Dokumen tersebut merangkum 13 tren perilaku dan gaya hidup generasi milenial Indonesia kelas menengah, termasuk tren berbagi ekonomi, kecenderungan menjadi wirausaha daring, ketergantungan pada alat digital, dan kebutuhan akan perhatian sosial media.
2. 1 | Middle Class Milenial Trendswww.inventure.id
Generasi milenial (Millenial Generation) adalah generasi yang lahir dalam rentang waktu awal tahun 1980-an hingga tahun 2000. Generasi
ini sering disebut juga sebagai Gen-Y, Net Generation, Generation WE, Boomerang Generation, Peter Pan Generation, dan lain-lain. Mereka
disebut generasi milenial karena merekalah generasi yang hidup di pergantian milenium. Secara bersamaan di era ini teknologi digital mulai
merasuk ke segala sendi kehidupan.
Milenial memiliki nilai-nilai, dan perilaku yang berbeda dengan generasi pendahulunya yaitu Gen-X (lahir tahun 1964 hingga 1980). Beberapa
literatur menyebut karakteristik mereka ditandai oleh berbagai nilai-nilai dan perilaku berikut: connected, multitasker, tech-savvy, collaborator/
cocreator, social, adventurer, transparent, work-life balance, dan sebagainya. Itu secara umum. Di Indonesia, dengan latar belakang sosial, sejarah,
budaya, politik, dan ekonomi yang berbeda tentu menghasilkan generasi milenial yang berbeda pula dan unik.
3. 2 | Middle Class Milenial Trendswww.inventure.id
Millenial is NOT cohort. It is
a lifestyle. Milenial bukanlah
sebatas penanda kapan kita lahir,
tapi sudah menjadi gaya hidup.
Mengapa bisa begitu? Ya, karena
entah kenapa milenial itu kini
menjadi sebuah simbol kekerenan.
Siapapun, tak peduli Gen-X bahkan
Baby Boomers, merasa bangga
kalau punya gaya hidup seperti
milenial. Milenial bukan masalah
umur; bukan masalah muda-
tua. Milenial adalah ekspresi dan
identitas diri. Karena itu kami
perkirakan akan muncul banyak
“milenial gadungan” di Indonesia.
Secara umur mereka bukanlah
masuk golongan milenial, namun
tingkahnya, penampilannya,
atau konsumsi digitalnya seperti
milenial, bahkan (amit-amit jabang
bayi hehehe..) melebihi milenial.
Inventure dan Middle Class Institute (MCI) melakukan kajian untuk melihat tren nilai-nilai dan perilaku generasi milenial di Indonesia,
khususnya di kalangan kelas menengahnya. Berikut ini 13 tren yang berhasil kami temukan.
1. Millenials Wannabe
4. 3 | Middle Class Milenial Trendswww.inventure.id
2015 adalah steping stone dimana sharing economy mulai diadopsi
konsumen Indonesia, khususnya kaum milenial, secara meluas. Tren
ini dipicu oleh sukses Gojek dengan layanan ojek online-nya. Sukses
layanan baru ini sekaligus membuka mata dan mengedukasi konsumen
milenial Indonesia yang memungkinkan mereka melompat parit
(crossing the chasm) menuju pasar mainstream. Di tahun 2016 sharing
economy akan diadopsi lebih dalam dan lebih luas di sektor-sektor
industri yang lain. Sektor traveling dan leisure (melalui layanan seperti:
AirBnB) misalnya, bakal menjadi the next big things di tahun 2016 ini.
Budaya konsumsi “share, not own” juga akan kian masif tanah air. Di
dunia hiburan misalnya, kini milenial tak lagi perlu punya CD atau DVD
untuk mendengarkan musik atau menonton film. Layanan-layanan
berbasis cloud seperti iTunes, Netflix, Spotify, SoundCloud, dan JOOX
akan kian populer.
Di tahun 2016 sharing economy
akan diadopsi lebih dalam dan
lebih luas di sektor-sektor
industri yang lain.
“
“
2. “Sharing is Cool”
5. 4 | Middle Class Milenial Trendswww.inventure.id
Mendengar alunan musik di Spotify
atau iTunes lebih keren ketimbang di
radio. Nonton film di Netflix lebih keren
ketimbang di bioskop atau RCTI. Lari
dengan aplikasi Nike+ Running (dengan
fitur: GPS, Pace Tracker, Timer, Calories,
Pedometer, Music Player dan Jejaring
Sosial) lebih keren untuk dipamerkan
ketimbang olahraga larinya sendiri. Lagu,
film, atau lari tidak penting, yang penting
adalah digital tools apa yang mereka
gunakan. Bagi milenial digital is awesome,
karena itu gaya hidup “the digital of
things” haruslah dipamerkan di media
sosial. Milenial selalu punya passion luar
biasa untuk menjadi yang terdepan (early
adopter) dalam arus deras “the digital of
things”. Ketika mereka sudah menjadi yang
terdepan, maka wajib hukumnya capaian
itu dipamerkan di media sosial.
