengan geram!!! Bisa-bisanya aku mengemis duitku sendiri ke Denis yang menyebalkan itu...! “Denissss!!! Dasar tukang kibul!!!” teriakku mencak- mencak. “Weeee... Gue ngibul apaan?!!” Denis mau mengelak. “Tadi yang kamu kasih memang duitku dari Papa kan?! Ngaku!!!” “Lho, gue kan nggak bilang itu duit gue...!” “Nggak usah alesan, sini...!!!” Aku ancang-ancang mau menangkap Denis. Entah mau aku apakan, mungkin ngasih dia smackdown!!! Denis langsung kabur sambil cekikikan, meloloskan diri keluar kamar...! “Awas nanti!!!” kecamku. Sodara kembar sialaaannnn...!!!
  • 53. 53 Aku Memberinya Apel... Aku mengamati, memilih-milih dengan bingung. Mungkin ada ribuan CD yang harus kuhadapi untuk kupilih salah satu! Buat kado ultah Erik! Harganya itu yang bikin megap-megap, CD original harganya di atas limapuluh ribu semua! Mau beli bajakan, tengsin lahhh...!!! Buat kado spesial masa bajakan?!! Akhirnya aku hanya bisa berkutat di produk diskon, mengobok-obok keranjang yang isinya CD diskonan! Yang aku tahu Erik sukanya lagu-lagu pop yang agak-agak jazzy... Tapi berhubung aku cuma mampu beli produk diskon, kayaknya nggak ada pilihan yang bagus! Yang didiskon kebanyakan album-album lama dan kompilasi yang udah basi! Aku sampai lama mengorek isi keranjang CD diskonan. Akhirnya, dapat juga album yang layak! Ketemu satu albumnya David Foster. Aku tahu, sebagian lagu-lagunya jazzy. Biarpun yang ini sepertinya album lama tapi nggak apa-apalah! Dia kan artis legendaris, biarpun harganya murah tapi kualitasnya pasti tetap berkelas! Cuma tigapuluh sembilan ribu...! Aku segera pergi ke kasir. Sekilas kubaca tulisan yang ada di papan kecil dekat kasir, rupanya di sini juga menyediakan jasa bungkus kado...! “Kalo bungkus kadonya sekalian berapa, Mbak?” aku bertanya ke si Mbak yang menjaga kasir. “Tergantung kertas kado sama variasinya, ada sample-nya kok! Tapi CD-nya dibayar di sini dulu ya, Mas!” sahut si Mbak ramah. “Oh, oke...” gumamku. Kusodorkan CD yang mau kubeli. Sekalian duit limapuluh ribu. “Kalo mau lihat contoh model kadonya, silakan ke meja yang sebelah sana, Mas...!” jelas si Mbak sambil mengulurkan kantong plastik berisi CD yang kubeli, plus duit kembalian.
  • 54. 54 “Oke, makasih...!” sahutku. Lalu aku menuju ke meja yang ditunjuk si Mbak penjaga kasir tadi. Di meja yang kayaknya memang khusus buat melayani kado, aku disambut oleh staff yang lain. Mbak-mbak juga. “Mau dibungkus, Mas, CD-nya?” “Iya, tapi aku lihat harganya dulu bisa nggak, Mbak?” tanyaku, rada cemas jangan-jangan biaya bungkus kadonya mahal! Si Mbak segera menyodorkan sebuah booklet. “Ada yang lima ribu, tujuh ribu, yang paling bagus sepuluh ribu, tapi nunggunya agak lama dikit!” jelas si Mbak. Aku melihati gambar-gambar model bungkusan kado di booklet itu. “Buat ceweknya ya, Mas...?” celetuk si Mbak tiba-tiba. Dia senyum-senyum aneh padaku. “Nggak kok...” jawabku jadi rada rikuh. “Ahhh... Buat ceweknya pasti...!” si Mbak malah ngeyel. Kok genit gitu sih dia?! “Tahu dari mana?” aku mulai meladeni dengan cuek. “Ya tahu lah! Kan CD itu romantis kalo dijadiin kado, Mas! Apalagi David Foster kan kebanyakan love songs!” cerocos si Mbak dengan gaya ganjen. “Bagus deh selera Mas, pasti senang tuh ceweknya...!” Aku diam saja. Si Mbak ini kalau niatnya ramah tamah sama konsumen udah rada kelewatan! Masa harus ungkit-ungkit soal „cewek‟ku segala? Kalau aku bilang sekalian orang yang aku sukai adalah COWOK mungkin bakal keselek dia sama lidahnya sendiri! Nggak bakal nyerocos lagi dia! “Bentuknya yang model ini aja, Mbak. Kertasnya yang warna merah. Yang lima ribuan aja!” akhirnya kutentukan pilihanku. Yang paling murah aja, duit mepet! Warna kertasnya aku pilih yang merah hati, kesannya paling elegan buat harga termurah! “Oke...!” sahut si Mbak, lagi-lagi tersenyum ganjen. Apa aku ge‟er kalau menduga si Mbak ini suka sama aku? Habisnya tingkahnya kegenitan gitu?!