3. “How We Consume” Is
a New Lifestyle.
Tools Matter!!!
6. 5 | Middle Class Milenial Trendswww.inventure.id
Kehadiran media sosial terutama Instagram dan
menjamurnya lapak-lapak online seperti OLX,
Tokopedia, atau Bukalapak telah memberi peluang
luar biasa bagi milenial yang cekak modal untuk
berbisnis secara online. Yasa Paramita misalnya
memulai brand sepatu Men’s Republic sejak ia kelas
2 SMA hingga kini sekitar 4 tahun telah menuai
omset ratusan juta sebulan. Dia cukup mendesain
sepatu-sepatunya kemudian menyerahkan
produksinya kepada vendor-vendor di Bandung.
Tak hanya entrepreneur, sekarang juga terdapat
tren munculnya apa yang kami sebut amfibi, yaitu
para pekerja kantoran yang menjalankan bisnis
sampingan berbasis online. Iklan-iklan masif
Bukalapak, Tokopedia, atau OLX secara positif
mengajak para milenial menjadi digital entrepreneur.
4. The Rise of
Instagrampreneur
7. 6 | Middle Class Milenial Trendswww.inventure.id
Masih pekat di ingatan kita, bulan Agustus-November 2015 Indonesia dihantui krisis ekonomi yang ditandai dolar melambung dan PHK di mana-
mana. Namun kita kaget luar biasa ketika di akhir tahun jalur pantura macet total selama beberapa hari oleh masyarakat yang liburan akhir
tahun ke kampung. Korbannya tidak tanggung-tanggung, seorang Dirjen mengundurkan diri karena tak sanggup memprediksi dan mengatasi
kemacetan yang super parah tersebut. Inilah fenomena menarik generasi milenial, bagi mereka liburan dan hiburan adalah kebutuhan super
penting. Karena itu liburan tak kenal masa krisis. Dan ketika tiket pesawat dan hotel bisa diperoleh demikian mudah dan murah melalui beragam
platform online (Traveloka, Trivago, Agoda, dsb), maka kebutuhan itu pun kian getol mereka manjakan. Millenials are experiencer.
5. Holiday Effect
8. 7 | Middle Class Milenial Trendswww.inventure.id
Komunitas online yang dibentuk di media sosial seperti grup di WhatsApp, BBM, Telegram, atau Facebook kian sophisticated. Menariknya, kini
seorang milenial bisa ikut dalam belasan bahkan puluhan grup WA atau BBM sekaligus. Sebut saja grup alumni, grup teman-teman kantor, grup
pengajian, grup hobi kuliner, grup nebengers, grup project team di kantor, dan lain-lain. Itu sebabnya kami menyebut mereka sebagai: “Multi-
Tribes Netizen”. Netizen yang hidup di beragam suku, namun suku-suku ini tak berada di hutan, tapi ada di grup-grup media sosial. Dengan
banyak grup yang dimasuki, maka mereka harus memiliki multi-split personality. Mereka harus bisa “bersandiwara” memainkan peran dan
karakter yang berbeda-beda sesuai dengan tuntutan grup yang dimasuki.
6. Multi-Tribes Netizen
9. 8 | Middle Class Milenial Trendswww.inventure.id
Millenials love story. Mereka menyukai cerita yang mengemas
sebuah produk atau layanan. Dan ketika sebuah produk dan layanan
memiliki cerita yang keren, maka kaum milenial begitu passionate
membincangkan dan menyebarkannya ke friends, fans, followers (3Fs).
Fenomena ini paling kentara terjadi di bisnis kuliner. Sejak tahun lalu,
tiba-tiba kedai kopi artisan seperti Filosofi Kopi, Tanamera, ABCD, atau
One Fifteenth Coffee menjadi booming di berbagai kota di tanah air.
Konsep food truck seperti Amerigo atau konsep food street seperti OTW
di Kelapa Gading tahun lalu begitu happening. Bahkan mal pun kini
dikemas dengan brand story yang kuat seperti AEON di BSD yang sukses
mengusung tema Jepang dan memicu word of mouth luar biasa. Kami
meyakini inovasi dalam menyuntikkan brand story ke dalam produk dan
layanan ini bakal marak di tahun ini.
7. Brand Story Matters
10. 9 | Middle Class Milenial Trendswww.inventure.id
Fenomena lain yang sedang ngetren di kalangan generasi milennial adalah
semakin canggihnya tools yang dipakai untuk selfie, seperti penggunaan
drone, lensa kamera GoPro, dan sebagainya yang membuat hasil tampilan
visual dari foto-foto selfie semakin dramatis, atau penggunaan aplikasi
Periscope atau Snapchat untuk video selfie. Jika dulu gaya anak muda yang
selfie hanya menampilkan foto muka saja, maka sekarang mereka mulai
senang berfoto dengan latar belakang obyek yang keren. Atau supaya
lebih terkesan update dan live maka video selfie pun mulai digandrungi.
Tiap orang ingin menampilkan authentic self untuk meningkatkan personal
branding-nya masing-masing. Dia merasa dirinya keren dan pantas untuk
memiliki audience-nya masing-masing.
8. The Birth of Visual Generation (Gen V)
11. 10 | Middle Class Milenial Trendswww.inventure.id
Riset perilaku belanja online selalu menempatkan produk gadget, produk elektronik, fesyen, atau buku/majalah sebagai produk yang paling
banyak dibeli secara online. Namun kini hal itu mulai berubah, milenial Indonesia mulai menikmati membeli barang-barang cepat konsumsi atau
cepat pakai seperti makanan-minuman, sayur, buah, bumbu, obat, tukang pijat, dan sebagainya secara online. Biangnya tak lain adalah Gojek
yang berbekal armada pengojeknya di seluruh pelosok kota mampu mengantarkan pesanan konsumen dengan cepat (lihat layanan seperti Go-
Food, Go-Mart, Go-Clean, Go-Glam, Go-Massage). Dengan munculnya layanan baru ini perilaku konsumen milenial bakal berubah. Alfamart
merespons tren ini begitu cepat dengan layanan Alfaonline.
9. Instant Online Buying
12. 11 | Middle Class Milenial Trendswww.inventure.id
Generasi milennial adalah attention-seeker. Mereka merasa
dirinya sebagai sosok bintang yang disorot kamera di jagat
media sosial. Karena itu mereka gila dikomentari. Apapun minta
dikomentari. Posting status di Facebook minta dikomentari. Foto
selfie di Instagram minta dikomentari. Menulis di blog minta
dikomentari. Komentar positif membuat mereka berbunga-
bunga. Sebaliknya, komentar negatif membuat mereka stres,
frustasi, bahkan depresi.
10. “Comment Seeker” Generation
Semakin banyak “like” atau
komentar yang didapat,
maka mereka akan merasa
semakin eksis.
“
“
13. 12 | Middle Class Milenial Trendswww.inventure.id
Media sosial adalah media terbuka, siapapun bisa
ngomong baik maupun buruk, pujian maupun cercaan.
Itu sebabnya bully di media sosial sudah layaknya
wabah yang menjalar cepat. Lalu bagaimana dengan
mereka-mereka yang terkena bully? Kaum milenial
adalah generasi yang sangat peduli dan menganggap
serius setiap perkataan dan opini dari friends, fans,
dan followers (3F) mereka. Banyak terjadi ABG milenial
lebih mendengarkan 3F ketimbang orang tua dan
keluarga mereka. Oleh karena itu komentar negatif,
kritik, atau bully di media sosial merupakan sumber
tekanan psikologis yang berat bagi milenial. Bahkan
ada kasus-kasus ekstrim dimana korban bully memilih
untuk bunuh diri karena tidak tahan dipermalukan di
media sosial. Kesempurnaan diri yang dicitrakan di
media sosial seakan menjadi harga mati yang tak boleh
dicoreng oleh para haters dan bullyers. Tuntutan ini
membuat mereka selalu resah di jagat media sosial.
11. “Social Media Pressure”
14. 13 | Middle Class Milenial Trendswww.inventure.id
Kaum milenial adalah trend-setter. Mereka selalu berusaha menjadi yang terdepan dalam hal
gaya hidup, gadget, atau fesyen. Celakanya, mereka juga cepat bosan dengan gaya hidup
dan produk baru yang mereka pakai. Begitu gadget versi baru keluar, maka gadget lama
ditinggalkan. Padahal gadget lama tersebut baru dibeli beberapa bulan sebelumnya. Karena
mereka smart, maka barang baru yang sudah tidak mereka minati dijual di situs-situs seperti
OLX atau eBay. Inilah yang memicu apa yang kami sebut circular economy. Dengan adanya
tren circular economy, maka situs-situs marketplace yang mempertemukan pemilik barang
bekas (yang masih baru) ini bakal menggeliat di tahun 2016.
12. Circular Economy
15. 14 | Middle Class Milenial Trendswww.inventure.id
Secara sekilas kepedulian kaum milenial Indonesia begitu tinggi dengan begitu banyaknya masalah-masalah
penting nasional yang mereka respons melalui situs seperti change.org. Heboh kasus “Papa Minta Saham”
atau pelarangan layanan ojek online misalnya, direspons cepat oleh para millenial activists dengan melakukan
petisi online. Namun apakah betul partisipasi, kepedulian sosial, dan nasionalisme mereka melambung dengan
adanya platform petisi seperti itu? Belum tentu. Seperti menonton gelaran sepak bola di GBK, mereka hanya
menjadi semacam pemandu sorak yang ingin hanyut dalam euforia dan kehebohan gonjang-ganjing masalah
sosial tersebut. Ingat, “becoming a click activist is cool!”
13. Two Faces of Click Activism