  • 55. 55 Alaahhh, biarin lah! Yang penting aku udah dapat kado buat Erik. Tinggal menunggu CD-nya selesai dibungkus! Sekitar sepuluh menit aku menunggu, si Mbak selesai membungkus CD-ku. “Ini, Mas. Dibayar di sini ya...!” ujar si Mbak sambil menyodorkan kadoku yang sudah jadi. Memang rapi hasilnya! “Makasih, Mbak!” aku mengambil kadoku dan membayar ongkosnya. “Sama-sama!” ucap si Mbak lagi-lagi dengan senyum genit. Kumasukkan CD kado ke dalam kantong jaketku yang besar. Jangankan sekeping CD, dua kotak Baygon bakar juga muat di kantongku! Lalu aku segera beranjak dari hadapan si Mbak yang ganjen itu. Lebih cepat lebih baik, terus terang aku rada risih sama gerak-gerik si Mbak itu. Lagian memang urusan sama dia udah selesai! Aku keluar dari CD Store. Lalu mataku tertuju ke ruko sebelah. Ruko buah. Buah-buahnya bisa dibeli per biji! Tertarik, mungkin aku bisa melihat-lihat sebentar ke sana...! Hmmm... Jadi pingin beli apel. Sebiji dua ribu rupiah. Nggak apa-apa lah... Masih ada sisa duit! Kubeli satu buah apel merah, dan kusimpan di kantong jaketku. Dimakan nanti saja di rumah. Sekarang saatnya menuju ke rumah Erik! Udah mau gelap, aku harus cepat-cepat! Kuhampiri motorku. Starter, lalu tancap! Melintasi jalanan di jantung kota Solo yang mulai temaram. Melaju kencang. Lalu mulai berbelok ke jalanan yang lebih kecil, menuju ke sebuah komplek perumahan di daerah Manahan. Melewati beberapa gang, lalu... Sampailah! Rumah Erik lumayan besar. Gerbangnya nggak ditutup, jadi kumasukkan motorku dan kuparkir di halaman rumah yang ber- paving. Halaman rumah ini luas juga, dihiasi taman dengan rumput jepang, beberapa palm hias dan tanaman-tanaman bonsai. Hmmm... Elit dan eksotis! Aku tahu rumahnya ini sudah sejak dulu, kalau nggak salah waktu aku masih satu band dengannya. Waktu itu aku sengaja
  • 56. 56 pulang berbarengan dengannya karena aku ingin tahu rumahnya. Tapi waktu itu aku nggak sempat mampir karena sudah sangat sore. Dan akhirnya, baru sekarang aku memasuki halaman rumahnya ini. Inipun bisa dibilang nekat! Lampu halaman sudah menyala, tapi suasana tetap saja remang-remang agak gelap. Aku melangkah dengan hati-hati mendekati teras... Tiba-tiba... “HYYYAAAA...!!!” aku melonjak kaget! Ada benda hidup bergerak dari balik rimbun tanaman...! TUYULLL! Hampir saja kata itu terlontar dari mulutku...! “Cayi sapa?” benda hidup yang mengagetkan itu bersuara... Ya ampunnn... Ternyata anak kecil! Pasti adiknya Erik ini...! Habisnya gelap, kepala si bocah juga plonthos gitu...! Dan nggak pakai celana! Gimana nggak kaget...?!! “Aduhh... Bikin kaget aja, Dik! Lagi ngapain sih di situ, nggak pakai celana lagi?!” tanyaku ke bocah itu. “Abis pipis!” Alahhh...! Kebiasaan anak kecil, kalau pipis sesukanya! Hampir saja bikin aku pingsan karena kaget! “Kak Erik ada nggak?” tanyaku. “Kak Eyik pegi...” jawab adik Erik itu, masih cedal suaranya. “Pergi? Kemana?” “Pegi makan-makan, sama teman...” Haahhh?!! Makan-makan??? Jangan-jangan ultahnya dirayakan nih...?! Dan aku nggak diundang...??? “Udah lama ya?” “Udah...” Oooo... Jadi gimana nih? Apa aku harus menunggu Erik pulang...?
  • 57. 57 Tiba-tiba terdengar suara motor masuk. Aku langsung menoleh ke arah gerbang. Ternyata... Erik masuk dengan motornya...! Dia sudah pulang! Begitu memarkir motornya, dia langsung melangkah menuju ke arahku... Ya ampun...! Aku jadi gugup, deg-degan...! “Loh, ada apa, Mas?” Erik langsung menyapaku dengan agak sungkan. “Nggak papa kok, Rik... Cuma main aja...” jawabku dengan senyum gugup. “Ini adikmu ya? Bikin kaget aku tadi... Suruh pakai celana dong!” “Rio masuk gih, pakai celana dong nanti masuk angin!” Erik segera menyuruh adiknya masuk. Bocah kecil itu pun masuk ke rumah. Erik waktu kecil palingan juga seperti itu kali ya? Muka adiknya sangat mirip dengannya. Dan, bisa lihat adik Erik nggak pakai celana... Kok nggak Erik aja sih...?! Hehehe... Upppsss!!! Mulai deh ini kepala, ngeres bawaannya!!! “Udah lama?” tanya Erik. “Belum kok. Baru aja...” jawabku simpul. “Sini masuk!” Erik mengajakku ke teras. Kami duduk di kursi yang ada di teras. Niatku memang udah bulat buat menemui Erik, tapi begitu berhadapan langsung dengannya sekarang aku malah jadi sungkan... Gugup! Dan juga malu...! Mau ngomong apa ya...??? Gimana mulainya...??? “Habis dari mana, Rik?” aku masih berbasa-basi dengan agak canggung. “Dari makan...” jawab Erik singkat, padat, dan memang nggak perlu dijelaskan. Aku sudah tahu kalau dia habis makan- makan. Adiknya yang bilang, anak kecil itu nggak mungkin bohong! “Ohhh... Kamu kan ulang tahun ya...?” sentilku dengan agak segan. Erik cuma diam memandangiku, tersenyum cenggung. Kok dia juga kelihatan sungkan begitu ya? Apa mungkin dia merasa
  • 58. 58 nggak enak sama aku, karena nggak mengundangku untuk ikut makan-makan...? Ahhh...! Kok aku ge‟er amat sih...?!! Bukan hanya soal makan-makan aja kali, soal Facebook kayaknya dia juga memblokir aku! Dia mungkin sedang jengah denganku...! Ahh, tapi semoga tidak...! “Aku cuma mau ngucapin selamat ulang tahun aja kok...” akhirnya kuutarakan maksudku dengan malu-malu. “Sama mau ngasih ini...” Aku merogoh kantongku... dan... Ehhhhhh...??? ASTAGAAAA....!!! Keringatku langsung dingin! Tanganku meraba-raba ke dalam kantong tapi nggak menemukan yang kucari...! Kadoku...??? Ya Tuhan dimana kadoku...?!! “Apa?” Erik menatapku dengan penasaran, seperti mulai menangkap ada yang aneh...! Ya aneh!!! Celaka!!! Aku benar-benar nggak menemukan CD kadoku...! Aku sudah meraba ke semua kantongku, nggak ada...! Apa kadoku jatuh di jalan?!! Aduuuhhhhh...!!! Gimana ini...???!!! “Ada apa sih...?” tanya Erik lagi, terlihat makin jengah. “Ehh... Nggak apa-apa...” aku gugup dan berusaha menyembunyikan kepanikanku. “Aku... cuma mau ngasih ini...” Erik pun langsung bengong. Dengan ragu tangannya terulur, menerima sesuatu dari tanganku... Akhirnya, aku memberinya apel... Itulah kadoku untuknya...! “Ini... maksudnya apa?” tanya Erik dengan mimik bingung. Aku tersenyum gugup menelan ludah. “Maksudnya... aku bingung mau ngasih kamu apa… Cuma itu yang aku punya... Jadi aku kasih buat kamu...” jawabku kikuk. Kejujuran dan kekonyolan benar-benar terasa sama...! Perasaanku gugup, gundah, malu, dan hancur...! Ya Tuhan, kenapa aku harus melakukan momen sekonyol ini!!!
  • 59. 59 Erik hanya diam. Menatap apel dariku di genggamannya... Apa ini terasa konyol juga baginya...? Aku malu, ingin menangis rasanya...!!! “Makasih ya...” akhirnya Erik mengucapkan kata itu... Aku mengangguk pelan, menerima apresiasi dari usaha „terbaik‟ku...! Iya... Makasih juga, Rik... Aku nggak menuntut kamu harus tulus mengucapkan „terima kasih‟ itu, karena kamu mau mengucapkannya saja sudah membuat hatiku senang... Meski aku tetap merasa malu...! “Ya udah, aku pulang dulu ya...” ucapku, setelah sadar nggak mungkin terus di sini melanjutkan kebodohan dan kekonyolan yang memalukan ini! “Hemmm...” Erik mengangguk kalem, tanpa basa-basi. “Bye...” pamitku pelan. Aku segera bangkit dan bergegas melangkah menuju motorku. Aku nggak bisa berlama-lama lagi...! Aku nggak berani melihat Erik lagi buat pamitan. Langsung ku-starter motorku, lalu segera melaju secepatnya meninggalkan rumah Erik...! Rasanya pingin menangis sepanjang jalan! Dongkol! Kesal! Malu...! Semua sudah kusiapkan dengan baik, bahkan sampai mengemis-ngemis pinjam duit, mengais-ais keranjang CD diskonan, memilih kertas dan bungkusan kado yang bagus! Tapi kenapa akhirnya aku cuma memberinya sebiji apel?!! Buah yang iseng kubeli seharga dua ribu rupiah?!! Aku benar-benar pemuja yang payahhh...!!! MEMALUKAAAANNNNN...!!! Sampai rumah, aku melewati gerbang dan langsung menyelonong mengarahkan motorku ke garasi. Sampai kebablasan menabrak kotak sampah. Nggak peduli! Aku turun dari motor dan langsung menuju ke kamar...! “Dimas, Mama habis beli fried chicken tuh, ada di dapur...!” ujar Mama yang kulewati di ruang tengah. Aku tetap menggegas langkahku tanpa peduli...!
  • 60. 60 “Itu Kak Dimas pulanggg...” gumam Tante Hilda, ngomong sendiri sama Nino sambil menimang sepupuku yang masih balita itu. Aku juga nggak peduli!!! Kunaiki tangga. Membuka pintu kamar, langsung masuk! Kulempar jaketku, dan... Brukkk! Kujatuhkan diriku, rebah di kasur. Kubenamkan mukaku ke bantal. Kupeluk dan kuremas-remas gulingku! Hati ini kesaaaaaal...!!! Maraaaaaah...!!! Kenapa sih, aku nggak pernah bisa melakukan sesuatu dengan benar buat Erik...?!! Buat orang yang aku sukai...?!! Aku selalu menjadi orang yang bodoh di depannya...! “Ada apa, Mas?” Kudengar Denis masuk kamar dan menanyaiku. Aku diam. Membisu di atas tempat tidurku. Nggak penting aku jelaskan pengalaman memalukanku ke dia!!! “Bete lagi? Ya ampun...” celetuk Denis. Lalu dia duduk di kasurku sambil memetik-metik gitar. Aku semakin membenamkan mukaku ke guling. “Mas, gue habis dengerin CD-nya Iona tadi, yang lu simpan di laci. Lagunya bagus tapi gitarannya susah, ajarin gue dong...!” cerocos Denis seolah nggak peduli perasaan hatiku saat ini seperti apa! Jelas saja dia nggak peduli!!! “I will give my love an apple, without any core...” Lagi-lagi, kudengar Denis malah menyanyi...! Dan... Ya ampun lagu itu! Aku juga tahu lagu itu! Kenapa dia harus menyanyi lagu itu?!! Kenapa harus ada lirik seperti itu...?!! Tiba-tiba Denis mengintip wajahku... “Dimas, lu nangis...?”
  • 61. 61 A Break at Night Aku terbangun tengah malam, di tengah waktu yang serba lelap. Terbaring, mata menatap langit-langit. Aku mau balik tidur untuk menghindari jalannya pikiran yang gundah, tapi... mataku susah buat kupejamkan lagi. Hhhh... Benakku langsung mengawang pada kejadian tadi sore. Soal Erik. Kado. Apel... Perasaan yang dipenuhi kegagalan. Mencintai dengan begitu susah payah tapi semuanya gagal! Aku tahu. Semua itu karena aku cowok yang jatuh cinta sama cowok! Pasti ini sebuah lelucon besar bagi banyak orang...! Itu membuatku di satu sisi ingin sembunyi, di sisi yang lain ingin ditemui... Siapa sih yang mau hidup sendiri? Siapa yang mau selamanya memendam perasaan?! Erik... Membayangkan saja susah! Terlalu susah dan muluk membayangkan sosok cowok sesempurna dia bisa suka ke sesama cowok seperti aku ini... Tapi gimana lagi, harus kuapakan perasaan yang telanjur tumbuh ini? Munafik kalau aku bilang nggak pingin jadi pacar Erik...! Tapi aku juga sadar kehidupan nyata itu seperti apa! Belum bilang cinta saja sudah diolok-olok. Memberi perhatian dianggap show off, berlebihan...! Bagaimana aku bisa berterus terang? Andai saja dia itu ramah dan memperlakukanku tanpa membangun jarak, tanpa membangun dinding yang tebal, mungkin beban perasaanku nggak akan seberat ini... Paling tidak, aku nggak selalu jadi serba salah pada setiap hal yang aku lakukan demi dia...! Pengalamanku sore tadi waktu memberinya kado, sekarang membuatku makin merasa kalau aku ini... memang nggak pantas buat dia... Lebih dari itu, aku merasa jadi orang yang layak dia benci. Huhhh...
  • 62. 62 Aku cuma ingin ikut senang saja di momen ulang tahunnya, tapi akhirnya tetap saja aku berujung pada rasa gelisah dan kesepian, yang membangunkanku malam ini... Aku bangun dari rebahan, duduk di atas kasurku dan diam termenung. Sebersit melirik gitarku yang tersandar di tepi dipan. Kuraih, kudekap gitarku. Mulai kupetik pelan-pelan… Denting-denting kecil di tengah heningnya kamar. Membalut rasa gelisah yang terasa sesak... “Lascia ch'io pianga... Mia cruda sorte...” aku mengecap satu lirik pelan-pelan, hampir tak terdengar... Tapi kemudian aku segera terdiam lagi. Bukankah... bersikap seperti ini malah akan membuatku tambah sedih...? Tenggelam tambah dalam...? Hmmhhh... Kuletakkan gitarku lagi. Sudahlah...! Jangan dibikin tambah sakit dengan menyanyi lagu sedih! Kutengok ke samping. Memandangi beberapa saat. Setengah berbaring kutopang kepalaku, menghadap seseorang yang sedang tertidur di sampingku... Denis tertidur pulas. Aku mengamati wajahnya yang mirip aku. Tapi, raut wajahnya tampak lebih lepas... Nggak ada garis gelap di bawah matanya, nggak seperti mataku ini yang sering menyembunyikan masalah. Wajahnya kelihatan lebih damai. Bukan karena dia sedang tidur, tapi sepertinya apa yang ada di dalam dirinya memang lebih mengalir dibanding diriku... Mengalir lebih lepas... Denis ini anak yang nggak pernah kapok meski aku sering ketus padanya. Aku lagi bete, dia malah menyanyi... Dan entah kenapa lagunya sering mengena buatku. Seperti tadi, aku terus berbohong kalau aku sedang menangis, lalu dia terus menyanyi seolah tanpa beban. Membuat perasaanku akhirnya ikut meringan dengan sendirinya, dan aku bisa tertidur meninggalkan pikiranku yang kusut... Meski sekarang aku terbangun lagi, tapi ini justru seperti kesempatan bagiku buat bercermin pada sodara kembarku ini. Sodara yang jauh, sejak kecil dipisahkan dari keluarga ini, tapi dia tetap berjalan dengan hidupnya yang... mungkin lebih berat dariku...
  • 63. 63 Kubayangkan saat dia harus hidup terpisah jauh dari orang tua, padahal waktu itu dia masih kecil... Iya, aku sendiri sekarang baru bisa berpikir lebih jernih bahwa aku ini hidup lebih beruntung. Aku hidup dengan Papa dan Mama yang selalu ada di sini. Biarpun mereka sibuk tapi aku nggak pernah kekurangan kasih sayang... Perasaanku ke Erik mungkin memang masalah penting bagiku, tapi harusnya aku juga nggak secengeng ini...! Memang berat dan serba salah, tapi... aku nggak boleh lupa kalau aku masih punya kasih sayang lainnya dari orang-orang yang berharga dalam hidupku. Aku nggak boleh terbenam dengan rasa sedih seperti ini...! Pelan-pelan, kurebahkan wajahku ke sisi Denis. Anak menyebalkan yang ada di dekatku ini, sebenarnya adalah orang yang selalu mencoba mengerti diriku di saat orang lain nggak mau mengerti. Ya, saat satu orang nggak suka padaku, aku harus ingat bahwa ada orang lain yang menyayangiku...! Sudahlah... Lepaskan saja beban hati dan pikiran yang kusut ini. Bebaskan diri dari rasa serba salah itu. Istirahat dan berharap saja, esok pagi semuanya akan kembali baik. Malam, tolong antar aku lagi ke tidur yang lebih damai...
  • 64. 64 Jaim Cicit suara burung dari pepohonan di luar kamar terdengar riuh. Sesekali kokok ayam menyahut. Udara pagi dingin dan kusut. Aku mendekam dibalik selimut... Denis menggeliat. Aku memisahkan diri. Masih terkantuk- kantuk berdua, setengah terjaga. “Guling lu kemana sih?” geliat Denis. “Hehh...? Ada nih...” balasku menggumam. “Kok meluk gue...?” “Siapa yang meluk?!” “Tadi malam, terus ini tadi juga masih meluk gue...?” “Nggak kok...!” aku tetap ngeles, sambil mendekap gulingku lebih erat. “Bohong lu. Tadi gue rasa ada yang meluk gue kok, kan cuma kita berdua di sini...” “Dibilangin...! Ini aku meluk gulingku sendiri nih!” “Ahhh... Lu aja yang nggak ngaku...!” “Ngeyel! Ngajak ribut...?!” Bukkk! Kutimpakan gulingku ke muka Denis...! Dan… Bukkk! Denis membalasku. “Aarrghhh…!” aku bangkit menggulat sodara kembarku! Baru bangun langsung berantem di atas kasur! Dan... BRUKKKK...!!! Kami pun terguling, sukses mendarat di ubin berdua...!
  • 65. 65 Jalan-Jalan Sebenarnya aku malas jalan-jalan sama Denis, kuatir bakal jadi perhatian orang-orang! Aku belum cukup mental buat coming out sebagai cowok kembar! Tapi gara-gara diiming-imingi uang jajan sama Mama, akhirnya berangkat juga. Gimana lagi, dompet udah tipis karena selama liburan jatah jajan harian dipotong! Di atas jalanan kota Solo, aku meluncur dengan motor berboncengan dengan Denis. Rencananya mau nonton film. Berhenti di depan Solo Grand Mall, cuma bisa melongo melihat poster-poster film yang dipajang di depan gedung...! Film yang sedang diputar semuanya film Indonesia, komedi dan horror yang nggak jauh-jauh juga dari tema „selangkangan‟. Jiaahhh!!! Makin basi aja...! Kapan perfilman Indonesia bisa maju kalau temanya cuma gitu-gitu aja?! Nggak inovatif! Bayar duapuluh ribu buat nonton film porno yang serba nanggung nggak jelas gitu? Goblok, kalau aku ya mending beli bokep bajakan sekalian, duapuluh ribu dapat empat! “Filmnya jelek-jelek tuh...!” sungutku sebal. “Terus kemana dong?” lontar Denis, sama-sama bingung. Aku mikir-mikir. Kemana ya enaknya? “Ke Kraton aja yuk...!” tiba-tiba Denis punya ide. “Kraton? Jadul banget...!” tukasku. “Kok jadul sih? Bagus kan tempatnya?!” “Kalo sama pacar cocok, tapi masa kita jalan-jalan ke Kraton? Ngapain...?!” “Emangnya kenapa? Malah pikiran lu tuh yang aneh! Emang cuma orang pacaran aja yang boleh ke Kraton?! Gue pingin lihat Kraton! Ayo lah ke sana aja...!”